BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Peranan - BAB II DWI KUMALA WETIMENA HUKUM'18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Peranan Menurut Soerjono Soekanto, peranan (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Lebih lanjut peranan sendiri mencakup tiga hal sebagai berikut ini:
1. Peranan memiliki norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh invidu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 212).
Menurut Koentjoroningrat, istilah peranan memang dipinjam dari seni sandiwara, tetapi berbeda dalam sandiwara. Si pemain tidak hanya memainkan satu peranan saja, melainkan banyak peranan secara berganti- ganti, bahkan kadang-kadang sekaligus. Dalam ilmu antropologi dan ilmu- ilmu sosial lain, “peranan diberi arti yang lebih khusus, yaitu peranan khas yang dipentaskan atau ditindakkan oleh individu dalam kedudukan dimana ia berhadapan dengan individu-individu dalam kedudukan-kedudukan lain (Koentjoroningrat, 1990: 169).
Sedangkan menurut Miftah Thoha, peranan adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang. Pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu peranan. Bagaimana seseorang berperilaku dalam peranan organisasi sangat ditentukan oleh tiga hal berikut ini:
1. Karakteristik kepribadian
2. Pengertiannya tentang apa yang diharapkan orang lain kepadanya
3. Kemauan untuk mentaati norma yang telah menetapkan pengharapan tadi (Miftah Thoha, 1997: 80).
Sedang P. Siagian, menjelaskan bahwa peranan pada umumnya muncul dalam berbagai bentuk seperti fungsi pengaturan, fungsi perumusan berbagai jenis kebijakan, fungsi pelayanan, fungsi penegakan hukum serta fungsi pemeliharaan ketertiban umum dan keamanan.
Lebih lanjut Siagian menjelaskan ada beberapa peran pemerintah yang digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintah terhadap warga negaranya, yaitu sebagai pengatur, negotiator, facilitator, disturbance dan sebagai pembagi sumber daya dan dana bagi berbagai komponen
handler di masyarakat.
Peranan timbul karena seorang manager memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Dia mempunyai lingkungan, yang setiap saat ia perlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan beraneka ragam dan masing- masing manager akan mempunyai lingkungan yang berlainan. Tetapi, peranan yang harus dimainkan pada hakikatnya tidak ada perbedaan. Baik manager tingkat atas, tengah, maupun bawah mempunyai jenis peranan yang sama. Hanya berbeda lingkungan yang akhirnya membuat bobot peranan itu sedikit berbeda.
Teori peran manggambarkan interaksi sosial dalam terminology aktor- aktor yang bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai pengacara, dokter, guru, orang tua, anak, wanita, pria, dan lain sebagainya, diharapkan agar seorang tersebut berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka ia harus mengobati orang sakit yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial seseorang di dalam masyarakat. Pendekatannya dinamakan
“life-course”memaknakan bahwa
setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya sebagian besar warga masyarakat negara Indonesia akan mejadi murid sekolah ketika berusia lima atau enam tahun, menjadi peserta pemilu pada usia tujuh belas tahun, bekerja usia dua puluh tahun dan pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan tahapan usia
“age grading” (P. Siagian, 2005: 132).
B. Tinjauan Umum tentang Kepolisian
Pengertian Kepolisian Menurut UU nomer 22 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia menjelaskan bahwa Kepolisian adalah segala sesuatu hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Direktorat lalu lintas yang selanjutnya disingkat Ditlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok pada tingkat Polda yang berada di bawah Kapolda dan di bawah Ditlantas ada Satuan Lalu Lintas yang berada di tigkat Kabupaten atau Kota. Ditlantas sendiri terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
1. Sub bagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin)
2. Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal)
3. Subdirektorat Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Subditdikyasa)
4. Subdirektorat Pembinaan Penegakan Hukum (Subditbingakkum)
5. Subdirektorat Registrasi dan Identifikasi (Subditregident)
6. Subdirektorat Keamanan dan Keselamatan (Subditkamsel)
7. Satuan Patroli Jalan Raya (Sat PJR) Subditbingakkum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 huruf d dalam Perkap Nomor 22 Tahun 2010, bertugas membina pelaksanaan penegakan hukum termasuk tata tertib, penanganan kecelakaan , pelanggaran, dan Turjawali Lalu Lintas. Dalam melaksanakan tugasnya Subditbingakkum mempunyai fungsi:
1. Pembinaan penanganaan kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas.
2. Pembinaan pelaksanaan penegakan hukum dibidang lalu lintas.
3. Pembinaan tata tertib lalu lintas dan angkutan jalan.
Sedangkan untuk mempermudah tugas dari Subditbingakkum sendiri dibantu oleh:
1. Seksi kecelakaan lalu lintas (Silaka), yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan penanganan kecelakaan lalu lintas.
2. Seksi pelanggaran lalu lintas (Sigar), yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan penanganan pelanggaran lalu lintas.
3. Seksi pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (Siturjawali), yang bertugas membantu membina dan menyelenggarakan tata tertib lalu lintas dan angkutan jalan.
Menurut Soerjono Soekanto, menjelaskan tentang Satlantas yang merupakan bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang bergerak dalam penegakan hukum lalu lintas yang bertugas menyelenggarakan pengendalian sosial, memperlancar interaksi sosial dan mengadakan perubahan atau menciptakan yang baru. Dalam melaksanakan tugas ini, polisi dipengaruhi unsur-unsur yang berasal dari diri pribadinya (Raw-input) dan lingkungan sosial (environment-input) (Soerjono Soekanto, 1990: 3).
C. Tinjauan Umum tentang Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas
Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 1 ayat (2) yang dimaksud lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia menyatakan bahwa lalu lintas adalah berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya.
Dengan demikian lalu lintas adalah merupakan gerak lintas manusia dan atau barang dengan menggunakan barang atau ruang di darat, baik dengan alat gerak maupun kegiatan lalu lintas di jalan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Untuk mengendalikan pergerakan orang dan atau kendaraan agar bisa berjalan dengan lancar dan aman diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan yang sebagai dasar dalam hal ini Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur hal-hal sebagai berikut: a. Instansi yang membina
b. Penyelenggaraan
c. Jaringan prasarana
d. Ketentuan tentang kendaraan yang digunakan e. Pengemudi yang mengemudi kendaraan itu
f. Ketentuan tentang tata cara berlalu lintas
g. Ketentuan tentang keselamatan dan keamanan dalam berlalu lintas
h. Ketentuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan i. Perlakuan khusus yang diperlukan untung cacat, manusia lanjut usia, wanita hamil, dan orang sakit j. Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas k. Penyidikan dan peningkatan pelanggaran lalu lintas serta l. Ketentuan pidana dan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan lalu lintas
Menurut Soerjono Soekanto dalam penegakan hukum, faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya kaidah hukum dalam masyarakat yaitu: a. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri
b. Petugas atau penegak hukum
c. Fasilitas
d. Masyarakat Telah banyak kematian sia-sia di jalan raya, hanya karena dikesampingkannya peraturan dan hukum oleh siapapun yang berada di jalan raya, baik sengaja ataupun tidak. Setiap hari selalu saja terjadi kematian dan cacat di jalan raya, sebab jalan raya sudah merupakan medan perang, yang muat pasti akan menang melawan yang lemah, dan terjadilah kematian bagi yang lemah.
D.
Tinjauan Umum tentang Peran dan Fungsi Satuan Lalu Lintas (Satlantas)
Secara universal peran polisi dalam masyarakat dirumuskan sebagai penegak hukum atau "Law Enforcement Officer" dan pemelihara ketertiban atau "Order Maintance". Pengertian ini termasuk didalamnya peran sebagai pembasmi kejahatan atau "Crime Fighter".
Polisi sebagai lembaga pelayanan umum yang bergerak di bidang keamanan dan hukum, tidak dapat semata-mata digantikan oleh alat apapun.
Sebab hubungan antara polisi dengan masyarakat sangat terikat secara moral dan kultural yang dinamis dan selalu berkembang maju. Sikap ketergantungan masyarakat terhadap polisinya untuk memperoleh pelayanan keamanan sangat besar. Polisi dapat melakukan komunikasi moral dan komunikasi kultural dengan masyarakat.
Polisi memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat. Tugas dan fungsi pokok polisi dalam mengayomi masyarakat adalah hal utama dilakukan demi menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Prestasi kerja polisi merupakan fungsi dari keadaan di sekelilingnya. Baik berupa hambatan maupun dukungan dan dorongan. Itu berarti terdapat sesuatu pertukaran yang erat antara polisi dengan lingkungannya, masyarakatnya, bangsanya. Dan itulah yang menentukan hasil kerja dan prestasi polisi.
Polisi lalu lintas dalam hal ini berperan sebagai pencegah "politietoezicht" dan sebagai penindak "politiedwang" dalam fungsi "politie".
Disamping itu polisi lalu lintas khususnya di bidang lalu lintas jalan raya, juga melakukan fungsi "regeling" (misalnya pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor untuk melengkapinya dengan segitiga pengaman) dan fungsi "bestuur" khusunya dalam hal perijinan atau "begunstiging" (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi).
Polisi Lalu Lintas adalah bagian dai polisi kota dan mewujudkan susunan pegawai-pegawai lalu lintas di jalan-jalan. Tugas polisi lalu lintas dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
1. Operatif
a. memeriksa kecelakaan lalu lintas
b. mengatur lalu lintas
c. menegakan hukum lalu lintas
2. Administratif
a. mengeluarkan Surat Izin Mengemudi
b. mengeluarkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor
c. membuat statistic/grafik dan pengumpulan semua data yang berhubungan dengan lalu lintas Polisi lalu lintas dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut:
1. Pembinaan fungsi lalu lintas dilingkungan Polres.
2. Penyelenggaraan dan pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerjasama lintas sektoral, pendidikan masyarakat dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas.
3. Penyelenggaraan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban lalu lintas.
4. Penyelenggaraan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi yang dilaksanakan di Polres.
5. Penyelenggaraan patroli jalan raya serta penanganan kecelakaan lalu lintas serta menjamin kelancaran lalu lintas di jalan raya.
Fungsi kepolisian juga diatur di dalam Pasal 2 Undang-undang Kepolisian Negara (UU RI No.2 Tahun 2002) yaitu salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Jadi fungsi polisi lalu lintas adalah menjaga dan melingdungi keamanan dan ketertiban masyarakat pengguna jalan sehingga terciptalah keamanan dan ketertiban di jalan raya.
Diperlukan peran dan fungsi yang kuat dari aparat kepolisian dalam bidang lantas agar kecelakaan dapat dihindari. Fungsi lantas dalam penyelenggaraan tugas pokok Polri di bidang lalu lintas yang meliputi:
1. Penegakan hukum lantas (Police Traffic Law Enforcement)
2. Pendidikan masyarakat tentang lantas (Police Traffic Education)
3. Keteknikan lantas (Police Traffic Engineering)
4. Registrasi/identifikasi pengemudi dan kendaraan (Drive And Vehicle
Identification
Pengaturan mengenai lalu lintas diatur dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada dasarnya polisi lalu lintas bertugas mengawasi, membantu, menjaga agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancar dan efisien. Seorang petugas lalu lintas merupakan anggota dari suatu organisasi profesi penegakan hukum tertentu. Salah satu unsur pokok dari organisasi profesional tersebut adalah suatu kode etik yang terperinci menyajikan pokok-pokok etik bidang penegakan hukum (Andrew R, 2011: 27).
E. Tinjauan Umum tentang Kecelakaan
Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ kerugian harta benda. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh tenaga manusia dan hewan. Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan orang dengan di pungut bayaran (Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Pasal 229 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, membagi kecelakaan lalu lintas menjadi tiga golongan yaitu:
1. Kecelakaan Lalu Lintas Ringan, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan Lalu Lintas Sedang, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan Lalu Lintas Berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklayakan kendaraan, serta ketidaklayakan Jalan dan/atau lingkungan (Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Jenis-jenis Kecelakaan Lalu Lintas
Karakteristik kecelakaan menurut jumlah kendaraan yang terlibat tabrakan dapat digolongkan menjadi:
1. Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan suatu kendaraan bermotor dan tidak melibatkan pengguna jalan lain.
Contohnya: menabrak pohon, tergelincir, dan terguling akibat ban pecah.
2. Kecelakaan ganda, yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kendaraan atau kendaraan dengan pejalan kaki yang mengalami kecelakaan diwaktu dan tempat yang bersamaan.
Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Head-on Collision (Tabrak depan-depan)
Head-on Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi
antara 2 (dua) kendaraan dari arah yang berlawanan. Kecelakaan ini terjadi karena kendaraan yang mau menyalip gagal kembali ke jalurnya atau karena jarak pandang yang tidak mencukupi di daerah tikungan.
2. Run off Road Collision (Tabrak samping-samping)
Run off Road Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi
hanya pada satu kendaraan yang keluar dari jalan dan menabrak sesuatu, hal ini dapat terjadi ketika pengemudi kehilangan kontrol atau salah menilai tikungan, atau mencoba untuk menghindari tabrakan dengan pengguna jalan lain atau binatang.
3. Rear-end Collision (Tabrak depan-belakang)
Rear-end Collision adalah jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi
dari dua atau lebih kendaraan dimana kendaraan menabrak kendaraan di depannya, biasanya disebabkan karena kendaraan di depan berhenti tiba- tiba. Jenis kecelakaan ini juga dapat menyebabkan kecelakaan beruntun dimana melibatkan lebih dari dua kendaraan.
4. Side Collision (Tabrak depan-samping)
Side Collision adalah jenis tabrakan dimana terjadi antara dua
kendaraan secara bersampingan dengan arah yang sama. Tabrakan ini sering terjadi di persimpangan Y, di tempat parkir atau ketika kendaraan menabrak dari samping suatu objek tetap.
5. Rollover (Terguling)
Rollover adalah jenis tabrakan dimana kendaraan terjungkir balik,
biasanya terjadi pada kendaraan dengan profil yang lebih tinggi seperti truk. Kecelakaan rollover berhubungan langsung dengan stabilitas kendaraan. Satabilitas ini dipengaruhi oleh hubungan antara pusat gravitasi dan lebar trek (jarak antara roda kiri dan kanan). Pusat gravitasi yang tinggi dan trek yang lebar dapat membuat kendaraan tidak stabil di tikungan dengan kecepatan yang tinggi atau perubahan arah belokan yang tajam dan mendadak. Airbags maupun sabuk pengaman kurang efektif (Purnomo dkk, 2011: 32).
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, pertama adalah faktorn yang terakhir adalah faktor kondisi lingkungan fisik . Kombinasi dari ketigasaja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan, kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Disamping itu masih ada faktoryang juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan.
1. Faktor Manusia Merupakan faktor yang palingrambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadapturan yang berlaku ataupun tidak melihatiberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu. Selain itu manusia sebagai pengguna jalan raya sering sekali lalai bahkan rena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat memancing gairah untuk
2. Faktor Kendaraan Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk menjamin keselamatan bagi pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai, oleh karena itu kendaraan harus dipelihara dengan baik sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca spion, dan sabuk pengaman. Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan dapat: a. Mengurangi jumlah kecelakaan
b. Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya
c. Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknis yang tidak layak jalan ataupun penggunaannya tidak sesuai ketentuan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kecelakaan karena faktor kendaraan, antara lain: a. Rem blong, kerusakan mesin, ban pecah, adalah merupakan kondisi kendaraan yang tidak layak jalan. Kemudi tidak baik, as atau kopel lepas, lampu mati khususnya pada malam hari, slip dan sebagainya.
b. Over Load atau kelebihan muatan adalah merupakan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai ketentuan tertib muatan.
c. Desain kendaraan dapat merupakan faktor penyebab berat ringannya kecelakaan, tombo-tombol di dashboard kendaraan dapat mencederai orang terdorong ke depan akibat benturan, kolom kemudi dapat menembus dada pengemudi pada saat tabrakan. Demikian desain bagian depan kendaraan dapat mencederai pejalan kaki yang terbentur oleh kendaraan. Perbaikan desain kendaraan terutama tergantung pada pembuat kendaraan namun peraturan atau rekomendasi pemerintah dapat memberikan pengaruh kepada perancang.
d. Sistem lampu kendaraan yang mempunyai dua tujuan yaitu agar pengemudi dapat melihat kondisi jalan di depannya konsisten dengan kecepatannya dan dapat membedakan/menunjukan kendaraan kepada pengamat dari segala penjuru tanpa menyilaukan.
3. Faktor Kondisi Lingkungan Fisik Faktor lingkungan fisik merupakan elemen elektrik yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Kondisi jalan dan cuaca tertentu dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, seperti jalan basah/licin, jalan rusak, tanah longsor, dan lain sebagainya. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004, jalan merupakan salah satu prasarana transportasi dan merupakan unsur penting dalam terciptanya keselamatan berkendara dan berlalu lintas. Jalan meliputi bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada dipermukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Berikut akan dipaparkan lebih rinci mengenai faktor lingkungan fisik yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas: a. Jalan berlubang
Jalan berlubang merupakan kondisi ketika terdapat cekungan ke dalam pada permukaan jalan yang mulus, dimana cekungan tersebut memiliki diameter dan kedalam yang berbeda dengan kondisi jalan sekitarnya. Kondisi jalan berlubang sangat membahayakan pengguna jalan, terutama kendaraan bermotor. Untuk itu biasanya pada beberapa jalan berlubang masyarakat menandainya dengan pemasangan tong, ban bekas, atau tanda peringatan di tengah jalan agar pengguna jalan dapat melakukan antisipasi saat melintas jalan tersebut.
b. Jalan Rusak Jalan rusak adalah jalan dengan kondisi permukaan jalannya tidak rata, bisa jadi jalan yang belum diaspal, atau jalan yang sudah mengalami peretakan. Pada umumnya jalan rusak tidak terdapat di jalan arteri, namun terdapat pada jalan-jalan lokal. Jalan yang rusak mempengaruhi keseimbangan sepeda motor. Untuk itu sebaiknya saat melewati jalan yang tidak rata, hendaknya mengurangi kecepatan sepeda motor, sebelum terjadi masalah.
Ketika melewati jalan yang rusak, sepeda motor cenderung untuk mengikuti jalan tersebut. Jalan rusak biasanya memiliki kontur yang naik turun, dimana tengah jalan tersebut lebih tinggi dari pada samping kanan dan kirinya. Untuk itu dibutuhkan konsentrasi dan keterampilan khusus saat melewati jalan yang rusak, namun usahakan mungkin untuk menghindari jalan yang rusak.
c. Jalan Basah/Licin Permukaan jalan basah/licin dapat disebabkan karena jalan yang basah akibat hujan atau oli yang tumpah, lumpur, salju dan es, marja jalan yang menggunakan cat serta permukaan dari besi atau rel kereta. Kondisi jalan yang seperti ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, karena keseimbangan sepeda motor akan terganggu, sepeda motor dapat tergelincir dan jatuh hingga menabrak kendaraan lain yang ada didekatnya. Pengemudi harus mengurangi kecepatan agar kendaraan tidak meluncur tak terkendali. Hal lain yang perlu diperhatikan saat melintasi jalan yang licin adalah ban. Ban akan kekurangan kemampuan menapak pada jalan basah atau permukaan jalan yang licin, sehingga sebaiknya tidak melakukan pengereman mendadak karena akan berefek pada terjadinya slip. d. Jalan Gelap Jalan yang gelap berisiko tinggi menimbulkan kecelakaan, hal ini karena pengguna jalan yang tidak dapat melihat secara jelas pengguna jalan lain maupun kondisi lingkungan jalan saat berkendara, sehingga keberadaan lampu penerangan yang tersedia sangatlah penting.
Penerangan jalan adalah lampu penerangan yang di sediakan bagi pengguna jalan. Pada fasilitas ini harus memenuhi persyaratan di tempatkan di tepi sebelah kiri jalur lalu lintas menurut arah lalu lintas.
Jalan tanpa alat penerangan akan sangat membahayakan dan berpotensi tinggi menimbulkan kecelakaan. Terlebih pada malam hari pengendara mengalami kesulitan melihat dan dilihat oleh pengendara lain dengan jelas. Bahkan dengan bantuan lampu depan sekalipun, pengendara mengalami kesulitan untuk mengetahui kondisi jalan ataupun sesuatu yang ada di jalan.
e. Hujan Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, dan jarak pandang menjadi lebih pendek. Selama musim hujan, potensi kecelakaan lalu lintas menjadi lebih besar, yang umumnya terjadi karena gangguan penglihatan saat hujan lebat, atau jalan yang tergenang air sehingga mengakibatkan efek hydroplaning, yaitu ban tidak langsung menapak ke permukaan aspal karena dilapisi air. (Warpani S, 1993: 38).
Dalam kecelakaan lalu lintas karakteristik kecelakaan seperti yang dikemukakan oleh Putranto yaitu sebagai berikut : a. Kecelakaan sebagai kejadian yang langka
Kecelakaan pada suatu lokasi sering kali merupakan kejadian yang langka.
b. Kecelakaan sebagai suatu peristiwa yang tidak tahu kapan akan terjadi Kecelakaan dianggap sebagai suatu peristiwa yang acak dari aspek waktu dan lokasi. Tidak ada satu model pun yang eksis yang mampu digunakan untuk memprediksi kapan dan dimana akan terjadi kecelakaan lalu lintas.
c. Kecelakaan sebagai peristiwa-peristiwa multi faktor Penyebab terjadinya suatu kecelakaan di setiap kejadian tentu saja berbeda-beda. Kecelakaan bisa terjadi karena perbuatan pengemudi, kondisi jalan dan tindakan pejalan kaki. Dalam hampir semua kasus, orang akan mencari penyebab tunggal dan menyebut ini sebagai peyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab dalam kaitannya terhadap kecelakaan adalah istilah yang kabur. Penyebab bisa mencakup berbagai ragam faktor yang bisa disebut keadaan-keadaan atau faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya setiap kecelakaan (Putranto, 2008 : 116).
Kecelakaan lalu lintas merupakan bahaya yang selalu mengintai para pengguna kendaraan bermotor. Menurut data WHO kurang lebih sekitar 2,4 juta jiwa meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas posisinya menduduki peringkat ketiga setelah HIV dan TBC. Menurut data Polri kecelakaan yang terjadi di Indonesia setiap tahun meningkat. Beberapa penyebab kecelakaan yang sering diabaikan pengemudi sehingga berakibat fatal yaitu:
a. Berkendara dalam keadaan mengantuk Mengantuk merupakan penyebab dominan yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, penyebab mengantuk adalah faktor kelelahan pengemudi saat menempuh jarak yang jauh. Sehingga saat mengemudi jarak jauh sebaiknya menggunakan sebagian waktunya untuk istirahat.
b. Menggunakan telepon selular saat mengemudi Mengobrol melalui Handphone sambil mengemudi mobil apalagi sepeda motor bukanlah hal yang baik. Penyebabnya bukan karena mengemudi dengan satu tangan, tapi pecahnya konsentrasi pengemudi.
c. Mengendarai dengan kecepatan tinggi Faktor penyebab kecelakaan terbesar diakibatkan kendaraan berjalan dengan kecepatan yang tinggi di mana jalan dan lingkungan sekitarnya seharusnya tidak memperkenankannya. Kecepatan kendaraan harus disesuaikan dengan keadaan jalan dan kondisi lingkungan pengguna jalan lain. Sebaiknya saat mengemudi memperhatikan rambu lalu lintas yang mengatur kecepatan yang disarankan.
d. Melanggar marka jalan Melanggar marka jalan sering dilakukan oleh pengemudi kendaraan, hal ini biasa dilakukan ketika ingin menyalip padahal kondisi jalan padat. Pelanggaran ini biasanya pada jalur dua arah, tanpa disadari hal ini membahayakan diri sendiri dan pengemudi lain dari lawan arah yang akan berakibat fatal.
e. Tidak memperhatikan kelaikan kendaraan Kelaikan kendaraan merupakan hal yang penting dalam berkendara, karena kelaikan kendaraan sering menjadi masalah 13 dalam berkendara misalnya konisi rem, ban dan kontrol setir. Sebelum berkendara usahan memeriksa kelaikan kendaraan agar perjalanan aman dan nyaman.
F. Tinjauan Umum tentang Audit Keselamatan Jalan
Audit Keselamatan Jalan adalah pemeriksaan resmi proyek jalan/lalu lintas yang mana tim ahli yang independent melaporkan potensi tabrakan dan aspek keselamatan pada proyek (Austroads, 2002: 67).
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2005) audit keselamatan jalan adalah upaya untuk mencari penyebab terjadinya kecelakaan ataupun masalah-masalah yang terjadi pada jalan rawan kecelakaan agar memberikan keselamatan bagi pengguna jalan. Audit keselamatan jalan merupakan bagian dari strategi pencegahan dari kecelakaan lalu lintas dengan suatu pendekatan perbaikan terhadap kondisi desain geometrik, bangunan pelengkap jalan, fasilitas pendukung jalan yang berpotensi mengakibatkan konflik lalu lintas dengan suatu konsep pemeriksaan jalan yang komprehensif, sistematis dan independen.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum tentang audit keselamatan jalan tahun 2005, menjelaskan bahwa:
1. Tujuan audit keselamatan jalan secara umum adalah:
a. Memastikan proyek jalan baru memenuhi aspek keselamatan
b. Mengurangi biaya keseluruhan dari proyek
c. Mengurangi resiko tabrakan dari jaringan jalan sekitarnya
d. Memberikan keselamatan kepada pengguna jalan
e. Mempromosikan keselamatan infrastruktur jalan
2. Manfaat audit keselamatan jalan adalah untuk:
a. Mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan pada suatu ruas jalan b. Mengurangi parahnya korban kecelakaan
c. Menghemat pengeluaran negara untuk kerugian yang di akibatkan kecelakaan lalu lintas d. Meminimumkan biaya pengeluaran untuk penanganan lokasi kecelakaan suatu ruas jalan melalui pengefektifan desain jalan
3. Tahapan audit keselamatan jalan Audit dapat dilakukan pada empat tahapan, yaitu:
a. Audit pada tahap pra rencana (pre design stage)
b. Audit pada tahap draft desain (draft engineering design stage)
c. Audit pada tahap detail desain (detailed engineering design stage)
d. Audit pada tahap percobaan beroperasinya jalan atau pada ruas jalan yang telah beroperasi secara penuh (operational road stage)
4. Audit tahap operasional jalan Audit tahap operasional jalan digunakan pada tahap mulai beroperasinya suatu jalan dan untuk ruas-ruas jalan yang sudah beroperasi.
Audit keselamatan jalan dalam tahap ini bertujuan untuk memeriksa:
a. Konsistensi penerapan standar geometri jalan secara keseluruhan
b. Konsistensi penerapan desain akses/persimpangan
c. Konsistensi penerapan marka jalan, penempatan rambu, dan bangunan pelengkap jalan d. Pengaruh desain jalan yang terimplementasi terhadap lalu lintas
(konflik lalu lintas)
e. Pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap kondisi lalu lintas
f. Karakteristik lalu lintas dan pejalan kaki
g. Pengaruh perambuan, marka, dan lansekap terhadap lalu lintas
h. Kondisi permukaan jalan i. Kondisi penerangan jalan G.
Tinjauan Umum tentang Jalan
Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Lalu Lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas, dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.
Ruang Lalu Lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang dan barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung (Undang-undang RI N omor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Jalan Raya ialahtama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri-ciri berikut: 1. Digunakan untuk kendaraan bermotor.
2. Digunakan oleh masyarakat umum.
3. Dibiayai oleh perusahaan negara.
4. Penggunaannya diatur oleh undang-undang pengangkutan.
Pada dasarnya Pembangunan Jalan Raya adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi berbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan muka bumi, pembangunan jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan. Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban kendaraan. Berikutnya, jika perlu, tanah yang lembut akan diganti dengan tanah yang lebih keras. Lapisan tanah ini akan menjadi lapisan dasar. Seterusnya di atas lapisan dasar ini akan dilapisi dengan satu lapisan lagi yang disebut lapisan permukaan. Biasanya lapisan permukaan dibuat dengan aspal ataupun semen.
Pengaliran air merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam pembangunan jalan raya. Air yang berkumpul dipermukaan jalan raya setelah hujan tidak hanya membahayakan pengguna jalan raya, malahan akan mengikis dan merusakan struktur jalan raya. Karena itu permukaan jalan raya sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya mempunyai landaian yang berarah ke selokan dipinggir jalan. Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke selokan.
Setelah itu retroflektor (rambu-rambu tanda bahaya) dipasang di tempat-tempat yang berbahaya seperti belokan yang tajam. Dipermukaan jalan mungkin juga akan diletakkan "mata kucing", yakni sejenis benda bersinar seperti batu yang ditanamkan dipermukaan jalan raya. Fungsinya adalah untuk menandakan batas lintasan
Marka Jalan adalah suatu tanda yang ada dipermukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas (Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Dalam merencanakan jalan raya bentuk geometriknya harus ditentukan sedemikian rupa sehingga jalan raya yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menetapkan peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970, sehingga semua perencanaan jaln di Indonesia harus berdasarkan pada peraturan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah lalu lintas.
Masalah-masalah yang menyangkut lalu lintas meliputi: 1. Volume / jumlah lalu lintas.
2. Sifat dan komposisi lalu lintas.
3. Kecepatan rencana lalu lintas.
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada umumnya mempengaruhi alignment sebagai standart perencanaan geometrik, seperti jalan landai, jarak pandangan, penampang melintang dll. Berdasarkan Undang-undang No. 38 mengenai jalan, maka jalan dapat diklasifikasikan menjadi 2 klasifikasi jalan yaitu:
1. Klasifikasi jalan menurut fungsi Klasifikasi jalan umum menurut peran dan fungsinya terdiri atas:
a. Jalan Arteri 1) Jalan Arteri Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu yang berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Arteri Primer adalah: a) Kecepatan rencana > 60 km/jam
b) Lebar badan jalan >8,0 m c) Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
d) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai e) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal
f) Jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota 2) Jalan Arteri Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder lainnya atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Arteri Sekunder adalah: a) Kecepatan rencana > 30 km/jam
b) Lebar jalan > 8,0 m
c) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata- rata d) Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat
b. Jalan Kolektor 1) Jalan Kolektor Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota kedua dengan kota jenjang kedua, atau kota jenjang ketiga
Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Kolektor Primer adalah: a) Kecepatan rencana > 40 km/jam
b) Lebar badan jalan > 8,0 m
c) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata d) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu e) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal
f) Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota 2) Jalan Kolektor Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder lainnya atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Kolektor Sekunder adalah: a) Kecepatan rencana > 20 km/jam
b) Lebar jalan > 7,0 m
c. Jalan Lokal 1) Jalan Lokal Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya.
Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Lokal Primer adalah: a) Kecepatan rencana > 20 km/jam
b) Lebar badan jalan > 6,0 m
c) Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa 2) Jalan Lokal Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, atau kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan.
Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh Jalan Lokal Sekunder adalah: a) Kecepatan rencana > 10 km/jam
b) Lebar jalan > 5,0 m (R. Desutama, 2007: 89).
d. Jalan Lingkungan Jalan lingkungan adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004, bagian-bagian pada jalan seperti:
1. Ruang Manfaat Jalan Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk kontruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dengan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak dibagian yang paling luar dari manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.
2. Ruang Milik Jalan Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasaan keamanan pengguna jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.
3. Ruang Pengawasan Jalan Ruang pengawasan jalan adalah ruag tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak menganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas dan tidak menganggu fungsi jalan.
H. Tinjauan Umum tentang Persyaratan Berkendara
Dipada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009).
Peraturan perundang-undangan terbaru adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 yang menjelaskan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009.
Surat Izin Mengemudi di Indonesia terdapat dua (2) jenis (Pasal 77 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009):
1. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Perseorangan Golongan SIM Perseorangan berdasarkan Pasal 80 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009:
a. SIM A, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
b. SIM B1, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
c. SIM B2, untuk mengemudikan Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg.
d. SIM C, untuk mengemudikan Sepeda Motor.
e. SIM D, untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
2. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum Golongan SIM Umum berdasarkan Pasal 82 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009:
a. SIM A Umum, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
b. SIM B1 Umum, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
c. SIM B2 Umum, untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg. Persyaratan pemohon SIM perseorangan berdasarkan Pasal 81 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009:
a. Usia 1) 17 tahun untuk SIM A, C, dan D 2) 20 tahun untuk SIM B1 3) 21 tahun untuk SIM B2 b. Administratif 1) memiliki 2) mengisi formulir permohonan 3) rumusan sidik jari
c. Kesehatan 1) sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter 2) sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis
d. Lulus ujian 1) ujian teori 2) ujian praktik dan/atau 3) ujian ketrampilan melalui simulator Syarat tambahan berdasarkan Pasal 81 ayat (6) Undang-undang Nomor
22 Tahun 2009 bagi setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan mengajukan permohonan: Surat Izin Mengemudi B1 harus memiliki SIM A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.
1. Surat Izin Mengemudi B2 harus memiliki SIM B1 sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.
2. Persyaratan permohonan SIM Umum berdasarkan Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009: a. Persyaratan Usia
1) SIM A Umum 17 tahun 2) SIM B1 Umum 22 tahun
3) SIM B2 Umum 23 tahun
b. Persyaratan Khusus 1) Lulus Ujian Teori 2) Lulus Ujian Praktik Syarat tambahan berdasarkan Pasal 83 ayat (4) Undang-undang Nomor
22 Tahun 2009:
1. Permohonan SIM A Umum harus memiliki SIM A sekurang-kurangnya 12 bulan.