METODE TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS

METODE TITIK-INTERIOR

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

  Oleh: Fenny Basuki

  NIM: 083114003

INTERIOR-POINT METHODS

  Research Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

  To Obtain the Sarjana Sains Degree In Mathematics

  By: Fenny Basuki

  Student Number: 083114003

  ! "#

  

ABSTRAK

  Penyelesaian pemrograman kuadratik konveks secara analitik memerlukan langkah yang panjang. Pada skripsi ini akan dipaparkan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni metode titik-interior primal-dual. Metode titik-interior primal-dual merupakan suatu metode untuk menemukan penyelesaian primal-dual dengan menerapkan metode Newton dan memodifikasi arah selidik dan panjang langkah. Tujuan dari metode ini adalah membatasi pergerakan nilai optimum yang dihasilkan pada setiap iterasinya dengan toleransi tertentu. Pencarian penyelesaian optimum dimulai dari sebarang titik-

  interior, sehingga konvergensinya cepat diperoleh.

  Kata kunci: Karush Kuhn Tucker, metode titik-interior primal-dual, pemrograman kuadratik konveks, penyelesaian optimum. .

  

ABSTRACT

  Solving the convex quadratic programming need a long step when it is finished analytically. In this thesis, numerical method will be introduced which can be used to solve this problem, namely a primal-dual interior-point method. Primal-dual interior- point method is a method to find the primal-dual solution by applying Newton method and modifying the search direction and step-length. This method purpose to restricting the movement of the optimum value generated from each iteration method with certain tolerances. Optimum solution search start from the any interior-point so that the convergence will be faster to obtain.

  Key word: Karush Kuhn Tucker, primal-dual interior-point method, convex quadratic programming, optimum solution.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul: “METODE TITIK-

  

INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS”, yang

  diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.

  Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing dan Kaprodi Matematika FST-USD yang dengan rendah hati mau meluangkan banyak waktu dan penuh kesabaran telah membimbing penulis selama penyusunan skripsi.

  2. P. H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan FST-USD.

  3. MV. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji.

  4. Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji.

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................... vii ABSTRAK ................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................... x DAFTAR ISI .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

  1 B. Perumusan Masalah .....................................................................

  4 C. Batasan Masalah ..........................................................................

  5 D. Tujuan Penulisan .........................................................................

  5 E. Manfaat Penulisan .......................................................................

  5

  8 A. Matriks dan Ruang Vektor ..........................................................

  B. Fungsi Terdiferensial ...................................................................

  41 C. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks ...................................

  55 D. Teori Optimisasi ..........................................................................

  72 E. Metode Newton untuk Sistem Persamaan Nonlinear ..................

  85 BAB III METODE TITIK-INTERIOR .....................................................

  91 A. Pemrograman Kuadratik Konveks ..............................................

  91 B. Metode Titik-Interior ..................................................................

  94 BAB IV PENUTUP ................................................................................... 120

  A. Kesimpulan ................................................................................. 120

  B. Saran ............................................................................................ 121 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 122 LAMPIRAN ............................................................................................... 124

  DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1.1.1 Minimum sama dengan maksimum ................

  2 Gambar 2.1.1 Lingkaran 1 ....................................................

  30 Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut ................................................................

  38 Gambar 2.2.1 Teorema Nilai Rata-Rata .....................................................

  45 Gambar 2.3.1 Ilustrasi dari Himpunan Konveks ........................................ 2 2

  56 Gambar 2.3.2 Lingkaran x 1 .........................................................

  57

  • y = Gambar 2.3.3 Contoh Fungsi Konveks ......................................................

  58 Gambar 3.2.1 Diagram Alir Algoritma Metode Titik-Interior Primal-Dual ......................................................................... 107

  DAFTAR TABEL

  Halaman

Tabel 3.2.1 Output Penyelesaian Contoh 3.2.1 dengan Matlab ................ 117Tabel 3.2.2 Tabel Perbandingan Nilai Awal Metode Titik-Interior

  Primal-Dual ......................................................................... 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini semakin banyak permasalahan pada kehidupan sehari-hari

  yang memerlukan pendekatan optimisasi dalam penyelesaiannya. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan ingin meminimumkan biaya pembuatan dua produk. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka harus diketahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi pembuatan dua produk tersebut, misal- nya jumlah bahan baku yang tersedia. Misalkan, meminimumkan biaya pem- buatan dua produk dinyatakan dengan fungsi f . Sedangkan, banyaknya barang yang dihasilkan dari masing-masing produk, misalnya , . Variabel- variabel tersebut perlu diberi batasan yang disebut dengan kendala, dalam hal

  , ini berupa jumlah bahan baku yang tersedia, sedangkan fungsi di- sebut dengan fungsi obyektif.

  Optimisasi secara matematis dapat diartikan sebagai proses menemu- kan penyelesaian yang memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi.

  Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1.1.1:

Gambar 1.1.1 Minimum sama dengan maksimum

  Berdasarkan Gambar 1.1.1, (dalam hal ini sebagai contoh adalah suatu fungsi dengan satu variabel) dapat dilihat bahwa jika suatu titik me- nunjukkan nilai pembuat minimum dari fungsi , maka titik yang sama itu juga menunjukkan nilai pembuat maksimum dari negatif fungsi tersebut, yak- ni .

  Pendekatan optimisasi sendiri menyediakan banyak alternatif metode yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik permasalahan yang akan disele- persamaan. Sedangkan, permasalahan optimisasi tidak berkendala adalah op- timisasi suatu fungsi obyektif tanpa kendala.

  Secara garis besar, permasalahan dalam teknik optimisasi dapat berupa permasalahan pemrograman linear maupun nonlinear. Pemrograman linear adalah pemrograman yang mempelajari kasus dimana fungsi obyektifnya ada- lah fungsi linear dan kendalanya merupakan persamaaan atau pertidaksamaan linear. Sedangkan, pemrograman nonlinear adalah pemrograman yang mem- pelajari kasus dimana salah satu fungsi obyektif atau fungsi kendalanya meru- pakan persamaaan atau pertidaksamaan nonlinear.

  Salah satu subklas dalam permasalahan pemrograman nonlinear adalah pemrograman kuadratik konveks. Pemrograman kuadratik konveks adalah permasalahan optimisasi berkendala nonlinear dimana fungsi obyektifnya ada- lah fungsi kuadratik konveks, sedangkan kendala-kendalanya merupakan per- samaan atau pertidaksamaan linear. Fungsi kuadratik konveks pada fungsi ob- yektif yang terdapat dalam pemrograman kuadratik konveks memiliki bentuk

umum dengan G adalah matriks semidefinit positif.

  Metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan op-

  thod). Namun dalam skripsi ini metode yang akan dibahas hanya metode titik- interior primal-dual.

  Metode titik-interior primal-dual merupakan salah satu metode nume- rik yang menerapkan metode Newton dalam menyelesaikannya. Pada metode titik-interior primal-dual, pencarian penyelesaian optimum dimulai dari seba- rang titik-interior sehingga akan menghasilkan iterasi yang lebih sedikit kare- na konvergensinya lebih cepat diperoleh.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, pokok– pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.

  Apa yang dimaksud dengan pemrograman kuadratik konveks? 2. Apa yang dimaksud dengan metode titik-interior primal-dual untuk me- nyelesaikan permasalahan optimisasi berkendala pada pemrograman kua- dratik konveks? 3. Bagaimana cara menyelesaikan pemrograman kuadratik konveks dengan

  C. Batasan Masalah

  Pembatasan masalah metode titik-interior primal-dual dalam skripsi ini hanya dibatasi untuk pemrograman kuadratik konveks dengan kendala- kendala berupa pertidaksamaan.

  D. Tujuan Penulisan

  Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan permasala- han optimisasi berkendala dengan menggunakan metode titik-interior primal- dual pada pemrograman kuadratik konveks serta bagaimana mengimplemen- tasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.

  E. Manfaat Penulisan

  Manfaat yang diharapkan dalam skripsi ini adalah dapat memahami bagaimana penggunaan metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks serta dapat mengimplementasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.

G. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab dengan urutan sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah,

  perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, man- faat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

  BAB II : HIMPUNAN KONVEKS DAN TEORI OPTIMISASI DA- LAM Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vek-

  tor, fungsi terdiferensial, himpunan konveks dan fungsi kon- veks, teori optimisasi, dan metode Newton untuk sistem per- samaan nonlinear yang akan digunakan untuk memahami me- tode titik-interior primal-dual. contoh permasalahan pemrograman kuadratik konveks yang diselesaikan dengan metode titik-interior primal-dual, dan yang terakhir akan dibahas juga implementasinya dengan menggu- nakan program Matlab.

BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II HIMPUNAN KONVEKS DAN TEORI OPTIMISASI DALAM Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vektor, fungsi terdi-

  ferensial, himpunan konveks dan fungsi konveks, teori optimisasi, dan metode Newton untuk sistem persamaan nonlinear yang akan digunakan untuk memaha- mi metode titik-interior primal-dual.

A. Matriks dan Ruang Vektor

  Pada subbab ini akan dibahas mengenai matriks, panjang (norm), ja- rak, ruang vektor, dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang analisis real.

  Definisi 2.1.1 (Ruang Berdimensi n)

  Definisi 2.1.2 (Matriks) Matriks adalah jajaran empat persegi panjang dari bilangan-bilangan yang di-

  atur menurut baris dan kolom. Bilangan-bilangan dalam jajaran tersebut di- sebut dengan elemen dari matriks.

  Elemen-elemen yang terletak pada baris i dan kolom j di dalam ma- triks A dapat dinyatakan sebagai . Sehingga, matriks secara umum dapat di- tulis sebagai berikut: Atau lebih singkat dapat ditulis sebagai atau .

  Definisi 2.1.3 (Matriks Simetrik) T Sebuah matriks bujur sangkar A adalah simetrik jika dan hanya jika A = A .

  

Definisi 2.1.4 (Matriks Definit Positif dan Matriks Semidefinit Positif)

Misalkan A adalah matriks simetrik.

  Dari Definisi 2.1.4, dapat disimpulkan bahwa jika A adalah matriks definit positif, maka A juga adalah matriks semidefinit positif.

  Untuk lebih memahami definisi matriks, matriks simetrik, matriks de- finit positif dan matriks semidefinit positif, maka akan diberikan contoh beri- kut.

  Contoh 2.1.1 Misalkan diberikan suatu matriks simetrik: 2 1 0

  1 2

  1 1 2 Untuk mengkaji bahwa matriks A adalah matriks definit positif, maka harus T ditunjukkan bahwa x Ax > 0, ,

  0. ! 2 1 0

  ! ! ! ! 1 2 1 !

  1 2 2! ! ! ! ! ! " 2! !

  ! " 2! ! #2! ! $ " ! # ! " 2! ! $ " ! # ! " 2! $

  ! " #! ! $ " #! ! $ " ! % &

  

Dari sini dapat disimpulkan bahwa matriks A bersifat definit positif karena

  , kecuali jika

  ! " #! ! $ " #! ! $ " ! ' 0, % & .

  ! ! !

  ▄

  Contoh 2.1.2 Misalkan diberikan suatu matriks simetrik:

  ( )2 0 0 2*

  Untuk mengkaji bahwa matriks G adalah matriks semidefinit positif, maka ha- T rus ditunjukkan bahwa x Gx 0, .

  ! ! !

  • ( )2 0

  !

  0 2* )

  2! ! !

  , +

  2! ! #2! $ " ! #2! $ 2! " 2! Karena , maka dapat disimpulkan bahwa

  ( 2! " 2! - 0,

  Definisi 2.1.5 (Ruang Vektor)

  Misalkan . adalah himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi pen- jumlahan dan perkalian skalar dengan bilangan real. Artinya, bila diberikan dua elemen , maka penjumlahan

  / dan 3 di . dan , 5 / " 3 dan perka- lian skalar / didefinisikan dan terletak di V juga. Kemudian V dengan kedua operasi ini disebut ruang vektor jika kedua operasi tersebut memenuhi aksi- oma-aksioma berikut. Untuk setiap berlaku:

  /, 3, 6 . dan , 5 (i) / " 3 3 " /. (ii) / " #3 " 6$ #/ " 3$ " 6. (iii) Ada elemen 7 . sehingga / " 7 /. (iv) Ada elemen / . sehingga / " # /$ 7. (v) / " 3.

  #/ " 3$ (vi) # " 5$/ / " 5/. (vii) # 5$/ #5/$. (viii) 1/ /.

  Contoh 2.1.3

  Buktikan bahwa 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < adalah ruang vektor!

  Bukti:

  Misalkan / #9 , 9 , … , 9 $ dan 3 #= , = , … , = $, maka / " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ dan / # 9 , 9 , … , 9 $.

  a) / " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $

  #= " 9 , = " 9 , … , = " 9 $ 3 " / b)

  #/ " 3$ " 6 >#9 " = , 9 " = , … , 9 " = $? " #@ , @ , … , @ $ >#9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $? " #@ , @ , … , @ $ #9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $ #9 , 9 , … , 9 $ " ##= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= " @ , = " @ , … , = " @ $

  #9 , 9 , … , 9 $ /

  d) / " # /$ #9 , 9 , … , 9 $ " # 9 , 9 , … , 9 $

  #9 " # 9 $, 9 " # 9 $, … , 9 " # 9 $$ #0, 0, … , 0$

  7

  e) #/ " 3$

  #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ ##9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ / " 3

  f) # " 5$/ # " 5$#9 , 9 , … , 9 $

  ># " 5$9 , # " 5$9 , … , # " 5$9 ? # 9 " 59 , 9

  %

  " 59

  %

  , … , 9 " 59 $ # 9 , 9 , … , 9 $ " #59 , 59 , … , 59 $

  ># 5$9 , # 5$9 , … , # 5$9 ? # #59 $, #59 $, … , #59 $$

  #59 , 59 , … , 59 $ #5/$

  h) 1/ 1#9 , 9 , … , 9 $

  #19 , 19 , … , 19 $ #9 , 9 , … , 9 $ /

  Karena 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada

  Definisi 2.1.5, maka terbukti bahwa adalah ruang vektor.

  Definisi 2.1.6 (Ruang Hasil Kali Dalam) Hasil kali dalam pada adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan se-

  buah bilangan real A , BC dengan sepasang vektor x dan y di , sehingga ak-

  (iii) AE , BC EA , BC (Aksioma Homogenitas)

  (iv) A , C - 0 (Aksioma Positivitas)

  (v) A , C 0 jika dan hanya jika

  Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam.

  Untuk lebih memahami sifat hasil kali dalam yang pertama, yakni , maka akan diberikan contoh berikut.

  A , BC AB, C

  Contoh 2.1.4

  ! H ! H

  Untuk

  , bukti-

  F G dan B F G adalah sembarang vektor-vektor di ! H kan jika

  A , BC

  B, maka B AB, C!

  Bukti:

  ! H ! H

  Ambil sebarang vektor F G dan B F G dalam ruang vektor .

  ! H

  ! H " ! H " … " ! H H ! " H ! " … " H !

  ! !

  H H … H F G !

  B AB, C

  Jadi, terbukti bahwa A , BC AB, C. ▄

  Definisi 2.1.7 (Panjang atau Norm) Panjang atau norm sebuah vektor di dinotasikan dengan

  L L dan dide- finisikan sebagai N N M M L L A , C # · $ P! " ! " … " ! .

  Sebuah pemetaan L . L dikatakan sebuah norm jika dan hanya jika memenuhi sifat berikut: (1)

  L L - 0,

  Definisi 2.1.8 (Ortogonal)

  Dua vektor u dan v di dalam ruang hasil kali dalam di dikatakan ortogo-

  nal jika A/, 3C 0.

  Teorema 2.1.1 (Hukum Phytagoras)

  Jika u dan v adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di , maka L/ " 3L L/L " L3L .

  Bukti:

  L/ " 3L A/ " 3, / " 3C A/, /C " A/, 3C " A3, /C " A3, 3C A/, /C " A/, 3C " A/, 3C " A3, 3C A/, /C " 2A/, 3C " A3, 3C L/L " L3L

  ▄

  Teorema 2.1.2

  Jika 3 0 dan p adalah proyeksi vektor dari u pada v, maka / T dan p ada- lah ortogonal.

  Bukti: W W W #A/,3C$

  Karena AT, TC A 3,

  3C U V A3, 3C R dan A/, TC R .

L3L L3L L3L A3,3C

  Ini mengakibatkan A/ T, TC A/, TC AT, TC R R

  0. Oleh karena itu, / T dan p adalah ortogonal.

  ▄

  Teorema 2.1.3 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)

  Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam di , maka |A/, 3C| S L/LL3L

  Bukti:

  Jika 3 0, maka |A/, 3C| 0 L/LL3L. Jika 3 0, maka misalkan p seba- gai proyeksi vektor dari u pada v. Karena p ortogonal pada

  / T, maka me-

  #A/, 3C$

  X L/L L/ TL

L3L

  X #A/, 3C$ L/L L3L L/ TL L3L S L/L L3L Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh |A/, 3C| S L/LL3L. ▄

  Untuk lebih memahami definisi norm serta sifat-sifat dari norm, maka akan diberikan contoh berikut.

  Contoh 2.1.5 Buktikan bahwa

  Z L L Y|! |

  [\ adalah norm! Bukti: Untuk membuktikan bahwa L L adalah norm, maka harus ditunjukkan bah- wa L L memenuhi keempat sifat dari norm. Z L L Y|! | - 0

  [\ (2) Akan dibuktikan bahwa L L

  0 jika dan hanya jika 0. Jika 0, maka ! 0, ].

  Z Oleh karena itu, 0 dan L L

  0. ∑ |! |

  [\ Z

  Sebaliknya, jika

  

L L 0, maka ∑ |! |

0.

  [\ Z

  Karena

  |! | - 0, dengan demikian ∑ |! | 0 hanya dipenuhi jika [\

  |! | 0 sehingga 0.

  (3) Akan dibuktikan bahwa .

  LR L |R|L L , R , Y|R! | LR L

  \ |R| _Y|! | `

  \ |R|L L L L " LBL

  Jadi, L " BL S L L " LBL . ▄

  Teorema 2.1.4 (Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz) Misalkan , maka , B gY ! H g S L L LBL

  \ Bukti: h

  Pertidaksamaan |∑ ! H | S L L LBL akan bersifat trivial jika dan hanya i\j jika 0 atau B 0. Oleh karena itu, andaikan bahwa dan B, keduanya taknol. Misalkan,

k adalah sebarang bilangan real. Maka,

0 S L " kBL Y#! " kH $

  \ Y ! " 2k Y ! H " k Y H

  \ \ \ jika dan hanya jika diskriminan atau m #25$ 4 l 45 4 l o 0. Karena itu, 5 o l. Dengan mensubstitusikan nilai dari , 5, dan l, maka di- peroleh _Y ! H ` S L L LBL

  \ Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh gY ! H g S L L LBL

  \

  ▄

  Contoh 2.1.6 Buktikan bahwa p

  L L _Y ! ` \ adalah norm! Bukti:

  (1) Akan dibuktikan bahwa

L L - 0 .

  Karena ! - 0 untuk sebarang bilangan real ! , maka /

  L L #Y ! $ - 0 \

  0. Jika 0, maka ! 0, ]. h

  (2) Akan dibuktikan bahwa L L 0 jika dan hanya jika

  Oleh karena itu, dan L L ∑ ! 0. i\j h

  Sebaliknya, jika .

  L L 0, maka ∑ ! i\j h

  /

  Karena

   hanya dipenuhi ! - 0, dengan demikian #∑ ! $ i\j jika ! 0 sehingga

  

0.

  (3) Akan dibuktikan bahwa .

  ,

  LR L |R|L L , R LR L _Y#R! $ ` \ /

  _R Y ! ` \

  (4) Akan dibuktikan bahwa L " BL S L L " LBL .

  L " BL Y#! " H $ \

  Y ! " 2 Y ! H " Y H \ \ \

  S L L " 2 gY ! H g " LBL #Sifat nilai mutlak$ \

  Ketaksamaan Cauchy-

  S L L " 2L L LBL " LBL #

  Buniakowski-Schwarz)

  #L L " LBL $ Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh

  .

  L " BL S L L " LBL

  ▄ Selanjutnya, akan diberikan definisi dan sifat jarak pada .

  Teorema 2.1.5 (Sifat-Sifat Jarak pada )

  Jika x, y, dan z adalah vektor-vektor pada , maka: (1)

  L BL - 0

  (2)

  L BL 0 jika dan hanya jika B

  (3)

  L DL S L BL " LB DL

  (4)

  L BL LB L Bukti: (1) Akan dibuktikan bahwa L BL - 0.

  Bukti: L BL 2 / 1 1 2

  ) (   

    

  −

  ∑ = n i i i y x

  Karena #! H $ - 0 untuk sebarang bilangan real ! dan H , maka L BL - 0.

  ▄

  Oleh karena itu, ∑ #! H $ \ dan L BL 0.

  Sebaliknya, jika

  L BL 0, maka ∑ #! H $ \ .

  Karena

  #! H $ - 0, dengan demikian ∑ #! H $ \ hanya dipe- nuhi jika

  ! H 0 sehingga B.

  ▄

  (3) Akan dibuktikan bahwa L DL S L BL " LB DL.

  Bukti: L DL L

  B " B DL A B " B D, B " B DC A B, B " B DC " AB D, B " B DC A

B, BC " A

  B, B DC " AB D, BC "AB D, B DC L BL " A

  B, B DC " AB D, BC " LB DL L BL " A

  B, B DC " A

  B, B DC " LB DL L BL " 2A

  B, B DC " LB DL L DL S L BL " LB DL

  . Jadi, terbukti untuk L DL S L BL " LB DL. ▄

  (4) Akan dibuktikan bahwa L BL LB L.

  Bukti: L BL L# 1$#B

  $L | 1|LB L LB L

  ▄

  Teorema 2.1.6 (Hukum Paralelogram)

  Untuk semua , B

  L " BL " L BL 2#L L " LBL $

  Bukti:

  A , C " AB, BC " A , C " AB, BC

  2A , C " 2AB, BC

  2L L " 2LBL 2#L L " LBL $

  ▄ Selanjutnya, akan diberikan definisi kitar dan titik-interior.

  Definisi 2.1.11 (Kitar)

  Diberikan titik

   dan δ > 0. Kitar- δ dari x didefinisikan sebagai

  s

  t # $ 8B |LB L o δ< Definisi 2.1.12 (Titik Interior)

  Misalkan dan m v m. Titik x dikatakan titik interior dari D jika ada suatu kitar-

  δ dari x sedemikian sehingga s t # $ v m.

  Untuk lebih memahami definisi titik interior, maka akan diberikan Himpunan ini merepresentasikan titik yang berada di dalam lingkaran dengan pusat (0,0) dan radius 1 seperti pada Gambar 2.1.1.

Gambar 2.1.1 Lingkaran

  ! " ! o 1 Titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior. Sedangkan, ti- tik-titik yang berada pada batas dan luar lingkaran bukan merupakan titik inte- rior.

  Definisi 2.1.13 (Himpunan Terbuka)

  Himpunan semua titik interior dari D disebut interior D dan dinotasikan de- ngan int(D). Selanjutnya, jika int(D) = D, yakni setiap titik dari D adalah titik interior dari D, maka D adalah himpunan terbuka.

  Untuk lebih memahami definisi himpunan terbuka, maka akan diberi- kan contoh berikut.

  Contoh 2.1.8

  Berdasarkan Contoh 2.1.7, A adalah himpunan terbuka, karena titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior.

  Selanjutnya, akan diberikan definisi relasi dan himpunan terurut secara parsial.

  Definisi 2.1.15 (Relasi)

  Sebuah relasi dari suatu himpunan A ke himpunan B adalah suatu subset R dari X x, di mana X x 8# , 5$: , 5 x<.

  Relasi dapat pula ditulis sebagai z 5 yang berarti bahwa # , 5$ z.

  Definisi 2.1.16 (Himpunan Terurut Secara Parsial)

  (ii) Antisimetris

  R dikatakan antisimetris jika dan hanya jika

  z 5 dan 5 z , maka 5, untuk setiap # , 5$ {.

  (iii) Transitif

  R dikatakan transitif jika dan hanya jika

  z 5 dan 5 z l, maka z l, untuk setiap # , 5, l$ {.

  Himpunan S bersama dengan suatu relasi urutan parsial R pada A dikatakan himpunan terurut secara parsial.

  Relasi urutan parsial dari sebuah himpunan S biasanya dinotasikan dengan S atau -. Relasi S 5 dibaca dengan “a mendahului b”, sedangkan relasi

  • b dibaca dengan “a melampaui b”.

  Untuk lebih memahami definisi himpunan terurut secara parsial, maka akan diberikan contoh berikut.

  Contoh 2.1.9 a.

  Refleksif: | .

  b.

  Antisimetris: Jika |5 dan 5| maka 5.

  c.

  Transitif: Jika |5 dan 5|l maka |l.

  Bukti:

  a. , maka Karena · 1 | .

  b.

  Andaikan |5 dan 5| , misalkan 5 † dan E5. Maka, 5 †E5 se- hingga †E 1. Karena † dan E adalah bilangan bulat positif, maka

  † 1 dan E 1. Dengan demikian, 5.

  c.

  Andaikan |5 dan 5|l, misalkan 5 † dan l E5. Maka, l E† se- hingga |l.

  ▄ Berikut ini diberikan definisi batas atas, supremum, batas bawah, dan infimum.

  Definisi 2.1.17 (Batas Atas)

  Sebuah elemen M dalam S dikatakan sebuah batas atas dari A jika M me- lampaui setiap elemen dari A, yaitu M adalah sebuah batas atas dari A jika un- tuk setiap x dalam A diperoleh ! S ‡.

  Definisi 2.1.18 (Supremum)

  Jika sebuah batas atas dari A mendahului setiap batas atas lain dari A maka di- sebut batas atas terkecil atau supremum dari A yang dinotasikan dengan sup (A).

  Definisi 2.1.19 (Batas Bawah)

  Sebuah elemen m dalam S dikatakan sebuah batas bawah dari A jika m men- dahului setiap elemen dari A, yaitu m adalah sebuah batas bawah dari A jika untuk setiap x dalam A diperoleh ˆ S !.

  Definisi 2.1.20 (Infimum)

  Jika sebuah batas bawah dari A melampaui setiap batas bawah lain dari A ma- ka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari A yang dinotasikan a. sedemi-

  Himpunan { dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan 9 kian sehingga E S 9 untuk semua E {. Setiap bilangan 9 dikatakan batas atas dari

  {.

  b. se-

  { dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan @ Himpunan demikian sehingga

  @ S E untuk semua E {. Setiap bilangan @ dikata- kan batas bawah dari {.

  Lemma 2.1.1

  Batas bawah ‰ dari himpunan tak kosong { di adalah infimum dari { jika dan hanya jika

  Š ' 0 terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !.

  Bukti

  #‹$ Diketahui ‰ inf { dan Š ' 0. Akan ditunjukkan terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !. Jika 5 batas bawah { maka 5 S ‰. Karena ‰ " Š ' ‰ maka ‰ " Š bukan batas bawah {.

  Akan dibuktikan ‰ inf {. Misalkan bahwa 5 suatu batas bawah {. Karena ! { dan 5 suatu batas ba- wah { maka ! - 5. Karena ‰ " Š ' ! maka ‰ " Š ' 5. Jadi untuk setiap

  Š ' 0 berlaku ‰ " Š ' 5. Andaikan 5 ' ‰ maka jika diambil

  • Ž• •••

  akan diperoleh sehingga Š ‰ " Š 5 ' ‰ " Š ' ‰ dan 5 ' ‰ " Š ' ! yang kontradiksi dengan pernyataan bahwa

  5 batas bawah. Jadi, jika 5 batas bawah { haruslah ‰ - 5 sehingga ‰ merupakan batas bawah terbesar atau ‰ inf {.

  ▄

  Definisi 2.1.22 (Barisan Naik dan Barisan Turun)

  Misalkan ‘ 8! < merupakan barisan bilangan real. Barisan ‘ dikatakan

  naik jika memenuhi pertidaksamaan

  ! S ! S S ! S ! S

  • dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan
    • ! - ! - - ! - !

  Teorema 2.1.7 Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen. Bukti:

  Diberikan 8! < turun dan terbatas ke bawah. Karena 8! : ’ }< “ maka terdapat dan

  5 5 inf8! : ’ }<. Jadi, untuk setiap ’ } berlaku ! - 5 (2.1)

  Karena 5 inf8! : ’ }<, maka untuk Š ' 0 yang diberikan terdapat s } dan 5 Š ' ! - 5 (2.2)

  ”

  Karena 8! < turun, maka mengingat (2.1) dan (2.2), untuk setiap ’ - s ber- laku

  5 Š ' ! - ! - 5 ' 5 " Š (2.3)

  ”

  Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap Š ' 0 terdapat s } sedemi- kian sehingga untuk setiap

  ’ - } dan ’ - s, maka |! 5| o Š. Jadi, 8! < konvergen dan lim ! 5 inf8! : ’ }<.

  ▄

  Contoh 2.1.10

  Misalkan . 8 , 5, l, r, •, –, —< terurut seperti pada Gambar 2.1.1 dan misal- kan

  ‘ 8l, r, •<. Tentukan batas atas, batas bawah, supremum, dan infimum dari X!

  • – —
    • l r

  5 Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut

  Penyelesaian:

  Elemen

  • , –, dan — didahului oleh setiap elemen dari X, sehingga •, –, dan — adalah batas atas dari X. Elemen mendahului setiap elemen dari X, sehingga adalah batas bawah dari X. Elemen • mendahului – dan —, sehingga • adalah supremum dari X.

  Definisi 2.1.23 (Barisan Cauchy)

  Barisan dikatakan Barisan Cauchy jika

8 L < v lim L 0.

  ˜

  • ,•™š

  Dengan kata lain untuk setiap Š ' 0, terdapat bilangan bulat s sedemikian sehingga

  L L o Š untuk semua ˆ, ‰ ' s.

  • Untuk lebih memahami definisi barisan Cauchy, maka akan diberikan contoh berikut.

  Contoh 2.1.11

  Buktikan bahwa adalah barisan Cauchy! › œ

  Bukti:

  Jika diberikan . Maka,

  Š ' 0, dapat dipilih s } sedemikian sehingga s '

  jika dan dengan cara yang sama diperoleh ’, ˆ - s, diperoleh S o

  ”

  • . Oleh karena itu, jika

  S o ’, ˆ - s, maka

  ”

  • ž ž S " o " Š.

  Definisi 2.1.24 (Konvergen)

  Barisan dengan sifat, untuk se-

  8E &lt; dikatakan konvergen jika terdapat E barang Š ' 0 yang diberikan, terdapat s } sehingga untuk semua ’ } dengan

  ’ - s berlaku |E E | o Š. Bilangan s dinamakan limit 8E &lt; untuk atau disingkat lim ’ ™ ∞ dan ditulis lim E E E E.

  ’™∞ ’ Untuk lebih memahami definisi konvergen dari suatu barisan, maka akan diberikan contoh berikut.

  Contoh 2.1.12

  Jika E l untuk semua ’ } dan c suatu konstanta, maka buktikan bahwa

  8E &lt; konvergen ke c!

  Bukti: Untuk semua

  ’ } berlaku |E l| 0. Jadi, jika diberikan Š ' 0, maka terdapat s } sehingga ’ - s berlaku |E l| o Š. Dalam hal ini, dapat diambil bilangan bulat positif manapun untuk

  }, karena |E l| 0 o Š un-

B. Fungsi Terdiferensial

  Pada subbab ini akan dibahas mengenai fungsi, fungsi kontinu, fungsi terdiferensial secara kontinu, fungsi terdiferensial dua kali secara kontinu dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang kalkulus.

  Definisi 2.2.1 (Fungsi atau Pemetaan) Relasi dari himpunan A ke himpunan B disebut dengan fungsi atau pemetaan, jika dan hanya jika setiap anggota dari himpunan A berpasangan tepat hanya dengan sebuah anggota dalam himpunan B.

  Fungsi f dapat pula dinotasikan dengan → , yang mana me- f : A B nunjukkan bahwa fungsi tersebut merupakan pemetaan dari himpunan A ke himpunan B. Himpunan A disebut dengan domain atau daerah asal, sedangkan himpunan B disebut dengan kodomain atau daerah kawan.

  Definisi 2.2.2 (Fungsi Kontinu di ) Misalkan dikatakan kontinu di c, jika

  , –: ™ , dan l . Fungsi f

  Teorema 2.2.1

  Jika –, — kontinu di x, maka – — juga kontinu di x.

  Bukti:

  Andaikan f dan — kontinu di x. Akan dibuktikan bahwa – — kontinu di x. Jika

  Š adalah sebarang bilangan positif yang diberikan, maka Š/2 adalah posi-

  • tif. Karena f kontinu di x, maka untuk setiap

  Š ' 0, terdapat suatu bila- ngan positif dan

  ¡ , sedemikian sehingga untuk H

  |! H| o

  ¡ maka |–#!$ –#H$| o Š dan karena — kontinu di x, maka untuk setiap

  • Š ' 0, terdapat suatu bilangan positif ¡ , sedemikian sehingga untuk dan

  H |! H| o ¡ maka |—#!$ —#H$| o Š . Ambil sebarang Š ' 0 dan pilih ¡ min 8 ¡ , ¡ &lt;, yakni pilih ¡ yang terkecil diantara ¡ dan ¡ .

  Maka, untuk H dan ¡ mengimplikasikan

  |! H| o

  | –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ | | –#!$ –#H$ " # 1$ —#!$ —#H$ |

  S |–#!$ –#H$| " |# 1$ —#!$ —#H$ | (Ketaksamaan Segitiga)

  Langkah-langkah di atas memperlihatkan bahwa untuk H dan |! H| o ¡, maka | –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ | o Š.

  Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa – — kontinu di x. ▄

  

Definisi 2.2.3 (Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Nilai Ekstrim)

  Andaikan S adalah daerah asal dari f yang memuat titik c. Dapat dikatakan bahwa: (i) f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika

  • –#l$ - –#!$ untuk semua x di S.

  (ii) adalah nilai minimum f pada S jika

  f(c)

  • –#l$ S –#!$ untuk semua x di S.

  (iii) f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika f(c) adalah nilai maksimum atau nilai minimum.

  Teorema 2.2.2 (Titik Kritis)

  Andaikan f terdefinisikan pada selang , 5 yang memuat titik c. Jika f(c)

  ¢

  (iii) Titik singular dari f, yakni titik c sedemikian sehingga #l$ tidak ada.

  Bukti:

  Akan dibuktikan untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 . Andaikan bahwa c bukan titik ujung ataupun titik singular, sehingga harus di- perlihatkan bahwa c adalah titik stasioner. Karena f(c) adalah nilai maksimum, maka –#!$ S –#l$ untuk semua x dalam , 5 diperoleh –#!$ –#l$ S 0.

  £#¤$Ž£#¥$

  Jadi, jika ! o l sehingga ! l o 0, maka - 0. Sedangkan, jika

  ¤Ž¥ £#¤$Ž£#¥$ ¢

  ! ' l, maka S 0. Akan tetapi, – #l$ ada, karena c bukan titik singu-

  ¤Ž¥ ¢ ¢

  • – lar. Karena f terdiferensial pada c, maka diperoleh

  #l$ – Ž #l$

  £#¤$Ž£#¥$ £#¤$Ž£#¥$ ¦ ¢ ¢ §

  lim - 0 dan – #l$ – #l$ lim S 0, yang ma-

  • ¤™¥

  ¤™¥ ¤Ž¥ ¤Ž¥ ¢ ¢

  na mengakibatkan bahwa #l$ - 0 dan – #l$ S 0. Sehingga dapat disimpul- –

  ¢

  • – kan bahwa

  #l$ 0, yang mana menunjukkan bahwa c adalah titik stasio- ner. Jadi, terbukti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 . Se- lanjutnya, untuk f(c) yang berupa nilai minimum f pada

  , 5 dibuktikan dengan cara yang sama seperti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada

  Teorema 2.2.3 (Teorema Nilai Rata-Rata)

  Jika

  • – kontinu pada selang tertutup , 5 dan terdiferensiasikan pada titik- titik dalam dari

  # , 5$, maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam # , 5$ dengan

  • –#5$ –# $

  ¢

  #l$ #2.4$ –

  5

  

¢

  #l$#5

  atau sama dengan –#5$ –# $ – $.

  Bukti:

  Pembuktian ini berdasarkan pada analisis dari fungsi E#!$ –#!$ —#!$ yang diperlihatkan pada Gambar 2.2.1.

  • –#5$ –# $ /#5 $ dan melalui titik # , –# $$, maka garis tersebut me- miliki persamaan titik kemiringan, yakni
  • –#5$ –# $ —#!$ –# $

  #! $

  5

  • –#5$ –# $ X —#!$ –# $ "

  #! $ #2.5$

  5 Sedangkan, jarak antara fungsi

  • – dengan fungsi — adalah E#!$ –#!$ —#!$