POLA PEMBINAAN NARAPIDANA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A WAY HUWI BANDAR LAMPUNG

(1)

POLA PEMBINAAN NARAPIDANA PADA LEMBAGA

PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A WAY HUWI BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi Bandar Lampung)

Oleh

SAPUTRA AKBAR WIJAYA

Saat ini sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan, begitu pula institusinya berubah menjadi Lembag Pemasyarakatan. Dimana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, yang dimaksud dengan pemsyarakatan adalah kegiatan untuk membina warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola pembinaan yang dilakukan oleh para narapidana serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses menjalani kegiatan pembinaan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.

Bentuk kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung terbagi dalam dua jenis yaitu kegiatan pembinaan kepribadian meliputi; kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta kesadaran intelektual. Jenis berikutnya adalah kegiatan kemandirian meliputi; kegiatan keterampilan yang sesuai dengan bakat dan usaha mandiri serta kegiatan pembudidayaan hasil alam, diman segala bentuk kegiatan pembinaan tersebut bertujuan untuk membina para narapidana agar dapat kembali bermasyarakat dengan baik.

Proses kegiatan pembinaan ini juga tidak terlepas dari kendala penghambat, kendala yang terjadi dalam kegiatan ini terbagi menjadi dua yaitu faktor dalam narapidana meliputi; perbedaan karakteristik antar narapidana, konflik, tingkat pendidikan yang berbeda serta kseriusan narapidana dalam menjalani kegiatan. Sedangkan faktor dari luar narapidana meliputi; kapasitas Lembaga Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana serta kualitas dan kuantitas petugas pembinaan yang kurang memadai, sehingga membutuhkan perhatian dari kemetrian dalam pemenuhannya juga kerjasama dengan pihak-pihak luar yang terkait dalam proses pembinaan ini.

Kata Kunci: Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Wanita, Pola Pembinaan, Penghambat dan Solusi


(2)

POLA PEMBINAAN NARAPIDANA PADA LEMBAGA

PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A WAY HUWI BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi Bandar Lampung)

Oleh:

Saputra Akbar Wijaya Hartaman

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

(Studi Pada Lembaga Permasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi Sukarame Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh :

Saputra Akbar Wijaya

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

JUDUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 7

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 7

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 LEMBAGA PEMASYARAKATAN ... 9

2.1.1 PENGERTIAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN ... 9

2.1.2 POLA PEMBINAAN PEMASYARAKATAN ... 11

2.1.3 SARANA PRASARANA PENDUKUNG PEMBINAAN ... 17

2.1.4 TUJUAN PEMBINAAN ... 20

2.1.5 FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PEMBINAAN ... 22

2.2 NARAPIDANA ... 24

2.2.1 PENGERTIAN NARAPIDANA ... 24

2.2.2 HAK-HAK NARAPIDANA ... 26

2.3 ANALISIS SOSIOLOGI ... 29

2.3.1 KONSEP ANALISIS ... 29

2.3.2 KONSEP SOSIOLOGIS ... 30

2.4 KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

3.1 TIPE PENELITIAN ... 35

3.2 FOKUS PENELITIAN ... 36

3.2.1 KEGIATAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN ... 36

3.2.2 KEGIATAN PEMBINAAN KEMANDIRIAN ... 36

3.3 LOKASI PENELITIAN ... 37


(5)

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...41

4.1 GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ...41

4.2 KONDISI FISIK DAN FASILITAS LEMBAGAPEMASYARAKA-TAN WANITA KELAS II A BANDAR LAMPUNG ...42

4.3 STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A BANDAR LAMPUNG ...46

4.4 DATA NARAPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANI-TA KELAS II A BANDAR LAMPUNG ...49

4.4.1 KELOMPOK NARAPIDANA BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR ...49

4.4.2 KELOMPOK NARAPIDANA BERDASARKAN PROFESI ...51

4.4.3 KELOMPOK NARAPIDANA BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN ...52

4.5 SARANA PEMBINAAN DAN JADWAL KEGIATAN NARAPIDA-NA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A ...53

BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN ...56

5.1 PROFIL INFORMAN ...56

5.2 POLA PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYA-RAKATAN WANITA KELAS II A ...59

5.2.1 PEMBINAAN KEPRIBADIAN ...60

5.2.2 PEMBINAAN KEMANDIRIAN ...68

5.3 FAKTOR PENGHAMBAT DALAM MENJALANI PEMBINAAN NARAPIDANA ...76

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...84

6.1 KESIMPULAN ...84

6.2 SARAN ...85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

TABEL 1

Jumlah Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A

Way Huwi Bandar Lampung ...6 TABEL 2

Struktur Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A

Way Huwi Bandar Lampung ...42 TABEL 3

Daftar Jumlah Tahanan ...43 TABEL 4

Daftra Jumlah Narapidana ...43 TABEL 5

Sarana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A

Way Huwi Bandar Lampung ...44 TABEL 6

Kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A

Way Huwi Bandar Lampung ...45 TABEL 7

Kelompok Narapidana Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...50 TABEL 8

Kelompok Narapidana Berdasarkan Profesi ...51 TABEL 9

Kelompok Narapidana Berdasarkan Agama ...52 TABEL 10


(7)

Hidup bukan hanya sekedar bertahan, tetapi bagaimana caranya untuk kita beradaptasi (Saputra Akbar)

Jangan sekali-sekali kamu melupakan dari mana kamu berasal, dan jangan pernah kamu melupakan sejarah (Bung Karno)

Berilah pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan

Emancipate yourselves from mental slavery, none but ourselves can free our minds! ( BOB Nesta MARLEY)


(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi robbil’alamin, dengan mengucap syukur kepada ALLAH SWT, saya persembahkan karya sederhana ini untuk:

Orang tua tersayang, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan membimbing langkahku hingga saat ini saya mencapai cita-cita menjadi sarjana seperti yang kalian inginkan, mungkin ini salah satu cara untuk membayar segala

jasa-jasa yang telah kalian berikan.

Adikku tersayang yang telah banyak memberiku dorongan dan motivasi untuk menjadi orang yang lebih dewasa, lebih memiliki tanggung jawab dan lebih bijak

dalam mengambil keputusan, karena hanya engkau lah yang selalu bisa membuatku tersenyum atau menangis.

Keluarga besarku yang turut berdoa untuk keberhasilanku.

Semua guru, dosen serta orang-orang yang telah memberikan ilmu dan pengalaman, hingga saya dapat menjadi manusia yang lebih baik.

Untuk teman-teman sepermainan terima kasih atas kekeluargaan dan semua suka cita yang telah kalian berikan, semoga persahabatan ini tidak hanya sampai disini

dan berlanjut di masa yang akan dating

Teman-teman Sosiologi 2008 semoga persahabatan kita tidak larut dalam waktu

Almamater tercinta Universitas Lampung, semoga ilmu yang saya dapat disana dapat bermanfaat bagi semua pihak, terima kasih untuk semuanya dan semoga


(9)

Penulis dilahirkan di Pahoman Kecamatan Teluk Betung Utara Kota Bandar Lampung, pada tanggal 22 februari 1990. Merupakan putera pertama dari pasangan bapak Astiaman Yasin Kundo dengan ibu Yuli Hartati.

Penulis menempuh pendidikan formal dari sekolah dasar (SD) Al-Kautsar Raja Basa Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung, selesai pada tahun 2005. Kemudian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Universitas Lampung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi. Pertengahan tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Mekar Jaya Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung Barat selama 40 hari, penulis telah melaksanakan ujian skripsi atau kompre dengan predikat kelulusan A. Dengan demikian penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana Sosiologi (S.Sos) dengan baik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan di wisuda pada bulan September 2012.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Serta kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang selalu memberikan syafaatnya kepada kita semua hinggayaumul qiyamah.

Skripsi dengan judul “Pola Pembinaan Narapidana Pada Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas II A (Studi kasus pada narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi Bandar Lampung)” ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian meskipun disadari masih sangat banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(11)

3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H selaku dosen pembimbing penulis, terimakasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran, kritik serta kesabarannya dalam membimbing saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya dengan baik dan meraih gelar sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Suwarno, M.H selaku dosen pembahas seminar usul dan seminar hasil sekaligus penguji skripsi saya, terimakasih banyak atas waktu, saran, kritik dan koreksi yang telah bapak berikan selama penulisan skripsi ini.

5. Seluruh dosen pada jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama penulis menjalani masa kuliah.

6. Seluruh staf administrasi dan karyawan FISIP Universitas Lampung, yang membantu dan melayani urusan administrasi dan skripsi.

7. Kedua orang tua ku, terutama IBU yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan kasih sayangnya hingga saat ini dengan penuh kesabaran. Terimakasih atas doanya yang tiada henti untuk keberhasilan anak-anaknya, semua jasa-jasamu tidak akan tergantikan, tetapi mungkin ini lah salah satu cara untuk membuat mu menangis bahagia. Tanpamu saya bukan lah siapa-siapa, dan saya hanyalah seorang anak yang ingin melihatmu senyum bahagia


(12)

8. Buat adikku Fauzan terimakasih, secara tidak langsung telah mengajarkan ku bersikap lebih dewasa dan bijak dalam menyelesaikan masalah, semoga kita berdua dapat menjadi anak yang berbakti kepada ibu.

9. Untuk ayah yang sudah tidak satu rumah lagi, terimakasih untuk semuanya, sekarang saya sudah sarjana.

10.Buat Nyaik, “putra udah sarjana, maaf ya nyik, kalo selama putra tinggal di rumah nyaik, putra banyak ngerepotin”.

11. Keluarga besar Hardjo Soecipto yang turut memberikan doa serta dukungan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 12.Untuk Pak Andi alias Papi O’okbeserta keluarga, terimakasih buat segala

waktu, motivasi dan masukkannya selama ini, itu semua membuat saya semakin tau arti hidup sesungguhnya.

13. Ibu Meihardiana ibunda dari Dzelmi botak yang selama 6 tahun belakangan ini telah berkenan untuk rumahnya dijadikan “posko” tempat

dimana saya bisa bermain, berbagi pengalaman, makan, minum, tidur bersama teman-teman yang lain, “posko” ini sudah saya anggap sebagai

rumah sendiri dan mempunyai tempat khusus dilubuk hati yang paling dalam, terimakasih juga buat kak Nanda, kak Dhendi, kak Tile, abel. Tanpa doa dan dukungan kalian mungkin saya tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

14. Buat Om Icon, terimakasih banyak om telah memberikan ilmu yang paling saya gemari yaitu “bola basket” dan mengizinkan saya untuk bergabung dengan salah satu club terbaik di Lampung “BUL” dan memberikan saya


(13)

hidup saya dari narkotik dan obat-obat terlarang lainnya.

15.Senior di “BUL” kak Edo, Kak Samid, Kak Henri, Alm Franzoa#1 dan

buat teman-teman club lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, kalian telah banyak memberikan motivasi dan ilmu bola basket yang membuat saya seperti sekarang ini. Buat Alm Franzoa#1 yang tenang disana ya kak, makasih udah ngajarin aug maen basket, makasih juga sama baju dan sepatu yang udah lo kasih.

16. Teman-teman di jurusan Sosiologi, Aniek, Kris, Deni, Silvi, Yunari, Hendi, Devi, Agus, Ken, Panji, Sutikno, Arfani, Rahmat, Mijwad, Grace, Sandra, Elison, Febri, Ode, Bastian, Ongky, Bobby, Asep, Fajar, Renfill, serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini, semoga tali silahturahmi kita tidak terputus sampai sini saja.

17. Buat sahabat terbaik yang pernah saya miliki seumur hidup saya, dan saya yakin mereka sangat sulit untuk digantikan, sahabat yang saling mengerti dan saling mengisi kekosongan satu sama lainnya dan akan saya sebutkan satu per satu tanpa terkecuali dimulai dari Dzelmi “botak”, Ato “ambon”, Enang “fals”, Prio “oom”, Didi “darmo”, Azul “goak”, Eki “umbing”, Ade “Mansur”, Deo “mamang”, Agung Ar “Tengil”, Gerry “mangap”, Randi “Nces”, Indra “aseng”, Tomy “bibir”, Colip “minyak”, Johan “meslek”, Genta “boti”, Fedli “aceng”, Gilang “ahong”, Farhan “arab sinting”,


(14)

Cahyo “markus”. Semoga kita bisa selalu berkumpul bersama sampai hari tua nanti, dan sukses selalu buat kita bersama. Amiien.

18. Buat kakak-kakak di Sedekah Jamaah, terimakasih telah mengajarkan saya tentang indahnya berbagi.

19. Serta untuk semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu terimakasih atas doa dan dukungannya.

Penulis hanya bisa berdoa semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan mendapat balasan dari ALLAH SWT dan sekali lagi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Bandar Lampung, 14 Agustus 2012 Penulis.


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah hasil asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 10 Agustus 2012

Saputra Akbar Wijaya H NPM. 0856011038


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah hasil asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 10 Agustus 2012

Saputra Akbar Wijaya H NPM. 0856011038


(17)

POLA PEMBINAAN NARAPIDANA PADA LEMBAGA

PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II A WAY HUWI BANDAR LAMPUNG

(Studi Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi Bandar Lampung)

Oleh

SAPUTRA AKBAR WIJAYA

Saat ini sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan, begitu pula institusinya berubah menjadi Lembag Pemasyarakatan. Dimana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, yang dimaksud dengan pemsyarakatan adalah kegiatan untuk membina warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola pembinaan yang dilakukan oleh para narapidana serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses menjalani kegiatan pembinaan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.

Bentuk kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung terbagi dalam dua jenis yaitu kegiatan pembinaan kepribadian meliputi; kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta kesadaran intelektual. Jenis berikutnya adalah kegiatan kemandirian meliputi; kegiatan keterampilan yang sesuai dengan bakat dan usaha mandiri serta kegiatan pembudidayaan hasil alam, diman segala bentuk kegiatan pembinaan tersebut bertujuan untuk membina para narapidana agar dapat kembali bermasyarakat dengan baik.

Proses kegiatan pembinaan ini juga tidak terlepas dari kendala penghambat, kendala yang terjadi dalam kegiatan ini terbagi menjadi dua yaitu faktor dalam narapidana meliputi; perbedaan karakteristik antar narapidana, konflik, tingkat pendidikan yang berbeda serta kseriusan narapidana dalam menjalani kegiatan. Sedangkan faktor dari luar narapidana meliputi; kapasitas Lembaga Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana serta kualitas dan kuantitas petugas pembinaan yang kurang memadai, sehingga membutuhkan perhatian dari kemetrian dalam pemenuhannya juga kerjasama dengan pihak-pihak luar yang terkait dalam proses pembinaan ini.

Kata Kunci: Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Wanita, Pola Pembinaan, Penghambat dan Solusi


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Berbagai tindak kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak kejahatan pencurian yang dikarenakan faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terikut dengan lingkungan yang ada di sekitarnya dan sebagainya. Kesemua tindak kejahatan yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal atau seimbang, sehingga dengan demikian agar ketertiban, ketentraman, kenyaman, dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik.

Hukum sebagai salah satu aspek kehidupan manusia tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Laju perkembangan masyarakat yang ditunjang oleh ilmu dan tekhnologi modern akan menuntut diadakannya usaha-usaha pembaharuan hukum, agar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku senantiasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dulu jenis hukuman masih bersifat pidana fisik, misalnya pidana cambuk, potong tangan, dan bahkan pidana mati (pemenggalan kepala) atau gantung. Dengan


(19)

lahirnya pidana hilang kemerdekaan, hukuman berubah mnjadi pidana penjara selama waktu yang ditentukan oleh hakim. Seiring dengan itu, ekstensi bangunan tempat penahanan semakin diperlukan apa lagi dengan adanya pidana pencabutan kemerdekaan.

Berbicara tentang penjara di Indonesia secara kronologis sudah sejak zaman belanda dirujuk padareglementpenjara pada tahun 1917. Dalam pasal 28 ayat (1) reglement tersebut dinyatakan bahwa, “penjara adalah tempat pembalasan yang

setimpal atau sama atas suatu perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku tindak pidana dan juga sebagai tempat pembinaan terhadap

narapidana atau pelaku tindak pidana”.

Berdasarkan pasal 28 ayat (1) reglement penjara tahun 1917 tersebut yang sebagaimana telah disebut diatas, maka ada 2 (dua) hal yang dapat di lihat dari isi pasal tersebut dan penjelasannya, yaitu bahwa pegawai-pegawai penjara

“diwajibkan memperlakukan narapidana atau pelaku tindak pidana secara

prikemanusiaan dan keadilan” dengan tujuan untuk mempengaruhi narapidana ke jalan perbaikan. Selanjutnya dinyatakan lagi ”akan tetapi dengan sesungguhan beserta kekencangan yang patut” dengan tujuan tidak boleh ada persahabatan

antara pegawai penjara untuk senantiasa mempertahankannya, yang berarti mempertahankan sifat dari pidana itu sendiri. Terjadinya perkembangan atau pergeseran nilai dari tujuan atau inti pidana penjara tersebut atau disebut dengan eksistensi sebelum menjadi Lembaga Permasyarakatan, yang dimulai dari tujuan balas dendam retalisation kepada pelaku tindak pidana dan kemudian berubah menjadi pembalasan yang setimpal retribution bagi si pelaku tindak pidana yang


(20)

3

selanjutnya diikuti dengan tujuan untuk menjerakan deterrence si pelaku tindak pidana dan kemudian diikuti juga pada awal abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20, tujuan tersebut tidak lagi bersangkutan dengan memidana punitive melainkan bertujuan untuk memperbaiki terpidana rehabilitation dengan jalur resosialisasi.

Berbagai macam pengertian “tujuan” dari pidana penjara tersebut terdapat banyak

perbedaan. Namun demikian Indonesia menurut Sudarto, melalui kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) ke dalamreglement penjara tahun 1917 memang masih ada yang beranggapan “tujuan” dari pidana penjara tersebut adalah

“pembalasan yang setimpal dengan mempertahankan sifat dari pidana penjaranya”

yang harus diutamakan. Tetapi pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan bahwa

pidana penjara adalah “pemasyarakatan” dan hal tersebut lebih mengarah atau

mengutamakan “pembinaan” re-educative and re-socialist). Sebenarnya secara

umum “pemasyarakatan” tersebut biasa diartikan memasyarakatkan kembali

seorang pelaku tindak pidana yang selama ini sudah salah jalan yang merugikan orang lain atau masyarakat dan mengembalikannya kembali ke jalan yang benar dengan cara membina orang yang bersangkutan tersebut sehingga menguntungkan dan berguna bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya yang telah dirugikan pada waktu dulu. Adanya model atau pembinaan bagi narapidana dalam Lembaga Pemasyaraktan tersebut tidak terlepas dari suatu dinamika, yang bertujuan lebih banyak member bekal bagi narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukumannya (bebas). Hal ini seperti juga yang terjadi sebelumnya pada istilah penjara yang telah berubah menjadi Lembaga


(21)

Pemasyarakatan istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Rahardjo, S.H. Yang menjabat menteri kehakiman RI saat itu.

Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya.

Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.

Namun demikian setelah dirubahnya sistem kepenjaraan menjadi Lembaga Pemasyarakatan ada hal-hal yang dapat dilihat sebagai sesuatu permasalahan yang bersifat umum apabila dilihata dari visi dan misi serta tujuan dari pemasyarakatan tersebut sebagai tempat pembinaan narapidana dan agar keberadaan narapidana tersebut dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Sebagai contoh, meskipun sudah dirubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pembinaan di


(22)

5

Lembaga Pemasyarakatan masih ada juga pengulangan tindak pidana (residivis) oleh para narapidana setelah selesai menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sehingga narapidana tersebut dapat berubah menjadi lebih baik setelah bebas. Membekali narapidana tersebut dengan pendidikan yang lebih baik dengan tekhnologi tinggi bias menjamin narapidana dapat berubah menjadi lebih baik perilakunya atau dapat membuat narapidana makin mahir melakukan tindak pidana di bidangnya (Pristiwati,2009).

Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya untuk kaum pria, tetapi juga wanita, karena pada kenyataannya kaum wanita pun berani melakukan tindak kriminal. Dibalik sosok lemah lembut seorang wanita tidak menutup kemungkinan untuk mereka melakukan tindak kriminal, justru sebaliknya, sosok wanita yang lemah lembut dijadikan sebagian orang yang tidak bertanggung jawab sebagai kedok dalam melakukan tindak kriminal. Bagi sebagian orang masih ada yang tidak percaya bila wanita melakukan tindak kejahatan yang cukup besar, dan tidak jarang justru wanita yang menjadi aktor intelektual dibalik suksesnya sebuah tindak kejahatan, sebagai contoh : wanita sudah berani menjadi kurir narkoba,

“pengantin” dalam tindak kejahatan terorisme, pembunuhan, korupsi, pencurian.

Kasus yang belum lama ini terjadi ialah penyerangan RSPAD Gatot Subroto yang didalamnya turut serta seorang wanita yang ikut merancang dan berperan aktif dalam penyerangan tersebut, selain ada itu ada juga wanita yang melakukan tindak pidana korupsi wisma atlit dari partai Demokrat, ironis adalah wanita ini adalah anggota DPR RI dan mantan Putri Indonesia yang seharusnya menjadi panutan wanita di Indonesia. Inilah beberapa bukti nyata bahwa bukan hanya


(23)

kaum pria yang melakukan tindak kriminal tetapi tidak menutup kemungkinan kaum wanita pun sanggup untuk melakukannya.

Adapun jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung berdasarkan registrasi narapidana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

Tabel 1. Jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar lampung berdasarkan registrasi narapidana

Register Narapidana Jumlah

B I 166

B Iia 66

B Iib

B IIIs 3

Asing

-A I 4

A II 9

A III 21

A IV

-A V 1

Asing

-Jumlah 210

Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung

Penelitian ini sangat penting bagi suatu ilmu sosiologi, karena penelitian ini mengungkap fenomena yang sekarang terjadi di masyarakat. Karena pada umumnya kebanyakan masyarakat belum banyak yang mengetahui bila adanya Lembaga Pemasyarakatan bagi kaum wanita, kebanyakan masyarakat hanya mengetahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan hanya untuk kaum pria yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa adanya lembaga pemasyarakatan bagi kaum wanita yang melakukan tindak pidana, dan penelitian ini meneliti tentang pola pembinaan pada Lembaga


(24)

7

Pemasyarakatan wanita, apakah terdapat perbedaan pola pembinaan antara Lembaga Pemasyaraktan kaum pria dan kaum wanita. Karena bukan hanya kaum pria yang melakukan tindak kriminal, tetapi juga kaum wanita pun dapat melakukan tindak kriminal.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalah antara lain :

1. Bagaimana pola pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan terhadap narapidana didalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A Way Huwi.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pola pembinaan.

1.3 Tujuan Penelitian.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Way Huwi Bandar Lampung terhadap narapidana.

2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penghambat pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.


(25)

1.4 Manfaat Penelitian.

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang Sosiologi Hukum pada khususnya yang berhubungan pada pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.

2. Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu para narapidana yang dilakukan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung dan masyarakat pada umunya supaya dapat menerima para narapidana yang telah menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Pemasyarakatan.

2.1.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962. Sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha


(27)

untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.

Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh almarhum Bapak Sahardjo, S.H. (Menteri Kehakiman pada saat itu) pada tanggal 5 juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelat Doctor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia. Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara. Satu tahun kemudian, pada tanggal 27 april 1964 dalam konfrensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah Pemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti Kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam konfrensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk reintegrasi social atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan didalam masyarakat.

Pemasyarakatan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu (integrated criminal justice system). Dengan demikian, pemasyarakatan baik ditinjau dari sistem, kelembagaan, cara pembinaan, dan petugas pemayarakatan, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu rangkaian proses penegakan hukum


(28)

11

2.1.2 Pola Pembinaan Pemasyarakatan.

Pola pembinaan narapidana merupakan suatu cara perlakuan terhadap narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana dapat berperilaku sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi dirinya, masyarakat serta negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembinaan narapidana juga mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Maka yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agar membangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan dapat mengembangkan fungsi sosialnya dengan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat. Jadi pembinaan sangat memerlukan dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat dari sikap positif masyarakat untuk menerima mereka kembali di masyarakat. Berdasarkan UU No.12 tahun 1995 pembinaan narapidana dilaksanakan dengan sistem:

a. Pengayoman

Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan pemasyrakatan dalam rangka melingdungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di masyarakat.


(29)

b. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah bahwa penyelenggara pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlukan sebagai manusia.

e. Kehilangan Kemerdekaan

Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan (warga binaan tetap memperoleh hak-hakny yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan, kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olah raga, atau rekreasi).

f. Terjaminnya Hak Untuk Tetap Berhubungan Dengan Keluarga atau Orang tertentu.


(30)

13

Terjaminnya hak unutk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang tertentu adalah bahwa warga binaan pemasyarakatan berada di Lembaga Pemasyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lembaga Pemasyarakatn dari anggota masyarakat yang bebas, dalam kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Berdasarkan kepada Surat Edaran No.KP.10.13/3/1 tertanggal 8 Februari 1965 tentang Pemasyarakatan Sebagai Proses, maka dapat dikemukakan bahwa pembinaan Narapidana dewasa dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu, antara lain:

1. Tahap Pertama.

Terhadap setiap Narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab Narapidana melakukan pelanggaran dan segala keterangan mengenai dirinya yang dapat diperoleh dari keluarga, bekas majikan atau atasannya, teman sekerja, si korban dari perbuatannya, serta dari petugas instansi lain yang telah menangani perkaranya. Pembinaan pada tahap ini disebut pembinaan tahap awal, di mana kegiatan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) dari masa pidananya.


(31)

Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya maksimun (maksimumsecurity).

2. Tahap Kedua.

Jika proses pembinaan terhadap Narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan (selanjutnya disebut TPP) sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan, maka kepada Narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan melalui pengawasan medium-security.

3. Tahap Ketiga

Jika proses pembinaan terhadap Narapidana telah dijalani ½ (setengah) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut TPP telah dicapai cukup kemajuankemajuan, baik secara fisik maupun mental dan juga dari segi ketrampilannya, maka wadah proses pembinaannya diperluas dengan program Asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari 2 (dua) bagian, antara lain:

a. Waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ (setengah) dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya sudah memasuki tahap medium-security.

b. Pada tahapan ini waktunya dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini


(32)

15

Narapidana sudah memasuki tahap Asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasanminimum security.

4. Tahap Keempat

Jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 (duapertiga) dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahap akhir yaitu kegiatan berupa perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan. Pembinaan pada tahap ini terhadap Narapidana yang telah memenuhi syarat untuk diberikan cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan Bersyarat dan pembinaannya dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan oleh Balai Pemasyarakatan yang kemudian disebut Pembimbing Klien Pemasyarakatan. Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadapa Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan (Priyatno : 2009)

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995, dinyatakan bahwa:

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan sedangkan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.


(33)

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan:

a. Secara intramural (didalam Lembaga Pemasyarakatan) b. Secara ekstremural (diluar Lembaga Pemasyarakatan)

Pembinaan secara ekstremural yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan secara ekstremural juga dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan yang disebut integrasi, yaitu proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasan Balai Pemasyarakatan. Pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan).

Petugas pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengaman, dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. Pejabat fungsional diangkat dan diberhentikan oleh menteri (sekarang menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dahulu Menteri Kehakiman) sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku (Pristiwati : 2009).

Sosiologi hukum menaruh perhatian besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan jenis-jenis solidariras yang terdapat didalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi berat-ringannya tergantung pada sifat


(34)

17

pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Di dalam masyarakat banyak ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum yaitu sanksirepresifdan sanksirestitutif.

a. Kaidah hukum dengan sanksirepresif.

Kaidah hukum dengan sanksi represif biasanya mendatangkan penderitaan bagi pelanggar-pelanggarnya, sanksi tersebut menyangkut hari depan dan kehormatan seorang warga masyarakat, atau bahkan merampas kemerdekaan dan kenikmatan hidupnya. Kaidah-kaidah hukum dengan sanksi demikian adalah hukum pidana.

b. Kaidah hukum dengan sanksirestitutif.

Tujuan utama dari sanksi tersebut tidaklah perlu semata-mata untuk mendatangkan penderitaan. Tujuan utama kaidah-kaidah hukum ini adalah untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagai akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum. Kaidah-kaidah tersebut antara lain mencakup hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi dan hukum tata Negara setelah dikurangi dengan unsure-unsur pidananya (Soekanto, 1982).

2.1.3 Sarana dan Prasarana Pendukung Pembinaan.

Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :


(35)

a. Sarana Gedung Pemasyarakatan

Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.

b. Pembinaan Narapidana

Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi perusahan).

c. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.


(36)

19

Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga pemasyarakatan ataupun rumah tahanan negara untuk kembali kemasyarakat sangatlah penting. Berhasil tidaknya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum tergantung pada petugas-petugas negara yang diserahi tugas untuk menjalankan sistem pemasyarakatan.

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan sehat harus memiliki 5 aspek yaitu:

1. Berpikir realitas

2. Mempunyai kesadaran diri

3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas

5. Mampu mengendalikan emosi

Petugas Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana. Petugas-petugas yang dimaksud dalam uraian tersebut melakukan peranan sesuai dengan kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan dan berusaha menciptakan bentuk kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan “proses pemasyarakatan” sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.


(37)

2.1.4 Tujuan Pembinaan.

Perkembangan pembinaan bagi narapidana berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kentaan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun narapidana juga manusia yang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan ke arah perkembangan yang positif, yang mampu merubah sekarang untuk menjadi lebih produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjalani pidana.

Tujuan perlakuan terhadap narapidana di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 setelah Sahardjo mengemukakan dalam konfrensi kepenjaraan di Lembang, bahwa tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan, jadi mereka yang jadi narapidana bukan lagi dibuat jera tetapi dibina untuk kemudian dimasyarakatkan kembali. Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu :

1. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. 2. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun

bangsa dan negaranya.

3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagian didunia maupun akhirat.


(38)

21

Sedangkan berdasarkan Konperensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang (Bandung) pada tanggal 27 April 1964, dirumuskan lebih lanjut tentang maksud dan tujuan pidana penjara sebagai berikut ini :

a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepaanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. yakni masyarakat Indonesia yang menuju tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang lebih penting adalah mental, fisik, keahlian, ketrampilan hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum agi dan berguna dalam pembangunan negara.

b. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas denam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita hanya dihilangkannya kemerdekaan.

c. Tobat tidak dapat dcapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapiana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa social dalam kehidupan bermasyarakat (Priyatno, 2009).


(39)

2.1.5 Faktor-Faktor Penghambat Pembinaan. a. Faktor Internal.

Dalam pelaksanaan pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung tersebut terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang menjadi penghambat berjalannya pola pembinaan tersebut berasal dari dalam diri narapidana itu sendiri antara lain:

1. Faktor Pendidikan.

Faktor pendidikan yang minim dari pelaku tindak kejahatan sehingga tidak mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri si pelaku. Sebagai contoh, seseorang yang berpendidikan formal hanya sampai tamat SD dibandingkan dengan seseorang yang tamat pendidikan formal SMA atau SMK, maka potensi pengembangan diri atau untuk mencari pekerjaan jauh lebih mudah yang tamatan SMA atau SMK dibandingkan yang tamatan SD.

2. Faktor Sifat dan Kepribadian.

Faktor sifat dan kepribadian yang ada dalam diri narapidana itu sendiri menjadi salah satu faktor penghambat yang cukup besar, mengingat perbedaan sifat, keseriusan dalam melaksanakan pembinaan, dan latar belakang yg berbeda-beda sangat mempengaruhi jalannya pembinaan, sehingga sulit untuk menentukan jenis pembinaan yang cocok bagi masing-masing narapidana.


(40)

23

b. Faktor Eksternal.

Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandara Lampung, selain faktor internal yang menjadi penghambat jalannya pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung, ada faktor eksternal yang juga menjadi penghambat jalannya pola pembinaan tersebut antara lain :

1. Sarana Gegung Lembaga Pemasyarakatan.

Kurangnya peralatan atau fasilitas baik dalam jumlah dan mutu juga banyaknya peralatan yang rusak menjadi salah satu faktor penghambat kelancaran proses pelaksanaan pembinaan terhadap Narapidana karena dari semuanya hal tersebut tidak tertutup kemungkinan faktor tersebut menjadi penyebab tidak aman dan tertibnya keadaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

2. Kualitas dan Kuantitas Petugas.

Adanya suatu usaha yang harus dilakukan agar kualitas dari para petugas Lembaga Pemasyarakatan mampu menjawab segala masalah dan tantangan yang selalu ada dan muncul di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan di samping penguasaan terhadap tugas-tugas yang rutin.

3. Sarana dan Fasilitas Pembinaan.

Adanya kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumlah mutu telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan dan ketertiban. Hal tersebut merupakan tugas bagi semua pihak yang ada didalamnya baik itu Kepala Lembaga pemasyarakatan maupun staf yang ada


(41)

di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, serta para Narapidana atau Tahanan untuk dapat merawat dan memelihara semua sarana dan fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal.

4. Anggaran Lembaga Pemasyarakatan.

Meskipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan dan melaksanakan semua program pembinaan, namun hendaknya diusahakan sedapat mungkin untuk memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna, agar pembinaan dapat berjalan dengan baik.

5. Kualitas dan Ragam Program Pembinaan.

Kualitas dari bentuk-bentuk program dari pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Diperlukan program-program kreatif tetapi tidak mengeluarkan biaya yang terlalu mahal dalam pengerjaannya dan mudah cara kerjanya serta memiliki dampak yang edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan (Pristiwati,29).

2.2 Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).


(42)

25

Narapidana yang diterima atau masuk kedalam Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi:

Pencatatan yang terdiri atas: 1. Putusan pengadilan 2. Jati diri

3. Barang dan uang yang dibawa 4. Pemeriksaan kesehatan

5. Pembuatan pasphoto 6. Pengambilan sidik jari

7. Pembuatan berita acara serah terima terpidana

Pidana yang sering kita kenal dengan hukuman yang berupa sanksi yang sangat berat karena berlakunya dapat dipaksakan secara langsung kepada setiap pelanggar hukum. Adapun macam-macam hukuman yang berlaku sekarang ini yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang terdapat dalam pasal 10 yaitu :

Pidana pokok terdiri dari : 1. Pidana penjara

2. Pidana kurungan 3. Pidana denda

Pidana Tambahan terdiri dari : 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu


(43)

3. Pengumuman keputusan hakim

Tujuan adanya hukuman ini timbul karena adanya pandangan yang beranggapan bahwa orang yang melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan serta merugikan masyarakat dianggap sebagai musuh dan sudah sepantasnya mereka dijatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Dalam usaha untuk melindungi masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh pelanggar hukum, maka diambil tindakan yang paling baik dan yang berlaku hingga sekarang yaitu dengan menghilangkan kemerdekaan bergerak si pelanggar hukum tersebut berdasarkan keputusan hakim. Mereka yang diputuskan pidana penjara dan pidana kurungan berdasarkan vonis dari hakim itulah dinamakan narapidana. Jadi rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum hukum yang berlaku dan kemudian diajukan ke pengadilan dijatuhi vonis pidana penjara dan kurungan oleh hakim, yang selanjutnya ditempatkan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani masa hukumannya (Pristiwati : 2009).

2.2.2 Hak-Hak Narapidana.

Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nila-nilai yang terkandung didalam Pancasila.


(44)

27

Menurut prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada di bentuk apapun atau pemenjaraan (body of principle for the protection of all persons under any form detention of imprisonment) yang dikeluarkan oleh majelis umum PBB pada tnaggal 9 desember 1988 dengan resolusi 43/173, tidak boleh ada pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap hak-hak asasi manusia dari orang-orang yang berada dibawah bentuk penahanan atau pemenjaraan, penangkapan, penahanan atau pemenjaraan harus dilakukan dengan cara yang manusiawi dan dengan menghormati martabat pribadi manusia yang melekat. Tidak seorang pun yang berada dibawah bentuk penahanan atau pemenjaraan apapun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.

Seseorang yang ditahan harus berhak mendapat bantuan penasihat hukum. Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak dikunjungi oleh dan surat-menyurat terutama dengan para anggota keluarganya, dan diberi kesempatan yang memadai untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Di Indonesia ketentuan yang mengatur tentang hak-hak warga binaan diatur dalam Pasal 14 ayat 1 nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang isinya:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e. Menyampaikan keluhan


(45)

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga k. Mendapatkan pembebasan bersyarat

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap narapida wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Priyatno : 2009).


(46)

29

2.3 Analisis Sosiologis. 2.3.1 Konsep Analisis.

Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan serta merupakan aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan serta mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut criteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan di taksir maknanya (Indah, 2010).

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2004:43)

“Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaah bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan”

Jadi analisis adalah suatu penelaahan atau penyelidikan secara mendalam dan mendasar dari suatu peristiwa atau fenomena agar lebih benar-benar mengetahui apa yang terjadi serta mengevaluasi apa saja yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan dapat terlaksana juga merupakan kegiatan berfikir untuk mengurai suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu.


(47)

2.3.2 Konsep Sosiologis.

Sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata socius dan logos, dimata socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.

Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dengan masyarakat dalam proses pertumbuhannya dapat dibedakan dengan ilmu-ilmu kemasyaraktan lain seperti ekonomi dan ilmu hukum, akan tetapi secara kenyataan dalam praktek kehidupan masyarakat dari kesemua ilmu-ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan (Abdulsyani, 2007).

Sosiologi memandang masyarakat didalam kesseluruhan aspeknya, jadi sangat luas bila dibandingkan dengan ilmu –ilmu sosial lainnya, ilmu-ilmu sosial lainnya memandang masyarakat hanya dalam salah satu aspeknya, misalnya ilmu Tata Negara mempelajari masyarakat dari segi ketatanegaraannya, ilmu hukum memandang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban didalam masyarakat hukumnya, ilmu politik mempelajari perihal kekuasaan (rahardjo/wordpress/pengantar-sosiologi/).

Beberapa ahli memberikan definisi tentang pengertian sosiologi :

Selo soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan prosen social, termasuk perubahan-perubahan sosial.


(48)

31

Menurut Hasan Shadily, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan dengan mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta perubahannya.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi atau fenomena saat ini dalam masyarakat, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mecari pengerian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Sosiologis disini dapat disimpulkan bahwa suau bentuk pengkajian dan pandangan berdasarkan sifat-sifat sosiologi dan segala sesuatu yang berkenaan dengan ilmu sosiologi sebagaimana melihat keadaan dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat dan fenomena sosial yang ditinjau dari sudut pandang sosiologi maupun pemahaman dari gejala sosial yang diamati menggunakan ilmu sosiologi.

2.4 Kerangka Pemikiran.

Lembaga pemasyarakatan Wanita merupakan tempat proses pembinaan pemasyarakatan bagi kaum wanita. Penelitian ini mengungkap fenomena yang sekarang terjadi di masyarakat. Karena pada umumnya kebanyakan masyarakat belum banyak yang mengetahui bila adanya Lembaga Pemasyarakatan bagi kaum


(49)

wanita, kebanyakan masyarakat hanya mengetahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan hanya untuk kaum pria yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa adanya Lembaga Pemasyarakatan bagi kaum wanita yang melakukan tindak pidana, dan penelitian ini meneliti tentang pola pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan wanita.

Lembaga Pemasyaraktan Wanita merupakan tempat proses pola pembinaan pemasyarakatan bagi narapidana wanita, dengan prinsip kelembagaan yang memiliki visi dan misi sebagai berikut :

Visi : Terwujudnya petugas pemasyarakatan yang professional, handal, dan tanggung jawab untuk mewujudkan pulihnya kesatuan hubungan hidup penghidupan dan kehidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan.

Misi : Melaksanakan program pembinaan secara berdaya guna, tepat sasaran dan memiliki prospek ke depan. Mewujudkan pelayanan prima dalam rangka penegakkan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan HAM.

Pemasyarakatan dengan pola pembinaan sangat diharapkan agar narapidana akan memahami segala bentuk kegiatan pembinaan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembinaan yang bertujuan untuk memulihkan narapidana agar dapat hidup bermasyarakat sebagaimana mestinya. Meskipun dalam proses pembinaan terdapat faktor-faktor penghambat yang terkadang menyulitkan pihak lembaga pemasyarakatan untuk melaksanakan kegiatan pembinaan yakni faktor internal dan


(50)

33

faktor eksternal. Akan tetapi pihak lembaga pemasyarakatan harus tetap melaksanakan kegiatan pembinaan yang telah diprogramkan. Pada prinsipnya di Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana haruslah berfungsi untuk membina yaitu bagaimana agar narapidana setelah keluar dari Rumah Tahanan menjadi baik, dapat diterima masyarakat, mempunyai keterampilan hidup yang dibutuhkan, keseimbangan mental dan fisik, sebagaimana masyarakat pada umumnya. Serta dapat menjalankan dan mengembangkan fungsi sosialnya dimasyarakat dengan sebaik-baiknya. Segala bentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuan diatas yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan yang meliputi pola pembinaan dan keterampilan tidak terlepas dari keikutsertaan narapidana dalam melaksanakan dan menilai pembinaan yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman serta tanggapan narapidana terhadap kegiatan tersebut.

Pola pembinaan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita memiliki dua bentuk yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kemandirian lebih diprioritaskan dalam program pembinaan karena respon dari narapidana lebih antusias, tetapi disamping itu tanpa melupakan pembinaan kepribadian. Jadi keduanya harus dijalani secara seimbang oleh para narapidana demi tercapainya tujuan Lembaga pemasyarakatan yang mengacu pada undang-undang no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.


(51)

Bagan berikut ini akan menunjukkan kerangka pemikiran secara skematis, yaitu:

- Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan

- Petugas Pemasyarakatn

- Sarana dan Prasarana

- Masyarakat Faktor-faktor

Penghambat Kegiatan Pembinaan

Pembinaan Kepribadian

Pola Pembinaan Narapidana Wanita

Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita

Faktor Internal Faktor Eksternal

Narapidana Pembinaan Kemandirian


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif obyeknya adalah manusia atau segala sesuatu yang dipengaruhi oleh manusia. Obyek yang diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya. Dalam proses penelitian kualitatif, data yang didapatkan berisi perilaku dan keadaan individu secara keseluruhan. Penelitian kualitatif menunjukan pada prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif, ungkapan, catatan ataupun tingkah laku orang tersebut. (Moleong, 1989).

Dari definisi diatas, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui secara detail dan memadai mengenai Pola Pembinaan Narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dengan harapan, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dapat meneliti obyek yang akan diteliti secara lebih mendalam.


(53)

3.2 Fokus Penelitian.

3.2.1 Pembinaan Kepribadian.

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan, agar tidak dimasukkan ke dalam jumlah data yang sedang dikumpulkan, walaupun data tersebut menarik. Adapun yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini antara lain:

1. Pembinaan keagamaan.

2. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara. 3. Pembinaan Kemampuan Intelektual.

3.2.2 Pembinaan Kemandirian.

Kegiatan pembinaan kemandirian yang dilakukan oleh para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way huwi Bandar Lampung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan mengenai suatu kegiatan sosial yang dilakukan oleh para narapidana dalam mengembangkan kemampuan dalam diri yakni :

1. Pembinaan Keterampilan Bakat dan Usaha-Usaha Mandiri.


(54)

✁ ✂

3.3 Lokasi Penelitian.

Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih melakukan penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Jl. Ryacudu Way Huwi, Bandar Lampung. Adapun pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah dikarenakan lokasi tersebut adalah satu-satunya Lembaga Pemasyarakatan Wanita yang ada di Bandar Lampung.

3.4 Jenis dan Sumber Data 1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan cara menggali dari sumber informasi (informan) dan dari catatan di lapangan yang relevan dengan masalah yang sedang teliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenernya dari hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari dokumentasi dan arsip-arsip.

3.5 Informan.

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan harus sukarela menjadi informan atau


(55)

anggota tim peneliti walaupun hanya bersifat informal. (Moloeng, 1989:132). Teknik penetuan informan pada penelitian ini dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, diman pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria informan pada penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dalam aktifitas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Way Huwi Bandar Lampung :

1. Petugas Pembinaan

a. Lamanya masa bekerja (diatas 2 tahun) b. Pangkat / Jabatan petugas pembinaan

2. Narapidana Wanita Berdasarkan :

a. Lamanya waktu penahanan (diatas 2 tahun) b. Jenis kejahatan.

c. Tingkat pendidikan. d. Tingkat ekonomi.

3.6 Teknik Pengumpulan Data.

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:


(56)

☎ ✆

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian unutk mendapatkan data atau gambaran yang jelas sehubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Wawancara Secara Mendalam

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab secara mendalam, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang berdasarkan kepada catatan-catatan yang terdokumentasi (otentik) dan dinilai berkaitan dengan penelitian ini.

3.7 Teknik Analisis Data.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami serta dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2007).

Menurut Mathew B. miles dan Huberman analisis data terdiri dari tiga alur penelitian, yaitu :


(57)

1. Reduksi Data.

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang ada dalam catatan yang

diperoleh di lapangan. Data yang diperoleh selama penelitian baik melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan dan narapidana ditulis dalam catatan yang sistematis dan dipilih-pilih hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.

2. Display (penyajian data).

Berupa data yang diperoleh selama penelitian, kemudian disajikan dalam bentuk informasi-informasi yang sudah dipilih menurut kebutuhan dalam penelitian. Setelah peneliti mendapatkan data-data yang berhubungan dengan pelaksanaan pembinaan narapidana, kemudian data tersebut diuraikan dalam bentuk pembahasan tentang pembinaan narapidana.

3. Verifikasi (penarikan kesimpulan).

Merupakan langkah terakhir dalam analisis data. Penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan acuan dari reduksi data, yakni mencari arti benda-benda, pola penjelasan dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang muncul dari data yang diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokan yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya dan kegunaannya.


(58)

BAB V

ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Profil Informan.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 (delapan) orang yang terdiri dari 4 (empat) orang petugas tetap Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung dan 4 (empat) orang narapidana yang aktif dalam pembinaan. Para informan adalah orang-orang yang memiliki kapasitas dalam memberikan informasi dikarenakan para informan tersebut mengetahui dan memahami tentang proses pelaksanaan pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung. Informasi yang dibutuhkan sama banyaknya antara petugas maupun narapidana sesuai dengan fokus penelitian yaitu bentuk pola pembinaan, sehingga dibutuhkan informasi dari kedua belah pihak. Hal tersebut dilakukan agar informasi lebig akurat sehingga mampu memberikan informasi yang jelas mengenai pola pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita. Berikut adalah profil informan :

Tabel 10 : Profil Informan.

Nama Keterangan

Petugas : Informan A

Seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita dengan latar belakang pendidikan S 1 Psikologi, golongan II/B. Berusia 30 tahun, mulai bertugas di Lembaga


(59)

Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung pada tahun 2007. Menjabat sebagai petugas bimbingan narapidana dan anak didik sehingga ikut serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.

Informan B Seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita dengan latar belakang pendidikan S 1 Hukum, golongan II/A. Berusia 28 tahun, mulai bertugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung pada tahun 2009. Menjabat sebagai petugas bimbingan dan perawatan sehingga ikut serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.

Informan C Seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita dengan latar belakang pendidikan S 1 Ekonomi, golongan II/B. Berusia 32 tahun, mulai bertugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung pada tahun 2007. Menjabat sebagai komandan jaga seksi keamanan sehingga ikut serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.

Informan D Seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita dengan latar belakang pendidikan D III, golongan II/B. Berusia 33 tahun, mulai bertugas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung pada tahun 2007. Menjabat sebagai petugas pengatur muda seksi bimbingan kerja dan pengelolaan hasil kerja sehingga ikut serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.


(60)

✡8

Narapidana : Informan E

Seorang narapidana yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang, berusia 42 tahun, jenis kejahatan adalah perdagangan anak dibawah umur dengan masa pidana selama 8 tahun dan pendidikan terakhir tamat SD. Informan ini aktif menjalani kegiatan pola pembinaan serta ikut membantu petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Informan F Seorang narapidana yang sebelumnya merupakan pengangguran, berusia 32 tahun, jenis kejahatan pengedar narkoba dengan masa pidana selama 4 tahun dan pendidikan terakhir SMP. Informan ini aktif menjalani kegiatan pola pembinaan serta ikut membantu petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Informan G Seorang narapidana yang sebelumnya berprofesi sebagai pegawai negri sipil, berusia 47 tahun, jenis kejahatan adalah tindak pidana penipuan dengan masa pidana selama 5 tahun dan pendidikan terakhir S 1. Informan ini aktif menjalani kegiatan pola pembinaan serta ikut membantu petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Informan H Seorang narapidana yang sebelumnya berprofesi sebagai pegawai negri sipil, berusia 48 tahun, jenis kejahatan adalah tindak pidana korupsi dengan masa pidana selama 4 tahun dan pendidikan terakhir S 2. Informan ini aktif menjalani kegiatan pola pembinaan serta ikut membantu petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Bila dilihat pada tabel diatas ini adalah daftar informan yang telah diwawancarai, dari mulai informan A sampai informan D sebagai petugas pembinaan,dan informan E sampai dengan H sebagai narapidana, informan ini semua lah yang melakukan secara langsung semua kegiatan yang diadakan pihak Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A maupun yang dilakukan oleh pihak-pihak luar


(61)

yang bekerja sama dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan, sehingga diyakini dapat memberikan informasi yang akurat.

5.2 Pola Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.

Merupakan tugas yang berat bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A yang berinteraksi langsung dengan para narapidana dan masyarakat pada umumnya, untuk merubah seorang narapidana menjadi manusia yang bisa menyadari kesalahannya sendiri dan mau merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik. Khususnya untuk Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan tempat membina para narapidana, diperlukan suatu bentuk pola pembinaan yang tepat agar bisa merubah para narapidana menjadi lebih baik atas kesdarannya sendiri. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan A seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan berikut ini :

“Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung,

merupakan Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita karena hanya membina para narapidana wanita, mempunyai metode maupun bentuk-bentuk pembinaan yang tepat dan berbeda dengan yang dilakukan

Lembaga Pembinaan bagi kaum pria”.

Lebih lanjut informan ini menyatakan bahwa metode pembinaan yang dimaksud adalah :

a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara Pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).

b. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu, berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara sesama narapidana


(62)

60

sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia lain.

c. Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis.

d. Pemeliharan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

e. Pendekatan individual dan kelompok. Dalam mencapai tujuannya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung menggunakan pola pembinaan bertahap yang dikenal dengan tahapan kegiatan pembinaan.

Secara garis besar pembinaan yang dilakukan adalah menggunakan dua pendekatan yakni dari atas (top down approach) yaitu pembinaan kepribadian dan pendekatan dari bawah (bottom up approach) yaitu berupa pembinaan kegiatan kemandirian yang keduanya akan diuraikan dibawah ini.

5.2.1 Pembinaan Kepribadian.

Dalam pembinaan kepribadian, materi pembinaan berasal dari pihak pembinaan atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari pihak pembinaan. Seperti yang diungkap informan A, petugas Lembaga Pemasyarakatan berikut ini :

“Narapidana tidak ikut menetukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya,

tetapi langsung saja menerima kegiatan pembinaan dari kami. Seorang narapidana harus menjalani paket pembinaan kepribadian yang telah


(63)

Lebih lanjut informan ini menyatakan bahwa pembinaan kepribadian dipergunakan untuk melaksanakan pembinaan yang sifatnya untuk mengubah narapidana dari segi kejiwaan atau rohaninya. Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung pembinaan ini meliputi berbagai jenis pembinaan yaitu :

A. Pembinaan Keagamaan.

Pembinaan ini diberikan dengan tujuan agar para narapidana dapat meningkatkan kesadaran terhadap agama yang mereka anut. Seperti yang kita ketahui bahwa agama merupakan pedoman hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia dengan tujuan bahwa supaya manusia dalam hidupnya dapat mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Hal ini seperti yang diungkapkan informan B sebagai berikut :

“Kegiatan ini meningkatkan kesadaran terhadap agama, maka dengan sendirinya akan muncul kesadaran dalam diri narapidana sendiri bahwa apa yang mereka lakukan di masa lalu adalah perbuatan yang tidak baik

dan akan berusaha merubahnya ke arah yang lebih baik”.

Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa dalam proses kegiatan keagamaan ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan para narapidana dalam pembinaan kepribadian mereka, sehingga kegiatan berjalan dengan baik. Hal serupa disampaikan oleh informan B, C, dan D :

“Pembinaan kesadaran beragam merupakan salah satu poin penting dalam proses pembinaan kepribadian terhadap para narapidana di Lembaga


(1)

81

Hal serupa juga diungkapkan oleh informan F dan G mengenai kapasitas Lembaga Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana bahwa kapasitas Lembaga Pemasyarakatan membuat mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.

“Saya rasa pihak lapas harus menambah kamar blok untuk napi, karena saya menganggap bahwa hal ini tidak manusiawi”(informan F).

“Untuk sholat berjamaah saja kami berdesak-desakkan bahkan sampai keluar mushola karena didalam sudah tidak cukup lagi”.

Proses pembinaannya pun petugas harus lebih bekerja keras untuk melaksanakan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang semestinya meskipun dihadapkan dengan persoalan jumlah narapidana yang cukup banyak.

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung selain kesulitan menghadapi jumlah narapidana yang semakin banyak, juga disulitkan dengan masalah tenaga petugas yang kurang memadai. Informan A dan C menyatakan bahwa mereka cukup kesulitan dalam memberikan pembinaan karena jumlah tenaga yang dimiliki tidak sesuai dengan jumlah narapidana.

“Ya, memang saya sedikit kesulitan dalam menjalani tugas, karena jumlah petugas yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana, sedangkan narapidana semakin bertambah”(informan C).

Lebih lanjut informan ini mengungkapkan kualitas maupun kuantitas petugas pembinaan, jumlah petugas yang sedikit dan kebijakan intern, maupun kemampuan dalam menguasai materi pembinaan maupun jumlah yang tidak


(2)

sebanding dengan jumlah narapidana ini menimbulkan permasalahan tersendiri dalam proses pembinaan.

Informan A menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas pembinaan pihak Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dari luar terutama pembinaan yang bersifat non teknis, beliau juga mengungkapkan bahwa faktor yang tidak kalah penting supaya pembinaan terhadap narapidana tidak terhambat adalah anggaran dana yang mencukupi. Berikut pernyataan informan A :

“Kami sering dibantu pihak luar secara sukarela untuk mengadakan pembinaan di Lapas, tapi bila kegiatan tersebut kami adakan sendiri terkadang susah karena terhambat masalah dana, jadi kami sering bekerjasama dengan pihak luar, agar pembinaan berjalan dengan baik”.

Informan E dan F, seorang narapidana mengungkapkan bahwa kegiatan pembinaan, terutama kegiatan pembinaan kemandirian, memerlukan anggaran dana yang tidak sedikit. Jika anggaran dana untuk kegiatan pembinaan kemandirian tidak mencukupi, maka haruslah dimaklumi bahwa skala produksi tidak akan berkembang dan hanya cukup untuk sirkulasi modal saja.

“Kami kekurangan dana dalam menjalani kegiatan pembinaan usaha kemandirian di Lapas, namun banyak pihak luar yang sering membantu kami”(Informan E).

“Saya tidak terlalu memperhatikan masalah kelayakan petugas dan anggaran yang tersedia di Lapas, saya merasa kegiatan berjalan lancar-lancar saja, karena kami sebagai warga binaan mengatasi masalah dalam kegiatan secara bersama-sama antar narapidana”(Informan F).


(3)

83

Informan G dan H mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda berkaitan dengan kualitas dan kuantitas pembinaan, para narapidana itu hanyan sedikit kesulitan dalam memperoleh kegiatan pembinaan karena petugas Pembina hanya sedikit. Berikut pernyataan informan G :

“Saya harus bergiliran untuk mendapatkan pembinaan, karena Pembina hanya sedikit, selain itu para narapidana banyak”(informan G).

Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa kendala yang ada diluar narapidana adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana.


(4)

6.1 Kesimpulan

1. Secara garis besar, pola pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung berjalan cukup baik dan memiliki tujuan yang jelas yakni untuk membina narapidana agar kembali menjadi warga masyarakat yang baik. Pola pembinaan secara terkonsep memiliki dua jenis pendekatan yaitu dari atas (top down approach) digunakan dalam memberikan pembinaan yang sifatnya umum seperti pembinaan kepribadian. Sedangkan pembinaan dari bawah (bottom up approach) digunakan dalam memberikan pembinaan yang bersifat teknis seperti pembinaan kemandirian dan usaha-usaha mandiri yang diwujudkan dengan memberikan berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar narapidana.

2. Faktor penghambatan yang ditemui dalam proses pembinaan berasal dari diri narapidana itu sendiri seperti latar belakang narapidana yang berbeda-beda, hubungan antar personal narapidana, hubungan narapidana dengan petugas pembinaan. Sedangkan faktor penghambat dari luar narapidana antara lain adalah kapasitas narapidana yang melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan


(5)

85

Wanita Kelas II A Bandar Lampung, jumlah petugas pembinaan yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana, serta kualitas dan kuantitas petugas pembinaan yang kurang memadai. Akan tetapi hambatan tersebut perlahan sudah mulai diatasi dengan cara menjalin hubungan dengan pihak luar untuk membantu melancarkan proses pembinaan yang yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung.

6.2 Saran

1. Narapidana yang merupakan target dari proses pembinaan itu sendiri diharapkan untuk dapat mengikuti proses pembinaan secara sungguh-sungguh dan mempunyai kemauan untuk merubah dirinya sendiri menjadi manusia yang lebih baik. Karena hanya mereka sendirilah yang mampu untuk merubah perilaku mereka menjadi lebih baik, karena Lembaga Pemasyarakatan hanyalah sebagai sarana dalam proses perubahan pribadi mereka kearah yang lebih baik.

2. Perlu penambahan petugas Lembaga Pemasyarakatan dan kamar blok atau kamar hunian karena tidak sesuai dengan kapasitas narapidana yang ada sekarang, sehingga membuat narapidana kurang nyaman dan dapat membuat situasi kurang kondusif. Selain itu petugas pengamanan harus lebih ketat lagi terhadap narapidana agar perselisihan antar narapidana dapat ditekan seminimal mungkin, dan petugas pembinaan diharapkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan agar dapat


(6)

dijadikan bekal bagi para narapidana untuk memulai kehidupan yang baru setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.