BAB II TINAJUAN PUSTAKA - Pembuatan Gliserol Tribenzoat Dengan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis H-Zeolit Teraktivasi Oleh Asam Klorida

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

2.1. GLISEROL

  Berawal pada 2800 SM gliserol (1, 2, 3

  • – propanaetriol atau gliserin), adalah molekul organik yang diisolasi dengan pemanasan lemak dengan adanya abu (untuk memproduksi sabun), gliserol merupakan zat kimia industri dengan puluhan aplikasi. Sejak akhir 1940-an , menyusul ditemukannya surfaktan sintetis, gliserol telah diproduksi dari ephichlorohydrin yang diperoleh dari propilena ( demikian juga dari minyak fosil) perusahaan kimia yang besar telah memperkirakan kelangkahan gliserol, sehingga memulai memproduksi gliserol sintetis. Saat ini, pabrik gliserol justru telah ditutup, dan banyak pabrik yang menggunakan gliserol sebagai bahan baku ( termasuk untuk memproduksi

  ephichlorohydrin itu sendiri) yang diperoleh dari surplus besar gliserol yang

  terbentuk sebagai produk samping ( 10% berat) dari pembuatan bahan bakar biodiesel dengan proses transesterifikasi minyak biji dengan metanol [11].

  Saat ini produksi gliserol dari lemak dan minyak dilakukan dengan cara saponifikasi yang menghasilkan gliserol dan sabun, dengan hidrolisis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak atau dengan cara transesterifikasi dengan metanol yang menghasilkan gliserol dan fatty acid methyl ester. Berikut merupakan skema pembentukkan gliserol dari lemak dan minyak :

Gambar 2.1 Sintesis Gliserol dari Lemak dan Minyak [12]

  Jelas sekali pertanyaan muncul tentang bagaimana gliserol tambahan ini dapat digunakan secara bijak. Secara umum telah ada penggunaan gliserol dalam jumlah besar, sebagai contoh, gliserol digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik

  (perawatan rambut dan kulit), sabun, dan pasta gigi. Ada juga penggunaan langsung yaitu sebagai pemanis dalam permen dan kue dan sebagai wetting agent pada tembakau. Beberapa pemanfaatn kimia gliserol juga telah dilakukan di industri, terutama dalam sintesis ester, polieter, dan alkyd resin. Cakupan penggunaan gliserol terlihat masih kecil untuk dilakukan pengembangan dalam bidang ini. Sehingga muncul pertanyaan apakah ada pengaplikasian dalam bidang lain, dimana gliserol itu sendiri atau turunannya dapat ditangani dengan cara yang baru dalam industri kimia [12]

  2.1.1. Sifat Fisika Gliserol

  Gliserol merupakan pelarut yang sangat berguna untuk berbagai untuk berbagai padatan, baik organik maupun inorganik yang penting pada bidang farmasi. Kelarutan gas dalam gliserol, sama seperti pada cairan lainnya yaitu bergantung pada suhu dan tekanan. Berikut merupakan sifat

  • – sifat fisika dari gliserol [13] : 1.

  Berat molekul : 92,09 gr/mol

  o

  2. : 18,17 C Titik lebur

  o

  3. : 290 C ( 760 mmHg ) Titik didih

  3 o

  4. : 1,261 g/cm (20

  C) Densitas

  o

  5. : 1,499 cP ( 20 C / gliserol 100%) Viskositas

  6. : 69 (P = 1 atm) Boiling point

  o

  7. : 0,0025 mmHg (50

  C) Tekanan uap

  o

  0,195 mmHg (100

  C)

  o

  4,3 mmHg (150

  C)

  o

  46 mmHg (200

  C)

  2.1.2. Sifat Kimia Gliserol

  Gliserol adalah molekul reaktif yang mengalami semua reaksi biasa alkohol. Dua gugus hidroksil primer akhir lebih reaktif daripada gugus hidroksil sekunder dalam. Dibawah kondisi netral atau alkali, gliserol dapat dipanaskan

  o

  sampai 250 C tanpa pembentukan akrolein. Karena itu sebaiknya reaksi dengan

  o

  gliserol dilaksanakan pada kondisi basa atau netral pada 180

  C, gliserol alkalin mulai dehidrasi membentuk eter poligliserol. Pada suhu kamar gliserol cepat menyerap air, ketika encer gliserol akan diserang oleh mikroorganisme. Pada oksidasi, gliserol menghasilkan berbagai produk tergantung pada kondisi reaksi. Beberapa produk industri penting gliserol meliputi : 1.

  Mono-, di-, dan tri ester asam organik dan anorganik 2. Mono dan digliserida dari asam lemak yang dibentuk oleh tranesterifikasi trigliserida (dari lemak)

  3. Ester alifatik dan aromatik yang terbentuk oleh reaksi dengan agen alkilasi masing

  • – masing 4.

  Poligliserol dibentuk oleh keterasingan antar molekul air dengan katalis basa 5. 1,2 atau 1,3 – siklik asetal atau ketal dibentuk oleh reaksi aldehida atau keton

  [13]

2.2 ESTERIFIKASI

  Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi. Esterifikasi juga didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya methanol, etanol, 1- propanol, 1-butanol, amil alkohol dan lain

  • – lain. Asam organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat.

  Mekanisme reaksi esterifikasi dapat dijelaskan melalui beberapa tahap reaksi berikut : a) Pembentukkan proton pada asam karboksilat. Pada proses ini terjadi perpindahan proton dari katalis asam atom oksigen pada gugus karbonil b) Alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dimana atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol, yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium. Pada proses ini terjadi pelepasan proton atau deprotonisasi dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan senyawa kompleks teraktivasi c) Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil yang diikuti pelepasan molekul air menghasilkan ester [14] Mekanisme reaksi diatas dapat dirangkum sebagai berikut :

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi [14]

  Esterifikasi tanpa katalis juga dapat dilakukan dengan menggunakan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebihan. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non

  • – polar seperti misalnya benzene dan kloroform sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan atau dengan menambahkan molekul sieves [15].

2.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi

  1. Katalis Katalisator mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dalam satu atau dua jalan, dengan pembentukan senyawa antara, atau dengan adsorpsi. Proses esterifikasi dipercepat dengan penambahan asam kuat, sepeti asam sulfat atau asam klorida. Titik keseimbangan reaksi tidak diubah oleh katalis ; hanya kecepatan esterifikasinya ditingkatkan. Dalam setiap kasus, sekarang secara umum digunakan sebuah katalis, yang biasanya asam sulfat, dalam pencampuran dengan alkohol dan asam yang akan direaksikan.Katalisator basa tidak efektif karena konversi dari gugus karboksil ke ion karboksilat menggeser kesimbangan sangat jauh ke kiri; penambahan ke hidrolisis ester [16].

  2. Temperatur Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya temperatur (Keenan, et.al.,

  1984). Seperti kebanyakan reaksi lain, kecepatan esterifikasi kira-kira meningkat

  o

  dua kali dengan kenaikan suhu 10

  C. Oleh karena itu, panas digunakan untuk mempercepat reaksi esterifikasi (Groggins, 1958). Kita dapat menghitung kenaikan ini dalam kecepatan reaksi dengan dasar bahwa molekul bergerak kira- kira lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan konsekuensinya tumbukan satu sama lain lebih sering. Selama suhu naik tidak hanya tumbukan molekul lebih sering, tetapi mereka bertumbukan dengan dampak yang lebih besar karena mereka bergerak lebih cepat. Pada suhu tinggi prosentase hasil tumbukan dalam sebuah reaksi kimia lebih luas karena prosentase molekul yang memiliki energi aktivasi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih besar [16].

  3. Kecepatan Pengadukan Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius : k = A e(-Ea/RT) dimana, T = Suhu absolut ( ºC) R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol) A = Faktor tumbukan (t-1) k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

  Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi [17]

2.2.2 Esterifikasi Gliserol

  Ester adalah kelas penting dalam bahan kimia, memiliki aplikasi diberbagai bidang seperti sebagai pelarut, plasticizer, bidang farmasi, dan barang setengah jadi [18].

  Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan senyawa alkohol membentuk ester. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus

  2

  • –CO R’ dan R dapat berupa alkil maupun aril, Esterifikasi dapat dilangsungkan dengan katalis asam dan bersifat reversible. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

  5 3 

  3

  5

  2

  • 3

  2 C H (OH) RCOOH C H (OH) + OOCR H O

  Gliserol Asam Karboksilat Ester Gliserol Air Percobaan pembuatan produk glycerol triheptanoate dilakukan dengan cara reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam heptanoat. Kegunaan produk dari glycerol triheptanoate adalah plasticizer ramah lingkungan dengan kelebihan yaitu, bebas pthalat dan mudah dilelehkan, penguapan rendah.

  Gliserol monostearat merupakan senyawa ester yang dihasilkan dari reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam stearat. Pembuatan gliserol stearat ini

  o

  dilakukan dalam range temperatur 140 C dengan waktu yang digunakan

  • – 190 untuk percobaan adalah 8 jam, kondisi optimal dihasilkan pada temperature 180

  o

  C dengan waktu reaksi 8 jam diperoleh ester 94,5 % katalis yang digunakan katalis asam (HCl) dengan basa (KOH) dengan konsentrasi 0,75 %. Kegunaan produk GMS (gliserol monostearat) ini adalah untuk surfaktan non-ionik pada industri oleokimi, GMS ini digunakan dalam shampoo sebagai pearlizing agent, emulsifier, dan lotion, serta dalam industri makanan (ice cream, butter, dll) sebagai opacifier [14].

  Asetilasi gliserol mengarahkan pada pembentukkan bahan kimia yang berguna seperti gliserol monostearat dan diasetat yang memiliki aplikasi dalam sirogenik dan polimer. Gliserol triasetat dapat berperan sebagai pengubah aliran dingin dan pengurang viskositas dalam biodiesel, bahan aditif anti ketukan dan menaikkan angka oktan pada bensin sebagai alternatif dari alkil ester yang komersial (MTBE dan ETBE) [19]. Bremus et al menemukan proses untuk menghasilkan triasetin secara kontinyu, pada tahap pertama hanya sebagian gliserol dikonversi dengan asam asetat. Pada tahap kedua campuran reaktan dicampur dengan asam asetat anhidrida untuk mencapai konversi sempurna dari triasetin, tahap terakhir triasetin dimurnikan dengan cara distilasi.

  Rose et al , melakukan eksperimen untuk mensisntesis DAG (Diasilgliserol) melalui esterifikasi asam lemak bebas dan gliserol pada suatu system bebas pelarut menggunakan Lipozyme IM yang disertai dengan pembuangan air secara simultan, menghasilkan yield 85 % DAG [20].

  Corma et al, menginvestigasi basa lewis yaitu hidrotalsit sebagai katalis untyuk mengkonversi metal oleat dengan gliserol menjadi ester yang bernilai sebagai surfaktan dan emulsifier.

  Roice et al, mempublikasikan sebuah tulisan tentang kegunaan gliserol dimetalkrilat sebagai monomer. Diester ini dapat digunakan untuk mensintesa kopolimer dengan sifat baru yang menarik [12].

2.3 ASAM BENZOAT

  Asam benzoat bewarna putih, dan berbentuk kristal (seperti pasir). Asam benzoate digunakan untuk membuat bahan kimia lainnya, seperti didalam parfum dan penyedap rasa, dan berfungsi sebagai pengawet makanan dan agen anti jamur.

  Adapun sifat fisika dari asam benzoate adalah sebagai berikut :

  o

  1. Titik leleh : 122 C

  o

  2. Titik didih : 250 C

  3. Berat molekul : 122,1 gr/mol

  o

  4. Tekanan uap : 1 mmHg pada 96 C

  5. Kelarutan dalam air : sedikit larut

  6. Densitas uap : 4,2 (udara =1)

  7. Spesific Gravity : 1,3 (air =1) [21]

  Penelitian oleh Gui dan rekannya menunjukkan bahwa esterifikasi dari asam aromatik lebih sulit dibanding dengan asam alifatik dan waktu reaksi yang lebih lama (16 jam) dilakukan dengan menggunakan ionic liquid SO

  3 sebagai

  katalis [22] Ketika asam benzoate direaksikan dengan etanol, n-propanol, i-propanol, n-butanol, i-buatanol, s-butanol, t-butanol, ionic liquids asam Novel Bronsted dengan kation benzothiazolium terlarut didalam campuran reaktan homogen pada temperature operasi dan kemudian media reaksi berubah dari system homogen menjadi system dua fasa liquid

  • – solid ketika reaksi telah selesai dan sistem

  didinginkan pada temperatur ruangan. Namun, pada saat dengan methanol sistem esterifikasi tetap homogen selama reaksi. Fenomena reaksi bervariasi terhadap kelarutan dari katalis dalam reaktan [23].

2.4 ASAM KLORIDA

  Asam klorida adalah cairan yang tidak mudah terbakar, transparan dan tidak berwarna atau kuning. Meskipun asam klorida tidak mudah meledak ataupun terbakar, tetapi merusak berbagai jenis logam untuk membentuk hydrogen.

  Adapun sifat fisika dari asam klorida adalah sebagai berikut :

  o

  1. Titik leleh : -66 C (konsentrasi 35%)

  o

  2. Titik didih : 108,6 C (Konsentrasi 20,2%)

  3. Berat molekul : 36,46 gr/mol

  o

  4. Tekanan uap : 10 mmHg ( 20

  C, konsentrasi 30%)

  o

  5. Spesific Gravity : 1,18 (15

  C, konsentrasi 35%) [24]

  Kinerja katalis dan kemampuan untuk pemulihan kembali dari beberapa katalis asam homogen (asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat) untuk esterifikasi asam lemak bebas (FFA) yang dihidrolisa dengan enzim dan methanol telah diteliti. Untuk meningkatkan laju reaksi, katalis homogen seperti asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat dapat digunakan untuk mengkatalisa reaksi esterifikasi karena katalis asam homogen ini memiliki aktivitas katalisa yang lebih unggul dibanding dengan katalis heterogen. Hal ini telah diobservasi bahwa dihasilkan laju reaksi yang lebih cepat ketika diberikan katalis yang lebih banyak, karena asam klorida menyediakan proton kepada FFA dalam jumlah yang cukup untuk mengkatalisa reaksi pada laju yang rasional. Namun, katalis homogen pada umumnya dipandang berpotensi terlarut dan terdistribusi dalam biodiesel setelah proses esterifikasi.

  Meskipun semua katalis diatas memberikan yield yang tinggi, asam klorida adalah satu dipulihkan kembali dan digunakan kembali. Asam klorida yang dipulihkan dapat mencapai yield yang tinggi pada reaksi esterifikasi FFA dalam 5 kali pemakaian ulang. Semua asam klorida masih tetap pada fasa methanol hal ini mungkin dikarenakan 63% air yang miuncul dalam katalis meningkatkan polaritas dari fasa methanol [8].

2.5 KATALIS PADAT

  Saat ini, sekitar 180 proses industri menggunakan katalis asam padat dalam operasinya, seperti zeolit, oksida, oksida campuran termasuk asam heteropoli dan fosfat. Namun, jumlah yang signifikan dari reaksi dengan katalis asam seperti reaksi Friedel-Crafts, esterifikasi, hidrasi dan hidrolisis masih menggunakan asam konvensional, seperti H

  2 SO 4 dan AlCl 3.

  Untuk reaksi dimana air berperan sebagai reaktan atau produk, seperti hidrolisis, hidrasi, dan esterifikasi, hanya beberapa katalis asam padat yang dapat diterima sesuai ketentuan aktivitasnya, stabilitas, dan ketidaklarutannya. Kesulitan dalam menggunakan katalis asam padat adalah peracunan yang berat pada sisi aktif asam oleh air, dan faktanya, kebanyakan dari katalis asam pada kehilangan aktivitas katalitiknya dalam larutan [9].

  Pada proses esterifikasi ini, reaktan, katalis dan kondisi operasi reaksi memberikan pengaruh dan peranan yang penting. Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organic, seperti H

  2 SO 4 , HF, H

  3 PO 4 , dan RSO

  3 H, PTSA. Hanya saja,

  katalis

  • – katalis homogen ini bersifat korosif, beracun dan sulit untuk dipisahkan dari produk. Oleh karena itu, dicoba dilakukan penggantian katalis homogen asam dengan katalis padat (katalis heterogen), seperti zeolit, alumina ataupun resin pengganti ion, yang saat ini merupakan satu - satunya yang telah digunakan secara komersial. Namun resin pengganti ion ini kurang memiliki kekuatan mekanik dan stabilitas termal, sehingga mudah terdeaktivasi dan karenanya pemakaiannya terbatas [25].

  Mineral zeolit adalah kelompok mineral aluminium silikat terhidrasi L m Al x Si y O z .nH

2 O, dari logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan Na), m, x,

  2

  y, dan z merupakan bilangan 2 hingga 10, n koefisien dari H O, serta L adalah

  • 2+

  logam. Zeolit secara empiris ditulis (M , M ) Al

  2 O 3 .SiO 2 .zH

  2 O, M berupa Na 2+

  atau K dan M berupa magnesium kalsium, atau besi. Litium, Stronsium, atau

  • 2+

  Barium dalam jumlah kecil dapat menggantikan M atau M , g dan z bilangan koefisien. Beberapa jenis zeolit bewarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat, atau warna lainnya karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit

  3 antara 2,0 - 3,0 g/cm , dengan bentuk halus dan lunak [26].

  Esterifikasi merupakan reaksi dengan katalis asam yang penting didalam industri kimia. Telah ditunjukkan produk samping air mendeaktivasi katalis asam padat selama reaksi. Sehingga, zeolit yang tinggi kandungan silika, yang bersifat hidrofobik, diharapkan untuk menunjukkan aktivitas katalitik yang tinggi untuk reaksi ini. Faktanya, zeolit yang kaya silika efisien untuk digunakan dalam esterifikasi asam asetat dengan etanol. Disisi lain, untuk esterifikasi asam asetat dengan 2

  • –butanol, aktivitas H-ZSM-5 lebih rendah dibanding dengan resin penukar kation. Diduga, reaksi ditekan karena limitasi difusi dari reaktan yang besar menuju pori ; reaksi hanya terjadi pada permukaan luar dari kristal.

  Diketahui bahwa berbagai jenis zeolit yang memiliki rasio Si/Al > 10 adalah aktif. Karena zeolit dengan rasio Si/Al yang lebih besar memiliki sifat yang lebih hidrofobik, sifat hidrofobik sangat penting pada aktivitas zeolit.

  Hubungan antara ukuran kristal dari H-ZSM-5 dan aktivitas katalitiknya ditunukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Pengaruh Ukuran Kristal H-ZSM-5 pada Laju Hidrasi Fasa Cair Sikloheksana pada 393 K (Okuhara, 2002)[9].

  Konstanta laju katalistik hamper konstan untuk partikel dengan ukuran dari 0,05 hingga 0,4 µm dan terjadi penurunan untuk partikel dengan ukuran kristal lebih besar, sehingga ini mengindikasikan bahwa semakin kecil kristal maka semakin baik aktivitas katalitiknya.

  Semakin besar kristal H-ZSM-5 menunjukkan derajat deaktivasi yang lebih tinggi, yang mungkin dikarenakan oleh akumulasi hidrokarbon dengan titik didih yang lebih tinggi dari pada pori - pori zeolit dan dealuminasi dari kisi zeolit yang menurunkan sisi aktif [9].

2.5.2 Aktivitas Zeolit Alam

  Zeolit alam adalah salah satu material yang banyak terdapat pada daerah pegunungan berapi yang berasal dari transformasi abu vulkanik. Zeolit alam memiliki begitu banyak kegunaan diantaranya dapat digunakan sebagai adsorben, dehidrasi, separator, penukar ion dan katalis [26].

  Pada umumnya zeolit yang ditambang langsung dari alam masih mengandung pengotor

  • – pengotor organic berwujud kristal maupun amorf. Untuk meningkatkan kualitas zeolit alam, terutama sebagai pengemban katalis, harus dilakukan aktivasi terhadap zeolit alam.

  Proses pembuatan katalis H-Zeolit dilakukan melalui tahap dealuminasi, pencucian, pengeringan, dan kalsinasi. [27]. Aktivasi zeolit dengan asam dilakukan agar bisa memasukkan gugus H+, dan untuk mebersihkan permukaan pori

  • – pori sehingga tidak tertutupi oleh senyawa pengotor [28] . Aktivasi ini merubah zeolit alam menjadi H-Zeolit melalui proses pertukaran kation, dan mekanismenya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

  Gambar. 2.4 Mekanisme Proses Dealuminasi Zeolit Alam menjadi H-Zeolit [28]

2.6 METANOL Metanol merupakan salah satu solvent yang memiliki banyak kegunaan.

  Metanol merupakan pelarut organic komersial pertama dan telah digunakan untuk inhibisi hidrat, dehidrasi, gas sweetening, dan pemulihan likuid. Metanol banyak diaplikasikan pada temperatur yang rendah, dimana sifat fisika methanol lebih menguntungkan dibandingkan pelarut lainnya yang memiliki kelemahan berupa viskositas yang tinggi, bahkan menimbulkan pembentukkan padatan. Metanol menunjukkan sifat polar maupun non-polar, sehingga methanol memiliki kemampuan yang unik dan dapat digunakan pada berbagai aplikasi.

Gambar 2.5 Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Beberapa Pelarut

  Organik [10] Metanol memiliki sifat fisika yang disukai dibanding dengan pelarut lain kecuali pada sifat tekanan uapnya. Viskositas methanol sekitar satu orde lebih rendah dibanding dengan pelarut lain, terutama pada temperatur yang lebih dingin. Metanol memiliki tegangan permukaan yang relatif lebih rendah dibanding dengan pelarut lain, tegangan permukaan yang tinggi cenderung meimbulkan masalah berupa foaming [10].

  Sifat

  • – sifat fisika dari methanol adalah sebagai berikut :

  o

  1. Titik didih : 64 C

  o

  2. Titik beku : -98 C

  3. Densitas : 0,792 gr/cc

  o

  4. Viskositas : 0,6405 cp ( 15

  C)

  5. Polaritas : 76,2 (air =100)

  6. Berat Molekul : 32 gr/ mol [29]

2.7 GLISEROL TRIBENZOAT

  Reaksi esterifikasi gliserol tribenzoat dengan mereaksikan gliserol dengan gugus benzoate secara (trans) esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi gliserol yang terjadi adalah :

  3 H 5 (OH)

  3

  • C

  3C

  6 H +

  5 COOH  C

  24 H

  20 O

  6

  3H

  2 O

  Gliserol Asam Benzoat Tribenzoin Air [14]

  Sintesis 3- monobenzoate glycerol (α-MBG) dilakukan dengan esterifikasi asam benzoate dan gliserol tanpa menggunakan pelarut, dan terbukti dapat dilakukan dengan menggunakan C. Antartica lipase B sebagai katalis untuk menghasilkan gliserol monobenzoat [2].

  Produk gliserol tribenzoat ini digunakan untuk aplikasi bahan plasticizer untuk industri polimer, bahan tambahan pada makanan [5] bahan anti air pada tinta printer, bahan pada pewarna kuku [6], dan sebagai tambahan pada minyak citrus untuk menaikkan nilai specific gravitynya [4].

  Gliserol tribenzoat juga merupakan pelarut non- volatile yang dapat digunakan untuk mengurangi viskositas resin tertentu dan castor oil sehingga campurannya menghasilkan sifat – sifat optimum sebagai pelapi (polishing) [30].

2.8 METODE ANALISA

  Pada penelitian mengenai pembuatn gliserol tribenzoat ini akan digunakan 2 metode analisa yaitu :

2.8.1 Sprektoskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

  Fourier Transform Infrared (FTIR) spektroskopi adalah teknik yang

  • – digunakan untuk menentukan fitur kualitatif dan kuantitatif dari molekul aktif

  IR (Infra Red) dalam sampel padatan organic atau padatan anorganik, cairan atau gas. Ini adalah metode yang cepat dan relatif tidak mahal untuk analisa padatan berbentuk kristalin, mikrokristalin, amorf, atau film. Sampel dianalisa pada skala micron menuju skala kilometre da kemajuan terbaru membuat persiapan sampel yang dibutukan relatif mudah. Keuntungan lain dalam teknik IR adalah dapat memberikan informasi tentang elemen cahaya (misalnya H, dan C) dalam zat anorganik [31].

  Ikatan kimia bergetar pada frekuensi karakteristik representative dari struktur, sudut ikatan, dan panjangnya. Oleh karena itu, setiap molekul memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan radiasi yang diberikan dengan cara menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu. Sprektoskopi FTIR memanfaatkan keuntungan dari hal ini, dengan car merekam energy penyerapan dari sampel disepanjang rentang frekuensi. Kemudian sebuah puncak penyerapan dapat diidentifikasi dan ditetapkan untuk suatu ikatan kimia sehingga dapat diidentifikasi secara kualitatif maupun kuantitatif senyawa individu yang ada di dalam suatu sistem yang kompleks [32].

  Analisa ini dilakukan untuk mengetahui sejumlah komponen dalam produk secara Spektrofotometri Infra Red dengan mendeteksi gugus fungsional Glycerol

  6

  5

  2

  6

  5

  2

  6

  5 tribenzoate memiliki gugus fungsi C H COOCH (C H COO)CH (C H COO)

  • 1 yang tergolong dalam grup ester dengan panjang gelombang 1700 .
    • – 1750 cm Bila spektra mempunyai penyesuaian yang tetap (close match) didaerah ini (serta daerah frekuensi gugus), maka hal ini merupakan bukti kuat bahwa senyawa yang memberikan kedua spektra ini adalah identik [33]

2.9 ANALISA BIAYA

  Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan melalui penelitian ini bersifat ekonomis. Uraian biaya yang digunakan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu biaya untuk aktivasi katalis zeolit alam, biaya untuk esterifikasi, dan biaya untuk pemurnian gliserol tribenzoate.

  Harga zeolit teraktivasi dihitung berdasarkan 30 gram zeolit alam yang akan diaktivasi. Berikut bahan baku yang diperlukan untuk sintesis H-Zeolit pada Tabel 2.1

  Untuk biaya listrik hot plate dan furnace pada proses aktivasi diuraikan sebagai berikut : Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kW x Rp 1.352 kWh x 6 jam

  = Rp 4056 Biaya listrik furnace = 1,4 kW x Rp 1.352 x 5 jam = Rp 9450

Tabel 2.1 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Katalis H-Zeolit

  Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

  Zeolit alam 30 gram 15.000/kg 450 Asam Klorida 76 ml 1400/ml 2470

  

Aquadest 524 ml 2000/liter 1048

  Biaya Listrik hot plate 4056

  Biaya Listrik Furnace 9450

  Total Rp 17.474

  Maka diperoleh harga katalis H-Zeolit/gram adalah Rp. 17.474/30 gram = Rp. 582,47

  Esterifikasi dilakukan berdasarkan 58,518 gram asam benzoat , sehingga semua bahan dihitung per 58,518 gram asam benzoat. Berikut ini pada Tabel 2.2 jumlah bahan baku yang digunakan untuk mensintesis gliserol tribenzoate

  Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kW x Rp 1.352 kWh x 1 jam = Rp 675

Tabel 2.2 Keterangan Jumlah Biaya untuk Sintesis Gliserol Tribenzoat

  Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

  Asam Benzoat 58,518 gram 55.000/kg 3218,49 Gliserol 12,61 ml 200.000/liter 2522,0 Metanol 250 ml 12.000/liter 3000,0 H-Zeolit 0,7566 gram 582,47/gram 440,7 Biaya Listrik Hot Plate

  675

  Total Rp 9856,19

  Biaya untuk pemurnian terdiri dari aquadest dan biaya listrik oven dijabarkan sebagai berikut : Asumsi pengeringan selama 5 jam Biaya listrik pada oven = 0,4 kW x Rp 1.352 kWh x 5 jam

  = Rp 2163,2

Tabel 2.3 Keterangan Jumlah Biaya untuk Pemurnian Gliserol Tribenzoat

  Bahan Jumlah Satuan Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)

Aquadest 400 ml 2000/liter 3218,49

  Biaya Listrik Oven 675

  Total Rp 2163,2

  Total biaya untuk produksi 68,992 gram gliserol tribenzoat = Rp 9856,19 + Rp 2163,2 = Rp.12.019,39 Maka harga per gram = Rp.12.019,39/ 68,992 gram = Rp. 174,214/gram Harga gliserol tribenzoat dipasaran adalah 64 USD/kg = Rp.851.936/kg, maka harga per gram = Rp. 851,936. Harga gliserol tribenzoat yang dihasilkan masih berasa dibawah harga pasaran, maka dapat disimpulkan produk ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Strategi Pengembangan Ukm Melalui Analisis Swot Pada Bengkel Firdana Service Di Desa Tawar Sedenge, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah

1 3 11

2.2 Pengertian Produk - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekuitas Merek Produk Sepatu Lari Nike (Studi Pada Pengguna Sepatu Lari Nike Di Lapangan Merdeka Medan)

0 0 21

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang

0 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Motivasi 2.1.1.1 Pengertian Motivasi - Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Su

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Manajerial di Bappeda Provinsi Sumatera Utara

0 1 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri - Gambaran Penyesuaian Diri pada Muallaf

1 1 16

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah - Gambaran Penyesuaian Diri pada Muallaf

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI - Perbedaan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi Universitas Sumatera Utara yang Kost dan yang Tinggal dengan Orangtua Ditinjau dari Kontrol Diri

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Perbedaan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi Universitas Sumatera Utara yang Kost dan yang Tinggal dengan Orangtua Ditinjau dari Kontrol Diri

0 0 11