12.9 10 37.23 4.26 9.57 Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang Slamet ThohariS.Fil .MA 1

Tohari, Slamet  Vol. 1 Issue 1 pp. 27-37  June 2014 33 pasar. Kapitalisme, demikian juga kata Oliver juga bertanggung jawab atas kehadiran medikalisasi pusat-pusat rehabilitasi yang telah mengekslusikan penyandang disabilitas dalam masyarakat. Oleh karena itulah, dalam dunia disability studies, social model sering disebut teori yang berakar pada “ differently oriented materialism ” dari historical materialism Finklestein sampai neo- Marxist nya Oliver Mercer and Barnes, 2003; Terzi, 2004, Corker, 2002, 1999. Beranjak pada disabilitas sebagai konstruksi sosial dan opperasi sosial itulah maka, jawaban atas masalah disabilitas bukanlah diarahkan pada individu penyandang disabilitas, akan tetapi pada lingkungan dan bagaimana menciptakan masyatakat yang lebih terbuka atau inklusif bagi semua orang. Dengan demikian, aksesibilitas menjadi sangat signifikan dan keharusan agar penyandang disabilitas mampu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan terlepas dari social opression. Lantas bagaimana dengan masyarakat Malang menilai disabilitas? Survey menunjukkan bahwa survey menunjukkan bahwa umumnya masyarakay Malang masih menilai bahwa disabilitas adalah urusan medis. Gambar 11. Frekuensi berhubungan dengan Penyadang Disabilitas Dari karakter responden ini, masyarakat masyarakat Malang yang pernah berkontak dengan penyandang disabilitas data menunjukkan bawah mereka yang belum pernah berkontak dengan penyandang disabilitas adalah 13,00; 15,00 menyatakan jarang sekali berkontak dengan Penyandang Disabilitas; 29 menyatakan Jarang; 28 kadang-kadang 12,00 menyatakan sering dan hanya 3 yang menyatakan sering sekali. Gambar 12. Jenis Disabilitas yang Berkontak dengan Masyarakat Jenis disabilitas yang sering berkontak dengan masyarakat adalah Tuna Netra 22, 58; Tuna Daksa 30,11 ; Tuna Rungu 17, 20; Tuna Grahita 6,45; Autis 12, 90; dan 10, 75 adalah penyadang disabilitas lainnya. Gambar 13. Tempat Berkontak dengan Penyandang Disabilitas Seberapa seringkah masyarakat menjumpai penyandang disabilitas, data menunjukkan bahwa pada umumnya 37, 23 di tetangga mereka, 12, 27 di rumah, 5, 32 di tempat kerja, dan di tempat umum sebanyak 30,85 dan di panti Pijat 9, 57. Tetangga dan ditempat umum di sini menempati posisi yang paling tinggi, ini amat penting untuk disimak bahwa pada umumnya penyandang disabilitas hadir di antara masyarakat itu sendiri namun sulit tampil ke ruang publik sebagaimana orang yang non penyadang disabilitas. Ketidakmampuan untuk tampil di tempat umum bagi penyadang disabilitas dapat dibenarkan dengan melihat data temuan perihal frekuensi masyarakat malang melihat penyandang disabilitas di tempat publik. Mereka yang belum pernah melihat sebanyak 6 , jarang sekali 14, jarang 19 , kadang- kadang 36 , sering 22 , sering sekali 3 . Dari data ini dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas sulit sekali dijumpai di ruang publik, hanya 3 yang menjumpai dan bahkan mereka yang belum pernah melihat lebih tinggi jumlahnya yaitu 6 . 13 15 29 28 12 3 10 20 30 belum pernah jarang sekali jarang kadang- kadang sering sering sekali p er sent a se Frekuensi Kontak dengan Penyandang Disabilitas 22.58

17.2 12.9

10.75 10

20 30 tuna netra tuna daksa tuna rungu autis lainnya p er sent a se Jenis Disabilitas yang Sering Berkontak

12.77 37.23

5.32 4.26

30.85 9.57

10 20 30 40 p er sen ta se Tempat Berkontak dengan Penyandang Disabilitas Tohari, Slamet  Vol. 1 Issue 1 pp. 27-37  June 2014 34 Gambar 14. Frekuensi Melihat Penyandang Disabilitas di Tempat Umum Gambar 15. Jenis Disabilitas yang Sering Dilihat di Tempat Umum Gambar 16. Pandangan Masyarakat terhadap Penyandang Disabilitas Adapun jenis disabilitas yang sering dijumpai di tempat umum adalah tuna daksa yaitu 46, 24; disusul tuna netra 3, 18; tuna rungu 10, 75; tuna grahita 4, 30; autis 7, 53. Dari data ini menunjukkan bahwa tuna daksa adalah kelompok penyandang disabilitas yang sering dijumpai, ini sangat rasional mengingat mereka sangat mudah untuk diidentifikasi bagi mereka yang tidak penyandang disabilitas. Pertanyaannya kemudian, bagaimana masyarakat malang melihat mereka? Bagaimana konsepsi disabilitas dalam masyarakat Malang?. Data menunjukkan bahwa masyarakat menilai mereka adalah orang yang memiliki kelebihan adalah sebanyak 15, 15; dan mayoritas menilai bahwa mereka adalah orang yang memiliki ketidak sempurnaan yaitu sebanyak 37,35; dan disusul dengan 24, 24 menganggap mereka adalah orang yang perlu dikasihani; dan hanya 23, 23 di antara mereka yang menganggap bahwa mereka adalah orang biasa sebagaimana yang lainnya. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa umumnya masyarakat masih melihat penyandang disabilitas sebagai “ketidaknormalan”, dengan standar kenormalan yang direproduksi terus-menerus dalam masyarakat yaitu tubuh sebagaimana tubuh orang banyak. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat malang masih melihat penyandang disabilitas sebagai orang “liyan” yang kemudian bisa berakibat pada stigma buruk dan tindakan diskriminatif. Selain itu, pandangan masyarakat Malang yang menilai mereka sebagai “orang yang harus dikasihani” yang menempati posisi ke-dua dengan 24 juga merupakan data yang sangat penting di sini bahwa selain melihat penyandang disabilitas sebagai orang dengan ketidaknormalan, banyak yang menilai mereka adalah kelompok yang seharusnya dikasihani, diberikan sesuatu, atau 6 14 19 36 22 3 10 20 30 40 p er sent a se

31.18 10.75