BAB II TINAJUAN PUSTAKA - Aliftina Retno Wulandari BAB II

BAB II TINAJUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Melitus (DM) atau sering disebut sebagai penyakit

  kencing manis merupakan penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau karena tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Hiperglikemia atau meningkatnya kadar glukosa darah merupakan efek yang sering terjadi pada pasien DM. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (World Health Organization (WHO), 2013)

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu

  Kadar Glukosa Indikasi <100 mg/dL Normal 100-199 mg/dL Pre-Diabetes

  Diabetes ≥200 mg/dL

  Sumber : PERKENI (2010) 2.

   Klasifikasi

  Klasifikasi etiologi DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu :

  

10 a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus /

  IDDM DM tipe 1 terjadi karena adaya destruksi betaa pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin.

  b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM

  Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.

  Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. c. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

  d. Diabetes Melitus Gestasional DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.

3. Patofisologi

  Diabetes melitus tipe 2 merupakan bagian terbesar dari penderita diabetes melitus dan mempunyai riwayat perjalanan alamiah yang unik dan patofisiologi penyakit yang kompleks.Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya gangguan metabolik ganda yang progresif yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Soewondo, 2007).

  Awalnya resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula darah menjadi berkurang. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk mengatasi kenaikan kadar gula darah.

  Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat.

  Kondisi resistensi insulin akan terus berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah.

  Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa dan lemak oleh otot berperan atas terjadinya hiperglicemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah bertambuah berat.

  Perubahan proses toleransi glukosa, mulai dari kondisi normal, toleransi glukosa terganggu dan diabetes tipe 2 dapat dilihat sebagai keadaan yang berkesinambungan (Soewondo, 2007).

  Upaya pengelolaan DM yang lebih baik, terencana, dan berkelanjutan harus dilaksanakan berdasarkan 4 pilar utama pengelolaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi, terapi farmakologi, dan latihan jasmani (Weiss at.al, 2006).

  1. Edukasi Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung pasien untuk mengerti perjalan penyakitnya dan pengelolaannya, mengenai masalah atau komplikasi yang mungkin timbul, ketaaat perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku atau kebiasaan kesehatannya.

  2. Terapi gizi Memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.

  3. Terapi farmakologi Terapi farmakologi diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

  4. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

1. Senam Kaki a.

   Pengertian Senam Kaki

  Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien yang menderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu memperlancar peredaran darah bagian kaki. (Setyoadi & Kusyariyadi, 2011) b.

   Manfaat Senam Kaki Diabetes

  1) Memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki.

  2) Meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha 3) Mengatasi keterbatasan pergerakan sendi

  (Setyoadi & Kusyariyadi, 2011) c.

   Indikasi dan Kontraindikasi Senam Diabetes

  1) Indikasi Senam Kaki Diabetes

  a) Diberikan kepada semua penderita diabetes melitus (DM tipe I dan II) b) Sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosis menderita diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan dini.

  (Setyoadi & Kusyariyadi, 2011) 2) Kontraindikasi Senam Kaki Diabetes

  a) Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispneu dan nyeri dada.

  b) Pasien yang mengalami depresi, khawatir, dan cemas. (Setyoadi & Kusyariyadi, 2011)

  d. Efek Samping

  Harus diterapkan dengan hati-hati karena dapat berakibat stress fisik serta harus mempertimbangkan kekuatan yang digunakan pada tubuh yang mengalami gangguan dan jaringan tertentu (Kisner dan Colby, 2007).

  e. Langkah-langkah Senam Kaki

  Gerakan dorsofleksi pergelangan kaki, ekstensi dan fleksi lutut akan meningkatkan kekuatan otot gastroknemus (Kisner dan Colby, 2007), yang dapat meningkatkan kecepatan aliran darah di vena femoralis (Yamashinta et al, 2005). Dalam ran gka “menggambarkan” alfabet dengan pergelangan kaki, aktif melakukan dorsofleksi pergelangan kaki, plantar fleksi, inversi, eversi 10 kali dan memobilisasi kaki depan, termasuk sendi metatarsophalangeal ke dorsofleksi akan membantu meningkatkan jangkauan gerakan kaki, mengurangi tekanan kaki, dan mencegah kerusakan (Pamela dan Zucker-Levin, 2011).

  Gerakan plantar fleksi dengan posisi berdiri (heel raising) sangat berpengaruh pada penderita dengan klaudikasio (AHA, 2012). Olahraga pada proksimal, medial dan distal ekstremitas bawah dengan posisi duduk dan berdiri dengan gerakan dorsal fleksi, plantar fleksi dapat meningkatkan kecepatan aliran darah arteri tibia dan dorsal pedis (Castro- Sanchez.Et al, 2013).

  Orang dewasa dengan diabetes harus melakukan olahraga dengan cara melawan tekanan / resistance training setidaknya dua kali perminggu (ADA, 2014).Sebelum melakukan aktifitas tersebut penderita harus melakukan pemanasan dan peregangan seperti latihan pemompaan pada kaki atau mengayuhkan kaki (Kisner dan Colby, 2007).

  Senam kaki sangat dianjurkan untuk penderita diabetes yang mengalami gangguan sirkulasi di kaki serta bermanfaat menurunkan kadar glukosa darah, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan tubuh penderita (Soegondo 2007).

  Pada saat latihan (senam) kebutuhan energi meningkat sehingga otot menjadi lebih aktif dan terjadi peningkatan pemakaian glukosa sehingga terjadi penurunan kadar gula darah, hal ini juga dilatarbelakangi oleh faktor kontinuitas atau keteraturan pasien dalam mengikuti senam sehingga terjadi penurunan kadar gula darah. Yanuar (2011) dalam Yudoyono (2012).

  Setelah melakukan kegiatan senam kaki selama 10 menit glukosa akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada keadaan biasa sehingga selain mempunyai manfaat atas kegiatan jasmani dalam hal ini senam kaki dapat menurunkan kadar glukosa darah, ikut berperan dalam dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah, mengurangi resiko penyakit jantung koroner, dan lain-lain (Ilyas, 2005 dikutip dalam Sugondo et al. 2011).

  Menurut Ruben G et al dalam penelitiannya tentang pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan kadar gula pasien diabetes mellitus tipe 2 diwilayah kerja puskesmas Enemawira didapat kesimpulan bahwa ada pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan kadar gula pasien diabetes mellitus tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumarni et al (2013) tentang pengaruh senam kaki terhadap penurunan glukosa darah pada lansia dengan diabetes mellitus di posyandu lansia di desa ledug kecamatan kembaran kabupaten banyumas bahwa terdapat pengaruh terapi senam kaki terhadap penurunan glukosa darah pada lansia dengan diabetes mellitus. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian yang juga dilakukan oleh Andrianto (2006) mengatakan ada perbedaan yang signifikan rata- rata kadar gula darah antara kelompok yang diberikan perlakuan latihan fisik dan yang tidak diberikan perlakuan. Andrianto (2006).

2. Terapi Jalan

  a. Pengertian Jalan kaki merupakan aktivitas fisik dan juga bisa merupakan olahraga.Jalan kaki dikategorikan sebagai olahraga apabila dilakukan secara berkelanjutan selama minimal 30 menit (Hasibuan, 2010).

  Jalan kaki merupakan serangkaian fisik gerak yang dilakukan secara sitematis, dan fungsional juga, dalam bentuk latihan Low

  

impact .Jalan kaki dikelompokkan jenis olaraga aerobik yaitu jenis olaraga

  yang dilakukan dan memerlukan oksigen sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan secara kontiniu, minimum 30 menit. b. Persiapan Sebelum Olahraga Jalan Kaki

  1. Tetap lakukan tahapan-tahapan seperti olahraga pada umumnya, yaitu dengan melakukan pemanasan, gerakan inti, dan pendinginan.

  Lakukan peregangan sebelum memulai agar kaki terhidar dari kram.

  2. Gunakan pakaian dan sepatu olahraga yang nyaman dan menyerap udara.

  3. Jangan lengah, perhatikan kondisi lingkungan sekitar, pastikan berjalan di tempat yang aman, dan hindari jalanan licin.

  4. Jika berjalan kaki di ruang terbuka, pastikan tubuh tidak mengalami dehidrasi. Minumlah setiap 15 menit.

  5. Manfaatkan sinar matahari untuk mendapatkan manfaat vitamin D saat berjalan kaki di alam terbuka. Tetapi hindari heat stroke akibat paparan terik matahari dengan memilih waktu jalan kaki di saat sinar matahari aman untuk kulit, yaitu pada pukul 7

  • – 9 pagi atau pukul 3 – 5 sore.

  6. Berjalan dengan tubuh tegak. Tegakkan dan luruskan tulang belakang, jaga posisi kepala dan jarak pandang Anda agar tetap mengarah ke depan. Ambil langkah yang nyaman. Ayunkan kaki dengan santai lalu tapakkan kaki dengan tumit terlebih dahulu, diikuti seluruh terlapak kaki menapak sempurna. Gunakan ujung jari kaki untuk mendorong langkah.

  7. Gerakkan tangan dengan santai. Awali dengan kaki kanan dan tangan kiri mengayun ke depan, lalu kaki kiri dan tangan kanan. Tekuk siku membentuk sudut 90 derajat. Ayunkan tangan setinggi dada dan tangan lainnya mengayun ke belakang.

  8. Posisi jari tangan mengepal santai (tidak kuat) seperti menggenggam telur. Hal ini untuk menghidari kekakuan pada telapak tangan.

  9. Jika ingin meningkatkan intensitas olah raga Anda, lakukan kegiatan ini di area yang menanjak.

  10. Sebelum menjadikan jalan kaki sebagai olahraga rutin, ada baiknya berkonsultasi dulu ke dokter agar mendapatkan tip, trik, dan porsi jalan kaki yang sesuai dengan kondisi

  c. Prosedur jalan kaki bagi lansia

  1. Jika pada lansia yang mempunyai Diabetes maka dilakukan setelah 2 jam makan, dan disarankan cek gula darah sebelum dan sesudah.

  2. Pada lansia jangan sampai salah memilih sepatu, dikarenakan bantalan sepatu yang empuk dapat berfungsi sebagai peredam gonjangan.

  Apalagi untuk lansia osteoporosis dan nyeri sendi.

  3. Jalan kaki dilakukan selama minimal 20 menit dalam zona latihan (dimana nadi mencapai 60-80% nilai maksimum (220 dikurangi umur dalam tahun) ) dilakukan 4-5 kali dalam seminggu. Pada nyeri sendi jangan dilakukan pada hari berurutan, dimaksudkan untuk mengistirahatkan sendi.

  4. Sebelum dilakukan jalan kaki lebih baik pada lansia dilakukan pemanasan 5 menit yaitu berjalan dengan pelan-pelan

  5. Pada saat jalan kaki, maka lakukan gerakan menghirup oksigen sebanyak banyaknya dan hindari mengobrol.

  6. Lakukan jalan kaki dengan gerakan sinergin antara kaki dan tangan serta percepat langkah daripada jalan kaki biasanya. (Notoatmodjo, Soekidjo.2011).

  d. Manfaat Olahraga Jalan Kaki Berjalan membantu mencegah diabetes tipe 2, mengurangi risiko kanker usus, dan kanker payudara. Program pencegahan diabetes memperlihatkan, jalan kaki 150 menit per minggu akan mengurangi 7 persen berat badan Anda atau sekitar 7 kg. Lebih penting lagi mampu menurunkan penyakit diabetes hingga 58 persen. Diabetes prevention program pada tahun 2001 mempublikasikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa berjalan kaki 30 menit lima kali seminggu, dibarengi dengan mengetur porsi makan, teryata dapat mengurangi resiko diabetes sampai 50% pada partisipan yang kelebihan bobot badan disertai kadar gula darah tinggi. Dalam setahun rutin jalan kaki memang sangat baik dilakukan bagi penderita diabetes karena bisa meningkatkan kemampuan tubuh untuk memproses gula sehingga tidak menupuk berlebihan di dalam darah. Hasilnya kadar gula dalam darah bisa turun. Sehingga bisa mengurangi resiko anda menderita penyakit jantung dan ginjal .

  Aktifitas fisik merupakan salah satu pilar yang dalam penatalaksanaan DM untuk kepekaan sel terhadap insulin dalam memproses glukosa menjadi enegri (PERKENI, 2011).

  Orang dewasa yang mengalami diabetes mellitus dianjurkan untuk melakukan olahraga aerobik intensitas sedang selam 150 menit dalam seminggu (ADA, 2014).

  Olahraga secara rutin penting bagi kesehatan dan kebugaran tubuh khususnya dalam hal ini adalah pada pasien diabetes melitus tipe II. Latihan jasmani (olahraga) berperan utama dalam pengaturan glukosa darah. Pada saat berolahraga, permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga resistensi insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat.

  Hal ini menyebabkan kebutuhan insulin berkurang (Utami 2010). Dianjurkan latihan jasmani (olahraga) secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 Menit, sebagai contoh latihan jasmani (olahraga) adalah jalan kaki (Soegondo 2007).

  Sebelum melakukan jalan kaki (olahraga) kadar glukosa dalam darah relatif tinggi, hal ini dikarenakan glukosa yang ada di dalam tubuh belum digunakan secara maksimal. Glukosa merupakan sumber utama yang digunakan tubuh pada saat berolahraga. Pada saat berolahraga terjadi pemecahan glukosa oleh tubuh sehingga setelah berolahraga kadar glukosa dalam darah dapat turun (Soegondo, 2009). Menurut penelitian oleh Darmawan.R ada pengaruh jalan kaki selama 30 menit terhadap perubahan gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II. Hal ini sependapat denganpenelitian yang dilakukan Adi tahun 2015 bahwa olahraga jalan santai memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DM.

  Menentukan waktu yang tepat untuk pengambilan sampel darah sangat penting dalam pengukuran gula darah sesudah berolahraga atau melakukan aktifitas fisik. Pengambilan dan pemeriksaan darah penurunan gula darah setelah melakukan aktifitas fisik adalah 30 menit sampai satu jam, dimana pengaruh glukogenesis yang meningkatkan glukosa darah selama latihan fisik telah berkurang (Benaino, dkk. 2014).

  B. Kerangka Teori Terapi Jalan

  Senam kaki Gerakan bagian kaki/ Gerakan seluruh hanya otot-otot kaki anggota badan/banyak berkontraksi otot yang

  Sensitivitas insulin meningkat Pruduksi insulin meningkat insulin membawa glukosa masuk ke dalam sel sehingga terjadi pembakaran glukosa menjadi energi

  Gula turun Gambar. 2. 1 : Kerangka Teori Penelitian

  Sumber : Setyoadi & Kusyariyadi, 2011),WHO (2013), ADA (2014), Utami (2011), Yanuar (2011).

  C. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

  Variabel Independen Variabel Dependen Pemberian Senam Kaki

  Perubahan Kadar Gula Pemberian Terapi Jalan

  Gambar. 2.2 : Kerangka konsep penelitian

  D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini dijelaskan hanya satu hipotesis saja, karena variabel dependennya spesifik atau tidak ada sub variabelnya. Hipotesis pada penelitian ini adalah :

  1. Ada perbedaan efektifitas antara senam kaki dengan terapijalan terhadap penurunan gula penderitadiabetes melitus diPuskesmas I Kembaran Banyumas.