BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) - RIZKI NUR ELISSA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Masalah keagenan (agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu

  antara perusahaan (principal) dengan pihak manajemen (agent) dan antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Tujuan normatif pengambilan keputusan keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan (agent) memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para pemilik perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2004).

  Sulistyanto (2008), manajer sebagai pengelola perusahaan merupakan satu-satunya pihak yang menguasai seluruh informasi yang diperlukan untuk menyusun laporan keuangan. Manajer dapat menjelaskan secara rinci mengapa dan untuk apa informasi itu ada. Manajer juga mengetahui dan memahami hubungan antara satu informasi dengan informasi lain, sementara pihak lain diluar perusahaan, yaitu calon investor, kreditur,

  , regulator, pemerintah dan stakeholder lain, yang mempunyai

  supplier

  keterbatasan sumber dan akses untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan.

  Oleh karena itu kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan apa saja yang harus dilakukan manajer dalam melakukan pengelolaan dana yang diinvestasikan dan pembagian

  

return antara manajer dan investor. Perataan laba muncul ketika semua

  pihak yang terlibat mempunyai dorongan untuk melakukan kepentingannya sendiri-sendiri sehingga timbul adanya konflik antara prinsipal dan agen.

  Manajemen sebagai agen juga mempunyai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya, sebagai contoh manajemen ingin mendapatkan bonus atas kinerjanya. Masalah yang kemudian timbul dalam teori agensi adalah ketidaklengkapaan informasi yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak, hal inilah yang disebut dengan asimetri informasi (asymetry information). Terdapat tipe-tipe asimetri informasi, yaitu:

  a. Adverse Selection, adalah tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku transaksi bisnis atau transaksi usaha yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain. Adverse Selection dapat terjadi karena beberapa orang seperti manajer dan para pihak internal perusahaan lainnya lebih mengetahui kondisi saat ini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor.

  b. Moral Hazard yaitu tipe asimetri informasi dimana satu orang atau lebih pelaku bisnis atau transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Moral Hazard dpat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian sehingga principal tidak dapat mengamati seluruh aksi manajer yang mungkin berbeda dengan apa yang diinginkan principal.

2. Teori Akuntansi Positif

  Menurut Sulistyanto (2008), ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang digunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan.

  a. Bonus Plan hypothesis Rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manjer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi juga memotivasi manager untuk melakukan kecenderungan manajerial.

  b. Debt (equity) hypothesis Perusahaan yang mempunyai rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula, akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumberdaya.

  c. Political cost hypothesis Perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang diperolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

3. Laba

  Laba adalah selisih total pendapatan dengan total beban yang tidak termasuk komponen dari penghasilan komprehensif lainnya. Tujuan utama dari pelaporan laba adalah memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang paling berkepentingan dalam laporan keuangan, tanpa memperhatikan masalah yang muncul tujuan utama yang paling penting dari pelaporan laba untuk pemakai laporan keuangan adalah kebutuhan untuk membedakan antara modal yang diinvestasikan dan laba antara saham dan arus sebagai bagian dari proses deskriptif dari akuntansi.

  Tujuan tersebut mencakup (Prasetya, 2013): a. Penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen. b. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian devidenmasa depan.

  c. Penggunaan laba sebagai pengukuran pencapaian dan sebagai pedoman untuk keputusan manajerial masa depan.

  Menurut akuntansi yang dimaksud laba akuntansi adalah perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Menurut Belkaoui definisi tentang laba itu mengandung lima sifat (Harahap, 2001) sebagai berikut:

  a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.

  b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodik laba itu, artinya merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu.

  c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.

  d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu.

  e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip matching artinya hasil dikurangi biaya yang diterima/dikeluarkan dalam periode yang sama.

4. Perataan Laba (Income Smoothing)

  Merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan relatif sama selam beberapa periode, pola ini dilakukan manajer perusahaan dengan cara menaikan atau menurunkan pendapatan maupun biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau rendah dari pendapatan maupun biaya sesungguhnya. Laba yang relatif stabil lebih disukai investor karena kestabilan laba dapat mempermudah investor dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam mengatur agar laba relatif stabil manajer dapat menggunakan metode akuntansi seperti menentukan harga pokok persediaan, dengan membuat harga pokok penjualan relatif stabil selama beberapa periode sehingga laba yang diperoleh tidak terlalu tinggi dan tidak juga terlalu rendah. Manajer juga dapat menggunakan metode depresiasi aktiva tetap yaitu metode garis lurus dimana dalam mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap relatif sama besarnya dalam beberapa periode. Pola ini biasanya dilakukan perusahaan dengan motivasi bonus bagi manajer dan investor terkait pentingnya informasi sebagai pengambilan keputusan (Prasetya, 2013).

  Menurut Assih dan Gudono (2000), perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya meningkatkan harga saham perusahaan. Sedangkan menurut Herni dan Yulius (2008), perataan laba adalah cara yang digunakan oleh manager untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan melalui metode akuntansi maupun melalui transaksi.

  Menurut Jatiningrum (2000), motivasi dan alasan praktik perataan laba yang dilakukan manajemen merupakan suatu tindakan yang rasional dan logis karena sebagai:

  1. Teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun berjalan sehingga pajak yang terutang atas perusahaan menjadi kecil.

  2. Bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang diperolehnya.

  3. Jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan karyawannya. Perataan laba menstabilkan adanya fluktuasi laba, sehingga dengan adanya penurunan upah dan manajemen pun dapat terhindar dari adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan ketika perusahaan mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya.

5. Profitabilitas

  Menurut Astuti (2004), profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba, ukuran profitabilitas paling penting adalah laba bersih, baik kreditur maupun investor akan selalu memantau rasio profitabilitas suatu perusahaan sebelum mengambil keputusan.

  Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai laba. Profit merupakan hasil kebijakan manajemen, maka kinerja perusahan dapat diukur dengan profit, adapun kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba disebut profitabilitas.

  Profitabilitas merupakan ukuran penting yang seringkali dijadikan dasar investor dalam menilai sehat tidaknya perusahaan, yang selanjutnya dapat mempengaruhi keputusan untuk menjual ataumembeli saham suatu perusahaan (Butar dan Sudarsi, 2012). Tingkat profitabilitas yang stabil akan memberikan keyakinan pada investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik. Tingkat profitabilitas yang stabil memiliki keuntungan bagi manajemen, yaitu mengamankan posisi atau jabatan dalam perusahaan. Tingkat profitabilitas yang stabil dapat memberikan keyakinan pada investor atas investasi yang dilakukan karena perusahaan dinilai baik dalam menghasilkan laba (Kustono dan Sari, 2012).

6. Risiko Keuangan

  Risiko keuangan diproksikan financial leverage menurut Sartono (2001), menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri, penggunaan utang sendiri bagi perusahaan mengandung beberapa dimensi: a. Pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan, b. Dengan menggunakan utang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat,

  c. Dengan menggunakan utang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian perusahaan.

  Financial leverage merupakan perbandingan antara hutang dan aset

  yang menunjukkan berapa bagian aset yang digunakan untuk menjamin hutang (Butar dan Sudarsi, 2012). Tingginya financial leverage menggambarkan semakin banyak pembiayaan-pembiayaan yang dibiayai oleh utang (Christina, 2012). Hal tersebut merupakan kondisi yang kurang baik bagi investor karena resiko yang dihadapi semakin besar.

  Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi, akibat kondisi ini maka perusahaan cenderung melakukan perataan laba (Irwansyah, 2016). Sejauh mana perusahaan bergantung pada pembiayaan eksternal (termasuk pasar modal) untuk mendukung operasi yang sedang berlangsung. Risiko keuangan tercermin dalam faktor-faktor seperti leverage neraca, transaksi off balance sheet, kewajiban kontrak, jatuh tempo pembayaran utang, likuiditas dan hal lainnya yang mengurangi fleksibilitas keuangan. Untuk menghasilkan suatu keuntungan bagi perusahaan, tentunya tidak terlepas dan risiko yang akan dialami, yaitu risiko keuangan.

  7. Nilai Perusahaan

  Merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan oleh para investor dan calon investor. Prayudi dan Rochmawati (2013), nilai perusahaan merupakan pandangan investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham, semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Menurut Cahyani (2012), semakin tinggi nilai perusahaan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karenadengan melakukan perataan laba, variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai oleh investor supaya nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumberdaya ke dalam perusahaan.

  8. Kepemilikan Institusional

  Asbar, dkk (2011) kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking. Adanya pemegang saham seperti institusional ownership memiliki arti penting dalam memonitor manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi-institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Signifikasi institusional ownership sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka mereka akan menjual sahamnya ke pasar.

9. Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log size, harga pasar saham dan lain-lain. Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi kemampuan dalam menanggung resiko yang mungkin timbul dari berbagai situasi yang dihadapi perusahaan. Perusahaan besar memiliki resiko yang lebih rendah dari pada perusahaan kecil, hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kondisi pasar, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan ekonomi.

  Perusahaan-perusahaan besar mempunyai lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan nilai perusahaan, karena memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber-sumber informasi eksternal dibandingkan dengan perusahaan kecil, selain itu ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar perusahaan mendapat perhatian terkait kinerja perusahaan, perataan laba dilakukan manajer sebagai bentuk manipulasi laba dianggap tidak memberikan informasi yang sesungguhnya terkait kinerja perusahaan, sehingga perusahaan besar yang tergolong mendapat perhatian besar akan membatasi manajer dalam melakukan perataan laba, karena jika perusahaan besar terbukti melakukan perataan laba maka akan dapat menjatuhkan nilai suatu perusahaan yang dianggap tidak menyampaikan informasi sesungguhnya yang berdampak pada penilaian kinerja perusahaan (Praseyta dan Rahardjo, 2013).

B. Penelitian Terdahulu

  No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Penelitian Penelitian

  1. Butar dan Pengaruh ukuran Variabel dependen: Ukuran Sudarsi perusahaan, Perataan laba. perusahaan (2012) profitabilitas, berpengaruh leverage , dan Variabel independen: terhadap perataan kepemilikan Ukuran perusahaan, laba. institusional terhadap profitabilitas, Profitabilitas, perataan laba. leverage , dan leverage , dan kepemilikan kepemilikan institusional. institusional tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

  2. Zuhriya dan Perataan laba dan Variabel dependen: Ukuran

Wahidahwati faktor-faktor yang Perataan laba. perusahaan tidak

(2015) mempengaruhi berpengaruh perusahaan Vaariabel positif terhadap manufaktur di Bursa independen: perataan laba. Efek Indonesia. Profitabilitas, Return on assets solvabilitas, risiko berpengaruh saham, nilai positif terhadap perusahaan. perataan laba.

  Financial laverage berpengaruh positif terhadap perataan laba. net profit margin ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

  Operating profit margin tidak berpengaruh positif terhadap perataan laba. Risiko saham tidak berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

  Price book value berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

  3. Christina (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur di BEI.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage , divident payout ratio .

  Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Dividend payout ratio tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  4. Santoso dan Salim (2012) Pengaruh profitabilitas, financial leverage , dividen, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kelompok usaha terhadap perataan laba studi kasus pada perusahaan non- finansial yang terdaftar di BEI.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Profitabilitas, financial leverage , dividen, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kelompok usaha.

  Variabel profitabilitas dan kelompok usaha tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, variabel financial leverage dan dividen berpengaruh negatif terhadap tindakan perataan laba dan variabel ukuran perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba.

  5. N. Widana dan Gerianta (2013) Perataan laba serta faktor-faktor yang mempengaruhi di Bursa Efek Indonesia.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, dividend payout

  Ukuran perusahaan, dividend payout ratio , serta financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap

  ratio , net profit tindakan perataan , financial laba pada margin leverage . perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007- 2011. Sedangkan profitabilitas dan net profit margin berpengaruh positif signifikan terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011

  6. Aji dan Mita Pengaruh Variabel dependen: Profitabilitas tidak (2010) profitabilitas, risiko Perataan laba. berpengaruh keuangan, nilai positif terhadap perusahaan, dan Variabel independen: praktik perataan kepemilikan terhadap Profitabilitas, risiko laba. Risiko praktik perataan laba : keuangan, nilai keuangan dan nilai studi empiris perusahaan, perusahaan perusahaan kepemilikan terbukti manufaktur yang manajerial, berpengaruh terdaftar di Bursa kepemilikan publik. positif terhadap Efek Indonesia. praktik perataan Variabel kontrol: laba. Kepemilikan

  Ukuran perusahaan. publik berpengaruh terhadap praktek perataan laba yang dilakukan perusahaan selama periode pengamatan. Kepemilikan manajerial tidak serta merta menunjukkan insentif manajemen untuk melakukan praktek perataan laba karena hal tersebut mungkin dapat membahayakan perusahaan dalam jangka panjang. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  7. Dewi dan Sujana (2014) Pengaruh ukuran perusahaan dan profitabilitas pada praktik perataan laba dengan jenis industri sebagai variabel pemoderasi di Bursa Efek Indonesia.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas. Variabel moderasi: Jenis industri.

  Ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan jenis industri tidak dapat memoderasi ukuran perusahaan dan profitabilitas pada praktik perataan laba.

  8. Iskandar dan Suardana (2016) Pengaruh ukuran perusahaan, return on asset ,dan winner/loser stock terhadap praktik perataan laba.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, return on asset , winner/loser stock .

  Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba. ROA berpengaruh terhadap praktik perataan dan winner/loser stock tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  9. Kuswara dan Triyono (2016) Pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, financial leverage , kepemilikan institusional dan jenis industri terhadap praktik perataan laba.

  Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Profitabilitas, ukuran perusahaan, , financial leverage, kepemilikan institusional, jenis industri. profitabilitas, ukuran perusahaan, financial leverage , dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap praktik perataan laba, namun praktik perataan laba tidak dipengaruhi variabel jenis industri.

  10. Pratama Pengaruh Variabel dependen: Kepemilikan (2012) profitabilitas, resiko Perataan laba. manajerial keuangan, nilai berpengaruh perusahaan, struktur Variabel independen: positif kepemilikan dan Profitabilitas, resiko dan signifikan dividend payout ratio keuangan, terhadap terhadap perataan kepemilikan probabilitas laba. manajerial, perataan kepemilikan publik, laba. Sedangkan dividend payout variabel ratio . profitabilitas, resiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan publik dan dividend payout ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas perataan laba. Sedangkan pada variabel profitabilitas, resiko keuangan, nilai perusahaan dan dividend payout ratio tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok perusahaan perata dan bukan perata laba.

C. Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan data yang ada, seringkali pengguna laporan keuangan hanya tertuju pada informasi laba tanpa memperhatikan darimana perusahaan memperoleh laba tersebut. Adanya kecenderungan yang lebih memperhatikan laba dalam laporan keuangan disadari oleh manajemen, sehingga mendorong terjadinya praktik perataan laba. Dalam penelitian ini melakukan pengujian menggunakan variabel independen profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan, sedangkan variabel dependen adalah perataan laba.

  Menurut Dwiatmini dan Nurkholis (2001), dengan adanya melakukan perataan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan abnormal return yang terjadi ketika laba diumumkan. Jika informasi laba yang diumumkan merupakan good news bagi investor maka harga saham akan meningkat dan memberikan abnormal return yang besar bagi investor sehingga hal tersebut menarik perhatian investor lain untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.

  Tetapi jika informasi laba tersebut merupakan bad news maka harga saham akan turun dan menyebabkan investor melepas atau menarik investasinya dari perusahaan tersebut. Investor menilai kinerja manajemen dan kondisi perusahaan melalui laporan laba rugi. Dengan menampilkan laba yang relatif stabil diharapkan akan meningkatkan persepsi pihak eksternal mengenai kinerja manajemen perusahan tersebut.

  Menurut Agency Theory, perusahaan dipandang sebagai kumpulan kontrak pihak-pihak yang berkepentingan yaitu pemilik atau pemegang saham dan kreditorsebagai prinsipal sedangkan manajer sebagai agen. Adanya perbedaan kepentingan antaraprinsipal dan agen menimbulkan masalah keagenan. Masing-masingpihak mengutamakan kepentingannya, sebagai mahluk yang rasional, agen mengutamakan kepentingannya (tanpa memperhitungkan kepentingan rinsipal), misalnya denganmelakukan manipulasi atas laporan laba rugi. Contohnya adalah bonus compensation

  

plan yang terkait dengan kinerja manajemen, dengan menampilkan laba yang

  stabil maka kinerja manajemen akan dinilai baik oleh prinsipal sehingga manajer akan menerima bonus sebagai kompensasinya. Umumnya, manajemen atas laba (earnings management) terjadi jika manajer berkepentingan langsung terhadap angka laba (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001).

  Profitabilitas berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka manajer cenderung melakukan praktik perataan laba untuk menjaga kestabilan perusahaan dalam suatu pengambilan keputusan. Risiko keuangan berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, perusahaan yang memiliki risiko keuangan yang tinggi akan cenderung melakukan perataan laba agar terhindar dari pelanggaran kontrak atas perjanjian utang (Cahyani, 2012). Nilai perusahaan berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, karena semakin tinggi nilai perusahaan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktek perataan laba, dengan melakukan perataan laba variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai olehinvestor agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumber daya ke dalam perusahaan (Aji dan Miita, 2010).

  Kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, karena investor institusional adalah pemilik sementara (transfer

  

owner ) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings).

  Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah yang besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan tersebut maka manajer akan cenderung melakukan tindakan perataan laba (Kuswara dan Triyono, 2016).

  Ukuran perusahaan berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, karena semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba. Perusahaan yang besar pasti akan terbebani oleh biaya politik terutama dalam hal pemungutan pajak dari pemerintah, dimana biasanya perusahaan enggan membayar pajak yang tinggi. Selain itu perusahaan besar yang juga akan dibebani dengan tanggung jawab sosial untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dari laba yang dihasilkan. Oleh karena itu perusahaan dengan ukuranyang besar cenderung untuk melakukan praktik perataan laba (Santoso dan Salim, 2012).

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antar Variabel

  Profitabilitas H +

  1 Risiko Keuangan

  H +

  2 H +

  3 Nilai Perusahaan

  Praktik Perataan Laba

  H +

  4 Kepemilikan

  Institusional H

  • 5

  Ukuran Perusahaan D.

   Perumusan Hipotesis 1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Praktik Perataan Laba

  Semakin tinggi profitabilitas maka tingkat kembalian return, semakin besar dan akan meningkatkan kepercayaan pasar sehingga perusahaan mempunyai kecenderungan untuk menjaga konsistensi tingkat labanya dengan melakukan praktik perataan laba (Cahyani, 2012).

  Menurut Butar dan Sudarsi (2012), profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hal ini berarti bahwa besar kecilnya profitabilitas tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Semakin besar profitabilitas perusahaan semakin besar kemungkinannya untuk melakukan tindakan perataan laba, namun semakin kecil profitabilitas perusahaan semakin kecil kemungkinannya untuk melakukan tindakan pertaan laba. Kondisi ini dimungkinkan terjadi ketika investor kurang memperhitungkan dengan sungguh-sungguh profitabilitas perusahaan karena pada umumnya investor tersebut belum menggunakan secara maksimal informasi yang dipraktikkan dalam pengambilan keputusan investasi yang mereka laksanakan. Manajemen juga harus menjaga stabilitas informasi laba sehingga manajemen akan cenderung mengolah informasi laba yang diperoleh.

  Menurut N. Widana dan Gerianta (2013) profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena investor cenderung memperhatikan

  

return on asset dalam menilai sehat tidaknya perusahaan, disamping itu

laba yang digunkana dalam rasio return on asset yaitu laba setelah pajak.

  Menurut Cahyani (2012) profitabilitas secara parsial mempunyai pengaruh terhadap perataan laba karena sebagian besar perusahaan sampel melaporkan keuntungan sehingga dapat mempengaruhi pengukuran dan kemungkinan tingkat profitabilitas yang positif pada sampel. Hal ini mengindikasikan profitabilitas mempengaruhi perataan laba, sehingga apabila perusahaan melaporkan laba ataupun rugi ada pengaruhnya terhadap perataan laba. Adanya pengaruh mengindikasikan manajemen berorientasi pada laba, manajemen mempunyai persepsi jika laporan laba merupakan gambaran utama untuk pengukuran kinerja manajemen. Persepsi ini didukung juga dengan sistem reward bagi manajemen puncak yang ditentukan oleh aktivitas laba, profitabilitas akan mempengaruhi keputusan investasi dan pemberian kredit. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

  H

1 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba

2. Pengaruh Risiko Keuangan Terhadap Praktik Perataan Laba

  Semakin tinggi risiko keuangan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karena perusahaan berusaha untuk menghindari pelanggaran kontrak perjanjian utang, yaitu perusahaan berusaha untuk menjaga nilai leverage agar tidak berada diatas 1 yaitu dengan menjaga nilai profitabilitas agar tetap stabil (Cahyani, 2012).

  Menurut Prayudi dan Rochmawati (2013), risiko keuangan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena risiko keuangan merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh masyarakat khususnya kreditur. Risiko keuangan berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membiayai atau melunasi kewajiban perusahaan, yaitu perjanjian utang dengan kreditur.

  Menurut Kustiani dan Ekawati (2006), perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi mempunyai risiko yang lebih tinggi pula maka laba perusahaan berfluktuasi dan perusahaan cenderung untuk melakukan perataan laba supaya laba perusahaan kelihatan stabil karena investor cenderung mengamati fluktuasi laba pada suatu perusahaan.

  Menurut Aji dan Mita (2010), risiko keuangan berpengaruh positif terhadap perataan laba karena agar terhindar dari pelanggaran kontrak atas perjanjian utang. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

  H

2 : Risiko keuangan berpengaruh positif terhadap praktik perataan

laba

3. Pengaruh Nilai Perusahaan Terhadap Praktik Perataan Laba

  Semakin tinggi nilai perusahaan, maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karena dengan melakukan perataan laba, variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai oleh investor supaya nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumberdaya ke dalam perusahaan (Aji dan Mita, 2010).

  Menurut Prayudi dan Rochmawati (2013), nilai perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena manajemen ingin menarik minat calon investor, dimana investor akan selalu melihat nilai perusahaan sebelum berinvestasi.

  Menurut Pratama (2012), nilai perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena tidak ada perbedaan rata-rata nilai perusahaan antara kelompok perata dan bukan perata serta rendah harga saham menunjukkan rendah pula nilai perusahaannya.

  Menurut Cahyani (2012), nilai perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba karena perusahaan yang memiliki nilai pasar tinggi akan menjaga konsistensi labanya sehingga cenderung untuk melakukan perataan laba. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

  H

3 : Nilai perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan

laba

4. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Praktik Perataan Laba

  Semakin besar kepemilikan saham institusional, maka perusahaan akan melakukan praktik perataan laba karena membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari investor (Makaryanawati dan Milani, 2008).

  Menurut Santoso dan Salim (2012), kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap perataan laba karena hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual karena investor institusional adalah pemilik sementara sehingga hanya berfokus pada laba sekarang, kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari investor sehingga mereka akan cenderung terlibat dalam praktik perataan laba.

  Menurut Prabayanti dan Yasa (2011), kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap perataan laba, kepemilikan saham yang besar oleh pihak institusional merupakan salah satu mekanisme untuk mengawasi kinerja manajemen. Pemegang saham institusional dapat mengimbangi informasi yang dimiliki oleh manajemen sehingga asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dan pemilik rendah maka menyebabkan manajemen tidak leluasa untuk melakukan pengelolaan atas labanya. Menurut Butar dan Sudarsi (2012), kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap perataan laba, hal ini berarti besar kecilnya kepemilikan institusional berpengaruh terhadap perataan laba.

  

H : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap praktik

  4 perataan laba 5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Perataan Laba

  Semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan mendapat perhatian terkait kinerja perusahaan, perataan laba dilakukan manajer sebagai bentuk manipulasi laba dianggap tidak memberikan informasi yang sesungguhnya terkait kinerja perusahaan sehingga perusahaan besar yang tergolong mendapat perhatian besar akan membatasi manajer dalam melakukan perataan laba karena jika perusahaan besar terbukti melakukan perataan laba maka akan dapat menjatuhkan nilai suatu perusahaan yang dianggap tidak menyampaikan informasi sesungguhnya yang berdampak pada penilaian kinerja perusahaan (Prasetya dan Rahardjo, 2013).

  Menurut Butar dan Sudarsi (2012), ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba, hal ini berarti besar kecilnya ukuran perusahaan akan mempengaruhi perataan laba. Perusahaan dengan

  

size besar mempunyai insentif yang besar untuk melakukan perataan laba

  dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar akan lebih diperhatikan oleh publik dan pemerintah.

  Menurut Cahyani (2012), ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan laba, hal ini mengindikasikan bahwa praktik perataan laba ditahun berjalan tidak dipengaruhi oleh ukuran perusahaan sebelumnya.

  Menurut Santoso dan Salim (2012), ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap perataan laba karena semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka publik cenderung akan menyoroti perusahaan tersebut. Perusahaan yang mendapatkan sorotan dari pemerintah pasti akan terbebani oleh biaya politik terutama dalam hal pemungutan pajak dari pemerintah, dimana biasanya perusahaan enggan membayar pajak yang tinggi.

  H 5 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba