Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU

(1)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN

BAWAH DI ARBORETUM USU

SKRIPSI

Oleh:

IMMANUEL SIHALOHO 101201092

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU

Nama : Immanuel Sihaloho

NIM : 101201092

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Muhdi, S.Hut, M.Si

NIP. 197406192001121002 NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D

Mengetahui: Ketua Program Studi

NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D


(3)

ABSTRAK

IMMANUEL SIHALOHO “Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU”. Pengukuran biomassa dan karbon sangat penting untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang dapat diserap tumbuhan. Obyek penelitian ini adalah tumbuhan bawah di Arboretum USU. Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan metode destructive sampling yaitu dengan cara memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh 1m x 1m.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 29 jenis tumbuhan bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah ini adalah 1,08 ton/ha.


(4)

ABSTRACT

IMMANUEL SIHALOHO “Measurement of Carbon Stock of Lower Plants in Arboretum USU”. Measurement of biomass and carbon is very important to know how much the amount of carbon that can be absorbed by plants. Object of this study was the lower plants at USU Arboretum. The method of measurement used is the destructive sampling method that is by harvesting the entire plant is located on the bottom of 1m x 1m sample plots. The results of this study indicate that there were 29 species of lower plants. Carbon stock in the lower plants contained below is 1,08 ton/ ha.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Judul penelitian ini adalah Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Arboretum USU.

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya cadangan karbon yang terkandung dalam tumbuhan bawah di Arboretum USU, Medan. Cadangan karbon ini dihitung untuk mengetahui seberapa besar tumbuhan bawah dapat menyerap karbon dari lingkungan sekitar.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. dan Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2015


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim ... 4

Pendugaan Emisi Karbon ... 6

Biomassa ... 8

Tumbuhan Bawah ... 11

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Alat dan Bahan Penelitian ... 14

Metode Penelitian ... 14

Prosedur Penelitian ... 15

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tumbuhan Bawah ... 23

Indeks Nilai Penting ... 26

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman ... 28

Kadar Air ... 29

Biomassa Tumbuhan Bawah ... 30

Karbon ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(7)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi ... 23

2. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni ... 23

3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi ... 26

4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni ... 26

5. Rekapitulasi Kadar Air (%) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 29

6. Rekapitulasi Biomassa (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 30

7. Rekapitulasi Karbon (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi dan Mahoni ... 31

8. Hasil Uji Independent Sample T Test ANOVA Kadar Karbon Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 32

9. Hasil Uji T-Test Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi dan Mahoni ... 33


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Analsis Vegetasi Tumbuhan Bawah ... 38

2. Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah ... 44

3. Biomassa Tumbuhan Bawah ... 46

4. Karbon Tumbuhan Bawah ... 49


(10)

ABSTRAK

IMMANUEL SIHALOHO “Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU”. Pengukuran biomassa dan karbon sangat penting untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang dapat diserap tumbuhan. Obyek penelitian ini adalah tumbuhan bawah di Arboretum USU. Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan metode destructive sampling yaitu dengan cara memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh 1m x 1m.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 29 jenis tumbuhan bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah ini adalah 1,08 ton/ha.


(11)

ABSTRACT

IMMANUEL SIHALOHO “Measurement of Carbon Stock of Lower Plants in Arboretum USU”. Measurement of biomass and carbon is very important to know how much the amount of carbon that can be absorbed by plants. Object of this study was the lower plants at USU Arboretum. The method of measurement used is the destructive sampling method that is by harvesting the entire plant is located on the bottom of 1m x 1m sample plots. The results of this study indicate that there were 29 species of lower plants. Carbon stock in the lower plants contained below is 1,08 ton/ ha.


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global, menyebabkan manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global. Hutan dapat menyimpan karbon sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, dan setara

dengan sekitar 20 persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika (Siregar, 2007).

Pemanasan global adalah salah satu isu lingkungan penting yang saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Akibat pemanasan global, terjadi peningkatan temperatur rata-rata laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh kegiatan industri dan semakin berkurangnya penutupan lahan khususnya hutan akibat laju deforestasi akhir-akhir ini (Departemen Kehutanan, 2007).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah pemanasan global, salah satunya dengan meningkatkan kemampuan hutan yang luasannya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan konferensi di Kyoto, Jepang pada tahun 1997 yang dikenal dengan protokol Kyoto. Pada protokol Kyoto dikenal dengan adanya mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM), dimana


(13)

melakukan kompensasi dengan cara membayar negara-negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon (Sugiharto, 2007).

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah meningkatkan penyerapan karbon dan atau menurunkan emisi karbon. Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Lasco, 1999).

Arboretum Universitas Sumatera Utara (USU) memiliki luas 64,81 Ha. Arboretum ini berfungsi sebagai tempat untuk mengkoleksi berbagai jenis tanaman. Arboretum ini juga sering digunakan sebagai tempat penelitian mahasiswa. Arboretum USU ditanami beberapa jenis pohon dan juga banyak tumbuhan bawah yang tumbuh di bawah tegakan pohon tersebut.

Perdagangan karbon adalah paradigma yang banyak dibicarakan berhubungan dengan pemanasan global yang terjadi sakarang. Dalam pemanfaatan hasil hutan sebagai penyerap karbon diperlukan upaya untuk mengkuantifikasi besarnya karbon yang dapat diserap dan disimpan. Tumbuhan bawah memegang peranan dalam komunitas hutan sebagai penyerap cadangan karbon. Maka melalui penelitian ini akan dipelajari bagaimana menduga cadangan


(14)

karbon yang terkandung dalam tumbuhan bawah dengan mengambil studi kasus di arboretum USU.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui struktur dan komposisi tumbuhan bawah.

2. Megetahui potensi kandungan karbon tumbuhan bawah di arboretum USU.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan potensi kandungan karbon tumbuhan bawah akibat perbedaan struktur dan komposisi tegakan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi peneliti terkait dengan biomassa dan karbon tumbuhan bawah pada Arboretum USU.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi akibat terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca di atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak yang sangat besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia (Susandi, 2004).

Kenaikan suhu bumi kini menjadi fokus perhatian dunia. Inilah yang sering kita sebut sebagai pemanasan global atau global warming. Meningkatnya pemanasan global ini sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi. Jika pemanasan global tidak dapat diatasi. Gelombang panas pun akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang akan memrakporandakan bangunan di berbagai kota. Masalah global warming ini mulai diangkat ke permukaan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992 dan kini terus menjadi perhatian dunia. Namun negara-negara yang mempunyai perhatian besar pada pemanasan global ini belum melakukan aksi bersama dan bahkan saling mempersalahkan. Negara-negara berkembang mempermasalahkan emisi karbondioksida yang berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju. Sementara negara-negara maju mempermasalahkan negara-negara berkembang yang tidak memperhatikan lingkungan dan merusak hutan. Hutan yang dianggap


(16)

paru-paru dunia ditebang semena-mena untuk tujuan ekonomi semata (Mangunjaya, 2008).

Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks. Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan. Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008).

Masalahnya menjadi lebih parah karena kita sudah banyak kehilangan pohon yang dapat menyerap karbon dioksida. Brazil, Indonesia, dan banyak negara lain sudah menggunduli jutaan hektar hutan dan merusak lahan rawa. Tindakan ini tidak saja menghasilkan karbon dioksida dengan terbakarnya pohon dan vegetasi lain atau dengan mengeringnya gambut di daerah rawa, tetapi juga mengurangi jumlah pohon dan tanaman yang menggunakan karbon dioksida dalam fotosintesis yang dapat berfungsi sebagai rosotan (sinks) karbon, suatu proses yang disebut sebagai penyerapan (sequestration) (FWI, 2001).

Dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya penyerapan, tingkat gas rumah kaca di atmosfer kini menjadi lebih tinggi ketimbang yang pernah terjadi di dalam catatan sejarah. Kenaikan suhu itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi, tetapi di negara tertentu seperti Indonesia, kenaikan itu dapat memberikan dampak


(17)

yang parah dan terutama pada penduduk yang paling miskin. Seperti apa persisnya yang akan terjadi sulit diperkirakan. Iklim global merupakan suatu sistem yang rumit dan pemanasan global akan berinteraksi dengan berbagai pengaruh lainnya, tetapi tampaknya di Indonesia perubahan ini akan makin memperparah berbagai masalah iklim yang sudah ada. Kita sudah begitu rentan terhadap begitu banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim seperti banjir, kemarau panjang, angin kencang, longsor, dan kebakaran hutan. Kini semua itu dapat bertambah sering dan bertambah parah (Soedomo, 2001).

Pandugaan Emisi Karbon

Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO, CH, NO) yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan (C- ). Dengan demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah, 2007).

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak


(18)

tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sediment seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi (Manuri, 2011).

Pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan. Berkenaan dengan adanya konsep pengendalian perubahan iklim internasional melalui skema REDD+ yaitu Reduksi Emisi akibat Deforestasi dan Degradasi Hutan plus, maka upaya konservasi dan pengelolaan kelestarian hutan serta peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang perlu dilakukan. Pendugaan emisi karbon memerlukan 2 komponen data utama, yaitu Activity Data dan Emission Factor. Activity data adalah data perubahan tutupan lahan yang terjadi pada periode 1 hingga beberapa dekade ke belakang. Untuk memperoleh data ini disarankan untuk menggunakan pendekatan teknologi penginderaan jauh, yang saat ini sudah sangat berkembang pesat.

Sejak tahun 2008, MRPP-GIZ telah melakukan kajian metodologi dan penerapan langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat berdasarkan spesifikasi tapak. Panduan inventarisasi karbon hutan rawa gambut juga telah disusun berdasarkan pengalaman penerapan di lapangan yang disesuaikan dengan metode Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang telah diterapkan pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Namun, dengan berkembangnya metodologi yang ada dan pengalaman pada beberapa proyek, diperlukan perbaikan dan penambahan berbagai aspek pengukuran karbon yang


(19)

lebih luas, sehingga lebih melengkapi dan memudahkan pihak stakeholder untuk menerapkannya (Masripatin, 2010).

Pendugaan karbon untuk proyek penyerapan karbon di sektor perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Land Use Change and Forestry (LUCF) maupun proyek penghindaran emisi karbon, memerlukan prosedur pengukuran lapangan yang benar dan berbasis ilmiah agar memiliki keakurasian dan presisi yang cukup baik. Metode yang digunakan biasanya dikembangkan berdasarkan metode survey potensi hutan atau analisa vegetasi yang telah lama dikembangkan oleh praktisi kehutanan. Namun beberapa pengembangan dan penyesuaian perlu dilakukan mengingat parameter yang diukur lebih banyak. Sehingga konsekuensinya adalah biaya dan waktu pelaksanaan akan menjadi lebih besar.

Upaya pendugaan karbon untuk keperluan perdagangan karbon menggunakan mekanisme REDD+, perlu diterapkan dengan tingkat keakurasian dan ketepatan yang sebaik-baiknya, namun juga perlu mempertimbangkan kompensasi biaya yang ditimbulkan. Untuk itu juga disarankan agar inventarisasi karbon tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan lainnya secara paralel, seperti potensi tegakan hutan, biodiversity maupun data lainnya terkait dengan sistem pengelolaan hutan, sehingga dana yang digunakan menjadi lebih efektif (MacDicken, 2004).

Biomassa

Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya terseimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran,


(20)

pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus karbon. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran/ perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi (Osamu, 2008).

Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).

Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organic mati dan karbon organic tanah.


(21)

Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organic tanah dan serasah.

Bahan organic mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organic mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organic mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diaeter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.

Karbon organic tanah mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah organic termasuk gambut.

Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan


(22)

allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian, 1999).

Tumbuhan Bawah

Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luasnya. Pada umumnya, tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain pohon yaitu berupa tegakan dengan ciri-ciri tertentu. Kemudian dapat diketemukan semak belukar dan lain-lain tergantung dari ekosistem yang diamati. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang termasuk bukan tegakan atau pohon namun berada di bawah tegakan atau pohon. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan bukan pohon yang tumbuh di lantai hutan, misalnya rumput, herba dan semak belukar atau liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok (Sutaryo, 2009).

Tumbuhan bawah adalah komunitas tanaman yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Odum, 2003).

Komposisi dari keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis.


(23)

Pada komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya, sedangkan cahaya matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Manan, 2003).

Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim serta perbandingan keanekaragaman spesies vegetasi bawah, memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun pertumbuhannya. Hutan yang lapisan pohon-pohon tidak begitu lebat, sehingga cukup cahaya yang dapat menembus lantai hutan, kemungkinan perkembangan vegetasi bawah bersifat terna, sedangkan pada tempat-tempat kering berupa tumbuhan berkayu antara lain rumput-rumputan jenis Pennisetum dan Didymocarpus. Pada hutan yang lebat sehingga intensitas cahaya sedikit, tumbuhan bawah beradaptasi melalui permukaan daun yang lebar untuk menangkap cahaya matahari sebanyak-banyaknya (Hafid, 2004).

Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke

pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (Irwanto, 2007).


(24)

Keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan dapat berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Hilwan, 2013).

Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur spesies vegetasi hutan merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah tumbuh-tumbuhan bawah. Meskipun mempunyai pengaruh negatif karena dapat menjadí pesaing bagí tanaman pokok, tumbuhan bawah berperan penting dalam ekosistem hutan. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E, sehingga tumbuhan bawah juga dapat berfungsi sebagai pencegah erosi (Soerianegara, 2008).


(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum USU dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Agustus 2014.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik kordinat di lapangan, parang atau gunting rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, timbangan untuk menimbang berat sampel, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sampel yang diambil di lapangan, kertas label untuk melabeli setiap sampel yang diampil pada setiap plot, oven untuk mengovenkan sampel, kamera untuk dokumentasi kegiatan, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kalkulator untuk menghitung data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah di bawah tegakan pohon.

Metode Penelitian Desain plot penelitian

Penelitian dilakukan pada 6 plot pada 2 tegakan yang berbeda, yaitu tegakan Mindi (Melia azadarach) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Pada tegakan Mindi terdapat 3 plot dan pada tegakan Mahoni juga 3 plot. Plot yang digunakan berukuran 40x100 m. Pada setiap plot dibuat 5 petak contoh berukuran 1x1 m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 30 petak contoh. Dalam buku Pengukuran Cadangan Karbon (Hairiah, 2011) tidak ada dituliskan


(26)

berapa jumlah plot yang harus dibuat untuk pendugaan karbon tumbuhan bawah. Namun pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti membuat 30 petak contoh yang dianggap dapat mewakili luasan yang diteliti. Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Bawah

Prosedur Penelitian

A. Stratifikasi dan komposisi tegakan Analisis vegetasi

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang digunakan


(27)

Analisis vegetasi tumbuhan bawah a. Kerapatan

Kerapatan =Jumlah individu suatu jenis Luas plot contoh

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis

Kerapatan total seluruh jenis× 100%

b. Frekuensi

Frekuensi = Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Jumlah seluruh plot pengamatan Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi total seluruh jenis× 100%

c. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR

d. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

H =− �pi ln pi

Dimana: H’= Indeks Keanekaragaman ni = Jumlah individu suatu jenis.

N = Jumlah total individu seluruh jenis.

Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh spesies.

E = H′ H maks

Dimana: E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman

H maks = Indeks Keanekaragaman maksimum (Ln S) S = Jumlah Spesies


(28)

B. Pengukuran biomassa

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling). Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh tumbuhan bawah yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 1m x 1m (Hairiah, 2011).

1. Pengumpulan data di lapangan

Pengumpulan data tumbuhan bawah di lapangan dilakukan dengan pemanenan seluruh tumbuhan bawah pada petak contoh yang berukuran 1m x 1m. Model plot yang digunakan adalah persegi. Peletakan petak contoh pada penelitian ini adalah secara sistematis (Systematic sampling). Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap plotnya. Berat basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan semua berat basah semua plot tumbuhan bawah (Hairiah, 2011).

Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Penempatan petak contoh pada tumbuhan bawah dibawah dua tegakan yang berbeda dalam Arboretum USU.

2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik contohnya.

3. Penimbangan berat basah daun dan batang dan dicatat beratnya dalam tally sheet.

4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk mempermudah pengangkutan ke laboratorium.


(29)

2. Analisis di laboratorium Kadar air

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Pengukuran kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sampel dari tumbuhan bawah dicincang.

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran

40-60 mesh.

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.

f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.


(30)

kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tumbuhan bawah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

2. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh data Kadar Air (KA), Biomassa, dan juga Kadar Karbon yang terdapat pada tumbuhan bawah. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan (Hairiah dan Rahayu, 2007).


(31)

Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:

%KA =BB−BKT

BKT × 100%

Keterangan: % KA= Persentase Kadar Air (%) BB = Berat Basah contoh sampel (gram) BKT = Berat Kering Tanur (gram)

(Hairiah dan Rahayu, 2007). 2. Perhitungan Biomassa

Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus:

B = BB tot × BK c BB c × A

Keterangan: B = Biomassa

BB tot = Berat basah total (kg) A = Area Contoh (m2)

BK c = Berat kering contoh uji (gr) BB c = Berat basah contoh uji (gr) (Hairiah dan Rahayu, 2007).

3. Perhitungan Karbon Kadar zat terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :

% 100 x A

B A terbang zat

Kadar = −

Dimana :


(32)

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC

Kadar abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% 100 kering oven x uji

contoh Berat

abu Berat abu

Kadar =

Kadar karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:


(33)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu Medan-Pancurbatu-Kampus USU Kwala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, dan Medan-Simalingkar-Kampus USU Kwala Bakala dengan waktu tempuh yang sama yaitu 30 menit dari pusat Kota Medan. Letak Arboretum USU ini sendiri berada dekat dengan areal Kebun Binatang Medan.

Luas Arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular yaitu seluas 64.813 Ha. Secara geografis, Arboretum USU berada pada wilayah yang dibatasi koordinat-koordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan 0369433 (Y) (titik ujung Utara-Timur); 0494330 (X) dan 0390761(Y) (titik ujung Utara-Barat); 0463655 (X) dan 0394483 (Y) (titik ujung Selatan-Barat); dan 0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik ujung Selatan-Timur) atau 3028’49.59” Lintang Utara dan 98038’03.17”Bujur timur. Arboretum USU berbatasan dengan sungai Bekala di sebelah Selatan dan Timur serta area penggunaan lain untuk sarana kampus di sebelah Barat dan Utara. Keadaan topografi arboretum USU cenderung datar hingga agak curam dengan kemiringan 0-60% dan berada pada ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah didominasi ordo Ultisol (Podsolik Merah Kuning). Tipe iklim adalah tipe B dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Tumbuhan Bawah

Plot pengamatan pada tegakan Mindi terdapat 3 plot, yaitu Plot I (N 03028’48,30’’: E098038’00,98’’), Plot II (N 03028’49,17’’: E098038’02,22’’) dan Plot III (N 03028’52,36’’: E098038’02,00’’). Pada tegakan Mahoni juga terdapat 3 plot, yaitu Plot I (N 03028’39,96’’: E098037’54,03’’), Plot II (N 03028’43,56’’: E098037’49,61’’) dan Plot III (N 03028’45’’: E098037’48,54’’).

Hasil pengamatan jenis-jenis tumbuhan bawah yang dilakukan di Arboretum USU, diperoleh 29 jenis tumbuhan bawah yaitu Ngadi renga (Stachytarpheta indica), Simarhambing (Ageratum conyzoides), Ara sungsang (Asystasia coromandeliana), Meniran (Phylanthus urinaria), Gendolak (Portula quadrifolia), Duhut teki (Axonopus compressus), Duhut (Axonopus compressus), Kancing ungu (Borrreria laevis), Tembelekan (Lantama camara), Duhut balulang (Eleusine indica), Andor (Mikania sp), Memerakan (Themede arguens), Ketul (Bidens sundaica), Simangirput (Mimosa pudica), Duhut paet (Paspalum conyugatum), Lambuk (Colocasia sp), Sanduduk (Melastoma candidum), Pungpulutan (Uruna lobata), Pahu kadal (Dicksonia antarctica), Pahu harupat (Nephrolepis biserrata), Rorak (Arachis pintoi), Rambanan (Peuraria phaseoloides), Harendong (Clidemia hirta), Kapal-kapal (Eupatorium pallessens), Katumpang (Borreria laevis), Gale-gale (Crassochepalum crepidoides), Keji beling (Plantago lagopus), Patikan (Cyperus rotundus), Oma (Cyperus rotundus).

Hasil inventarisasi tumbuhan bawah pada tegakan Mindi (Melia azedarach) ditemukan 23 jenis dan pada tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla)


(35)

yang terdapat pada kedua tegakan. Total jumlah jenis yang ditemukan pada kedua lokasi sebanyak 29 jenis.

Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada kedua tegakan dapat kita perhatikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 237 2 Pungpulutan Uruna lobata 82

3 Simangirput Mimosa pudica 64 4 Duhut Axonopus compressus 161

5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 199

6 Rorak Arachis pintoi 26 7 Ketul Bidens sundaica 9

8 Rambanan Peuraria phaseoloides 42

9 Duhut paet Paspalum conyugatum 281 10 Harendong Clidemia hirta 1

11 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 3 12 Katumpang Borreria laevis 6

13 Duhut balulang Eleusine indica 34

14 Simarhambing Ageratum conyzoides 3 15 Gale-gale Crassocephalum crepidoides 2

16 Meniran Phylanthus urinaria 3

17 Pahu kadal Dicksonia antarctica 3 18 Keji beling Plantago lagopus 3

19 Duhut teki Axonopus compressus 23 20 Tembelekan Lantana camara 14

21 Patikan Euphorbia hirta 4

22 Kancing ungu Borreria laevis 2

23 Oma Cyperus rotundus 26

Tabel 2. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni.

No (1) Nama Lokal (2) Nama Ilmiah (3) Jumlah (4)

1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 52 2 Simarhambing Ageratum conyzoides 20

3 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 47

4 Meniran Phylanthus urinaria 12 5 Gendolak Portula quadrifolia 111


(36)

Lanjutan Tabel 2.

(1) (2) (3) (4)

7 Duhut Axonopus compressus 80

8 Kancing ungu Borreria laevis 43

9 Tembelekan Lantama camara 20

10 Duhut balulang Eleusine indica 133

11 Rambanan Peuraria phaseoloides 101 12 Memerakan Themede arguens 2

13 Ketul Bidens sundaica 8

14 Simangirput Mimosa pudica 58 15 Duhut paet Paspalum conyugatum 43

16 Lambuk Colocasia sp 6

17 Sanduduk Melastoma candidum 30

18 Pungpulutan Uruna lobata 67

19 Patikan Euphorbia hirta 41 20 Pahu kadal Dicksonia antarctica 40

21 Pahu harupat Nephrolepis biserrata 4

22 Rorak Arachis pintoi 2 23 Andor Mikania sp 17

Dari total 29 jenis, sebanyak 16 jenis selalu dijumpai pada kedua tegakan. Terdapat beberapa tumbuhan bawah berdaun lebar yang selalu dijumpai pada kedua tegakan sengon yang diamati, seperti Ngadi renga (Stachytarpheta indica), Simarhambing (Ageratum conyzoides), Ara sungsang (Asystasia coromandeliana), Meniran (Phylanthus urinaria), Kancing ungu (Borrreria laevis), Tembelekan (Lantama camara), Ketul (Bidens sundaica), Simangirput (Mimosa pudica), Pungpulutan (Uruna lobata), Rorak (Arachis pintoi), Rambanan (Peuraria phaseoloides), Patikan (Cyperus rotundus). Adapun jenis rumput-rumputannya seperti Duhut teki (Axonopus compressus), Duhut (Axonopus compressus), Duhut balulang (Eleusine indica), Duhut paet (Paspalum conyugatum).


(37)

Adanya jenis-jenis yang sama pada kedua tegakan menunjukkan bahwa jenis-jenis ini kemungkinan memiliki batas toleransi yang cukup luas terhadap intensitas cahaya, yang dianggap sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan. Sehingga adanya perbedaan intensitas cahaya seperti pada tegakan Mindi dan Mahoni, menyebabkan jenis-jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua tegakan. Perbedaan intensitas cahaya ini juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu tegakan. Seperti jenis Harendong (Clidemia hirta), Kapal-kapal (Eupatorium pallessens), Katumpang (Borreria laevis), Gale-gale (Crassochepalum crepidoides), Keji beling (Plantago lagopus), dan Oma (Cyperus rotundus) hanya dijumpai pada tegakan Mindi. Sedangkan jenis-jenis seperti Gendolak (Portula quadrifolia), Andor (Mikania sp), Memerakan (Themede arguens), Lambuk (Colocasia sp), Sanduduk (Melastoma candidum), Pahu kadal (Dicksonia antarctica) dan Pahu harupat (Nephrolepis biserrata) hanya dijumpai pada tegakan Mahoni. Hal ini karena jenis-jenis tersebut merupakan jenis-jenis yang memiliki batas toleransi yang sempit terhadap intensitas cahaya. Sehingga adanya perbedaan tutupan tajuk pada kedua tegakan menyebabkan jenis-jenis tersebut hanya dijumpai pada salah satu tegakan.

Pada tegakan Mindi, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu Duhut paet (Paspalum conyugatum) dengan jumlah 281 dan jenis yang paling sedikit yaitu Harendong (Clidemia hirta) dengan jumlah 1. Pada tegakan Mahoni, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu Duhut Teki (Axonopus compressus) dengan jumlah 167 dan jenis yang paling rendah yaitu Rorak


(38)

(Arachis pintoi) dan Memerakan (Themede arguens) dengan jumlah masing-masing 2.

Indeks Nilai Penting

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh data Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni yang disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi.

Nama Latin Nama Lokal K KR (%) F FR (%) INP

Asystasia coromandeliana Ara sungsang 197,50 20,22 1,00 7,69 27,91

Uruna lobata Pungpulutan 68,33 7,00 1,00 7,69 14,69

Mimosa pudica Simangirput 53,33 5,46 1,00 7,69 13,15

Axonopus compressus Duhut 134,17 13,74 0,67 5,13 18,87

Stachytarpheta indica Ngadi renga 165,83 16,98 1,00 7,69 24,67

Arachis pintoi Rorak 21,67 2,22 1,00 7,69 9,91

Bidens sundaica Ketul 7,50 0,77 0,33 2,56 3,33

Peuraria phaseoloides Rambanan 35,00 3,58 1,00 7,69 11,28

Paspalum conyugatum Duhut paet 234,17 23,98 1,00 7,69 31,67

Clidemia hirta Harendong 0,83 0,09 0,33 2,56 2,65

Eupatorium pallessens Kapal-kapal 2,50 0,26 0,67 5,13 5,38

Borreria laevis Katumpang 5,00 0,51 0,33 2,56 3,08

Eleusine indica Duhut

balulang 28,33 2,90 0,33 2,56 5,47

Ageratum conyzoides Simarhambing 2,50 0,26 0,33 2,56 2,82

Crassocephalum

crepidoides Gale-gale 1,67 0,17 0,33 2,56 2,73

Phylanthus urinaria Meniran 2,50 0,26 0,33 2,56 2,82

Dicksonia antarctica Pahu kadal 2,50 0,26 0,33 2,56 2,82

Plantago lagopus Keji beling 2,50 0,26 0,33 2,56 2,82

Axonopus compressus Duhut teki 19,17 1,96 0,33 2,56 4,53

Lantana camara Tembelekan 11,67 1,19 0,33 2,56 3,76

Euphorbia hirta Patikan 3,33 0,34 0,33 2,56 2,91

Borreria laevis Kancing ungu 1,67 0,17 0,33 2,56 2,73

Cyperus rotundus Oma 21,67 2,22 0,33 2,56 4,78

Tabel 4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni.

Nama Latin (1) Nama Lokal (2) K (3) KR (%) (4) F (5) FR (%) (6) INP (7)

Stachytarpheta indica Ngadi renga 43,33 3,30 1,00 6,52 9,83

Ageratum conyzoides Simarhambing 16,67 1,27 1,00 6,52 7,79

Asystasia coromandeliana Ara sungsang 39,17 2,99 1,00 6,52 9,51


(39)

Lanjutan Tabel 4.

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Portula quadrifolia Gendolak 92,50 7,05 1,00 6,52 13,57

Axonopus compressus Duhut teki 139,17 10,61 1,00 6,52 17,13

Axonopus compressus Duhut 66,67 5,08 1,00 6,52 11,60

Borreria laevis Kancing ungu 35,83 2,73 0,33 2,17 4,91

Lantama camara Tembelekan 16,67 1,27 0,33 2,17 3,44

Eleusine indica

Duhut

balulang 110,83 8,45 1,00 6,52 14,97

Peuraria phaseoloides Rambanan 84,17 6,42 1,00 6,52 12,94

Themede arguens Memerakan 1,67 0,13 0,33 2,17 2,30

Bidens sundaica Ketul 6,67 0,51 0,67 4,35 4,86

Mimosa pudica Simangirput 48,33 3,68 0,67 4,35 8,03

Paspalum conyugatum Duhut paet 35,83 2,73 0,33 2,17 4,91

Colocasia sp Lambuk 5,00 0,38 0,67 4,35 4,73

Melastoma candidum Sanduduk 25,00 1,91 0,33 2,17 4,08

Uruna lobata Pungpulutan 55,83 4,26 0,67 4,35 8,60

Euphorbia hirta Patikan 34,17 2,60 0,67 4,35 6,95

Dicksonia antarctica Pahu kadal 33,33 2,54 0,33 2,17 4,72

Nephrolepis biserrata Pahu harupat 3,33 0,25 0,33 2,17 2,43

Arachis pintoi Rorak 1,67 0,13 0,33 2,17 2,30

Mikania sp Andor 14,17 1,08 0,33 2,17 3,25

Dari Tabel 3 dan Tabel 4, jenis tumbuhan bawah yang memiliki kerapatan relatif paling rendah pada tegakan Mindi yaitu Harendong (Clidemia hirta) sebesar 0,09% dan pada tegakan Mahoni adalah dan Rorak (Arachis pintoi) dan Memerakan (Themede arguens) yaitu sebesar 0,13%.Kerapatan relatif yang tertinggi pada tegakan Mindi adalah Duhut paet (Paspalum conyugatum) sebesar 23,98 dan pada tegakan Mahoni adalah Duhut teki (Axonopus compressus) sebesar 10,61%.

Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mindi adalah Duhut paet (Paspalum conyugatum) dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 31,67 dan pada tegakan Mahoni adalah Duhut teki (Axonopus compressus) dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 17,13. Hal ini menunjukkan bahwa


(40)

jenis tumbuhan bawah ini lebih banyak ditemukan dan sering ditemukan pada petak contoh.

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Pada lokasi penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar 2,29 pada tegakan Mindi dan pada tegakan Mahoni sebesar 2,73. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori sedang. Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.

Indeks Keseragaman (E) tumbuhan bawah pada tegakan Mindi diperoleh 0,73 dan pada tegakan Mahoni sebesar 0,87. Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman tumbuhan bawah termasuk dalam kategori tinggi. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1.

Kadar Air

Berdasarkan jenis tegakan, kadar air tumbuhan bawah bervariasi. Dilihat dari jenis tegakannya, kadar air yang paling besar terdapat pada tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni sebesar 313,34% sedangkan kadar air yang lebih kecil yaitu pada tegakan Mindi sebesar 292,56%. Hal ini dikarenakan jenis tumbuhan bawah yang berbeda pada kedua tegakan, sehingga kadar air yang berbeda dari setiap jenis tumbuhan berpengaruh terhadap kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan tersebut.


(41)

Kadar air tumbuhan merupakan perbandingan berat air yang terkandung pada tumbuhan dengan berat kering tumbuhan tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan air pada tumbuhan bawah ±3 kali lipat berat keringnya.

Berdasarkan hasil laboratorium diperoleh kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi Kadar Air (%) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.

No No Plot KA pada

tegakan Mindi

KA pada tegakan Mahoni

1 I 305,30 296,19 2 II 273,98 314,33 3 III 298,40 329,49

Rata-rata 292,56 313,34

Biomassa Tumbuhan Bawah

Rata-rata biomassa tumbuhan bawah dari seluruh petak contoh pada kedua tegakan sebesar 4,23 ton/ha. Bila dibandingkan biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan, rata-rata biomassa yang paling tinggi terdapat pada tegakan Mindi yaitu sebesar 6,15 ton/ha dan paling rendah pada tegakan Mahoni sebesar 2,42 ton/ha. Perbedaan besar nilai biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan sebesar 3,73 ton/ha. Perbedaan biomassa tumbuhan bawah yang besar pada kedua tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya tumbuhan bawah yang terdapat pada tegakan mindi.

Hal ini dikarenakan tutupan tajuk yang luas pada tegakan Mahoni sehingga rendahnya intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan tanah. Ini mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan bawah terhambat. Penyerapan karbon yang terjadipun semakin sedikit karena fotosintesis yang terjadipun semakin


(42)

sedikit. Banyaknya serasah yang terdapat pada tegakan Mahoni seperti daun-daunan juga mengganggu pertumbuhan tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan yang membuat jumlah tumbuhan bawah yang terdapat pada tegakan Mahoni lebih sedikit daripada tegakan Mindi.

Tingginya kadar air tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni mengakibatkan biomassanya semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1982) yang menyatakan bahwa kadar air bertolak belakang dengan biomassa. Semakin tinggi kadar air suatu tanaman, tumbuhan atau tegakan maka biomassa semakin rendah.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Biomassa (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.

Tumbuhan Bawah pada Tegakan Plot Biomassa

(ton/ha)

Mindi I 5,89 II 6,51 III 6,06 Rata-rata 6,15

Mahoni I 2,47 II 2,43 III 2,37 Rata-rata 2,42

Rata-rata 4,23

Karbon Tumbuhan Bawah

Rata-rata karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi (1,59 ton/ha) lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni (0,57 ton/ha). Hal ini dipengaruhi oleh biomassa tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih besar dari tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni. Disamping itu jumlah tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih besar dibandingkan pada tegakan


(43)

Mahoni. Sehingga kandungan biomassanya juga lebih besar dibandingkan tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni. Besarnya kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih kecil dibandingkan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Eukaliptus (Eukalyptus hybrid) yang sebesar 6,85 ton/ha (Situmorang, 2011).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh kandungan karbon tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Karbon (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.

No No Plot

Karbon pada Tegakan Mindi

(ton/ha)

Karbon pada Tegakan Mahoni

(ton/ha)

1 I 1,48 0,58 2 II 1,68 0,56 3 III 1,61 0,57

Rata-rata 1,59 0,57

Jenis tegakan berpengaruh nyata terhadap serapan karbon tumbuhan bawah. Hal ini terbukti dari nilai Signifikansinya dari hasil uji Independent Sample T Test sebesar 0,000489 (P < 0,05) pada selang kepercayaan 95%. Nilai signifikansi dibawah 0,05 menunjukkan bahwa tegakan berpengaruh nyata terhadap kadar karbon tumbuhan bawahnya.

Hasil uji Independent Sample T Test kadar karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample T Test Kadar Karbon Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.

Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Rata-Rata F Sig.

Posisi

7,804 1 7,804 163,652 0,000489 Galat

1,335 28 0,048

Total


(44)

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan pada kedua tegakan berbeda. Beda rata-rata karbon pada kedua tegakan yang diuji yaitu sebesar 1,02 ton/ha. Kandungan karbon tumbuhan bawah yang terbesar adalah pada tegakan Mindi yaitu 1,68 ton/ha.

Hasil uji beda rata-rata kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji T-Test Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi dan Mahoni

t-test for Equality of Means

Df Mean Difference Std. Error Difference

Kadar Karbon

Equal variances

assumed 28 1,02007 0,07974 Equal variances not

assumed 15,588 1,02007 0,07974

Rata-rata kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni di Arboretum USU sebesar 1,08 ton/ha. Nilai ini dapat menambah besarnya simpanan karbon yang tersimpan di dalam hutan.


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada Arboretum USU ada 29 jenis, 23 jenis ditemukan pada tegakan Mindi dan pada tegakan Mahoni juga ditemukan 23 jenis dengan beberapa jenis yang berbeda.

2. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mindi adalah Duhut paet (Paspalum conyugatum)dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 31,67 dan yang terendah adalah Harendong (Clidermia hirta) dengan INP 2,64. 3. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mahoni adalah

Duhut Teki (Axonopus compressus) dengan INP 17,13 dan yang terendah adalah Memerakan (Themede arguens) dan Rorak (Arachis pintoi) dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 2,3.

4. Karbon tersimpan pada tumbuhan bawah di Arboretum USU yaitu 1,08 ton/ha dimana pada tegakan Mindi sebesar 1,59 ton/ha dan pada tegakan Mahoni sebesar 0,57 ton/ha.

Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menghitung besarnya kandungan karbon tumbuhan bawah pada jenis tegakan yang lain.

2. Perlu adanya penelitian untuk menghitung kandungan karbon dari setiap jenis tumbuhan bawah.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. 2008. Global Warming. Nuansa. Bandung.

Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting System, Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3, Commonwealth of Australia. Australia.

Citrosupomo, Gembong. 1991. Taksonomi Tumbuhan (spermatophyta). UGM press. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan RI. 2007. Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Perubahan Iklim Global. http://www.dephut.go.id. [18 Maret 2014].

FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Hafild & Aniger. 2004. Lingkungan Hidup di Hutan Hujan Tropika. Cet 1. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

Hairiah, K. dan Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. World Agroforestry Centre. Bogor.

Haygreen JG dan Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada.

Hilwan, I. Dadan M. dan Weda P. 2013. Keanekaraaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. IPB. Bogor. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Krebs, C. J. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc, p. 106.

Lasco RD, Lales JS, Guillermo IQ and Arnuevo T. 1999. CO2 Absorption Study of the Leyte Geothermal Forest Reserve. Final report of a study conducted for the Philippine National Oil Company (PNOC). UPLB


(47)

MacDieken, KG. 2004. A Guide to Monitoring Carbon Strong In Foristry on Agroforestry Projec. Wirock International Institut for Agricultural Development. Alington USA.

Manan, S. 2003. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Mangunjaya, F. M. 2008. Bertahan di Bumi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Teknik Pendugaan Cadangan

Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.

Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. New York: Longman Inc.

Masripatin, N. dkk. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Odum, P. E. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Osamu, K. dan Saka S. 2008. Buku Panduan Biomassa. The Japan Institute of Energy. Japan.

Rahayu, S. Betha L. Dan Meine N. 2003. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.

Siregar, C.A. 2007. Potensi Serapan Karbon di Taman Nasional Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat. Info Hutan IV (3): 233-244. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.

Soerianegara I dan A Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sugiharto. 2007. Deforestasi dan Degradasi Hutan Menurun. Agroindonesia. Jakarta.

Susandi, A. 2004. The Impact of International Greenhouse Gas Emissions Reduction on Indonesia Report on Earth System Science. Max Plank Institute for Meteorology. Jerman.


(48)

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomasa Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programe. Bogor.


(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi

No Plot No Petak Nama Lokal Nama Latin Jumlah

I 1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 32 Pungpulutan Uruna lobata 1 Simangirput Mimosa pudica 5 Duhut Axonopus compressus 29 Ngadi renga Stachytarpheta indica 14

Rorak Arachis pintoi 7

Ketul Bidens sundaica 9

2 Ngadi renga Stachytarpheta indica 27 Simangirput Mimosa pudica 11 Rambanan Peuraria phaseoloides 10 Duhut Axonopus compressus 36 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 6

3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 65 Rambanan Peuraria phaseoloides 2 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7

Rorak Arachis pintoi 2

Harendong Clidemia hirta 1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3

4 Duhut pahit Paspalum conyugatum 57 Pungpulutan Uruna lobata 2 Ngadi renga Stachytarpheta indica 9 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 14 Simangirput Mimosa pudica 4

5 Simangirput Mimosa pudica 18 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 Duhut pahit Paspalum conyugatum 21 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3

II 1 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 17 Duhut pahit Paspalum conyugatum 29 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 8


(50)

2 Katumpang Borreria laevis 6 Pungpulutan Uruna lobata 10 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Simangirput Mimosa pudica 4 Duhut belulang Eleusine indica 34 Duhut pahit Paspalum conyugatum 12 Simarhambing Ageratum conyzoides 3

Rorak Arachis pintoi 7

gale-gale Crassocephalum crepidoides 2

3 Pungpulutan Uruna lobata 24

Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 18 Ngadi renga Stachytarpheta indica 9 Duhut Axonopus compressus 14 Meniran Phylanthus urinaria 3

4 Ngadi renga Stachytarpheta indica 39 Pahu kadal Dicksonia antarctica 3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 14 Duhut Axonopus compressus 21 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 16 Pungpulutan Uruna lobata 1

5 Rambanan Peuraria phaseoloides 23 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Ngadi renga Stachytarpheta indica 17 Pungpulutan Uruna lobata 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7

III 1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 47 Pungpulutan Uruna lobata 6 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 2 Keji beling Plantago lagopus 3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Duhut teki Axonopus compressus 23 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Tembelekan Lantana camara 5

2 Simangirput Mimosa pudica 5


(51)

Ara sungsang Asystasia coromandeliana 33 Ngadi renga Stachytarpheta indica 7 Duhut pahit Paspalum conyugatum 16 Duhut Axonopus compressus 21 Pungpulutan Uruna lobata 2 Patikan Euphorbia hirta 4 Kancing ungu Borreria laevis 1

3 Tembelekan Lantana camara 1 Pungpulutan Uruna lobata 1 Simangirput Mimosa pudica 17 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Kancing ungu Borreria laevis 1 Duhut Axonopus compressus 7 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 38 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11

4 Pungpulutan Uruna lobata 1

Tembelekan Lantana camara 5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 14 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 22 Duhut Axonopus compressus 17

oma Cyperus rotundus 26

Rorak Arachis pintoi 3

5 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 1 Tembelekan Lantana camara 3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 2 Duhut Axonopus compressus 16 Duhut pahit Paspalum conyugatum 23

Rorak Arachis pintoi 7

Ara sungsang Asystasia coromandeliana 14

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni

No Plot No Petak Nama Lokal Nama Latin Jumlah

I 1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 1 Simarhambing Ageratum conyzoides 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 4 Meniran Phylanthus urinaria 5 Gendolak Portula quadrifolia 15 Duhut teki Axonopus compressus 9


(52)

Duhut Axonopus compressus 6

2 Kancing ungu Borreria laevis 43 Duhut Axonopus compressus 3 Tembelekan Lantama camara 20 Duhut belulang Eleusine indica 22 Duhut teki Axonopus compressus 8 Rambanan Peuraria phaseoloides 9

3 Gendolak Portula quadrifolia 31 Duhut belulang Eleusine indica 16 Rambanan Peuraria phaseoloides 2 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 6 Memerakan Themede arguens 2

4 Gendolak Portula quadrifolia 37 Duhut teki Axonopus compressus 4 Duhut belulang Eleusine indica 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 9 Ketul Bidens sundaica 1

5 Duhut belulang Eleusine indica 27 Gendolak Portula quadrifolia 9

II 1 Duhut belulang Eleusine indica 19 Simangirput Mimosa pudica 2

2 Duhut belulang Eleusine indica 12 Duhut teki Axonopus compressus 16 Simangirput Mimosa pudica 3 Gendolak Portula quadrifolia 9 Simarhambing Ageratum conyzoides 2

3 Rambanan Peuraria phaseoloides 9 Duhut pahit Paspalum conyugatum 43

Lambuk Colocasia sp 4

Sanduduk Melastoma candidum 1 Duhut teki Axonopus compressus 4

4 Duhut teki Axonopus compressus 24 4


(53)

Simangirput Mimosa pudica 17 Rambanan Peuraria phaseoloides 21 Simarhambing Ageratum conyzoides 4 Patikan Euphorbia hirta 19 Sanduduk Melastoma candidum 5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3

5 Duhut teki Axonopus compressus 31 Duhut Axonopus compressus 15 Pungpulutan Uruna lobata 21 Rambanan Peuraria phaseoloides 5 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 Simangirput Mimosa pudica 4 Meniran Phylanthus urinaria 3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 1

III 1 Pahu kadal Dicksonia antarctica 18 Pahu harupat Nephrolepis biserrata 4 Senduduk Melastoma candidum 14 Patikan Euphorbia hirta 4 Duhut teki Axonopus compressus 17 Ngadi renga Stachytarpheta indica 2 Pungpulutan Uruna lobata 3 Rambanan Peuraria phaseoloides 3

Rorak Arachis pintoi 2

Gendolak Portula quadrifolia 3 Lambuk Xanthosoma violaceum 2

2 Pungpulutan Uruna lobata 23

Pahu kadal Dicksonia antarctica 15 Simangirput Mimosa pudica 19 Rambanan Peuraria phaseoloides 13 Gendolak Portula quadrifolia 7

Andor Mikania sp 11

Ketul Bidens sundaica 4 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 8 Duhut teki Axonopus compressus 14 Duhut Axonopus compressus 18

3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 15 Rambanan Peuraria phaseoloides 17 Duhut teki Axonopus compressus 22


(54)

Duhut Axonopus compressus 13 Simangirput Mimosa pudica 4 Ketul Bidens sundaica 3

Andor Mikania sp 3

Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 4 Pungpulutan Uruna lobata

Ngadi renga Stachytarpheta indica 17 Duhut Axonopus compressus 13 Duhut belulang Eleusine indica 1 Rambanan Peuraria phaseoloides 19

Andor Mikania sp 11

Simangirput Mimosa pudica 3 Senduduk Melastoma candidum 5 Meniran Phylanthus urinaria 3 Patikan Euphorbia hirta 4 5 Simarhambing Ageratum conyzoides 13

Pungpulutan Uruna lobata

Patikan Euphorbia hirta 3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 22 Rambanan Peuraria phaseoloides 5 Senduduk Melastoma candidum 17 Duhut Axonopus compressus 11 Duhut belulang Eleusine indica 7 Duhut teki Axonopus compressus 24 Simangirput Mimosa pudica 7 Pahu kadal Dicksonia antarctica 18 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 4


(55)

Lampiran 2. Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah Contoh: Stachytarpheta indica

Luas Plot = (40m x 100m) x 6 = 24000m2 = 2,4 ha Jumlah Plot = 6

Jumlah Individu = 251

K = 251 / 2,4 = 104,58

K Total = 1144,17

KR = (104,58 / 1144,17) x 100 = 9,14 Jumlah Plot ditemukan Stachytarpheta indica= 6

F = 6 / 6= 1,00

F Total = 14,33

FR = (1,00 / 14,33) x 100 = 6,98

INP = 9,14 + 6,98 = 16,12

Keterangan:

K : Kerapatan

K Total : Kerapatan Total KR : Kerapatan Relatif

F : Frekuensi

F Total : Frekuensi Total FR : Frekuensi Relatif INP : Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah

No Nama Ilmiah Nama Lokal K KR F FR INP

1 Stachytarpheta indica Ngadi renga 104,58 9,14 1,00 6,98 16,12

2 Ageratum conyzoides Simarhambing 9,58 0,84 0,67 4,65 5,49

3 Asystasia coromandeliana Ara sungsang 147,08 12,86 1,00 6,98 19,83

4 Phylanthus urinaria Meniran 6,25 0,55 0,67 4,65 5,20

5 Portula quadrifolia Gendolak 65,00 5,68 0,50 3,49 9,17

6 Axonopus compressus Teki 140,42 12,27 0,67 4,65 16,92

7 Axonopus compressus Duhut 117,92 10,31 1,00 6,98 17,28

8 Borreria laevis Kancing ungu 18,75 1,64 0,33 2,33 3,96

9 Lantama camara Tembelekan 14,17 1,24 0,33 2,33 3,56

10 Eleusine indica Duhut balulang 97,50 8,52 0,67 4,65 13,17

11 Mikania sp Andor 7,08 0,62 0,17 1,16 1,78

12 Themede arguens Memerakan 0,83 0,07 0,17 1,16 1,24

13 Bidens sundaica Ketul 7,08 0,62 0,50 3,49 4,11

14 Mimosa pudica Simangirput 50,83 4,44 0,83 5,81 10,26

15 Paspalum conyugatum Duhut paet 135,00 11,80 0,83 5,81 17,61

16 Colocasia sp Lambuk 2,50 0,22 0,17 1,16 1,38

17 Melastoma candidum Sanduduk 12,50 1,09 0,33 2,33 3,42

18 Uruna lobata Pungpulutan 62,08 5,43 0,83 5,81 11,24

19 Dicksonia antarctica Pahu kadal 29,58 2,59 0,33 2,33 4,91


(56)

21 Arachis pintoi Rorak 11,67 1,02 0,67 4,65 5,67

22 Peuraria phaseoloides Rambanan 74,17 6,48 1,00 6,98 13,46

23 Clidemia hirta Harendong 0,42 0,04 0,17 1,16 1,20

24 Eupatorium pallessens Kapal-kapal 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27

25 Borreria laevis Katumpang 2,50 0,22 0,17 1,16 1,38

26 Crassocephalum

crepidoides Gale-gale 0,83 0,07 0,17 1,16 1,24

27 Plantago lagopus Keji beling 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27

28 Euphorbia hirta Patikan 18,75 1,64 0,50 3,49 5,13

29 Cyperus rotundus Oma 2,92 0,25 0,17 1,16 1,42


(57)

Lampiran 3. Biomassa Tumbuhan Bawah Contoh: Plot I, Petak 1

Berat Basah = 2746 gr/m2

= (2746 / 1000) kg/m2 = 2,746 kg/m2

= (27,46 / 1000 x 10000) ton/ha = 27,46 ton/ha Biomassa = 2746 gr/m2 / 13,351 gr x 49,437 gr

= 741,5872 gr/m2

= (741,5872 / 1000000 x 10000) ton/ha = 7,416 ton/ha

Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi

No Plot

No Petak

Berat Basah (gr/m2)

BBc (gr)

BKc (gr)

Biomassa (gr/m2)

Biomassa (ton/ha)

I 1 2746 49,437 13,351 741,5872 7,416 2 2243 50,281 11,612 518,0031 5,180 3 2163 50,324 13,369 574,6194 5,746 4 2358 50,657 13,577 631,987 6,320 5 2285 50,367 10,633 482,3874 4,824 Rata-rata 5,89

II 1 2840 48,809 14,608 849,9809 8,500 2 2369 49,837 14,409 684,9313 6,849 3 2257 49,795 12,843 582,1197 5,821 4 2274 50,117 12,759 578,9246 5,789 5 2283 49,485 12,088 557,6822 5,577 Rata-rata 6,51

III 1 2862 50,844 13,251 745,8965 7,459 2 2391 50,734 11,149 525,4318 5,254 3 2268 49,612 13,464 615,5033 6,155 4 2245 49,452 12,125 550,4454 5,504 5 2236 49,597 13,159 593,2521 5,933

Rata-rata 6,06

Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni

No Plot

No Petak

Berat Basah (gr/m2)

BBc (gr) BKc (gr) Biomassa (gr/m2) Biomassa (ton/ha)

I 1 982 49,600 11,694 231,5223 2,315 2 1034 49,478 12,427 259,7016 2,597 3 952 51,198 13,506 251,137 2,511 4 1049 49,779 12,360 260,4641 2,605 5 871 49,205 13,058 231,1456 2,311 Rata-rata 2,47

II 1 1136 53,412 12,607 268,1336 2,681 2 871 49,822 10,825 189,2452 1,892 3 952 49,956 12,412 236,5326 2,365 4 993 50,068 13,459 266,9327 2,669


(58)

5 1041 49,352 11,943 251,9181 2,519 Rata-rata 2,43

VI 1 973 50,875 11,166 213,5532 2,136 2 954 48,975 10,825 210,8637 2,109 3 1063 49,596 13,190 282,7036 2,827 4 1125 50,157 11,189 250,9645 2,510 5 948 49,749 11,984 228,363 2,284


(59)

Lampiran 4. Karbon Tumbuhan Bawah Contoh: Plot I, Petak 1

Biomassa = 7,416 ton/ha

Karbon = (27,791 / 100 x 7,416) ton/ha = 1,839 ton/ha

Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi

No Plot No Petak Biomassa (ton/ha) Karbon (%) Karbon (ton/ha)

I 1 7,416 24,791 1,839 2 5,18 23,938 1,240 3 5,746 23,67 1,360 4 6,32 29,688 1,876 5 4,824 22,722 1,096 Jumlah 1,482

II 1 8,5 25,796 2,193 2 6,849 25,335 1,735 3 5,821 27,702 1,613 4 5,789 25,713 1,489 5 5,577 24,19 1,349 Jumlah 1,676

III 1 7,459 27,207 2,029 2 5,254 29,099 1,529 3 6,155 23,609 1,453 4 5,504 25,708 1,415 5 5,933 27,28 1,619 Jumlah 1,609

Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni

No Plot No Petak Biomassa (ton/ha) Karbon (%) Karbon (ton/ha)

I 1 2,315 24,124 0,558 2 2,597 23,247 0,604 3 2,511 25,547 0,641 4 2,605 22,128 0,576 5 2,311 21,663 0,501 Jumlah 0,576

II 1 2,681 24,123 0,647 2 1,892 22,34 0,423 3 2,365 23,122 0,547 4 2,669 23,821 0,636 5 2,519 22,524 0,567 Jumlah 0,564

III 1 2,136 24,088 0,515 2 2,109 23,195 0,489


(60)

3 2,827 24,527 0,693 4 2,51 24,352 0,611 5 2,284 23,048 0,526 Jumlah 0,567


(61)

Lampiran 5. Hasil Uji Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB Kode Sample BKT Cawan( C) BKU Sampel +C BKT

Sampel % KA

1. A1 4,047 49,437 13,351 239,975

2. A2 4,047 50,281 11,612 298,157

3. A3 4,047 50,324 13,369 246,152

4. A4 4,047 50,657 13,577 243,301

5. A5 4,047 50,367 10,633 335,625

6. A6 4,047 48,809 14,608 206,421

7. A7 4,047 49,837 14,409 217,787

8. A8 4,047 49,795 12,843 256,210

9. A9 4,047 50,117 12,759 261,078

10.A10 4,047 49,485 12,088 275,893

11.A11 4,047 50,844 13,251 253,158

12.A12 4,047 50,734 11,149 318,755

13.A13 4,047 49,612 13,464 238,421

14.A14 4,047 49,452 12,125 274,474

15.A15 4,047 49,597 13,159 246,151

Kode Sample BKT Cawan( C) BKU Sampel +C BKT

Sampel % KA

1. B1 4,047 49,600 11,694 289,542

2. B2 4,047 49,478 12,427 265,583

3. B3 4,047 51,198 13,506 249,112

4. B4 4,047 49,779 12,360 270,000

5. B5 4,047 49,205 13,058 245,826

6. B6 4,047 53,412 12,607 291,568

7. B7 4,047 49,822 10,825 322,864

8. B8 4,047 49,956 12,412 269,876

9. B9 4,047 50,068 13,459 241,935

10.B10 4,047 49,352 11,943 279,344

11.B11 4,047 50,875 11,166 319,380

12.B12 4,047 48,975 10,825 315,039

13.B13 4,047 49,596 13,190 245,330

14.B14 4,047 50,157 11,189 312,101


(1)

21 Arachis pintoi Rorak 11,67 1,02 0,67 4,65 5,67 22 Peuraria phaseoloides Rambanan 74,17 6,48 1,00 6,98 13,46 23 Clidemia hirta Harendong 0,42 0,04 0,17 1,16 1,20 24 Eupatorium pallessens Kapal-kapal 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27 25 Borreria laevis Katumpang 2,50 0,22 0,17 1,16 1,38 26 Crassocephalum

crepidoides Gale-gale 0,83 0,07 0,17 1,16 1,24 27 Plantago lagopus Keji beling 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27 28 Euphorbia hirta Patikan 18,75 1,64 0,50 3,49 5,13 29 Cyperus rotundus Oma 2,92 0,25 0,17 1,16 1,42 1144,17 100 14,33 100 200


(2)

Lampiran 3. Biomassa Tumbuhan Bawah

Contoh: Plot I, Petak 1

Berat Basah = 2746 gr/m

2

= (2746 / 1000) kg/m

2

= 2,746 kg/m

2

= (27,46 / 1000 x 10000) ton/ha = 27,46 ton/ha

Biomassa

= 2746 gr/m

2

/ 13,351 gr x 49,437 gr

= 741,5872 gr/m

2

= (741,5872 / 1000000 x 10000) ton/ha

= 7,416 ton/ha

Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi

No

Plot No Petak

Berat Basah (gr/m2)

BBc (gr)

BKc (gr)

Biomassa (gr/m2)

Biomassa (ton/ha)

I 1 2746 49,437 13,351 741,5872 7,416

2 2243 50,281 11,612 518,0031 5,180

3 2163 50,324 13,369 574,6194 5,746

4 2358 50,657 13,577 631,987 6,320

5 2285 50,367 10,633 482,3874 4,824

Rata-rata 5,89

II 1 2840 48,809 14,608 849,9809 8,500

2 2369 49,837 14,409 684,9313 6,849

3 2257 49,795 12,843 582,1197 5,821

4 2274 50,117 12,759 578,9246 5,789

5 2283 49,485 12,088 557,6822 5,577

Rata-rata 6,51

III 1 2862 50,844 13,251 745,8965 7,459

2 2391 50,734 11,149 525,4318 5,254

3 2268 49,612 13,464 615,5033 6,155

4 2245 49,452 12,125 550,4454 5,504

5 2236 49,597 13,159 593,2521 5,933

Rata-rata 6,06

Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni

No

Plot No Petak

Berat Basah (gr/m2)

BBc (gr) BKc (gr) Biomassa (gr/m2) Biomassa (ton/ha)

I 1 982 49,600 11,694 231,5223 2,315

2 1034 49,478 12,427 259,7016 2,597

3 952 51,198 13,506 251,137 2,511

4 1049 49,779 12,360 260,4641 2,605

5 871 49,205 13,058 231,1456 2,311

Rata-rata 2,47

II 1 1136 53,412 12,607 268,1336 2,681

2 871 49,822 10,825 189,2452 1,892

3 952 49,956 12,412 236,5326 2,365

4 993 50,068 13,459 266,9327 2,669


(3)

5 1041 49,352 11,943 251,9181 2,519

Rata-rata 2,43

VI 1 973 50,875 11,166 213,5532 2,136

2 954 48,975 10,825 210,8637 2,109

3 1063 49,596 13,190 282,7036 2,827

4 1125 50,157 11,189 250,9645 2,510

5 948 49,749 11,984 228,363 2,284


(4)

Lampiran 4. Karbon Tumbuhan Bawah

Contoh: Plot I, Petak 1

Biomassa

= 7,416 ton/ha

Karbon

= (27,791 / 100 x 7,416) ton/ha

= 1,839 ton/ha

Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi

No Plot No Petak Biomassa (ton/ha) Karbon (%) Karbon (ton/ha)

I 1 7,416 24,791 1,839

2 5,18 23,938 1,240

3 5,746 23,67 1,360

4 6,32 29,688 1,876

5 4,824 22,722 1,096

Jumlah 1,482

II 1 8,5 25,796 2,193

2 6,849 25,335 1,735

3 5,821 27,702 1,613

4 5,789 25,713 1,489

5 5,577 24,19 1,349

Jumlah 1,676

III 1 7,459 27,207 2,029

2 5,254 29,099 1,529

3 6,155 23,609 1,453

4 5,504 25,708 1,415

5 5,933 27,28 1,619

Jumlah 1,609

Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni

No Plot No Petak Biomassa (ton/ha) Karbon (%) Karbon (ton/ha)

I 1 2,315 24,124 0,558

2 2,597 23,247 0,604

3 2,511 25,547 0,641

4 2,605 22,128 0,576

5 2,311 21,663 0,501

Jumlah 0,576

II 1 2,681 24,123 0,647

2 1,892 22,34 0,423

3 2,365 23,122 0,547

4 2,669 23,821 0,636

5 2,519 22,524 0,567

Jumlah 0,564

III 1 2,136 24,088 0,515

2 2,109 23,195 0,489


(5)

3 2,827 24,527 0,693

4 2,51 24,352 0,611

5 2,284 23,048 0,526


(6)

Lampiran 5. Hasil Uji Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB

Kode Sample

BKT Cawan( C)

BKU Sampel +C

BKT

Sampel % KA

1. A1 4,047 49,437 13,351 239,975

2. A2 4,047 50,281 11,612 298,157

3. A3 4,047 50,324 13,369 246,152

4. A4 4,047 50,657 13,577 243,301

5. A5 4,047 50,367 10,633 335,625

6. A6 4,047 48,809 14,608 206,421

7. A7 4,047 49,837 14,409 217,787

8. A8 4,047 49,795 12,843 256,210

9. A9 4,047 50,117 12,759 261,078

10.A10 4,047 49,485 12,088 275,893

11.A11 4,047 50,844 13,251 253,158

12.A12 4,047 50,734 11,149 318,755

13.A13 4,047 49,612 13,464 238,421

14.A14 4,047 49,452 12,125 274,474

15.A15 4,047 49,597 13,159 246,151

Kode Sample

BKT Cawan( C)

BKU Sampel +C

BKT

Sampel % KA

1. B1 4,047 49,600 11,694 289,542

2. B2 4,047 49,478 12,427 265,583

3. B3 4,047 51,198 13,506 249,112

4. B4 4,047 49,779 12,360 270,000

5. B5 4,047 49,205 13,058 245,826

6. B6 4,047 53,412 12,607 291,568

7. B7 4,047 49,822 10,825 322,864

8. B8 4,047 49,956 12,412 269,876

9. B9 4,047 50,068 13,459 241,935

10.B10 4,047 49,352 11,943 279,344

11.B11 4,047 50,875 11,166 319,380

12.B12 4,047 48,975 10,825 315,039

13.B13 4,047 49,596 13,190 245,330

14.B14 4,047 50,157 11,189 312,101

15.B15 4,047 49,749 11,984 281,358