Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Terhadap Layanan Transportasi Publik Jurnal

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP
LAYANAN TRANSPORTASI PUBLIK
Public Transport Accessibility for People with Disabilities
Endang Sri Wahyuni 1), Bhisma Murti2), Hermanu Joebagio3)
1) Jurusan Okupasi Terapi Poltekkes Kemenkes Surakarta
2) Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret
3) Jurusan Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Latar Belakang: Menurut data Kementrian Sosial Republik Indonesia (2009)
menunjukan, total penduduk difabel di Indonesia mencapai 1.541.942 orang. Permasalahan
yang muncul adalah penyandang disabilitas ini mengalami kesulitan mengakses layanan publik
khususnya transportasi untuk menunjang aktivitas kehidupan sehari-harinya karena hambatan
arsitektural yang ada. Sebenarnya Pemerintah telah menjanjikan kemudahan dalam
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam UU No 4 Tahun 1997 dan UU No 25 Tahun
2009 tentang pelayanan publik. Namun, pada kenyataannya masih jauh dari ketersediaan
sarana dan prasarana ramah difabel sehingga mereka kehilangan haknya dalam mendapatkan
pelayanan yang setara dengan warga negara lainnya. Tujuan penelitian ini, untuk menganalisis

aksesibilitas user dan hambatan-solusi alternatif provider.
Subjek dan Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif eksploratif. Metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data didapatkan melalui wawancara kepada user
(penyandang disabilitas fisik serta mental) dan provider (Kasi Angkutan Orang
Dishubkominfotrans Kota Surakarta). Teknik analisis data menggunakan metode trianggulasi
sumber data, triangulasi teori, dan triangulasi metodologi.
Hasil: Bagi user, secara arsitektural sudah tersedia aksesibilitas sarana prasarana
transportasi publik untuk penyandang disabilitas di Kota Surakarta tetapi belum semuanya
sesuai dengan standar aksesibilitas yang ditetapkan. Hambatan provider berupa fokus dan
komitmen pemerintah, penerapan kebijakan, dukungan dari pihak/lembaga terkait, adanya
asumsi transportasi bukan merupakan masalah prioritas, serta keterbatasan alokasi dana. Solusi
alternatif yang telah dilakukan meliputi konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait,
penerapan SOP sistem rapit transit dan membangun shelter portable di tempat dengan lahan
terbatas.
Kesimpulan: Keterbatasan aksesibilitas transportasi publik bagi penyandang
disabilitas, memerlukan kolaborasi user dan provider untuk mewujudkan pelayanan
transportasi publik yang ramah dan berkeadilan bagi penyandang disabilitas.
Kata Kunci: Aksesibilitas, Penyandang Disabilitas, Pelayanan Publik, Transportasi

commit to user


perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Abstract
Background: According to Indonesian Social Ministry in 2009, the total number of
disabled people has reached 1.541.942. They encounter some problems when access public
services especially transportation to do their daily activities. One of the causes is due to
architectural barriers. Based on the Indonesian Law No. 4 in 1997 and No. 25 in 2009 about
public services, the Government has promised to provide sufficiently facilities for disabled
people. However, the provided facilities still remain inconvenient. Therefore, disabled people
lose an opportunity to access public transportation as equal as normal people. The aim of this
study was to analyze the public transport accessibility for disabled people, problems and
alternative solutions which were performed by the public transport service.
Subjects and Methods: A qualitative explorative study was performed in this study.
Collected data were obtained from people who have physical and mental disabilities and the Head
Division of Public Transport Service Bureau in Surakarta by interview, observation and
documentation. Data generated in this study were analyzed using the triangulation method such
as data source, theory and methodology.

Results: Architecturally, sufficient numbers ofaccessible facilitiesof public transport for
disabled people have been provided by the local government of Surakarta. However, some
facilities are bellow the established standards for disabled people. The Public Transport Service
Bureauclaimed that the main causes of inconvenient facilities are due to less focus and support
from the local government, low implementation of the public service regulation, less support
from involved institution and third party, low priority for providing facilities of public transport
services and limited budget. Therefore, the Public Transport Service Bureauhas made alternative
solutions to overcome these problems like consultation and coordination amongs transportation
providers, implementation of standard operation procedure of rapid transit systemand
providing portable shelters in limited available spaces.
Conclusions: Collaboration between disabled people and public transport providers
are required for overcoming in adequate accessibility of public transport for disabled people in
order to provide better and equal public transportation.
Keywords: Accessibility, Disabled People, Public Service, Transportation

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id


PENDAHULUAN
Bagi

masyarakat

disabilitas

merupakan

umum,
hal

yang

(Dispendapil Kota Surakarta, 2012).
Permasalahan yang muncul adalah

dianggap “tidak normal” sehingga


penyandang

menjadikan

mengalami

stigma

buruk

di

disabilitas

ini

kesulitan

dalam


tersebut

mengakses layanan publik dalam

rendahnya

aktivitas kehidupan sehari-harinya

penghargaan atas kemampuan dan

(Rahayu et al., 2013). Padahal

ketrampilan

mereka

masyarakat.

Stigma


berdampak

pada
yang

menimbulkan
dianggap

dimiliki

rasa

lingkungannya.

juga

merupakan

warga


karena

negara Indonesia yang mempunyai

membebani

kedudukan, kewajiban, dan hak

iba

akan

serta

yang

untuk memperoleh keadilan yang

butuhkan


setara dengan warga negara lainnya

Padahal

sebenarnya

mereka

hanyalah

pengakuan

atas

seperti

yang

termaktum


dalam

persamaan kesempatan dan hak

Pancasila dan UUD 1945. Oleh

dari lingkungannya, serta bukan

sebab

rasa iba atau belas kasihan semata

semestinya memberikan perhatian,

(Lembaga

perlindungan, dan fasilitas yang

Colbran,


Negara
2010;

RI,

2009;

Kusumaningtyas,

itu,

pemerintah

memadahi

bagi

sudah

penyandang

disabilitas ini, termasuk dalam hal

2014).
Data mengenai penyandang

aksesibilitas

disabilitas belum dapat diketahui

khususnya

secara

pasti

umum

masih

ada

karena
yang

masyarakat

belum

dapat

pelayanan
bidang

dengan

meningkatkan

publik

transportasi
tujuan

untuk

kualitas

hidup

terbuka dengan kondisi ini dan

penyandang disabilitas berdasarkan

cenderung

dari

pada prinsip kesetaraan/persamaan

lingkungannya. Kementrian Sosial

kesempatan dan partisipasi dalam

Republik

berbagai

disembunyikan
Indonesia

(2002)

aspek

hidup

mengatakan bahwa jumlah total

kehidupan

khususnya

penduduk

berkaitan

dengan

difabel

di

Indonesia

mencapai sebanyak 1.541.942 orang.
Di

Kota

disabilitas

Surakarta,
sekitar

aksesibilitas,

dan
yang

masalah
rehabilitasi,

kesempatan kerja, kesehatan, dan
penyandang
commit to user
1.237
jiwa

perpustakaan.uns.ac.id

pendidikan

digilib.uns.ac.id

(Dwiyanto,

2008;

sehingga mereka kehilangan haknya
dalam mendapatkan pelayanan yang

Firdaus dan Iswahyudi, 2008).
Akan tetapi, kenyataan di

setara.
Dari

masyarakat menunjukkan keadaan
yang

berbeda.

Akses

sarana

penelitian

uraian
ini

diatas,

sangat

maka
penting

pelayanan publik yang dibutuhkan

dilakukan guna menganalisis lebih

penyandang

lanjut

disabilitas

masih

mengenai

aksesibilitas

sangat terbatas. Hambatan yang

pelayanan publik bagi pemenuhan

ada,

dengan

hak-hak penyandang disabilitas pada

hambatan arsitektural yang sulit

bidang transportasi umum di Kota

diakses oleh penyandang disabilitas

Surakarta. Fokus kajian aksesibilitas

sehingga mereka kehilangan hak

dilihat

dalam

layanan (user) sedangkan hambatan

biasanya

terkait

mendapatkan

pelayanan

(Tarsidi, 2008).

dilihat

Sebenarnya Pemerintah telah
menjanjikan

kemudahan

aksesibilitas

bagi

dalam

penyandang

dari perspektif
dari

pengguna

perspektif

penyedia

layanan (provider). Provider dan
user diharapkan dapat dikolaborasi
dalam

mewujudkan

layanan

disabilitas dalam UU No 4 Tahun

transportasi publik ramah disabilitas

1997 dan UU No 25 Tahun 2009

yang

tentang

yang

keselamatan, kemudahan, kegunaan,

bahwa

dan kemandirian bagi penyandang

pelayanan publik harus memiliki

disabilitas setelah melihat layanan

beberapa

transportasi

pelayanan

mengatur

secara

publik
tegas

asas

yang

mampu

memenuhi

publik

mengamanahkan

kemudahan

Surakarta.

aksesibilitas

penyandang

SUBJEK DAN METODE

kepada

disabilitas (Lembaga Negara RI,

Penelitian

di

ini

aspek

Kota

adalah

2009) serta didukung Perda Kota

penelitian

Surakarta No 2 Tahun 2008 tentang

dengan strategi pendekatan studi

Kesetaraan

Warga

Difabel

kasus. Kasus tersebut yaitu kondisi

(PEMKOT

Surakarta,

2008).

pelayanan

Namun, pada kenyataannya hal itu

kualitatif

publik

eksploratif

pada

bidang

transportasi angkutan darat (Bus

masih jauh dari ketersediaan sarana
Batik Solo Trans) terkait dengan
commit to user
dan prasarana ramah difabel
aksesibilitas penyandang disabilitas,

perpustakaan.uns.ac.id

hambatan

dan

penyedia

layanan

digilib.uns.ac.id

solusi

alternatif

disabilitas

daksa,

dapat

rungu wicara, netra, dan mental) di

diterapkan pada transportasi publik

Kota Surakarta yang menggunakan

di

Teknik

Bus Batik Solo Trans serta provider

berupa

yaitu

kota

yang

(penyandang

Surakarta.

pengumpulan
wawancara

data

mendalam,

observasi

Dinas

Perhubungan

dalam hal ini Kasi Angkutan Orang

dan studi dokumen (foto dan video).

Kota Surakarta.

Untuk

HASIL

keabsahan

data

peneliti

menggunakan triangulasi sumber
data, metode dan teori. Informan
penelitian

ini

adalah

user

Kota

Secara

rinci

karakteristik

informan dapat dilihat pada tabel 1.
Karakteristik Informan Penelitian.

Tabel 1. Karakteristik InformanPenelitian
Informan

Status

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
Provider

Umur
(Tahun)
19
20
26
26
30
35
39
40
40
43
44
45
46
46
48
50
59
35

Jenis
Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki

Sumber: Dokumen Peneliti (2016)

Tingkat
pelayanan

transportasi

Pelajar
Pelajar
Karyawan
Mahasiswa
Karyawan
Guru
Karyawan
Karyawan
Guru
Pengrajin gerabah
Guru
Karyawan
Karyawan
Psikolog
Guru
Karyawan
Guru
Kasi Angkutan
Orang

diakses

aksesibilitas
publik

Jenis
disabilitas
laras
laras
grahita
netra
grahita
rungu
rungu
wicara
daksa
daksa
netra
wicara
netra
daksa
daksa
wicara
netra
Tidak ada

Pekerjaan

dengan

menunjukkan
transportasi

baik,

bahwa
publik

nilai

20

komponen
sangat

sulit

disabilitas

diakses oleh penyandang disabilitas,

dipaparkan pada Gambar 1. yang

nilai 40 bermakna bahwa komponen

diasumsikan dalam prosentase 0-

transportasi

100% dengan interval 20. Nilai 0

diakses, nilai 60 berarti bahwa

menunjukkan

komponen transportasi publik dapat

terhadap

penyandang

transportasi

bahwa
publik

komponen
tidak

diakses
user
dapatcommit to

publik

dengan

sulit

baik

untuk

oleh

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

penyandang disabilitas, nilai 80 jika

menunjukkan bahwa penyandang

komponen transportasi publik dapat

disabilitas

mudah diakses oleh penyandang

mengakses komponen transportasi

disabilitas,

publik.

serta

nilai

100

dapat

sangat

Tingkat
Aksesibilitas

Gambar 1. Diagram Aksesibilitas Pelayanan Transportasi Publik
Penyandang Disabilitas
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

mudah

terhadap

autobus
shelter
pedestrian
terminal

disabilitas daksa disabilitas rungu disabilitas netra disabilitas mental
wicara
Jenis Disabilitas

Matrik Rangkuman Temuan Studi
Sumber: Data Peneliti (2016)

Rangkuman

pemaparan

Aksesibilitas.

temuan studi pada penelitian ini,
dapat dicermati pada Tabel 2.
Tabel 2. Matrik Rangkuman Temuan Studi Aksesibilitas
Studi Layanan
Transportasi
Menurut UU
A. Permen PU No.
30/PRT/M/2006
tentang Pedoman
Teknis Fasilitas
dan Aksesibilitas
pada Bangunan
dan Lingkungan

Pelayanan Yang Saat
Ini Sudah Ada

Kebutuhan Layanan
(Perspektif Pengguna)

Harapan Tindak Lanjut

Terminal:
Disabilitas daksa:
 Sosialisasi peraturan dan
a. Lantai ruang anti
1. Lantai dari
standar yang lebih sering
keramik
selip dan tidak licin
kepada arsitek, Dinas PU
2. Belum ada jalur
b. Pintu ruang yang
& Dinas Perizinan
khusus untuk
luas, min 90 cm
Bangunan di daerahmengakses
c. Jalur khusus & landai
daerah, dan masyarakat
terminal
d. Ukuran ramp sesuai
melalui institusi (Dep.
standar 1:12
3. Perlu
PU, Ikatan Arsitek
B. Perda Kota
pendampingan
e. Parkir khusus kursi
Indonesia, dll), dan
Surakarta No 2
4. Banyak anak
roda
media massa.
Tahun 2008
tangga
f. Ukuran ruang yang
tentang
dapat mengakses
5. Ramp belum
 Standard aksesibilitas
Kesetaraan Warga
sesuai standar
pergerakan kursi roda
dijadikan bagian yang
Difabel
6. Belum ada parkir
g. Design kursi dan
diaudit dalam perizinan
handrail sesuai
khusus disabilitas
membangun bangunan
C. KepMen
standar
7. Belum ada petugas
gedung atau fasilitas
Perhubungan RI
yang mampu
h. Permukaan
publik lainnya.
No.
berbahasa isyarat
lantai/ruang yang
KM. 71 th 1998 8. Terbatasnya
landai dan rata
 Penerapan prinsip
commit
to user
tentang
fasilitas
Universal Design

perpustakaan.uns.ac.id

aksesibilitas bagi
pemandu/rambupenyandang cacat
rambu
dan orang sakit 9. Fasilitas umum
(toilet dan
pada sarana dan
mushola) sulit
prasarana
diakses
perhubungan
penyandang
disabilitas
D. Panduan
Penyediaan
Aksesibilitas pada Autobus:
Bangunan
& 1. Material pintu
licin
Lingkungan,
2. Pintu autobus
Lembaga
tidak dapat
Pelayanan Sosial
merapat shelter
Penyandang
3. Design kursi
Cacat,
pendek dengan
Departemen Sosial
pegangan tinggi
RI Tahun 2005
4. Tidak dapat dilalui
kursi roda
E. Keputusan
Menteri Pekerjaan 5. Keterbatasan
rambu petunjuk
Umum No
saat pintu
441/KPTS/1998
membuka dan
tentang
menutup
persyaratan teknis
bangunan umum
Shelter:
dan lingkungan
1. Pintu shelter
sempit dan curam
2. Material lantai
shelter licin
3. Anak tangga
terlalu tinggi
4. Ramp curam dan
sempit
5. Ruang shelter
kurang luas
6. Keterbatasan
rambu penanda
dalam shelter
(running text tdk
berfungsi)

digilib.uns.ac.id

Disabilitas
rungu
wicara:
a. Rambu penanda yang
dapat dilihat dengan
jelas, tulisan dengan
warna dan ukuran
jelas dan besar
b. Pengeras suara yang
jelas
c. Pencahayaan
auditorium yang
tepat untuk membaca
gerak bibir
d. Petugas yang dapat
berbahasa isyarat

 Penegakan hukum
dengan sanksi yang jelas
 Mekanisme pelaporan
yang jelas dan mudah
 Kontrol dan pengawasan
oleh stakeholders
 Pelatihan pelayanan
aksesibilitas bagi
operator transportasi
(sopir, pramugari/a, dll.)

 Untuk perencanaan
Disabilitas netra:
terminal/halte baru
a. Rambu penanda
harus merujuk pada
berupa suara/taktil
peraturanperaturan dan
(Braille). Bagi low
vision, tulisan dengan standar aksesibilitas
yang telah ada
warna dan ukuran
jelas dan besar
 Terminal yang telah ada
b. Rintangan di jalan
dan belum aksesibel
perlu disingkirkan
harus segera
c. Petunjuk arah
disempurnakan dan
pergantian
dilengkapi dengan fitur
permukaan jalan
yang dapat
yang tegas
menghilangkan
d. Jalur khusus,
hambatan aksesibilitas
permukaan rata dan
tersebut
landai
Disabilitas mental:
 Bus yang dipergunakan
a. Petunjuk dan rambudiganti dengan berlantai
rambu yang jelas dan
datar atau low floor bus
baku
dengan standar
b. Bangunan yang aman
aksesibilitas yang ainnya
dengan sudut tumpul
(seperti lebar pintu,
ruang khusus kursi roda,
dll) atau menyediakan
bus khusus yang
aksesibel dan jadual
khusus pelayanan

Pedestrian:
1. Beberapa ruang
digunakan untuk
berdagang, parkir
dan taman
2. Keterbatasan
ramp
3. Keterbatasan
rambu-rambu bagi
difabel
4. Ketinggian dan
tingkat kerataan
permukaan tidak
merata
commit to
5. Belum semua
pedestrian

 Variasi metode
penyampaian informasi
dan kelengkapan rambu
disediakan
 Memberikan sosialisasi
dan pelatihan standar
pelayanan bagi
penyandang disabilitas
kepada pengelola dan
staf terminal, bus, dll.

user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dilengkapi
bollards sebagai
pembeda antar
bahu jalan dan
trotoar
6. Masih terdapat
pohon, tiang
rambu-rambu dan
benda pelengkap
yang menghalangi
jalan
7. Terdapat parit
yang tidak
tertutup
8. Tersedia fasilitas
kursi taman

menggunakan/mengakses

secara

PEMBAHASAN

mandiri. Kondisi tersebut sesuai

1. User

dengan

a. Disabilitas daksa

pernyataan

bahwa

hambatan yang dialami oleh tuna

Permasalahan yang dihadapi oleh

rungu, meliputi kesulitan dalam

penyandang disabilitas daksa dalam

membaca

mengakses

auditorium

publik,

layanan

dapat

transportasi

disebabkan

oleh

yang

gerak

bibir

dalam

buruk

dan

dalam

pencahayaan
mendengarkan

kondisi lingkungan yang kurang

bunyi alarm tanda bahaya (Tarsidi,

aksesibel

2008).

Pernyataan

keselamatan. Hal ini senada dengan

didukung

Aryani

Tarsidi (2008) yang mengemukakan

memaparkan

bahwa hambatan bagi pengguna

rungu, informasi dapat diberikan

kursi roda adalah akibat design

melalui indera visualnya, seperti

arsitektural.

dengan

b. Disabilitas rungu wicara

peringatan

Bagi

dan

aman

penyandang

bagi

tersebut

(2010)

bahwa

yang

pada

menggunakan
kebakaran,

tuna

bel
adanya

disabilitas

lampu yang berkedap-kedip, bahasa

rungu wicara, mengalami hambatan

isyarat dan running text. Public

dalam hal: keterbatasan fasilitas

Disclosure

pemandu/petugas

dapat

mengemukakan jika menggunakan

berbahasa isyarat dan rambu-rambu

running text maka tulisannya harus

petunjuk

cukup besar sehingga orang dapat

arah

sepenuhnya
keselamatan

yang
sehingga

dapat

belum

Authorized

(2013)

terjamin
membaca dengan jelas. Apabila
commit to user
dalam
menggunakan rotates text, maka

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tulisan tidak harus bergerak terlalu

mencontoh kegiatan yang harus

cepat sehingga orang mudah untuk

dilakukan. Hal ini sejalan dengan

membacanya.

pendapat

c. Disabilitas netra

menyatakan

Tarsidi

(2008),

bahwa

hambatan

penyandang

arsitektural

disabilitas netra berupa kesulitan

penyandang

dalam arsitektural bangunan dan

berupa kesulitan dalam mencari

keterbatasan fasilitas rambu-rambu

jalan di lingkungan baru apabila

petunjuk

suara

tidak terdapat petunjuk jalan yang

maupun taktil. Kondisi tersebut

jelas dan baku. Disamping itu, hal

sesuai dengan Syafi’e (2012), yang

yang diutamakan bagi penyandang

menyatakan bahwa bagi tuna netra,

disabilitas

yang

keselamatan,

Hambatan

yang

paling

berupa

diperlukan

adalah

yang

yang

dihadapi

disabilitas

oleh

mental,

mental

adalah

sehingga

yang

sistem audio, seperti talking lift,

dibutuhkan

arsitektur

bangunan dengan sudut tumpul

yang

memuat

braille di handel tangga,
block

huruf

warning

di

jalan

umum, braille di keybord,

titik

ialah

(Aryani, 2010).
2. Provider
a. Hambatan

handphone, dan lain sebagainya.

Surakarta

Public Disclosure Authorized (2013)

Beberapa

merekomendasikan
tuna

netra

bahwa

harus

pada

pembuatan

dialami

oleh

pemerintah

Kota

hambatan

yang

Dishubkominfotrans

disediakan

Pemerintah Daerah Kota Surakarta

informasi taktil (braille atau tanda-

dalam menyediakan layanan Bus

tanda taktil di shelter bus dan

Batik Solo Trans yang ramah bagi

terminal)

untuk

penyandang

mengakses

informasi

membantu
tentang

disabilitas

dalam

penelitian ini, yaitu: belum adanya

layanan transportasi

komitmen dari pemerintah daerah

d. Disabilitas mental

dalam menyediakan layanan yang

Pada

disabilitas

sesuai dengan standar serta kurang

mental, tidak banyak mengalami

fokusnya pemerintah pusat terhadap

hambatan jika terdapat petunjuk

layanan

baku

penyandang

dan

meniru,

jelas.

melihat,

Mereka

transportasi

publik,

dapat
penerapan kebijakan transportasi
commit to user
bertanya, dan
yang kurang tepat, kurangnya

perpustakaan.uns.ac.id

dukungan

digilib.uns.ac.id

dari

pihak/lembaga

masalah strategis, terutama bagi

terkait, adanya anggapan bahwa

kaum disabilitas.

transportasi

b. Solusi alternatif

bukan

masalah

prioritas,

alokasi

dana

transportasi

merupakan
keterbatasan

untuk

bidang

Solusi

alternatif

dilakukan

meliputi

yang

telah

berkonsultasi

sehingga pelayanan

dengan PPRBM dan berkoordinasi

khusus bagi penyandang disabilitas

dengan instansi lain yang terkait

belum

dalam

menjadi

dalam

prioritas

penyediaan

pembangunan

utama
dan

sarana

prasarana

membangun

sarana

dan

prasarana, menerapkan SOP sistem
rapit

transit

serta

membangun

portable shelter di tempat dengan

yang ada.
Dalam buku sumber Poverti

lahan terbatas. Langkah tersebut

Reduction yang ditulis oleh World

senada dengan hal yang ditekankan

Bank (2002), berisi panduan untuk

oleh The World Bank (2001) yang

negara

menekankan pentingnya kerjasama

dalam

strategi

mengembangkan dan menguatkan

antara

penurunan

kemiskinan

maupun

pentingnya

memperkuat data kebutuhan (pada

dengan

angka

menekankan

pedoman

yang

perencanaan

baik

kebijakan

lembaga

baik

internasional

skala dan sifat) serta hambatan

dan

aksesibilitas maupun mobilitas yang
dihadapi

memelihara aksesibilitas lingkungan

disabilitas dan lansia.

semua

orang

untuk

untuk

keputusan dalam membuat serta
bagi

nasional

oleh

penyandang

termasuk

penyandang disabilitas (Meriläinen

DAFTAR PUSTAKA

and Helaakoski, 2001). Dalam Cities

Aryani, D dan Rosinta, F. 2010.
Pengaruh Kualitas Layanan
terhadap Kepuasan Pelanggan
dalam Membentuk Loyalitas
Pelanggan.
Jurnal
Ilmu
Administrasi dan Organisasi.
Vol.17. No.2.

on the Move yang ditulis oleh The
World Bank (2001), menekankan
penerapan

prinsip-prinsip

aksesibilitas untuk semua baik di
lingkungan

jalan

dan

design

Colbran, N. 2010. Akses Terhadap
Keadilan Penyandang Disabilitas
lainnya dengan meng-cover semua
Indonesia.
commit to user
kebutuhan
untuk
mengakses
bangunan maupun fasilitas publik

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dwiyanto, A. 2008. Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia.
Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University Press.
Firdaus, F & Iswahyudi, F 2010.
Aksesibilitas
dalam
Pelayanan
Publik
untuk
Masyarakat
dengan
Kebutuhan Khusus. Vol. 6.
No. 3
Kusumaningtyas. 2014. Mengenal
dan Memahami Lebih Jauh
Orang
dengan
Disabilitas :
Fokus Edisi 45.
Lembaga Negara RI. 1997. UU No 4
Tahun
1997
tentang
penyandang cacat
Lembaga Negara RI. 2009. UU No
25 Tahun 2009 tentang
pelayanan publik
Meriläinen and Helaakoski. 2001.
Transport,
Poverty
and
Disability
in
Developing
Countries.
Technical
note
prepared for the Poverty
Reduction
Sourcebook.
Washington, DC, U. S.A: The
World Bank

Rahayu, S., Dewi, U., dan Ahdiyana,
M. 2013. Pelayanan Publik
Bidang Transportasi bagi Kaum
Difabel di Provinsi Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
Simposium Nasional ASIAN III
Semarang: 14-15 Agustus 2013.
Syafi’e, M. 2012. Potret Aksesibilitas
Penyandang
Disabilitas
di
Yogyakarta. Solider Kantor
Berita Difabel Indonesia: 27
Juni 2012
Tarsidi, D. 2008. Peranan Orang
Tua dalam Perkembangan
Kompetensi
Sosial
Anak.
Universitas
Pendidikan
Indonesia (UPI)
The World Bank. 2001. Cities on the
Move: A World Bank Urban
Transport Strategy Review.
Private Sector Development
and Infrastructure Transport.
Washington, DC, U.S.A: The
World Bank

Perda Kota Surakarta No 2 Tahun
2008
tentang
Kesetaraan
Warga Difabel
Public Disclosure Authorized. 2013.
Improving
Accessibility
to
Transport for People with
Limited Mobility (PLM). A
Practical
Guidance
Note.
Middle East and North Africa
Region:
Sustainable
Development Department
commit to user