12
BAB II NARASI TEMPAT, IDENTITAS KULTURAL DAN SIMBOL
Kematian adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian. Sekalipun kematian merupakan suatu hal yang
dialami oleh manusia tetapi kematian pasti menyebabkan kesedihan bagi keluarga yang mengalaminya. Setiap agama dan budaya memiliki tata cara dalam memperlakukan suatu
kematian baik itu mulai perlakuan terhadap orang yang meninggal bahkan ritual di sekitar peristiwa kematian itu sendiri terhadap orang yang meninggal maupun terhadap keluarga yang
ditinggalkan. Dalam pemahaman yang demikian maka ritual kematian memiliki fungsi ganda yaitu bagi orang yang meninggal adalah untuk mengantarkan orang yang telah meninggal agar
dapat tenang di alamnya. Sementara fungsi ritual kematian untuk orang yang masih hidup adalah agar mereka dapat mengatasi krisis yang diakibatkan oleh kematian.
Salah satu ritual kematian yang dilakukan oleh orang Sabu diaspora adalah
pebale rau kattu do made.
Ritual kematian ini dilakukan oleh orang-orang Sabu yang lahir di Sabu tetapi karena tuntutan hidup dan pekerjaan harus merantau. Dalam perantauannya jika orang Sabu
diaspora tersebut meninggal maka keluarga dari orang yang meninggal harus melakukan ritual tersebut. Untuk dapat memahami ritual kematian tersebut maka dalam bab II ini akan dijelaskan
beberapa teori yang berkaitan dengan Narasi Tempat, Identitas Kultural dan Simbol.
2.1. Diaspora dan Narasi Tempat
Untuk dapat memahami suatu narasi tempat oleh masyarakat diaspora maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan tentang apa itu diaspora? Istilah diaspora berasal dari kata
Yunani, istilah ini pertama kali digunakan untuk merujuk pada penyebaran paksa orang Yahudi, dalam terjemahan Yunani dari Alkitab Ibrani sekitar tahun 200 SM. Dalam sebuah artikel,
13
William Safran mendefinisikan orang-orang yang merupakan diaspora dengan menampakkan enam ciri utama: mereka atau nenek moyang mereka yang tersebar dari satu pusat asli untuk
dua atau lebih lokasi asing, memiliki memori kolektif tentang tanah asli mereka, mereka tidak sepenuhnya percaya dan mereka tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat tuan rumah mereka,
menganggap tempat asal mereka sebagai rumah mereka yang sebenarnya mereka atau keturunan mereka akhirnya akan kembali, secara kolektif berkomitmen untuk pemeliharaan tanah air
mereka, dan terus berhubungan dengan tanah air yang dalam satu atau lain cara.
1
Istilah diaspora ini digunakan secara lebih luas untuk menunjukan hubungan budaya yang terus dipelihara oleh orang-orang yang sudah menyebar di seluruh dunia.
2
Hal ini diperkuat oleh Sheffer yang mendefinisikan diaspora modern sebagai emigran yang berasal dari kelompok etnis
yang menetap di negara tempat tinggal
host country
, namun masih menjaga hubungan sentimental yang kuat dengan negara asal dan kampung halamannya.
3
Istilah diaspora digunakan untuk merujuk pada penyebaran kelompok agama atau kelompok etnis dari tanah air mereka,
baik dipaksa maupun dengan sukarela. Kata ini juga digunakan untuk merujuk pada penyebaran orang-orang sebagai kelompok kolektif dan masyarakat. Sejarah manusia menunjukkan sejumlah
diaspora. Tercabut dari tanah kelahiran dan budaya, bisa menjadi suatu peristiwa besar bagi seseorang atau sekelompok orang. Diaspora berasal dari istilah Yunani Kuno yang berarti
“menyebarkan atau menabur benih”, diaspora berbeda dengan imigrasi. Diaspora mengharuskan anggota suatu masyarakat pergi bersama dalam periode waktu yang singkat, bukan pergi
perlahan-lahan dalam waktu lama meninggalkan kampung halaman.
4
1
Yolanda Covington-Ward, Transforming Communities, Recreating Selves: Interconnected Diasporas, Perfomance in the Shaping Liberian Immigrant Identity,
Jurnal Ebsco Africa Today seri 1,vol.60, 2013: 5
2
Devi Riskianingrum, Studi Dinamika Identitas di Asia dan Eropa Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014, 103.
3
G. Sheffer, A New Field of Study: Modern Diasporas in International P olitics Croom Helm, London and Sydney, 1986, p. 1-15.
4
http:www.amazine.co25264apa-itu-diaspora-fakta-sejarah-informasi-lainnya diakses 3 Agustus 2016
14
Masyarakat yang melakukan diaspora juga dicirikan dengan usaha mereka untuk mempertahankan budaya, agama, dan kebiasaan lainnya di tempat baru. Mereka biasanya hidup
berkelompok dengan sesamanya, dan kadang tidak mau berinteraksi dengan warga lokal. Salah satu contoh diaspora yang terkenal dalah diaspora Yahudi yang dimulai pada tahun 600 SB.
Orang-orang Yahudi sering contoh klasik diaspora karena telah berpindah beberapa kali, dengan banyak diantaranya melalui paksaaan. Meskipun beberapa kali berpindah tempat, orang Yahudi
yang mengalami diaspora tetap berusaha mempertahankan ikatan komunitas yang kuat beserta dengan tradisi, budaya dan agama mereka.
5
Masyarakat diaspora dalam suatu negara dapat dikategorikan sebagai masyarakat minoritas. Sering kali dalam situasi mayoritas-minoritas ada perasaan curiga bahwa kelompok
minoritas tidak memiliki kesetiaan apapun, dan mereka mengajukan agendanya sendiri, yang kalau diterima dan diberi kesempatan akan mengganggu keamanan dan melenyapkan stabilitas.
Sering juga kita menganggap kelompok minoritas sebagai kelompok yang lemah, yang membutuhkan perlindungan dari yang mayoritas. Perlindungan tersebut sering dalam bentuk
kemurahan yang berubah-ubah, bahkan bisa menjadi suatu penganiayaan. Semakin kelompok minoritas ditekan, semakin pula anggotanya memberi diri untuk mempertahankan eksistensi
kelompoknya.
6
Memang tidak ada batasan tentang “minoritas” yang disepakati secara umum. Perserikatan Bangsa-bangsa PBB mengupayakan suatu definisi kerja yang menyatakan bahwa
“minoritas adalah hadirnya suatu kelompok manusia yang secara kuantitas lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang ada dalam suatu negara dan dalam kedudukan yang tidak
dominan, yang anggotanya – yang kewargaannya berasal dari berbagai bangsa – berasal dari
5
http:www.amazine.co25264apa-itu-diaspora-fakta-sejarah-informasi-lainnya diakses 3 Agustus 2016
6
Hans Ucko, Akar Bersama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999,36
15
etnis dan disertai dengan ciri agama dan bahasa yang membedakannya dari sebagaian besar populasi dalam negara itu, dan kelompok minoritas itu menunjukkan, sekalipun secara tersirat,
suatu perasaan solidaritas yang ditujukan demi terpeliharanya kebudayaan, tradisi-tradisi, agama dan juga bahasa.” Sepanjang sejarah PBB anggota-anggotannya merasa bahwa suatu dukungan
menyeluruh pada terhadap kelompok minoritas dapat menciptakan ancaman terhadap kesatuan dan integritas struktur suatu negara yang masih rapuh. Jadi, mereka lebih condong memilih
penyelesaian masalah di atas melalui upaya peningkatan kesadaran tentang hak-hak asasi dari setiap individu.
7
Dalam pemahaman masyarakat diaspora adalah masyarakat minoritas maka kehadirannya dalam sebuah masyarakat mayoritas dianggap sebagai suatu ancaman.
Gerakan Oikumene juga menaruh kehati-hatian yang sama. Sidang Dewan Gereja-gereja Se-
dunia di Uppsala 1968 menghasilkan pernyataan yang menegaskan bahwa “hampir semua bangsa memiliki kelompok minoritas
, baik karena etnis, budaya dan keagamaan”. Minoritas tadi memiliki hak memilih gaya hidup mereka sendiri sepanjang pilihan tersebut tidak merugikan
pilihan yang sama yang juga dimiliki kelompok lain . . . Namun, . . . hak-hak kelompok minoritas itu dapat . . . menganggu stabilitas dan keberadaan suatu bangsa.
8
Umat Yahudi hampir selalu hidup dalam suasana minoritas. Sejak zaman perbudakan Mesir sampai pada keadaan tertawan dan diasingkan di Babil, sebagai minoritas dalam setiap
negera di Eropa, dan di banyak bagian lain di dunia ini. Memang ada masa toleransi terhadap kehadiran minoritas Yahudi, bahkan pernah diterima dengan baik; namun lebih sering orang
bersikap toleran atas kehadiran mereka tanpa sikap penerimaan yang tulus. Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR Prancis, Clermont-Tonnere, menciptakan suatu ungkapan di
masa pasca-revolusi Prancis:
Tout accorder aux Juifs, en tant qui
7
Ucko, Akar Bersama. 37
8
Ucko, Akar Bersama. 37
16
„individus, rien en tant que nation sebagai individu setiap orang Yahudi memiliki haknya, tetapi bukan sebagai suatu bangsa. Sebagai minoritas orang Yahudi telah hidup dalam kemurahan hati
dari pihak mayoritas, yang sering berlanjut menjadi ketiadaan sama sekali kemurahan hati. Mudah sekali bagi orang Yahudi untuk mengenang trauma masa lalu mereka: Perang Salib,
siks aan di masa “maut hitam” sakit sampar yang menular pada abad ke-14, masa-masa
inkuisisi, pengusiran dari Spanyol, pengasingan hidup mereka dalam
ghetto
, pemusnahan terorganisasi yang dilancarkan orang Rusia terhadap mereka, dan akhirnya pemusnahan dan
pembakaran dalam
syoahholocaust
yang baik orang Yahudi sekuler maupun yang taat beragama.
9
Yudaisme dalam banyak aspek adalah agama dari umat yang hidup dengan suatu ingatan atau kenangan akan sejarah. Ia adalah suatu agama yang mengenang. Salah satu kunci dalam
Yudaisme adalah perintah
Zakor
“Ingatlah” Ingatlah masa ketika diperbudakan dan dalam kurungan Ingatlah bahwa engkau dibawa keluar dari perbudakan Ingatlah kesulitan-kesulitan
dalam perjalanan di padang gurun Ingatlah bahwa engkau menjadi umat Tuhan ketika berada di gurun pasir. Ingatlah bahwa engkau dibebaskan agar menjadi umat yang terpilih Ingatlah
identitasmu sebagai umat yang terpilih.
10
Perintah untuk mengingat inilah yang biasa dikenal dengan nama menyimpan memori. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Israel yaitu ketika mereka meninggal di tanah diaspora
maka mereka harus membawa pulang sesuatu ke kampung halaman mereka. Sebagai contoh, ada kisah dari keluarga Yakub atau Israel di mana di akhir hidupnya ia meminta kepada anak-cucu di
Mesir tepatnya di wilayah Gosyen yang subur agar suatu hari nanti Yakub di bawa pulang ke Kanaan. Bahkan ia meminta dibuat sebuah janji atau sumpah. Demikian juga Yusuf melakukan
9
Ucko, Akar Bersama. 37-38.
10
Ucko, Akar Bersama. 38.
17
hal yang sama agar ia pun dibawa pulang untuk menikmati persekutuan dengan para leluhurnya di Kanaan. Bukankah Mesir lebih mewah dibanding Kanaan? Yakub meminta Yusuf untuk
memenuhi kerinduannya seperti ini: “ketika hampir waktunya bahwa Israel akan mati, dipanggilnya anaknya Y
usuf, dan berkata kepadanya: “jika aku mendapatkan kasihmu, letakkanlah kiranya tanganmu di bawah pangkal pahaku, dan bersumpahlah, bahwa engkau akan
menunjukkan kasih dan setiamu: jangan kiranya kuburkan aku di Mesir, karena aku mau mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangku. Sebab itu angkutlah aku dari
Mesir dan kuburkanlah aku dalam kubur mereka. Jawabnya: “aku akan berbuat seperti katamu itu. Kemudian kata Yakub: “bersumpahlah kepadaku”. Maka Yusuf pun bersumpah kepadanya
Kejadian 47:29-31. Demikian juga Yusuf melakukan hal sama seperti Yakub kepada anak- anaknya; meskipun membutuhkan waktu yang panjang untuk membawa Yusuf ke Kanaan
melalui tragedi penindasan dari Firaun dimana Allah sendiri menolong. Melepaskan serta membawa mereka melalui peristiwa Paskah. Kehadiran anak-anak dan cucu ini adalah kehadiran
Yusuf sendiri seperti nyata dalam doanya di Kejadian 50:24- 25: “Tidak lama lagi aku akan mati;
tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub; pada waktu itu kamu
harus membawa tulang- tulangku dari sini”. Rindu ke rumah dan berkumpul dengan keluarga,
tanah dan air adalah semangat dari permintaan bapak leluhur Israel. Harapan itu dilegalkan menjadi wadah ziarah tiap generasi ke tanah air perjanjian yang telah diwariskan kepada anak
cucu mereka.
Penggambaran Mazmur 137 adalah sebuah ajakan untuk mengingat Sion. Khususnya dalam ayat 1-4 ditekankan tentang ingatan akan penderitaan di pembuangan Babel. Mazmur ini
dibuat dengan suatu kisah derita, kisah penderitaan orang-orang di Babel. Penderitaan ini sudah
18
lewat dan terjadi di tempat yang jauh, tetapi lukanya masih dalam membekas. Di Babel, di tepi saluran-saluran irigasi dari sungai Efrat Bnd. Yeh 1:1; 3:15 mereka kerap duduk menangis
setiap kali mereka mengingat “Sion” ay 1; bnd. Mzm 42:5 tentang lukisan kesedihan serupa. Apakah kata-
kata “duduk-menangis-mengingat” menunjuk kepada suatu perayaan ratapan untuk mengenang keruntuhan Yerusalem seperti yang dilakukan pada zaman nabi Zakharia Mzm 7:1-
14 tidaklah pasti. Bagaimanapun juga yang terjadi di Babel ialah: mengingat Sion berarti derita. Segala hal yang dikatakan tentang Sion dari masa yang lampau bnd Maz 87:3 sekarang tinggal
kenangan.
11
Tindakan mengingat seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel adalah tindakan yang juga dilakukan oleh orang-orang diaspora saat mereka berada di negara baru mereka.
Masyarakat diaspora adalah penyebaran suatu kelompok agama atau kelompok etnis dari tanah air mereka baik secara paksa maupun secara sukarela dan masyarakat diaspora ini juga
tidak akan kembali ke negeri asal mereka, dan menganggap negara atau tanah air mereka yang baru sebagai tanah air kedua. Merujuk pada pengertian diaspora yang demikian maka akan
dilihat perbedaan antara diaspora dan pengungsi. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengungsi diartikan sebagai “Orang yang mencari tempat yang aman ketika daerahnya ada bahaya yang
mengancam.
12
Dalam terminologi bahasa Indonesia pengungsi tidak mencakup baik geografisnya maupun prasyarat penyebabnya. Hal lain yang perlu mendapat catatan dalam
konteks Indonesia, pengungsi sering disebut dengan “imigran illegal” atau imigran gelap”.
13
Direktur
Jesuit Refuge Service Indonesia
, Adrianus Suyadi berpendapat bahwa penyebutan
11
Barth-Frommel, Maria Claire Pareira, B.A, Tafsiran Alkitab: Kitab Mazmur 73-150, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013, 440-441
12
Yus Badudu, Kamus Bahasa Indonesia , Jakarta: Sinar Harapan, 1994, 54.
13
Wagiman, S.Fil, Hukum Pengungsi Internasiona l, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, 97
19
“imigran ilegal” atau “imigran gelap” di Indonesia ditujukan terhadap mereka yang tidak memiliki identitas resmi berupa paspor dan visa.
14
Ada 2 dua pendapat ahli sehubungan dengan pengertian atau batasan dari istilah pengungsi. Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dalam perspektif pasca Perang
Dunia II. Pengungsi merupakan suatu kelompok orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa atau atau pengusiran orang-orang dan
perlawanan politik pemerintah yang berkuasa. Dapat pula dalam bentuk pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian atau
penentuan tapal batas secara sepihak sebleum perang terjadi. Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya tekanan atau ancaman. Perpindahan secara paksa penduduk dari
wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang.
15
Sementara itu, Pietro Verri dalam mendefinisikan pengungsi merujuk pada pasal 1 Konvensi 1951 khususnya pada kalimat
“applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution”.
16
Pada pandangan Pietro Verri pengungsi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan negaranya karena
adanya ketakutan yang tidak terhingga serta adanya kemungkinan atau potensi terjadinya penyiksaan. Pengungsi dalam pengertian yang umum adalah orang yang dipaksa keluar dari
wilayah negaranya. Paksaan yang dilakukan terhadapnya disebabkan oleh kondisi yang tidak memungkinkan adanya rasa aman atau jaminan keamanan atas dirinya oleh pemerintah.
17
Terminologi pengungsi menurut Konvensi tahun 1951 adalah seseorang yang oleh karena rasa
14
Adrianus Suyadi, Pengungsi Bukan Imigran Gelap, artikel dimuat pada Harian Umum Kompas tanggal 21 Juni 2010.
15
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 98.
16
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Bandung: Sanic Offset, 2003, 36.
17
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 98.
20
takut yang wajar akan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak
dapat atau, karena rasa takut itu tidak berkehendak berada di dalam perlindungan negaranya.
18
Seseorang dikatakan sebagai pengungsi ketika seseorang keluar secara terpaksa dari tempat asalnya selama 2-3 tahun dan ketika tempat asal tidak terjadi konflik maka pengungsi akan
kembali ke tempat asalnya. Sementara seseorang dikatakan diaspora ketika seseorang keluar dari tempat asalnya, bekerja dan menetap selama 5-6 tahun atau lebih. Persamaan antara diaspora dan
pengungsi adalah mereka sama-sama memiliki kerinduan untuk kembali ke tanah air atau tempat asal mereka. Kerinduan untuk pulang ke tanah air atau tempat asal karena mereka di tempat
rantau mengalami penindasan sehingga romantisme kehidupan di tanah leluhur menjadi suatu kerinduan untuk dapat kembali ke tempat asal mereka.
Dalam kehidupan sebagai masyarakat diaspora ada sebuah kerinduan agar suatu saat nanti dapat kembali ke tanah air atau tempat asal mereka. Tempat asal bagi masyarakat diaspora
merupakan komponen penting bagi rasa identitas diri mereka sebagai subjek. Dengan adanya tempat, masyarakat dapat menemukan budaya. Oleh karena itu, tempat tidak dapat dipahami di
luar konteks budaya.
19
Makna tempat dan ruang dikonseptualisasikan, sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat pada identitas satu dengan yang lainnya.
20
Tempat asal itu berhubungan dengan tempat di mana seseorang dilahirkan. Tempat asal juga sering digambarkan sebagai sebuah tempat di mana banyak memori tersimpan di
dalamnya.
21
Tempat asal juga menawarkan berbagai kenangan dan keramahan hidup. Seperti hidup dalam kondisi alam yang masih alami, suasana persahabatan antar tetangga yang masih
18
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. 99.
19
Anastasia Christou, Narratives of Place, Culture and Identity Amsterdam: 2006, 32.
20
Christou, Narratives of Place . 33.
21
Bell Hook, Belonging: A Culture of Place. New York: Routledge, 2009, 5.
21
dipelihara dan sosialisasi dalam persekutuan sebagai masyarakat.
22
Tempat juga hanya dapat dipahami dalam terang ras, asal ras dan semua itu menandakan seperti sesuatu yang lazim atau
sifat yang dominan.
23
Gambaran mengenai tempat dapat didefinisikan melalui penggunaan bahasa umum, simbol dan pengalaman.
24
Keputusan untuk kembali ke tempat asal adalah suatu cara agar seseorang tidak mengalami hubungan yang terputus dengan tempat asalnya, untuk tetap
terikat dengan budaya asalnya dan dengan bahasa yang digunakan di tempat asal. Sekalipun seseorang telah pergi lama untuk merantau di suatu tempat namun ketika ia pulang kembali ke
tempat asal maka ia akan disambut oleh keluarganya. Kedatangan kembali ke tempat asal menggambarkan bahwa seseorang kembali ke dalam cinta kasih keluarganya.
25
2.2. Identitas Kultural