12
BAB II NARASI TEMPAT, IDENTITAS KULTURAL DAN SIMBOL
Kematian  adalah  bagian  yang  tak  terhindarkan  dari  kehidupan  manusia.  Setiap  manusia pasti  akan  mengalami  yang  namanya  kematian.  Sekalipun  kematian  merupakan  suatu  hal  yang
dialami  oleh  manusia  tetapi  kematian  pasti  menyebabkan  kesedihan  bagi  keluarga  yang mengalaminya.  Setiap  agama  dan  budaya  memiliki  tata  cara  dalam  memperlakukan  suatu
kematian  baik  itu  mulai  perlakuan  terhadap  orang  yang  meninggal  bahkan  ritual  di  sekitar peristiwa  kematian  itu  sendiri  terhadap  orang  yang  meninggal  maupun  terhadap  keluarga  yang
ditinggalkan.  Dalam  pemahaman  yang  demikian  maka  ritual  kematian  memiliki  fungsi  ganda yaitu  bagi  orang  yang  meninggal  adalah  untuk  mengantarkan  orang  yang  telah  meninggal  agar
dapat tenang di alamnya. Sementara fungsi ritual kematian untuk orang yang masih hidup adalah agar mereka dapat mengatasi krisis yang diakibatkan oleh kematian.
Salah  satu  ritual  kematian  yang  dilakukan  oleh  orang  Sabu  diaspora  adalah
pebale  rau kattu  do  made.
Ritual  kematian  ini  dilakukan  oleh  orang-orang  Sabu  yang  lahir  di  Sabu  tetapi karena  tuntutan  hidup  dan  pekerjaan  harus  merantau.  Dalam  perantauannya  jika  orang  Sabu
diaspora  tersebut  meninggal  maka  keluarga  dari  orang  yang  meninggal  harus  melakukan  ritual tersebut. Untuk dapat memahami ritual kematian tersebut maka dalam bab II ini akan dijelaskan
beberapa teori yang berkaitan dengan Narasi Tempat, Identitas Kultural dan Simbol.
2.1. Diaspora dan Narasi Tempat
Untuk  dapat  memahami  suatu  narasi  tempat  oleh  masyarakat  diaspora  maka  terlebih dahulu  penulis  akan  menguraikan  tentang  apa  itu  diaspora?  Istilah  diaspora  berasal  dari  kata
Yunani, istilah ini pertama kali digunakan untuk merujuk pada penyebaran paksa orang Yahudi, dalam  terjemahan  Yunani  dari  Alkitab  Ibrani  sekitar  tahun  200  SM.  Dalam  sebuah  artikel,
13
William  Safran  mendefinisikan  orang-orang  yang  merupakan  diaspora  dengan  menampakkan enam  ciri  utama:  mereka  atau  nenek  moyang  mereka  yang  tersebar  dari  satu  pusat  asli  untuk
dua  atau  lebih  lokasi  asing,  memiliki  memori  kolektif  tentang  tanah  asli  mereka,  mereka  tidak sepenuhnya percaya dan mereka tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat tuan rumah mereka,
menganggap tempat asal mereka sebagai rumah mereka yang sebenarnya mereka atau keturunan mereka  akhirnya  akan  kembali,  secara  kolektif  berkomitmen  untuk  pemeliharaan  tanah  air
mereka, dan terus berhubungan dengan tanah air yang dalam satu atau lain cara.
1
Istilah diaspora ini digunakan secara lebih luas untuk menunjukan hubungan budaya yang terus dipelihara oleh orang-orang yang sudah menyebar di seluruh dunia.
2
Hal ini diperkuat oleh Sheffer yang mendefinisikan diaspora modern sebagai emigran yang berasal dari kelompok etnis
yang  menetap  di  negara  tempat  tinggal
host  country
,  namun  masih  menjaga  hubungan sentimental yang kuat dengan negara asal dan kampung halamannya.
3
Istilah diaspora digunakan untuk  merujuk  pada  penyebaran  kelompok  agama  atau  kelompok  etnis  dari  tanah  air  mereka,
baik dipaksa maupun dengan sukarela. Kata ini juga digunakan untuk merujuk pada penyebaran orang-orang sebagai kelompok kolektif dan masyarakat. Sejarah manusia menunjukkan sejumlah
diaspora.  Tercabut  dari  tanah  kelahiran  dan  budaya,  bisa  menjadi  suatu  peristiwa  besar  bagi seseorang  atau  sekelompok  orang.  Diaspora  berasal  dari  istilah  Yunani  Kuno  yang  berarti
“menyebarkan atau menabur benih”, diaspora berbeda dengan imigrasi. Diaspora mengharuskan anggota  suatu  masyarakat  pergi  bersama  dalam  periode  waktu  yang  singkat,  bukan  pergi
perlahan-lahan dalam waktu lama meninggalkan kampung halaman.
4
1
Yolanda  Covington-Ward,  Transforming  Communities,  Recreating  Selves:  Interconnected  Diasporas, Perfomance in the Shaping Liberian Immigrant Identity,
Jurnal Ebsco Africa Today seri 1,vol.60, 2013: 5
2
Devi Riskianingrum,  Studi  Dinamika  Identitas  di  Asia  dan  Eropa  Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014, 103.
3
G. Sheffer, A New Field of Study: Modern Diasporas in International P olitics Croom Helm, London and Sydney, 1986, p. 1-15.
4
http:www.amazine.co25264apa-itu-diaspora-fakta-sejarah-informasi-lainnya diakses 3 Agustus 2016
14
Masyarakat  yang  melakukan  diaspora  juga  dicirikan  dengan  usaha  mereka  untuk mempertahankan budaya, agama, dan kebiasaan lainnya di tempat baru. Mereka biasanya hidup
berkelompok dengan sesamanya, dan kadang tidak mau berinteraksi dengan warga lokal. Salah satu  contoh  diaspora  yang  terkenal  dalah  diaspora  Yahudi  yang  dimulai  pada  tahun  600  SB.
Orang-orang Yahudi sering contoh klasik diaspora karena telah berpindah beberapa kali, dengan banyak diantaranya melalui paksaaan. Meskipun beberapa kali berpindah tempat, orang Yahudi
yang  mengalami  diaspora  tetap  berusaha  mempertahankan  ikatan  komunitas  yang  kuat  beserta dengan tradisi, budaya dan agama mereka.
5
Masyarakat  diaspora  dalam  suatu  negara  dapat  dikategorikan  sebagai  masyarakat minoritas.  Sering  kali  dalam  situasi  mayoritas-minoritas  ada  perasaan  curiga  bahwa  kelompok
minoritas  tidak  memiliki  kesetiaan  apapun,  dan  mereka  mengajukan  agendanya  sendiri,  yang kalau diterima dan diberi kesempatan akan mengganggu keamanan dan melenyapkan stabilitas.
Sering  juga  kita  menganggap  kelompok  minoritas  sebagai  kelompok  yang  lemah,  yang membutuhkan  perlindungan  dari  yang  mayoritas.  Perlindungan  tersebut  sering  dalam  bentuk
kemurahan  yang  berubah-ubah,  bahkan  bisa  menjadi  suatu  penganiayaan.  Semakin  kelompok minoritas  ditekan,  semakin  pula  anggotanya  memberi  diri  untuk  mempertahankan  eksistensi
kelompoknya.
6
Memang  tidak  ada  batasan  tentang  “minoritas”  yang  disepakati  secara  umum. Perserikatan Bangsa-bangsa PBB mengupayakan suatu definisi kerja yang menyatakan bahwa
“minoritas  adalah  hadirnya  suatu  kelompok  manusia  yang  secara  kuantitas  lebih  kecil dibandingkan  dengan  populasi  yang  ada  dalam  suatu  negara  dan  dalam  kedudukan  yang  tidak
dominan,  yang  anggotanya –  yang  kewargaannya  berasal  dari  berbagai  bangsa  –  berasal  dari
5
http:www.amazine.co25264apa-itu-diaspora-fakta-sejarah-informasi-lainnya diakses 3 Agustus 2016
6
Hans Ucko, Akar Bersama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999,36
15
etnis  dan  disertai  dengan  ciri  agama  dan  bahasa  yang  membedakannya  dari  sebagaian  besar populasi dalam negara itu, dan kelompok minoritas itu menunjukkan, sekalipun secara tersirat,
suatu perasaan solidaritas yang ditujukan demi terpeliharanya kebudayaan, tradisi-tradisi, agama dan juga bahasa.” Sepanjang sejarah PBB anggota-anggotannya merasa bahwa suatu dukungan
menyeluruh  pada  terhadap  kelompok  minoritas  dapat  menciptakan  ancaman  terhadap  kesatuan dan  integritas  struktur  suatu  negara  yang  masih  rapuh.  Jadi,  mereka  lebih  condong  memilih
penyelesaian  masalah  di  atas  melalui  upaya  peningkatan  kesadaran  tentang  hak-hak  asasi  dari setiap  individu.
7
Dalam  pemahaman  masyarakat  diaspora  adalah  masyarakat  minoritas  maka kehadirannya dalam sebuah masyarakat mayoritas dianggap sebagai suatu ancaman.
Gerakan Oikumene juga menaruh kehati-hatian yang sama. Sidang Dewan Gereja-gereja Se-
dunia di Uppsala 1968 menghasilkan pernyataan yang menegaskan bahwa “hampir semua bangsa memiliki kelompok minoritas
, baik karena etnis, budaya dan keagamaan”. Minoritas tadi memiliki  hak  memilih  gaya  hidup  mereka  sendiri  sepanjang  pilihan  tersebut  tidak  merugikan
pilihan  yang  sama  yang  juga  dimiliki  kelompok  lain  .  .  .  Namun,  .  .  .  hak-hak  kelompok minoritas itu dapat . . . menganggu stabilitas dan keberadaan suatu bangsa.
8
Umat  Yahudi  hampir  selalu  hidup  dalam  suasana  minoritas.  Sejak  zaman  perbudakan Mesir  sampai  pada  keadaan  tertawan  dan  diasingkan  di  Babil,  sebagai  minoritas  dalam  setiap
negera  di  Eropa,  dan  di  banyak  bagian  lain  di  dunia  ini.  Memang  ada  masa  toleransi  terhadap kehadiran  minoritas  Yahudi,  bahkan  pernah  diterima  dengan  baik;  namun  lebih  sering  orang
bersikap  toleran  atas  kehadiran  mereka  tanpa  sikap  penerimaan  yang  tulus.  Seorang  anggota Dewan  Perwakilan  Rakyat  DPR  Prancis,  Clermont-Tonnere,  menciptakan  suatu  ungkapan  di
masa pasca-revolusi Prancis:
Tout accorder aux Juifs, en tant qui
7
Ucko, Akar Bersama. 37
8
Ucko, Akar Bersama. 37
16
„individus, rien en tant que nation sebagai individu setiap orang Yahudi memiliki haknya, tetapi bukan sebagai suatu bangsa. Sebagai minoritas orang Yahudi telah hidup dalam kemurahan hati
dari  pihak  mayoritas,  yang  sering  berlanjut  menjadi  ketiadaan  sama  sekali  kemurahan  hati. Mudah  sekali  bagi  orang  Yahudi  untuk  mengenang  trauma  masa  lalu  mereka:  Perang  Salib,
siks aan  di  masa  “maut  hitam”  sakit  sampar  yang  menular  pada  abad  ke-14,  masa-masa
inkuisisi,  pengusiran  dari  Spanyol,  pengasingan  hidup  mereka  dalam
ghetto
,  pemusnahan terorganisasi  yang  dilancarkan  orang  Rusia  terhadap  mereka,  dan  akhirnya  pemusnahan  dan
pembakaran  dalam
syoahholocaust
yang  baik  orang  Yahudi  sekuler  maupun  yang  taat beragama.
9
Yudaisme dalam banyak aspek adalah agama dari umat yang hidup dengan suatu ingatan atau  kenangan  akan  sejarah.  Ia  adalah  suatu  agama  yang  mengenang.  Salah  satu  kunci  dalam
Yudaisme  adalah  perintah
Zakor
“Ingatlah”  Ingatlah  masa  ketika  diperbudakan  dan  dalam kurungan  Ingatlah  bahwa  engkau  dibawa  keluar  dari  perbudakan  Ingatlah  kesulitan-kesulitan
dalam perjalanan di padang gurun Ingatlah bahwa engkau menjadi umat Tuhan ketika berada di gurun  pasir.  Ingatlah  bahwa  engkau  dibebaskan  agar  menjadi  umat  yang  terpilih  Ingatlah
identitasmu sebagai umat yang terpilih.
10
Perintah  untuk  mengingat  inilah  yang  biasa  dikenal  dengan  nama  menyimpan  memori. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Israel yaitu ketika mereka meninggal di tanah diaspora
maka mereka harus membawa pulang sesuatu ke kampung halaman mereka. Sebagai contoh, ada kisah dari keluarga Yakub atau Israel di mana di akhir hidupnya ia meminta kepada anak-cucu di
Mesir  tepatnya  di  wilayah  Gosyen  yang  subur  agar  suatu  hari  nanti  Yakub  di  bawa  pulang  ke Kanaan. Bahkan ia meminta dibuat sebuah janji atau sumpah. Demikian juga Yusuf melakukan
9
Ucko, Akar Bersama. 37-38.
10
Ucko, Akar Bersama. 38.
17
hal yang sama agar ia pun dibawa pulang untuk menikmati persekutuan dengan para leluhurnya di  Kanaan.  Bukankah  Mesir  lebih  mewah  dibanding  Kanaan?  Yakub  meminta  Yusuf  untuk
memenuhi  kerinduannya  seperti  ini:  “ketika  hampir  waktunya  bahwa  Israel  akan  mati, dipanggilnya  anaknya  Y
usuf,  dan  berkata  kepadanya:  “jika  aku  mendapatkan  kasihmu, letakkanlah kiranya tanganmu di bawah pangkal pahaku, dan bersumpahlah, bahwa engkau akan
menunjukkan  kasih  dan  setiamu:  jangan  kiranya  kuburkan  aku  di  Mesir,  karena  aku  mau mendapat  perhentian  bersama-sama  dengan  nenek  moyangku.  Sebab  itu  angkutlah  aku  dari
Mesir dan kuburkanlah aku dalam kubur mereka. Jawabnya: “aku akan berbuat seperti katamu itu. Kemudian kata Yakub: “bersumpahlah kepadaku”. Maka Yusuf pun bersumpah kepadanya
Kejadian  47:29-31.  Demikian  juga  Yusuf  melakukan  hal  sama  seperti  Yakub  kepada  anak- anaknya;  meskipun  membutuhkan  waktu  yang  panjang  untuk  membawa  Yusuf  ke  Kanaan
melalui  tragedi  penindasan  dari  Firaun  dimana  Allah  sendiri  menolong.  Melepaskan  serta membawa mereka melalui peristiwa Paskah. Kehadiran anak-anak dan cucu ini adalah kehadiran
Yusuf sendiri seperti nyata dalam doanya di Kejadian 50:24- 25: “Tidak lama lagi aku akan mati;
tentu  Allah  akan  memperhatikan  kamu  dan  membawa  kamu  keluar  dari  negeri  ini,  ke  negeri yang  dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham,  Ishak dan Yakub;  pada waktu  itu kamu
harus  membawa  tulang- tulangku  dari  sini”.  Rindu  ke  rumah  dan  berkumpul  dengan  keluarga,
tanah  dan  air  adalah  semangat  dari  permintaan  bapak  leluhur  Israel.  Harapan  itu  dilegalkan menjadi  wadah  ziarah  tiap  generasi  ke  tanah  air  perjanjian  yang  telah  diwariskan  kepada  anak
cucu mereka.
Penggambaran  Mazmur  137  adalah  sebuah  ajakan  untuk  mengingat  Sion.  Khususnya dalam ayat 1-4 ditekankan tentang ingatan akan penderitaan di pembuangan Babel. Mazmur ini
dibuat dengan suatu kisah derita, kisah penderitaan orang-orang di Babel. Penderitaan ini sudah
18
lewat dan terjadi di tempat yang jauh, tetapi lukanya masih dalam membekas. Di Babel, di tepi saluran-saluran  irigasi  dari  sungai  Efrat  Bnd.  Yeh  1:1;  3:15  mereka  kerap  duduk  menangis
setiap kali mereka mengingat “Sion” ay 1; bnd. Mzm 42:5 tentang lukisan kesedihan serupa. Apakah kata-
kata “duduk-menangis-mengingat” menunjuk kepada suatu perayaan ratapan untuk mengenang keruntuhan Yerusalem seperti yang dilakukan pada zaman nabi Zakharia Mzm 7:1-
14 tidaklah pasti. Bagaimanapun juga yang terjadi di Babel ialah: mengingat Sion berarti derita. Segala hal yang dikatakan tentang Sion dari masa yang lampau bnd Maz 87:3 sekarang tinggal
kenangan.
11
Tindakan  mengingat  seperti  yang  dilakukan  oleh  bangsa  Israel  adalah  tindakan yang juga dilakukan oleh orang-orang diaspora saat mereka berada di negara baru mereka.
Masyarakat diaspora adalah penyebaran suatu kelompok agama atau kelompok etnis dari tanah  air  mereka  baik  secara  paksa  maupun  secara  sukarela  dan  masyarakat  diaspora  ini  juga
tidak akan kembali  ke negeri asal  mereka, dan  menganggap negara atau tanah air mereka  yang baru  sebagai  tanah  air  kedua.  Merujuk  pada  pengertian  diaspora  yang  demikian  maka  akan
dilihat perbedaan antara diaspora dan pengungsi.  Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengungsi diartikan  sebagai  “Orang  yang  mencari  tempat  yang  aman  ketika  daerahnya  ada  bahaya  yang
mengancam.
12
Dalam  terminologi  bahasa  Indonesia  pengungsi  tidak  mencakup  baik geografisnya  maupun  prasyarat  penyebabnya.  Hal  lain  yang  perlu  mendapat  catatan  dalam
konteks  Indonesia,  pengungsi  sering  disebut  dengan  “imigran  illegal”  atau  imigran  gelap”.
13
Direktur
Jesuit  Refuge  Service  Indonesia
,  Adrianus  Suyadi  berpendapat  bahwa  penyebutan
11
Barth-Frommel,  Maria  Claire    Pareira,  B.A,  Tafsiran  Alkitab:  Kitab  Mazmur  73-150,  Jakarta:  BPK Gunung Mulia, 2013, 440-441
12
Yus Badudu, Kamus Bahasa Indonesia , Jakarta: Sinar Harapan, 1994, 54.
13
Wagiman, S.Fil, Hukum Pengungsi Internasiona l, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, 97
19
“imigran  ilegal”  atau  “imigran  gelap”  di  Indonesia  ditujukan  terhadap  mereka  yang  tidak memiliki identitas resmi berupa paspor dan visa.
14
Ada  2  dua  pendapat  ahli  sehubungan  dengan  pengertian  atau  batasan  dari  istilah pengungsi. Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dalam perspektif pasca Perang
Dunia  II.  Pengungsi  merupakan  suatu  kelompok  orang-orang  yang  terpaksa  pindah  ke  tempat lain  akibat  adanya  penganiayaan,  deportasi  secara  paksa  atau  atau  pengusiran  orang-orang  dan
perlawanan  politik  pemerintah  yang  berkuasa.  Dapat  pula  dalam  bentuk  pengembalian  etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian atau
penentuan tapal batas secara sepihak sebleum perang terjadi. Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran  akibat  adanya  tekanan  atau  ancaman.  Perpindahan  secara  paksa  penduduk  dari
wilayah  pantai  atau  daerah  pertahanan  berdasarkan  perintah  militer  serta  pemulangan  tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang.
15
Sementara  itu,  Pietro  Verri  dalam  mendefinisikan  pengungsi  merujuk  pada  pasal  1 Konvensi 1951 khususnya pada kalimat
“applies to many person who has fled the country of his nationality  to  avoid  persecution  or  the  threat  of  persecution”.
16
Pada  pandangan  Pietro  Verri pengungsi  merupakan  seseorang  atau  sekelompok  orang  yang  meninggalkan  negaranya  karena
adanya  ketakutan  yang  tidak  terhingga  serta  adanya  kemungkinan  atau  potensi  terjadinya penyiksaan.  Pengungsi  dalam  pengertian  yang  umum  adalah  orang  yang  dipaksa  keluar  dari
wilayah  negaranya.  Paksaan  yang  dilakukan  terhadapnya  disebabkan  oleh  kondisi  yang  tidak memungkinkan  adanya  rasa  aman  atau  jaminan  keamanan  atas  dirinya  oleh  pemerintah.
17
Terminologi  pengungsi  menurut  Konvensi  tahun  1951  adalah  seseorang  yang  oleh  karena  rasa
14
Adrianus Suyadi, Pengungsi Bukan Imigran Gelap,  artikel dimuat pada Harian Umum Kompas tanggal 21 Juni 2010.
15
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 98.
16
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Bandung: Sanic Offset, 2003, 36.
17
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 98.
20
takut  yang  wajar  akan  dianiaya  berdasarkan  ras,  agama,  kebangsaan,  keanggotaan  pada  suatu kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak
dapat  atau,  karena  rasa  takut  itu  tidak  berkehendak  berada  di  dalam  perlindungan  negaranya.
18
Seseorang  dikatakan  sebagai  pengungsi  ketika  seseorang  keluar  secara  terpaksa  dari  tempat asalnya  selama  2-3  tahun  dan  ketika  tempat  asal  tidak  terjadi  konflik  maka  pengungsi  akan
kembali ke tempat asalnya. Sementara seseorang dikatakan diaspora ketika seseorang keluar dari tempat asalnya, bekerja dan menetap selama 5-6 tahun atau lebih. Persamaan antara diaspora dan
pengungsi adalah mereka sama-sama memiliki kerinduan untuk kembali ke tanah air atau tempat asal  mereka.  Kerinduan  untuk  pulang  ke  tanah  air  atau  tempat  asal  karena  mereka  di  tempat
rantau  mengalami  penindasan  sehingga  romantisme  kehidupan  di  tanah  leluhur  menjadi  suatu kerinduan untuk dapat kembali ke tempat asal mereka.
Dalam  kehidupan  sebagai  masyarakat  diaspora  ada  sebuah  kerinduan  agar  suatu  saat nanti dapat kembali ke tanah air atau tempat asal mereka. Tempat asal bagi masyarakat diaspora
merupakan  komponen  penting  bagi  rasa  identitas  diri  mereka  sebagai  subjek.  Dengan  adanya tempat, masyarakat dapat menemukan budaya. Oleh karena itu, tempat tidak dapat dipahami di
luar konteks budaya.
19
Makna tempat dan ruang dikonseptualisasikan, sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat pada identitas satu dengan yang lainnya.
20
Tempat asal  itu berhubungan dengan tempat  di  mana seseorang dilahirkan. Tempat asal juga  sering  digambarkan  sebagai  sebuah  tempat  di  mana  banyak  memori  tersimpan  di
dalamnya.
21
Tempat  asal  juga  menawarkan  berbagai  kenangan  dan  keramahan  hidup.  Seperti hidup  dalam  kondisi  alam  yang  masih  alami,  suasana  persahabatan  antar  tetangga  yang  masih
18
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 99.
19
Anastasia Christou, Narratives of Place, Culture and Identity Amsterdam: 2006, 32.
20
Christou, Narratives of Place . 33.
21
Bell Hook, Belonging: A Culture of Place. New York: Routledge, 2009, 5.
21
dipelihara  dan  sosialisasi  dalam  persekutuan  sebagai  masyarakat.
22
Tempat  juga  hanya  dapat dipahami dalam terang ras, asal  ras dan semua itu menandakan seperti sesuatu yang lazim atau
sifat  yang  dominan.
23
Gambaran  mengenai  tempat  dapat  didefinisikan  melalui  penggunaan bahasa umum, simbol dan pengalaman.
24
Keputusan untuk kembali ke tempat asal adalah suatu cara agar seseorang tidak mengalami hubungan yang terputus dengan tempat asalnya, untuk tetap
terikat  dengan  budaya  asalnya  dan  dengan  bahasa  yang  digunakan  di  tempat  asal.  Sekalipun seseorang telah pergi  lama untuk  merantau di  suatu tempat  namun  ketika ia pulang kembali  ke
tempat  asal  maka  ia  akan  disambut  oleh  keluarganya.  Kedatangan  kembali  ke  tempat  asal menggambarkan bahwa seseorang kembali ke dalam cinta kasih keluarganya.
25
2.2. Identitas Kultural