KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PEMBINAAN PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMBENTUK SIKAP POSITIF NARAPIDANA (Studi Pada Narapidana Narkoba Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

Talking about prison in indonesia , today we know the term a penal institution ( lapas ) .A correctional institution is a place guidance for an inmate or the workers of iniquity .The guidance in the form of moral guidance that is the formation of ethics and relations fellow by a convict .To the process of guidance , communication that easily understandable is one of his that must be controlled by an officer who will provide guidance on an inmate at a a correctional institution .The purpose of this research is described the role of communication interpersonal officers by a convict in forming positiveness for prison inmates away .This study using methods qualitative descriptive .Informants in this research taken with using a technique ( deliberate) purposive which is the number of informants 6 people . Communication theory in this research adopting both the perspective of humanistic namely openness , empathy , support attitude , positive attitude and a change in attitude and equality theory put forward by kelman namely that is the willingness , identification , and internalization .To seek out new information in the form of interviewing informants , observation and the literature study .Where that the quality of a good communication interpersonal compounded by the role of the social process of the functions which is interwoven between the officers inmate and , able to help in the process of forming positiveness convicts , in order to form a good part of the society , licentious and dedicated high for her life

.Keywords : The aspect of humanistic, the theory of a change in attitude kelman, the formation of attitude


(2)

ABSTRAK

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PEMBINAAN PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMBENTUK SIKAP POSITIF NARAPIDANA

(Studi pada narapidana narkoba Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung)

Oleh

Achmad Zulkarnain

Berbicara tentang penjara di Indonesia, dewasa ini kita mengenal istilah Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat pembinaan bagi narapidana atau orang-orang yang melakukan kejahatan. Pembinaan tersebut berupa bimbingan moral yaitu pembentukan etika dan hubungan sesama dengan narapidana. Pada proses pembinaan, komunikasi yang mudah dimengerti merupakan salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh seorang petugas yang akan memberikan pembinaan terhadap narapidana pada suatu lembaga pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peranan komunikasi antarpribadi petugas lapas dengan narapidana dalam membentuk sikap positif bagi para narapidana kedepannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive (disengaja) yaitu jumlah informan 6 orang. Teori komunikasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sudut pandang humanistik yakni keterbukaan, empati, sikap mendukungan, sikap positif dan kesetaraan serta teori perubahan sikap yang dikemukakan oleh Kelman yakni yaitu kesediaan (compliance), identifikasi (identification), dan internalisasi (internalization). Dengan penggalian informasi berupa wawancara terhadap informan, observasi dan studi pustaka. Didapat bahwa kualitas komunikasi antarpribadi yang baik ditambah adanya peranan dari fungsi proses sosial yang terjalin antara petugas dan narapidana, mampu membantu dalam proses pembentukan sikap positif narapidana, guna membentuk bagian dari masyarakat yang baik, bermoral dan berdedikasi tinggi bagi kehidupannya.


(3)

Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana

(Studi Pada Narapidana Narkoba Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung)

Oleh

ACHMAD ZULKARNAIN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana

(Studi Pada Narapidana Narkoba Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

ACHMAD ZULKARNAIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui 53 2. Gambar 2: Struktural Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui 55


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

JUDUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Komunikasi... 14

2.1.1. Pengertian Komunikasi... 14

2.1.2. Unsur-Unsur Komunikasi ... 16

2.1.3. Fungsi Komunikasi... 17

2.2. Tinjauan Komunikasi Antar Pribadi ... 18

2.2.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi ... 18

2.2.2. Ciri-Ciri Komunikasi Antar Pribadi ... 21

2.2.3. Tujuan Komunikasi Antar Pribadi ... 22

2.2.4 Tahap-Tahap dan Proses Komunikasi Antar Pribadi. ... 23

2.2.5.Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi ... 25

2.2.6. Fungsi Komunikasi Antar Pribadi ... 28

2.3. Tinjauan Tentang Pembinaan ... 29

2.3.1 Pengertian Pembinaan ... 29


(7)

2.5. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan ... 36

2.5.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ... 36

2.6. Tinjauan Tentang Sikap... 36

2.7 Teori Tiga Proses Perubahan KELMAN... 40

2.8. Kerangka Pikir ... 44

2.8.1. Bagan Kerangka Pikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 47

3.2. Fokus Penelitian ... 48

3.3. Kriteria Informan ... 48

3.4. Sumber Data ... 49

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.6. Teknik Analisa Data ... 51

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui... 52

4.1.1. Lokasi Penelitian ... 52

4.1.2. Sejarah Singkat Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui ... 53

4.2. Visi dan Misi...` 53

4.3. Struktur dan Kepengurusan Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui ... 54

4.4. Data Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Bandar Lampung ... 57

4.4.1. Kelompok Narapidana Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 57

4.4.2. Kelompok Narapidana Berdasarkan Profesi ... 59

4.4.3. Kelompok Narapidana Berdasarkan Agama ... 60

4.5. Sarana Pembinaan dan Jadwal Kegiatan Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bandar Lampung ... 61

4.6. Tugas Pokok dan Fungsi ... 63

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Profil Informan ... 65

5.2. Hasil Penelitian ... 67

5.2.1. Peranan Komunikasi Antar Pribadi Petugas LAPAS dalam membentuk sikap positip narapidan wanita Lembaga Pemasyarakatan Way Hui Bandar Lampung (Wawancara). . 67

5.2.2 Peranan Komunikasi Antar Pribadi Petugas LAPAS dalam membentuk sikap positip narapidan wanita Lembaga Pemasyarakatan Way Hui Bandar Lampung (Observas) ... 105


(8)

dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji

dari Aspek Keterbukaan ... 113 5.3.2. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari

Aspek Empati ... 115 5.3.3. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari

Aspek Sikap Mendukung. ... 116 5.3.4. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari Aspek

Sikap positif ... 117 5.3.5. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari Aspek

Kesetaraan ... 118 5.3.6. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari Peranan

Aspek Kesediaan ... 119 5.3.7. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji dari Peranan

Aspek Identifikasi ... 120 5.3.8. Peranan Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas

Lapas Wanita Kelas IIA Wat Hui Bandar Lampung dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana Dikaji

dari Peranan Aspek Internalisasi ... 122

5.3.9 Pembahasab Hasil Penelitian Berdasarkan Kegunaan Penelitian

Secara Teoritis 123

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 127 6.2 Saran ... 128 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

1. Tabel I : Data Narapidana Wanita Way-Hui Bandar Lampung. 10 2. Tabel II : Data Jumlah Narapidana Berdasarkan Kasus Hukumnya. 11


(10)

(11)

(12)

MOTTO

“Jadikanlah Dirimu Memiliki Arti dan Nilai Guna Dihadapan Orang Lain” (Achmad Zulkarnain)


(13)

(14)

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA :

ALLAH SWT

Yang selalu melindungiku dalam setiap masa-masa sulitku, yang memberikan

anugerah dan kekuatan dalam menjalani kehidupan didunia hingga sampai masa

yang dikehendakinya.

Kedua orang tua ku

, Fudri (Almarhumah) dan Nur Silla serta Kakak dan

Kedua Adikku Laila Fitriana, Saman Hudi dan Dede Faisal atas doa, kasih

sayang, yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan pengorbanan yang

tidak mungkin terbalaskan.

Keluarga Besar Yang Selalu Ramai

Bersyukur dapat tumbuh dan berada di keluarga

Ibu Hj. Meihardiana

UntukMu

Ade Kartika Putri

Senang Bisa Tumbuh Besar dan Mengejar Cita-Cita Bersama-samaMu

Sahabat

Sahabat

Gg. Pesing

Keluarga Besar Kedua yang Selalu Memberikan Warna Tiap HariNya


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 Juni 1990. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Fudri (Almarhum) dengan Ibu Nursila Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Kupang Teba Bandar Lampung pada tahun 2002, SMP Negeri 16 Bandar Lampung pada tahun 2005, Dan SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada tahun 2008 setelah lulus SMA, penulis sempat menerima pendidikan D1 pada Lembaga Pelatihan Master Komputer Bandar Lampung, tetapi tidak terselesaikan. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur regular.

Semasa menjadi mahasiswa, Penulis cukup aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Komunikasi Universitas Lampung di bidang jurnalistik dan fotografi dan Organisasi luar kampung yakni Tunas Indonesia Raya (TIDAR) dengan menjabat sebagai Sekretaris TIDAR Kota Bandar Lampung. Sebelum aktif dalam pengerjaan skripsi, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama 30 hari pada tahun 2013 di Kantor Pemenagan Calon Legislatif (DPR-RI). Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata selama 30 hari di Desa Giri Tunggal, Kecamatan Pringsewu Utara, Kabupaten Pringsewu. Serta


(16)

(17)

SANWACANA

Segala puji dan syukur tercurahkan pada ALLAH SWT atas segala berkah dan rahmatnya lah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Membentuk Sikap Positif Narapidana (Studi pada narapidana narkoba Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Bandarlampung)”, sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki serta dukungan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung beserta jajarannya.

2. Bapak Drs. Teguh Budi Rahardjo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs Sarwoko M.Si selaku dosen pembimbing utama. Terimakasih atas segala waktu, kesabaran, bimbingan, masukan, serta saran yang telah bapak berikan. Mohon ma’af jika ada yang kurang berkenan.

4. Ibu Dr. Tina Kartika S.Pd., M.Si selaku dosen pembahas yang sudah banyak sekali membantu dalam penyelesaian skripisi ini.

5. Ibu Dra. Ida Nurhaida M.Si selaku dosen pembimbing akademik.

6. Para dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membagikan ilmu pengetahuan, pengalaman dan pelajaran hidup.


(18)

8. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung yang telah bersedia membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

9. Untuk kedua orang tua ku, terutama Ibu yang telah berjuang untuk membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan kasih sayangnya hingga saat ini dengan penuh kesabaran dan perjuangan. Dan untuk Almarhumah Abah yang dulu selalu memanjai saya ketika abah sehat. Terima Kasih atas doa yang tiada henti untuk keberhasilan anak-anaknya, semua jasa-jasamu tidak akan tergantikan, tetapi mungkin inilah salah satu cara untuk membuat Ibu dan Abah Bahagia. Tanpa kalian saya bukan lah siapa-siapa, dan saya hanyalah seorang anak yang ingin melihat kalian tersenyum bahagia.

10.Buat Kakak Pipit beserta suami Mas Hari terima kasih, untuk kedua adikku Saman dan Faisal yang terkadang membuat pusing, yang secara tidak langsung mengajarkan ku bersikap lebih bijak dalam suatu permasalahan.

11.Ibu Meihardiana, Ibunda dari Dzelmi yang selama 8 tahun ini telah berkenan untuk

rumahnya dijadikan “Posko” atau rumah kedua kami, dimana saya dan teman-teman

yang berdomisili jauh dan bisa makan, minum, tidur dan bermain bersama teman-teman lainnya. Posko ini sudah membuat saya berada di rumah sendiri dan berarti untuk sejarah perjalanan hidup ku. Terima kasih juga untuk ayah dzelmi, kak nanda, kak dendi, Mba Ayu, dan Abel. Tanpa bantuan dan dukungan dari anggota keluarga posko mungkin saya tidak akan menyelesaikan penelitian ini.

12.Ibu Yuli Hartati, Bapak Suwondo, Bapak Fedhli, Bapak Lukman dan Orang tua dari teman-teman SMA ku dulu yang selalu membantu dan mensupport aku ketika masa perkuliahan.

13.Ade Kartika Putri dan Kelurga Besar Bapak Mukhlis, terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan dukungannya yang selalu diberikan untuk saya, agar saya mampu mengatasi masalah-masalah saya.

14.Teman-teman komunikasi 2010 , Adit, Ahong, Obi, Pandu, Togar, I gede, Ardika, Cahya, Shinta, Hani, Utum, Rahma, Obit, Deka, Dewi, Rina, Mput, Finda, Ika, Ufa,


(19)

teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Terima Kasih atas bantuan dan doa kalian selama ini.

15.Buat sahabat terbaik yang pernah saya miliki seumur hidup saya, dan saya yakin mereka sangat sulit digantikan, sahabat yang saling mengerti dan saling mengisi kekosongan satu sama lainnya, Dzelmi “Botak”, Ade”Ngeker”, Indra “aseng”, Ato

“Ambon”, Yudi “Kimak”, Renal “Fals”, Putra “marine”, Agung “Tengil”, Aceng

“Goceng”, Tommy “Bibir”,Farhan “bapak dongeng”, Gumilang “Ahong”, Colip

“Minyak”, Prio “Om”, Deo “Mamang”. Eki “Umbing”, Didi “Ribet”, Randi “Nces”, Genta “boti”, Johan “melet”,Gilang “cabup”, Riki “poy”, Roben “jangkung” Barnes

“pelaut”, Cahyo “markus”, Iwan “Codet”. Semoga kita bisa selalu berkumpul

bersama hingga anak-anak kita nanti. MANTAP!!!

16.Keluarga besar LAPAS Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung.

17.Temen-temen seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Giri Tunggal Pringsewu 18.Keluarga Besar Ilmu Komunkasi.

19.Serta untuk semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Penulis


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berbagai tindakan kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, permapokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak kejahatan pencurian yang dikarenakan faktor ekonomi hingga faktor lingkungan sekitarnya. Kesemua tindakan kejahatan yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal atau seimbang, sehingga dengan demikian agar ketertiban, ketentraman, kenyamanan, dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik.

Hukum sebagai salah satu aspek kehidupan, dimana manusia tumbuh berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Laju perkembangan masyarakat yang ditunjang oleh ilmu dan teknologi yang modern akan menuntut diadakannya usaha-usaha pembaharuan hukum, agar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku senantiasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kita mengenal jenis-jenis hukuman yang bersifat fisik, misalnya pidana cambuk, potong tangan, dan bahkan hukuman mati. Seiring perkembangan zaman, maka hukuman yang bersifat fisik lama lama digantikan dengan pidana penjara selama


(21)

waktu yang ditentukan oleh hakim. Seiring dengan itu, ekstensi bangunan tempat penahanan semakin diperlukan apa lagi dengan adanya pencabutan kemerdekaan.

Berbicara tentang penjara di Indonesia, dewasa ini kita mengenal istilah Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat pembinaan bagi narapidana atau orang-orang yang melakukan kejahatan. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kalau dilihat dari namanya Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi memasyarakatkan para narapidana supaya dapat diterima di kalangan masyarakat. Adapun menurut Pasal 3 UUD No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, fungsi Lembaga Pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Untuk membina para narapidana agar bisa bergaul kembali dengan masyarakat secara normal, maka petugas dari Lembaga Pemasyarakatan harus berupaya menyelenggarakan kegiatan yang bisa membuat para napi sadar akan perbuatannya dan mereka tidak mengulangi perbuatannya sehingga apabila mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, mereka bisa diterima oleh masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan masih ada juga pengulangan tindak pidana (residivis) oleh para narapidana setelah selesai menjalani pembinaan di lapas sehingga narapidana tersebut dapat berubah menjadi lebih baik setelah bebas. Membekali narapidana tersebut dengan pendidikan yang lebih baik perilakunya atau dapat


(22)

membuat narapidana makin mahir melakukan tindak pidana di bidangnya (Pristiwati, 2009).

Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya untuk kaum pria saja, tetapi ada juga wanita, karena pada kenyataannya kaum wanita pun berani melakukan tindak kriminal. Dibalik sosok lemah lembut seorang wanita tidak menutup kemungkinan untuk mereka melakukan tindak kriminal, justru sebaliknya, sosok wanita yang lemah lembut dijadikan sebagai kedok dalam melakukan tindak kriminal atau pidana.

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memperhatikan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi diantara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan pergeseran nilai matrialistis. Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda tanpa mengenal jenis kelamin baik pria maupun wanita.

Bagi sebagian orang masih ada yang tidak percaya bila wanita melakukan tindak kejahatan yang biasanya tindak kejahatan itu identik dengan laki-laki. Padahal pada saat zaman ini banyak sekali tindak kriminal dalam hal ini termasuk pada tindak pidana itu dilakukan oleh seorang wanita, sebagai contoh, dimana saat ini banyak kasus narkoba yang pelakunya seorang wanita, baik sebagai kurir maupun pemakai. Tidak hanya pada kasus narkoba saja, tindak kriminal wanita juga ada


(23)

pada kasus korupsi, pembunuhan hingga kasus penggelapan yang merugikan orang lain.

Wanita sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapatkan jaminan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi. Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia kelompok wanita sama seperti jaminan kepada kelompok lainnya. Prinsip non diskriminasi menjadi jiwa dari seluruh Konvensi Internasional terhadap wanita. Wanita Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dan menempati posisi yang sangat signifikan dalam kehidupan dan pengembangan di Indonesia. Wanita Indonesia apakah sebagai ibu, istri, anak, pekerja kantoran, hingga ibu rumah tangga, semuanya memberikan kontribusi yang tak dapat disepelekan.

Tidak terlalu melihat kearah negatif dari sisi lain penjara atau lembaga pemasyarakatan. Disini penulis melihat dan mencoba mengapresiasi sesuatu norma yang berlaku dan disahkan oleh hukum tertulis untuk dijadikan acuan dalam pembinaan narapidana. Karena setiap tindak pidana merupakan suatu yang sangat merugikan masyarakat dan hal itu pasti tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Penulis berusaha mencoba untuk tidak berdiam diri dan hanya bisa menyalahkan kenapa terjadi suatu kejahatan dan adanya punisment bagi pelaku, . tetapi disini penulis ingin menggambarkan bagaimana kejahatan dan penanggulangannya bisa berjalan. Karena pada setiap peradaban manusia pasti terdapat tindakan dan akibat maka ada kejahatan pasti ada penanggulangan. Tetapi


(24)

apabila kejahatan telah timbul dan menjadi permasalahan dimata hukum maka lembaga pemasyarakat sebagai jalan akhir untuk alat koreksi dan pembenahan.

Lembaga pemasyarakatan sebagai alat pembinaan terhadap manusia atau masyarakat yang melanggar norma hukum suatu daerah atau negara didirikan dan dilegalkan oleh negara atau institusi yang mengaturnya. Konsep pemasyarakatan di Indonesia muncul sekitar 1963-1964. Hal ini diawali dari pengawasan dunia internasional terhadap para narapidana, karena berlandaskan asas peri-kemanusiaan sehingga tujuan Pemasyarakatan untuk mencapai social herschocking, yaitu penyesuaian dari elemen-elemen yang tersangkut didalamnya atas kekuatan sendiri dan dengan demikian bertujuan mencapai stabilitas dari integrasi itu yang mampu menghadapi dan menghadapi segala tantangan kehidupan ( Romli, 1991: 120)

Lembaga Pemasyarakatan dituntut untuk mampu memberi pembinaan bagi narapidana. Karena bagaimanapun mereka bagian dari bangsa ini. Mereka merupakan sumberdaya manusia yang juga memikul tanggungjawab demi kemakmuran dan kemajuan peradaban bangsa ini. Pembangunan bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia, salah satu faktor pentingnya ialah Sumber Daya Manusia. Sebab Sumberdaya Manusia sebagai produsen distributor dan konsumen merupakan penentu keberhasilan suatu pembangunan karena setiap barang dan jasa yang di hasilkan didistribusikan dan dikonsumsi merupakan bagian dari peradaban manusia itu, kemudian apabila sumberdaya manusia suatu negara tidak mampu tidak mau dan bahkan menghambat proses pembangunan melalui tindakan kejahatan maka masyarakat dan negara itu yang dirugikan.


(25)

Pembinaan narapidana dalam proses mengembalikan mereka sebagai masyarakat yang baik bermoral dan berdedikasi terhadap kehidupannya sangat diperlukan. masyarakat dan bangsa merupakan salah satu pendukung pembangunan, Pembinaan narapidana tidak hanya dapat dilakukan dari segi material tetapi juga dari segi spiritual. Wujud pembinaan misalkan meliputi pendidikan umum, pendidikan keterampilan, pendidikan spiritual atau keaagamaan. Pada proses pendidikan di masyarakat, lembaga pemasyakatan dan narapidana harus berperan. Karena ketiga hal itu saling mempengaruhi pada proses pembinaan dan pengembalian narapidana ke masyarakat.

Tujuan lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan pelanggar hukum, jadi tidak semata-mata melakukan pembalasan melainkan untuk pemasyarakatan dengan berupaya memperbaiki (merehabilitasi) dan mengembalikan (mengintegrasikan) narapidana ke dalam masyarakat ini merupakan landasan filosofi dari sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan ini bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam pancasila.

Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat berdiri sendiri dan selalu saling berhubungan serta berkerjasama satu dengan yang lainnya. Salah satu aktivitas terpenting dalam berhubungan dan berkerjasama dengan sesama manusia adalah dengan cara berkomunikasi. Komunikasi merupakan salah satu aktivitas penting bagi seseorang dalam hal kontak sosial, dalam menyampaikan informasi dan pesan dari seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, komunikasi sangat


(26)

penting seperti halnya kita bernapas. Tanpa komunikasi tidak akan ada hubungan dan kesepian dalam menjalankan akivitas sehari-hari.

Dalam pembinaannya yang dilakukan petugas saat melaksanakan tugasnya dengan fungsi masing-masing petugas berupa pembimbingan moral, agama, dan hubungan sosial. Bimbingan tersebut berupa bimbingan moral yaitu pembentukan etika dan hubungan sesama dengan narapidana. Bimbingan agama yaitu pembinaan dalam bidang kerohanian. Sedangkan bimbingan dalam bidang hubungan sosial yang diberikan pada narapidana dapat berupa kunjungan keluarga dan para sahabat dan kerabat narapidana, serta bimbingan jasmani seperti olah raga bermain senam sehat, voli hingga tenis meja. Semua program pembinaan yang di buat dan di jalankan oleh para petugas LP dengan cara berinteraksi dengan berkomunikasi.

Kita ketahui bahwa komunikasi merupakan salah satu yang sangat penting dalam mempelajari dan merubah pendapat, sikap, dan prilaku orang lain. Dalam perannya kita mengetahui beberapa bentuk komunikasi itu sendiri seperti komunikasi massa, komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi. Hal ini tergantung pada situasi kondisi suatu tujuan dari komunikasi itu sendiri.

Mengingat bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan individu maupun kehidupan bersosial, maka para ahli mengklasifikasikan bidang komunikasi menjadi beberapa tipe. Namun dari sekian banyak jenis komunikasi, yang paling terkenal di masyarakat ada lima tipe yakni komunikasi intrapersonal (komunikasi intrapribadi), komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi), komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.


(27)

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai persyaratan mutlak bagi perkembangan manusia, baik sebagai individu, kelompok, maupun bermasyarakat. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan perasaan, pikiran, pendapat, sikap dan informasi kepada sesamanya secara timbal balik. Misalnya, komunikasi yang digunakan di dalam pembinaan yang dilakukan oleh Kasi Binaan dan Pendidikan pada lembaga pemasyarakatan, seorang yang bertugas memberikan pembinaan dituntut memiliki pola komunikasi yang baik, lancar, dan dapat dipahami oleh para narapidana. Komunikasi yang mudah dimengerti merupakan salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh seorang petugas yang akan memberikan pembinaan terhadap narapidana pada suatu lembaga pemasyarakatan.

Dari beberapa bentuk komunikasi di atas salah satunya komunikasi antarpribadi Effendy (2002 : 09) mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif dalam hal upaya merubah sikap, pendapat, serta prilaku seseorang. Demikian halnya dengan setiap orang pasti sudah pernah dan bahkan masih melakukan komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi dapat terjadi di lingkungan keluarga, pertemanan, masyarakat, organisasi dan sebagainya. Hampir di setiap sisi kehidupan manusia yang selalu berkenaan dengan nama komunikasi antarpribadi.

Latar belakang terciptanya penelitian ini adalah, penulis tertarik dengan fakta bahwa dalam berkomunikasi baik pada komunikasi antar pribadi maupun kelompok yang sangat menentukan keberhasilan seorang pemberi pembinaan dalam mengarahkan atau menyelesaikan masalah sosial sebagai narapidana. Maka


(28)

dalam interaksinya manusia-manusia yang ada dalam masyarakat itu ketika saling menyampaikan pikirannya tidak lagi memberitahu agar lawan bicaranya menjadi tahu, tidak lagi memberi pengertian agar lawan cakapnya mengerti, tetapi mempengaruhi agar lawan perbincangannya melakukan sesuatu.

Hal diatas membuat penulis tertarik untuk meneliti akan bagaimana komunikasi antarpribadi yang dilakukakan dalam membina narapidana wanita pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung. Hal menarik bagaimana seorang petugas yang mendapatkan wewenang untuk memberikan pembinaan, tentunya dengan maksud agar narapidana–narapidana yang telah menerima pembinaan dapat sadar dan mengerti bahwa tindakan mereka yang sebelumnya adalah salah dan tidak akan mengulanginya lagi.

Petugas sipir harus memahami pola komunikasi yang dibutuhkan dan yang dapat efektif diterapkan pada saat membina narapidana, karena komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan antar pribadi yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi apabila isi pesan kita pahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Pesan paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan komunikasi jika terjadi hubungan yang jelek.

Alasan penulis memilih Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian ialah, karena peneliti tertarik pada lembaga pemasyarakatan yang mana narapidan-narapidananya berjenis kelamin wanita, dan pada lembaga pemasyarakan ini khusus memasyarakatan para wanita pelaku tindak pidana yang ada di seluruh Provinsi Lampung. Adapun jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung


(29)

berdasarkan registrasi narapidana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Registrasi Narapina Jumlah

A.I 5 orang

A.II 3 orang

A.III 19 orang

A.IV 1 orang

A.V -

B.I 115 orang

B.IIa 7 orang

B.IIb -

B.IIIs 8 orang

Jumlah Total 158 orang Tabel I : Data Narapidana Wanita Way-Hui Bandar Lampung Keterangan:

AI : Tahanan Polisi BI : No Reg Hukuman >1 Tahun

AII : Tahanan Kejaksaan BIIa : No Reg Hukuman (3 s/d 12 Bulan) AIII : Tahanan Pengadilan Negeri BIIb : No Reg Hukuman < 3 Bulan.

AIV : Tahanan Pengadilan Tinggi BIIIs : Tambahan Akibat Tidak Bayar Denda AV : Tahanan Pengadilan MA

Daftar Isi Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung.

REGISTER WB Pidana

ISI JUMLAH

SELURUHNYA

Keterangan Narkoti

ka

Pidum

B I 75 40 115

B IIa 7 7

B IIb

B IIIs 6 2 8

Jumlah WBP 81 49 130


(30)

A I 5 5

A II 1 2 3

A III 9 10 19

A IV 1 1

A V

Jumlah Tahanan 15 13 28

Jumlah Total 96 62 158

Tabel II : Data Jumlah Narapidana Berdasarkan Kasus Hukumnya.

Penulis memfokuskan pada pembinaan terhadap narapidana wanita yang terkena kasus narkoba saja, hal ini dikarenakan penulis melihat akan jumlah terbesar yang ada pad Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung banyak didominasi atas kasus narkoba, baik sebagai pemakai, kurir hingga bandarnya. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui dipilih oleh penulis sebagai tempat studinya, dikarenakan jumlah narapidana yang ada Lembaga Pemasyarakatan Wanita ini tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA yang berjumlahkan lebih banyak narapidana di dalamnya dibandingkan kelas IIA. Dari Kuantitas narapidana yang lebih sedikit memungkinkan penulis untuk dapat lebih fokus dan objektif dalam penelitiannya.

Dari berbagai permasalahan diatas, penulis ingin menuangkan problematika kehidupan sosial masyarakat di dalam bernegara (pembinaan narapidana) juga berbangsa (komunikasi) ke dalam satu karya tulis yang berjudul; “Komunikasi Antarpribadi Pembinaan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Membentuk Sikap Narapidana Wanita Kelas IIA Way Hui, Bandar Lampung”.


(31)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana peranan komunikasi antarpribadi pembinaan petugas lembaga pemasyarakatan dalam membentuk sikap narapidana Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendiskripsikan komunikasi antarpribadi pembinaan petugas lembaga pemasyarakatan dalam membentuk sikap narapidana wanita kelas IIA Way Hui - Bandar Lampung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Kegunaan teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam bentuk sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu dalam komunikasi hukum pada khususnya yang berhubungan dengan komunikasi antar pribadi pembinaan antara petugas dan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Bandar Lampung.

2. Kegunaan Praktis: Sebagai bahan masukan bagi pengelola Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui, Bandar Lampung tentang


(32)

komunikasi di dalam pembinaan terhadap narapidana demi tercapainya tujuan yang diharapkan.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.1.Pengertian

Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Menurut Rogers & D. Lawrence Kincaid dalam pengantar Ilmu komunikasi, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 1998: 20).

Menurut Weaver (1949) dalam Ardianto dan Bambang (2007), kominikasi merupakan semua prosedur dimana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain, sedangkan menurut Hovland, Hanis dan Kelley (1953) dalam Ardianto dan Bambang (2007), komunikasi merupakan dimana individu (komunikator) menyampaikan pesan biasanya verbal untuk mengubah perilaku individu lain (audiens).

Sedangkan menurut Lasswell (1960), komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa (who?), mengatakan apa (says what?), dengan


(34)

saluran apa (in which channel?), kepada siapa (to whom?), dengan akibat apa atau hasil apa? (what effect?) (Cangara, 1998: 20). Sedangkan Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan bersama lambang - lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud sumber (Rakhmat, 2005: 3).

Komunikasi manusia adalah proses melalui mana individu dalam hubunganya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasikan lingkunganya dan orang lain (Brent D. Ruben, 1998). Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai definisi komunikasi, komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan verbal atau non verbal dari komunikator melalui sebuah media kepada komunikan untuk mencapai kesamaan makna.

Menurut Effendy (2003: 33-37) proses komunikasi itu pada hakekatnya adalah proses penyampaian fikiran atau gagasan seseorang pada orang lain, proses komunikasi terbagi dua tahap yaitu:

a. Proses komunikasi secara primer

Yaitu proses penyampaian fikiran seseorang komunikator kepada komunikan yang menggunakan lambang sebagai media. Lambang ini pada umumnya berupa bahasa (verbal symbol) atau bukan bahasa (non verbal symbol), berupa kial atau gesture yang berupa gerak anggota tubuh, gambar, warna dan sebagai nya yang dipadukan penggunaannya demi efektifnya komunikasi.


(35)

b. Proses komunikasi secara sekunder

Yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator pada komunikan dengan menggunakan alat, atau sarana sebagai media setelah lambang pada media pertama, komunikasi menggunakan kedua media ini karena komunikan yang di jadikan sasaran komunikasi nya jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

Menurut Effendy (2006: 123-124) dimensi komunikasi internal terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal:

a. Komunikasi vertikal (komunikasi dari atas ke bawah atau bawah ke atas) Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbale balik, dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi petunjuk penjelasan, kepada bawahan, sedangkan bawahan memberikan laporan,saran, pengaduan kepada pimpinan.

b. Komunikasi horizontal (komunikasi ke samping)

Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar,antara anggota staf dengan anggota staf,karyawan sesama karyawan dan sebagainya, berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifat nya lebih formal, komunikasi horizontal seringkali berlangsung tidak formal.

2.1.2.Unsur-unsur komunikasi

Menurut Liliweri (2007) menjelaskan bahwa komunikasi sebagai aktifitas memiliki beberapa unsur diantaranya:


(36)

1. Pengiriman (sender) atau sumber (resource) yaitu individu, kelompok, atau organisasi yang berperan untuk mengalihkan (transferring) pesan.

2. Encoding, pengalihan gagasan kedalam pesan.

3. Pesan (message), gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain

4. Saluran (media), merupakan tempat dimana sumber menyalurkan pesan kepada penerima, misalnya melalui gelombang suara, cahaya atau halaman cetak.

5. Decoding, pengalihan pesan kedalam gagasan

6. Penerima (receiver), individu atau kelompok yang menerima pesan. 7. Umpan balik (feed back), reaksi terhadap pesan.

8. Gangguan (noise), efek internal atau eksternal akibat dari peralihan pesan. 9. Bidang pengalaman (field of experience), bidang atau ruang yang menjadi

latar belakang informasi dari pengiriman maupun penerima.

10. Pertukaran makna (shared meaning), bidang atau ruang pertemuan (tumpang tindih) yang tercipta karena kebersamaan.

11. Konteks, situasi, suasana atau lingkungan fisik, non fisik (sosiologos, antropologis, psikologis, politik, ekonomi, dan lain-lain).

2.1.3.Fungsi Komunikasi

Secara umum terdapat lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yaitu: a. Sumber atau pengiriman menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui

penerima.


(37)

c. Sumber memberikan interuksi agar dilaksanakan penerima.

d. Sumber mempengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasif untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima.

e. Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil mempengaruhi penerima.

2.2.Tinjauan Komunikasi Antar Pribadi

2.2.1.Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan oleh R. Wayne Pace

(1979) bahwa ”interpersonal communication is communication involving two or

more people in a face to face setting” (Cangara, 2007: 33). Adapula pendapat pakar lain yang menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan–pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik sekaligus.

Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan–pesan antara dua orang atau lebih (diutamakan secara tatap muka) dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik sekaligus. Begitu pentingnya komunikasi antar pribadi dalam kehidupan karena setiap manusia membutuhkan dan senantiasa membuka dan menjalin komunikasi dengan hubungan sesamanya. Johnson (1981) menunjukkan


(38)

beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia (Supratiknya. 1995: 9).

a. Komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sampai dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan manusia pada orang lain.

b. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

c. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama.

d. Kesehatan mental kita juga sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significan figures) dalam hidup kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, kita akan menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik.


(39)

Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih sekalipun. Menurut sifatnya, komunikasi antar pribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication) (Cangara, 2007: 32).

Komunikasi Diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Menurut Lubis dan Moss, ciri-ciri komunikasi diadik adalah peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat dan peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2005).

Sedangkan komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain (Cangara, 2007: 32).

Komunikasi antar pribadi dapat dikatakan sebagai salah satu komunikasi yang penting karena dalam prosesnya diutamakan untuk bertatap muka atau secara langsung. Hal ini sedikit banyaknya dapat mengurangi kesalahpahaman dalam memberi dan menerima pesan yang disampaikan. Bila dibandingkan dengan


(40)

bentuk komunikasi yang lain, komunikasi antar pribadi dianggap paling berguna dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan.

2.2.2.Ciri-Ciri Komunikasi Antar pribadi

Biasanya komunikasi antar pribadi diartikan sebagai bentuk komunikasi yang dilakukan oleh dua orang. Padahal pada kenyataannya komunikasi antar pribadi juga dapat dilakukan oleh lebih dari dua orang. Hal ini menyebabkan kerancuan antara komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Ada ciri-ciri yang menunjukkan bahwa komunikasi berjalan secara antar pribadi, yaitu (Liliweri, 1991: 61):

1. Jumlah orang yang terlibat sedikit berkisar dua hingga sepuluh orang. 2. Tingkat kedekatan fisik pada waktu berkomunikasi intim sangat pribadi 3. Peran komunikasinya informal.

4. Penyesuaian pesan bersifat khusus yaitu pesan hanya diketahui oleh komunikator dan komunikan saja.

5. Tujuan dan maksud komunikasi tidak berstruktur tetapi sangat sosial. Hal ini karena sifatnya yang pribadi sehingga tujuan yang disampaikan hanya mengenai kepentingan komunikator kepada komunikan saja atau sebaliknya.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang cenderung memiliki arus pesan dan konteks komunikasi secara dua arah. Sehingga menyebabkan tingkat umpan balik yang terjadi akan semakin tinggi karena umpan balik tersebut bersifat segera.


(41)

2.2.3.Tujuan Komunikasi Antar pribadi

Ada enam tujuan komunikasi antar pribadi yang dianggap penting, yaitu (Widjaja. 2000: 122):

a. Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain

Salah satu cara untuk mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain, kita akan mendapat perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita.

b. Mengetahui Dunia Luar

Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki sekarang berasal dari interaksi antar pribadi. Melalui komunikasi antar pribadi kita sering membicarakan kembali hal-hal yang telah disajikan media massa.

c. Menciptakan dan Memelihara Hubungan Menjadi Bermakna

Dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Banyak waktu yang kita gunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan yang demikian membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.


(42)

d. Mengubah Sikap dan Perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Kita ingin seseorang memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru dan sebagainya. Singkatnya, kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2.2.4.Tahap-Tahap dan Proses Komunikasi Antarpribadi

Hubungan interpersonal berlangsung melewati dua tahap:

1. Pembentukan Hubungan Interpersonal

Tahap ini disebut juga dengan tahap perkenalan dengan ditandainya proses penyampaian informasi, seperti adanya fase kontak permulaan (initial contact phase), kemudian kedua belah pihak untuk saling menangkap reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Bila merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses pengungkapkan diri. Bila mereka merasa berbeda, mereka akan saling menyembunyikan dirinya. Sehingga hubungan interpersonal mungkin akan segera diakhiri. Para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra pertama tentang orang itu (Brooks dan Emmert, 1976: 24 dalam Rakhmat 2003: 126)


(43)

2. Peneguhan Hubungan Interpersonal

Menurut Rahmat (2003: 126), hubungan interpersonal tidak bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikkan keseimbangan (equilibrium). Ada empat faktor yang teramat penting dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban, control, respons yang tepat dan nada emosional yang tepat.

Faktor yang pertama ialah keakraban. Dimana keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tetang tingkat keakraban yang diperlukan.

Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa dan bilamana jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, siapakah yang dominan. Konflik terjadi pada umumnya bila masing-masing mempertahankan ego dan ingin berkuasa, atau juga tidak ada pihak yang mau mengalah.

Faktor ketiga adalah ketepatan respons, artinya respons A harus diikuti oleh respon B yang sesuai. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaran yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang sungguh-sungguh diterima dengan air muka yang


(44)

menunjukkan sikap tidak percaya, hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti adanya suatu respons yang tidak tepat.

Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi. Bila saya turut sedih ketika Anda mengungkapkan penderitaan Anda, saya akan menyamakan suasana emosional saya dengan suasana emosional Anda. Anda akan menganggap saya “dingin” ketika saya menanggapi perasaan Anda dengan perasaan yang netral (Rakhmat 2003: 128).

2.2.5.Efektifitas Komunikasi Antar pribadi

Komunikasi antar pribadi, sebagai suatu bentuk perilaku, dapat berubah dari sangat efektif ke sangat tidak efektif. Dalam hal ini dibutuhkan pembelajaran tentang karakteristik dari efektifitas komunikasi antar pribadi. Sehingga akan didapatkan gambaran bagaimana dan faktor yang dapat membuat komunikasi menjadi efektif (Widjaja, 2000: 127).

Karakteristik efektifitas komunikasi antar pribadi tersebut dilihat dari dua perspektif, yakni (Devito, 1997: 259)


(45)

1. Perspektif Humanistik

Perspektif ini menekankan keterbukaan, empati, perilaku, suportif dan kesamaan. Pada umumnya sifat-sifat ini akan membantu interaksi menjadi lebih berarti, jujur dan memuaskan. Beberapa sifat yang tercakup dalam perspektif humanistik yaitu:

a. Keterbukaan

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antar pribadi. Pertama, komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinterksi. Aspek yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran, maksudnya bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.

b. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Dalam arti, bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain.

c. Perilaku Suportif atau Sifat Mendukung

Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik dan provisional bukan sangat yakin.


(46)

d. Sikap Positif

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antar pribadi dengan sedikitnya dua cara yaitu dengan menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.

e. Kesetaraan

Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

2. Perspektif Pragmatis

Perspektif ini memusatkan pada perilaku spesifik yang harus digunakan oleh komunikator untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Model ini juga menawarkan lima kualitas efektivitas, yakni:

a. Kepercayaan Diri

Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya.

b. Kebersatuaan

Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar atau tercipta rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar.


(47)

c. Manajemen Interaksi

Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting. Masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi.

d. Daya Ekspresi

Mengacu pada keterampilan mengomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi antar pribadi. Kita mendemonstrasikan daya ekspresi dengan menggunakan variasi dalam kecepatan, nada, volume dan ritme suara untuk mengisyaratkan keterlibatan dan perhatian.

e. Orientasi Kepada Orang Lain

Orientasi ini mengacu pada kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antar pribadi. Orientasi ini mencakup pengomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara.

2.2.6.Fungsi Komunikasi Antar Pribadi

Fungsi komunikasi antar pribadi terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Fungsi Sosial

Karena dalam proses komunikasi antar pribadi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain, maka secara otomatis komunikasi antar pribadi memiliki fungsi sosial. Yang mengandung aspek:


(48)

a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan psikologis dan biologis.

b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik. d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri

sendiri.

e. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.

2. Fungsi Pengambilan Keputusan

a. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi b. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.

Intinya komunikasi antar pribadi ialah komunikasi yang cenderung memiliki arus pesan dan konteks komunikasi secara dua arah. Sehingga menyebabkan tingkat umpan balik yang terjadi akan semakin tinggi, karena umpan balik yang terjadi bersifat segera.

2.3.Tinjauan Tentang Pembinaan

2.3.1.Pengertian Pembinaan

Ialah segala upaya dan usaha yang dilakukan untuk memberi dan meningkatkan skill, pengetahuan, sikap mental dan dedikasi. Sehingga mereka yang dibina dapat menjalankan dan memahami apa yang diberikan. Pembinaan sendiri dapat dilakukan melalui beberapa cara misalkan pengarahan, bimbingan,


(49)

pengembangan, dorongan dan control untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pembinaan dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal-informal, pelatihan dan kursus. Meningkatkan skill dan ilmu agar tercapai suatu pribadi yang tangguh pada spesialisasi usaha dan pekerjaannya. Sebagai suatu negara yang menganut hukum sebagai alat mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara maka pembinaan terhadap masyarakat akan pentingnya mentaati segala peraturan hukum yang berlaku perlu diberikan.

Menurut Drs. Imam Kabul M.Si MH (2005: 28) ”Pembinaan atau Pendidikan haruslah memaparkan tidak sekedar permasalahan keadilan sebagai satu-satunya tujuan hukum secara dragmatis melainkan ia harus mengemukakan suatu

kepatutan sebagai representasi nilai yang hidup dalam masyarakat”. Pada kamus

besar Bahasa Indonesia (1994: 134) Pembinaan memiliki beberapa makna, yaitu: ”Pertama, pembinaan merupakan proses, perbuatan, cara membina : kedua, pembinaan diartikan sebagai pembaharuan, penyempurnaan, ketiga, pembinaan sebagai usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.”

Sehingga dapat disimpulkan pembinaan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis terencana dan teratur untuk meningkatkan, membimbing, mengarahkan, mengembangkan dan mengawasi guna mencapai tujuan yang telah disepakati. Kecakapan dan kemampuan secara khusus lebih penting dalam proses pembinaan ini. Karena pada proses pembinaan ini ada


(50)

beberapa unsur diantaranya: mengatur, mendorong, mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan.

Pembinaan harus dilakukan secara bertahap untuk mencapai hasil yang maksimal tidak dapat secara cepat dilakukan karena pembinaan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup panjang dan banyak sehingga perlu kesabaran dan keuletan dari para pembina.

2.3.2.Fungsi dan Tujuan Pembinaan

Pembinaan sebagai sarana untuk memberi dan mendidik agar tercipta hasil binaan yang sesuai dengan yang ingin dicapai pembina sangat penting, terutama bila pembinaan itu menyangkut kompleksitas manusia yang memiliki beragam harapan dan cita-cita. Pembinaan membantu dalam mengerti baik buruk benar dan salah suatu yang dilakukan. Menurut A.Mangun Hardjono (1986: 14). Pembinaan memiliki beberapa tujuan yaitu:

a. Menyampaikan informasi dan pengetahuan b. Perubahan dan pengembangan sikap

c. Latihan dan pengembangan tentang kecakapan dan ketrampilan.

Pada Lembaga Pemasyarakatan, walaupun didalamnya merupakan manusia hasil sanksi hukum namun mereka tetap punya hak untukmendapatkan binaan. Walaupun didalam penjara tetapi mereka memerlukan suntikan moril dan skill agar pada saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat hidup berdampingan secara layak dan normal di masyarakat. Pada dasarnya pembinaan memiliki


(51)

manfaat yang cukup baik apabila diterapkan dengan baik pula. Menurut Bambang Purnomo bahwa:

”sistem pemasyarakatan memiliki makna pembinaan narapidana yang berintegrasi dengan masyarakat dan menuju kepada integritas kehidupan dan penghidupan. ”Pemasyarakatan sebagai proses bergerak dengan menstimulis timbulnya dan berkembangnya self propeling adjusment kearah perkembangan pribadi melalui asosiasinya sendiri menyesuaiakan

dengan integritas kehidupan dan penghidupan”. (Bambang, 1986: 186)

Pada prinsipnya usaha pembinaan juga memiliki beberapa tujuan, menurut Bahrudin Surjobroto (1965: 5), bahwa:

”suatu integritas hidup dalam hal ini integritas itu sendiri terdiri dari individu narapidana yang bersangkutan dan masyrakat diluarnya, yang sanggup mengatasi segala tantangan-tantangan hidup dalam mewujudkan, mempertahankan dan menyempurnakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila”.

Sumber daya manusia yang handal dan kompeten serta berkomitmen dalam menjalankan pekerjaannya merupakan sasaran dari sebuah pembinaan. Bagi negara-negara berkembang hukum terutama hukum pidana saing menjadi sorotan yang krusial. Karena secara Universal Pidana Post Facto Prinsip retro actif bertentangan dengan asas legalitas. Persoalan timbul ketika ada suatu pelanggaran berat di suatu negara yang sistem politiknya sentralistik atau otoritarian dimana hukum positif sebagai alat kekuasaan. Karena pada dasarnya pidana/ retro aktif ialah alat untuk memutus rantai impunitas kemudian pada hukum pidana dikenal istilah Nulla Poena Sine Lege/ tidak ada hukuman kecuali sesuai hukum yang berlaku.


(52)

Oleh sebab itu pembinana pada Lembaga Pemasyarakatan juga harus melihat aspek-aspek tersebut. Karena setiap “hukuman harus memperhatikan asas Lex Certa yaitu penempatan subtansial suatu aturan yang tidak menimbulkan multi interpretasi, sehingga tidak dijadikan sasaran penguasa untuk melakukan Abuse Of Power (Kompas, 2/2/2002). Karena ketakutan masyarakat terhadap sistem pembinaan yang salah atau alat hanya untuk balas dendam oleh elite penguasa maka diperlukan suatu pengawasan dan tujuan yang jelas terhadap binaan yang disampaikan dan diterapkan.

2.4.Tinjauan Tentang Narapidana

2.4.1.Penegertian Narapidana Wanita

Kehidupan narapidana adalah suatu pola kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh narapidana dan dikelompokkan pada suatu tempat yang tidak bebas sifatnya (geraknya) guna mempertanggungjawabkan perbuatannya serta mengarahkannya kepada perbuatan yang benar menurut hukum dan agama agar mereka dapat bertobat bila sudah bebas nanti. Narapidana wanita yang dibina dalam lembaga pemasyarakatan disebut warga binaan pemasyarakatan atau klien pemasyarakatan. Narapidana atau warga binaan adalah terpidana yang menjalani pidana di LAPAS, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Seseorang yang dipenjara berarti telah terbukti melakukan pelanggaran, yang tentu saja tidak disukai dan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat pun pada akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan status seorang narapidana dari


(53)

seseorang yang seutuhnya menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena perbuatan yang pernah dilakukan oleh para terpidana.

Wanita sebagai pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan bersikap. Bagi narapidana wanita harus mampu melakukan penyesuaian diri yang dilakukan secara seimbang baik dalam penyesuaian secara pribadi dan sosial. Bahwa narapidana wanita mampu menerima dirinya dan menerima orang lain, melakukan kerjasama, beraktivitas serta membina komunikasi sehingga mereka mampu menyikapi diri dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah di lingkungan LP. Narapidana wanita tersebut tidak mengalami kesulitan yang mendasar, akan tetapi terdapat permasalahan dalam penyesuaian diri terhadap peraturan yang diberlakukan. Peran keluarga dan lingkungan sosial mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri.

2.4.2.Hak Dan Kewajiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu:

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan. 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/


(54)

3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. b. Mendapat perawatan jasmani maupun rohani.

c. Mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan media. g. Menerima kunjungan keluarga.

h. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi). i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. j. Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat cuti menjelang bebas.

l. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan. m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.

Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh narapidana, yaitu bahwa setiap narapidana pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban narapidana ditetapkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.


(55)

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2.5.Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan

2.5.1.Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat atau wadah untuk menampung orang-orang terhukum atau Narapidana yang telah dijatuhi pidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mendapatkan kekuatan hukum yang tetap (pasti). Ada beberapa pengertian tentang Lembaga Pemasyarakatan, menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa: "Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan". Selain pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tersebut, Supramono memberikan definisi Lembaga Pemasyarakatan, sering disingkat dengan akronim LAPAS, sebenarnya merupakan tempat untuk terpidana atau Narapidana menjalani hukuman pidananya bagi mereka yang dihukum penjara maupun kurungan.

2.6.Tinjauan Tentang Sikap

Sikap dalam definisinya telah di definisikan dalam berbagai versi oleh para ahli, salah satunya Chave, dkk (1928) (di dalam Azwar, 2011: 5), menyatakan sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan


(56)

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya responnya. Di dalam pengertian dan definisi sikap terdapat juga struktur sikap dan komponen-komponennya.

Definisi Sikap berdasarkan uraian Martin Fishbein (1963), sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek. Dalam pemakaian kata, objek mempunyai makna sebuah stimulus yang akan ditujukan.

Struktur sikap mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap.

2. Komponen akfetif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. 3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berprilaku tertentu sesuai

dengan sikap yang dimiliki seseorang.

Sikap pada umumnya dimiliki oleh setiap individu, sikap juga dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya sebuah reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap timbul karena proses evaluasi dalam bentuk diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus yang didalamnya berbentuk nilai baik-buruk, positif-negatif,


(57)

menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Sikap juga merupakan semacam kesiapan, untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu dan dapat dikatakan bahwa macam kesiapan yang dimaksudkan ini merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila seorang individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menekan dan menghendaki adanya respon dari stimulus terhadap sikap. Dilihat dari pandangan luas, sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objeknya. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap, berarti memiliki sikap yang arahnya positif. Sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif.

Sikap memiliki intensitas, maksudnya jika dilihat dari kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang memiliki ketidaksukaan yang sama, yaitu samasama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu sikap negatif tersebut sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamnya bagi setiap orang, mulai dari agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.

Sikap yang dilihat dari keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat


(58)

spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian dengan waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu dalam waktu yang sangat lama. Sikap yang sangat cepat berubah, tidak dapat bertahan lama, dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten.

Konsisten juga dapat diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya pada setiap diri individual dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, yang tidak menujukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya, atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan, harus ada pembedaan antara pengertian sikap yang tidak konsisten dan pengertian sikap yang tidak memihak. Sikap yang tidak memihak atau netral tetap disebut juga sikap, walaupun arahnya tidak positif dan tidak negatif. Orang dapat saja bersikap netral secara konsisten.

Banyak diantara skala yang yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu dengan hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respons individu. Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap sikap manusia dan memberikan interprestasi yang valid. Itulah fenomena sikap yang timbulnya tidak saja di tentukan oleh keadaan objek atau


(59)

respon yang sedang hadapi oleh masing-masing individu tetapi juga adanya kaitan dengan pengalaman-pengalaman masa lalu yang berbekas serta berkaitannya terhadap respon di masa depan. Di dalam selang waktu sikap tidaklah mudah di rubah dan tidaklah nampak dengan jelas secara langsung stimulus yang ditimbulkannya dari luar.

2.7.Teori Tiga Proses Perubahan KELMAN

Kelman (1958) (di dalam Azwar, 2011: 55) mengemukakan teorinya mengenai organisasi sikap dengan menekankan konsepsi mengenai berbagai cara atau proses yang sangat berguna dalam memahami fungsi pengaruh sosial terhadap perubahan sikap. Lebih jauh, teori Kelman sangat relavan dengan permasalahan pengubahan sikap manusia.

Secara khusus Kelman menyebutkan adanya tiga proses sosial yang berperan dalam proses perubahan sikap, yaitu kesediaan (compliance), identifikasi (identification), dan internalisasi (internalization).

1. Kesediaan

Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari sekelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi atau tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Kesediaan menerima pengaruh pihak lain itu biasanya tidak berasal dari hati kecil seseorang akan tetapi lebih merupakan cara untuk sekedar memperoleh reaksi positif seperti pujian, dukungan, simpati dan semacamnya


(60)

sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan prilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang akan ditunjukan.

Namun demikian kesedian mengubah sikap yang bertujuan untuk memperoleh reaksi positif tidak selalu berarti jelek kadang-kandang hal tersebut justru diperlukan dalam pergaulan sosial. Misalnya, seringkali kita berada dalam suatu situasi dimana kita tidak dimungkinkan oleh etika untuk memperlihatkan sikap kita yang sebenarnya secara terbuka, kadang-kadang kita harus ikut tertawa (forced compliance) sewaktu seseorang selesai tidak mencerikan cerita lucu dalam suatu pertemuan sekalipun kita tidak merasakan adanya kelucuan sama sekali. Oleh karena itu, lebih tepat kalau dikatakan bahwa proses kesediaan lebih merupakan perubahan perilaku, bukan perubahan sikap yang mendasarinya.

2. Identifikasi

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara dia dengan pihak lain termasuk. Pada dasarnya proses indentifikasi merupakan sarana atau untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara untuk menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.


(61)

Pada anak-anak dan orang berusia muda prosess identifikasi sikap dan perilaku ini tampak lebih jelas. Dengan mudah kita dapat mengamati adanya peniruan sikap dari model yang diidolakan. Indentifikasi tidak selalu dalam arti meniru sikap yang serupa akan tetapi juga berupa pengambilan sikap yang diperkirakan akan disetujui oleh pihak lain. Misalnya, seorang narapidana bersikap dan bertingkah laku sebagaimana diharapakan oleh petugasnya dan memjalankan tugas serta petugas tersebut dengan maksud untuk memelihara hubungan pembinaan antar petugas dan narapidana.

Bentuk identifikasi yang lain adalah identifikasi dalam usaha memelihara hubungan individu dengan kelompok yang mengharapkannya agar bersikap sama. Dalam ini indivindu bersikap sesuai dengan harapan kelompok dan sesuai dengan peranannya dalam hubungan sosial dengan kelompok tersebut. Misalkan seorang petugas akan bersikap sebagaimana layaknya sikap petugas lainnya yang di Lembaga Pemasyarakatan.

Jelas bahwa identifikasi dapat terjadi sekalipun sikap yang ditiru itu belum tentu sesuai dan memuaskan bagi individu yang bersangkutan akan tetapi dikarenakan sikap itu membawa kepada kepuasan hubungan dengan orang lain. Kepuasan hubungan ini berkaitan dengan situasi tertentu tempat individu berada dan peran apa yang harus dibawakannya. Misalnya, seorang narapidana akan menjalankan perannya seorang yang menjalani hukuman di RUTAN dan akan kembali sebagai bagian baik sebagai ayah, di dalam keluarganya.


(62)

3. Internalisasi

Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang di anut. Dalam hal ini, maka isi dan hakikatnya sikap yang diterima itu sendiri dianggap oleh indivindu sebagai memuaskan. Sikap sedemikian itulah yang biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

Demikianlah tiga proses yang merupakan mekanisme perubahan sikap sebagaimana konsepsi Kelman. Lebih lanjut, dalam teori ini kelman menerangkan bahwa proses mana yang akan terjadi banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses terjadi pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap


(1)

b. Kegiatan kerajinan tangan, pertanian, peternakan dan perikanan dapat dilakukan setiap hari oleh narapidana yang telah terdaftar sebagai anggota pada bidang masing-masing secara tetap.

c. Belajar Membaca Al-Qur’an dan keagamaan diadakan pada setiap harinya d. Kegiatan olahraga yang diadakan pada hari selasa dan jumat seperti

olahraga voly, bulu tangkis dan tenis meja.

e. Kegiatan therapy community (TC) pada hari selasa, kamis dan sabtu bagi narapidana katolik.

f. Adanya pemeriksaan medis dengan waktu yang tidak tetap. g. Konseling pada ibu asuh, diadakan hampir tiap harinya.

4.6 Tugas Pokok dan Fungsi 1. Tugas Pokok Lapas Wanita

Melaksanakan pemasyarakatan terhadap narapidanan atau anak didik wanita.

2. Fungsi Lapas Wanita

a. Melakukan pembinaan dan perawatan narapidana atau anak didik wanita. b. Memberikan bimbingan, kemandirian, mempersiapkan sarana dan

mengelola hasil kerja.

c. Melakukan bimbingan kepribadian (bimbingan sosial, kerohanian, budi pekerti, etika, kesadaran hukum dan pengetahuan umum) terhadap narapidana atau anak didik.

d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata terib di Lapas. e. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.


(2)

127

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa peranan komunikasi antarpribadi pada pembinaan antara petugas Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung dalam membentuk sikap positif narapidana sudah berperan dengan baik dan patut diapresiasikan.

Terdapat 5 kualitas yang dikatakan sudah sangat berperan baik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan). Ditambahkan dengan proses pengaruh sosial dalam pembentukan sikap dari Kelman kualitas lainnya dikatakan cukup berperan dalam pembentukan sikap positif utnuk narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung.

Diawali dengan proses interaksi dari para narapidana terhadapa petugas lapas dengan memperhatikan beberapa aspek humanistik, dimana pada proses pembinaan para narapidana menjadikan proses pembinaan sebagai sarana


(3)

penjalinan hubungan baik dengan petugas. Hubungan komunikasi antarpribadi petugas dengan anak asuh berperan terhadap pembentukan sikap positif bagi para narpidana. Ketika proses komunikasi antarpribadi berjalan secara efektif atau sudah dalam kualitas yang baik ditmabah dengan adanya peranan fungsi proses sosial yakni interakasi yang baik, maka akan mempengaruhi pembentukan sikap positif dalam diri narapidana. Hal ini disebabkan karena ketika komunikasi antarpribadi petugas dan anak didik berjalan efektif maka akan tercipta suasana yang nyaman dan sangat mendukung dalam proses pembinaan seiring dengan terjalinnya hubungan yang mengarah ke jejang yang lebih intim lagi, akan mempermudah para petugas untuk memberikan arahan ke perubahan sikap yang lebih baik.

Secara keseluruhan, dalam ancangan humansitik, aspek yang sangat mempengaruhi atau berperan dalam kualitas hubungan meraka dalam menentukan proses pembentukan sikap positif yakni, aspek keterbukaan dan aspek sikap mendukung. Diaman interkasi awal yang terjadi yang didasari oleh suasana yang tidak baik, yakni adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh narapidana, mempersulit proses komunikasi. Bila sudah terjalinnya keterbukaan satu sama lain dalam suatu hubungan, maka akan mempermudah proses selanjutnya. Serta adanaya peranan dari sikapa mendukung yang dominan memberikan rasa kepercayaan dari para narapidana terhadap para petugas, guna memperoleh nasihat dan arahanya yang baik bagi para narapidana.


(4)

129

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis mengenai peranan komunikasi antarpribadi petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui pada pembinaan dalam membentuk sikap positif narapidana, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai saran dan masukan, yaitu:

1. Semua petugas Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui diharapkan dapat memaksimal mempertahankan kelima aspek komunikasi antarpribadi dalam kegiatan komunikasi antarpribadi dengan anak asuhnya

2. Penambahan petugas lapas yang dalam hal ini diperuntukan menjadi orang tua asuh seta membatasi untuk setiap orang tua asuh mendapat maksimal lima orang narapidana atau anak asuh.

3. Penambahan cara pembinaan dengan sesekali melibatkan anggota keluarga yang dianggap narapidana amat berharga dan selalu dirindukan oleh narapidan, untuk ikut berkomunikasi dan memotivasi narapidana agar tidak melakukan kesalahan terhadapa penggunaan narkoba lagi kedepannya.

4. Penelitian yang peneliti lakukan tidak luput dari kekurangan sehingga penulis berharap agar penelitian yang penulis teliti dapat dikembangkan lagi dengan melakukan penelitian yang lebih baik, sehingga peranan komunikasi antarpribadi pada pembinaan dalam membentuk sikap positif narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimin. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bungin, Burhan. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bungin, Burhan. 2010. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi Di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Devito, Joseph. (1997). Komunikasi Antar manusia. (Alih Bahasa Agus Maulana). Jakarta : Professional Book

Depdiknas, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Hj. T. Fatimah. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode

Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fisher, Aubrey, 1986, Teori–Teori Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

Hardjono, Mangun, 1986. Pembinaan Arti dan Metodenya. Yayasan Kanisius, Jogjakarta


(6)

Hardjana, Agus M. 2007. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogjakarta: Kanisius.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung. Citra Aditya Bakti. Mulyana, Dedy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung. PT Remaja

Rosdakarya.

Rahmat, Jalaludin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suranto. AW. 2011. “Komunikasi Interpersonal” Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologi. Jakarta. PT.Kanisius

Surjobroto, Baharudin. 1965. Pemasyarakatan dalam Rangka Nation Building

dan Character Building. Jakarta. Direktorat Pemasyarakatan

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. PT Rineka Cipta.

SUMBER LAIN Internet :

Lemabag Pemasyarakatan. 2012. http://www.dephumkam.go.id. (diakses pada tanggal 20 September 2014 pukul 21.00 Wib.)

Lembaga Pemasyarakatan. 2002. http://www.kemenkumham.go.id. (diakses pada tanggal 20 September 2014 pukul 21.10 Wib.)