BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II FELENTINA DHILAH PAMUJI FARMASI’13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Benzo(α)pyrene Benzo(a)pyrene adalah salah satu jenis senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik (HPA). Senyawa HPA merupakan senyawa organik yang

  tersebar luas di alam, bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik aromatik

  

dan bersifat hidrofobik. Senyawa HPA mengandung dua atau lebih rantai

benzena, berasal dari pirolisis, pembakaran yang tidak sempurna dan proses

pembakaran yang menggunakan suhu tinggi pada pengolahan minyak bumi

(NEFF, 1979; Munawir, 2007).

  Benzo(a)pyrene memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan

memiliki struktur dengan banyak cincin aromatik. Benzo(a)pyrene dihasilkan

dari hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat

maupun gas.

  Gambar 1. Struktur kimia benzo(a)pyrene (Anyakora et al., 2008)

  Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis HPA yang telah di identifikasi, baik yang berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta tidak berwarna, berwarna kuning pucat hingga kuning keemasan. Sebagian besar senyawa HPA kurang larut dalam etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzene dan aseton. Beberapa senyawa HPA bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati (Anonim, 1998).

  Benzo(a)pyrene telah diidentifikasi sebagai senyawa HPA yang

  memiliki sifat karsinogen tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Hal ini disebabkan sifatnya yang hidrofobik dan tidak memiliki gugus metal atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya

  4 menjadi sangat sulit di ekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal maupun adipose atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat menyebabkan molekul HPA dapat dengan mudah menyisipkan diri dari untaian DNA yang menyebabkan fungsi DNA menjadi terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth et al., 2000).

  Secara in vivo, benzo(a)pyrene telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui jalur makanan, pernafasan maupun kontak pada permukaan kulit. Pada tikus percobaan, konsumsi benzo(a)pyrene dengan dosis 120 ppm/kgBB/hari dapat menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, konsumsi benzo(a)pyrene sebesar 10 ppm/kgBB/hari akan menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan pertumbuhan pada anak yang dilahirkan (Elisabeth et al., 2000).

  Pemberian

  benzo(α)pyrene pada mencit secara oral mengakibatkan

  terbentuknya papiloma dan karsinoma pada perut atas (Neal and Rigdon, 1967), serta tumor payudara pada tikus (McCormick et al., 1981).

  

Benzo(α)pyrene juga dilaporkan dapat menginduksi pembetukan tumor pada

  hewan melalui rute pemberian lain, yaitu intravena, intraperitoneal, subkutan, intrapulmonary, dan transplasental. Karena itulah benzo(a)pyrene dikategorikan sebagai senyawa genotik karsinogen, dan digunakan sebagai senyawa acuan dalam menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa HPA lainnya sebagai penyebab kanker (Elisabeth et al., 2000).

  International Agency for Research on Cancer (IARC) juga

  mengklasifikasikan senyawa karsinogen berdasarkan insidensi atau evidence yang dapat membentuk kanker menjadi 5 (lima) kelompok dan

  

benzo(α)pyrene termasuk ke dalam group 2A. Senyawa pada group 2A

  merupakan hasil eksperimen pada hewan uji yang telah membuktikan karsinogenitas yang mencukupi, tetapi kasusnya pada manusia masih terbatas namun paparan senyawa ini sering bersifat karsinogenik pada manusia (IARC, 1987).

  Menurut data dari IARC (1983),

  benzo(α)pyrene dimetabolisme oleh

  enzim mikrosomal sitokrom p450 menjadi beberapa arene oksida, yang kemudian mengalami penataan ulang secara spontan menjadi fenol dan mengalami hidrasi menjadi transhidrodiol.

  Pada proses metabolismenya

  benzo(α)pyrene akan mengalami

  epoksidasi atau metilhidroksilasi. Setelah terjadi epoksida, senyawa dari bentuk aktif akan berubah menjadi bentuk ion karbonium. Bentuk ini yang akan bergabung dengan makromolekul (DNA), sehingga mengakibatkan perubahan pada struktur DNA. Kemudian mulailah proses karsinogenesis.

  Benzo(α)pyrene dapat membentuk adduct baik dengan guanin maupun adenin.

  Benzo(α)pyrene yang membentuk DNA adduct akan

  mengalami 2 kemungkinan mekanisme yaitu adanya DNA adduct tersebut dikenali sebagai kesalahan oleh protein-protein DNA repair sehingga kerusakan tersebut dapat diperbaiki dan tidak mempengaruhi proses replikasi dan transkripsi berikutnya. Kemungkinan kedua adalah kesalahan tidak dapat diperbaiki, sehingga akan menghambat sintesis DNA dan juga replikasinya (Rosmarie, 1994).

B. Ikan Gurameh dan Ikan Lele

  Potensi sumber daya perikanan Indonesia dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa perikanan memiliki peluang baik untuk berkonstribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Jenis ikan yang biasa dikonsumsi yaitu ikan pelagis kecil, ikan demersal dan ikan air tawar. Ikan gurameh dan lele merupakan jenis ikan air tawar yang sudah sejak dulu dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang lezat sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi (Rahardjo, 2008).

  Ikan merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber mineral. Menurut Rahman et al (1994) komposisi asam lemak yang terkandung dalam beberapa ikan air tawar meliputi total asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu 17-53%, asam lemak jenuh sebesar 15-43%, dan asam lemak tak jenuh jamak sebesar 12-25% (Rahman, et al., 1994; Rahardjo, 2008). Ikan lele memiliki kandungan kimia yaitu air 79,73%, abu 1,47%, lemak 0,95%, karbohidrat 0,14%, protein 17,71% (Nurilmala, et al., 2009), sedangkan komposisi kimia dari ikan gurami yaitu air 75,48%, abu 1,03%, protein 18,71%, lemak 2,21% (Santoso, 2009).

C. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)

  Kromatografi gas merupakan metode pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Hendayana, 2006). Data kromatogram dari campuran senyawa yang dihasilkan oleh instrumen GCMS, dapat digunakan untuk memperkirakan senyawa yang dihasilkan dengan library yang ada dalam instrumen tersebut (Setyawati, 2005).

  GCMS merupakan gabungan dari instrumen Gas Chromatography yang dipadukan dengan detektor berupa Mass Spectrometry. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat untuk mengidentifikasi senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya. Gas Chromatography merupakan metode dinamis yang digunakan untuk memisahkan dan mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran (Gandjar & Rohman, 2007). Sedangkan Mass Spectrometry adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam (Silvester et al., 1986).

  Mekanisme kerja kromatografi gas yaitu gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam, cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan kedalam aliran gas tersebut kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa kedalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom kemudian terdeteksi oleh detektor. (Hendayana, 2006)

  Gambar 2. Diagram skematik pada KG (Gandjar dan Rohman, 2007)

  D. Gas Chromatography

  Gas Chromatography merupakan teknik pemisahan dimana solut

  yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) berpindah melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan tertentu. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada GC didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase ferak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350

  o

  C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut menguap sehingga akan cepat terelusi (Gandjar & Rohman, 2007).

  Komponen-komponen instrumentasi pada kromatografi gas yaitu :

  1. Gas pengangkut (fase gerak) Gas pengangkut ditempatkan dalam tabung silinder bertekanan tinggi dengan tekanan sebesar 150 atm. Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu gas pengangkut, yaitu:

  a. Inert yaitu tidak bereaksi dengan cuplikan, pelarut dan material dari kolom b. Murni dan mudah diperoleh serta murah c. Sesuai dan cocok untuk detektor dan harus memenuhi difusi gas.

  Gas-gas yang sering dipakai sebagai fase gerak pada GC adalah helium atau argon. Gas tersebut sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal harganya.

  2. Pengatur Aliran dan Pengatur Tekanan Pengatur aliran dan pengatu tekanan disebut juga dengan pengaturan atau pengurangan Drager. Pada tekanan 2,5 atm Drageen akan bekerja baik dan akan mangalirkan masa aliran dengan tetap. Tekanan pada tempat masuk lebih besar dari kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan agar masuk ke dalam kolom. Hal ini dkarenakan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfer yang normal. Selain itu suhu dalam kolom juga harus tetap supaya aliran gas tetap yang masuk ke dalam kolom juga tetap. Sehingga komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap yang disebut dengan waktu retensi (the retention time/tR).

  3. Tempat Injeksi Dalam pemisahan analit harus dalam bentuk fase uap. Kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan atau padatan sehingga senyawa tersebut harus diuapkan terlebih dahulu. Panas yang terdapat dalam tempat injeksi dapat mengubah senyawa yang berbentuk cairan atau padatan menjadi bentuk uap.

  4. Kolom Kolom berfungsi sebagai jantung paa kromatografi gas. Kolom yang biasa digunakan sangat bermacam-macam dan bentuknya sangat beragam. Panjang kolom yang digunakan mulai dari 1 m sampai dengan 30 m. Diameter kolom biasanya antara 0,3 mm hingga 0,5 mm.

  Isi kolom berupa padatan pendukung dari fase diam yang berfungsi untuk mengikat fase diam tersebut. Padatan atau “diatomite” berupa tanah diatom yang telah dipanaskan atau dikeringkan. Persyaratan padatan pendukung yang baik: a. Inert, tidak menyerap cuplikan

  b. Kuat, stabil pada suhu tinggi

  c. Memiliki luas permukaan yang besar : 1-20 m

  2

  /g

  d. Permukaan yang teratur, ukuran yang sama, ukuran pori sekitar 10µ a (Sastrohamidjojo , 1985).

  5. Detektor Gas Chromatography Detektor juga merupakan komponen utama pada instrument GC.

  Detektor merupakan perangkat yang terletak pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada GC adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi untuk mengubah sinyal gas pembawa dan komponen yang terkandung di dalamnya menjadi suatu sinyal elektronik. Sinyal elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen yang terpisah diantara fase diam dan fase gerak. Detektor yang biasa digunakan dalam kromatografi gas yaitu detektor FID (flame ionization detector) atau TCD (thermal conductivity detector). Sedangkan pada GC-MS detektor yang digunakan yaitu Mass Spectrometry (spektrometri massa). Detektor ini mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui (Gandjar & Rohman, 2007).

E. Mass Spectrometry

  Mass Spectrometry (MS) berfungsi untuk menembaki analit dengan

  electron berenergi tinggi sehingga menghasilkan spektrum fragmentasi ion positif sebagai analisis kuantitatif. Spektrum ini kemudian disebut sebagai spectrum massa (Silverstein et al., 1986)

  Molekul-molekul hasil pemisahan pada GC akan diubah menjadi ion-in bermuatan positif yang berenergi tinggi kemudian ion-ion tersebut akan dipecah lagi menjadi ion yang lebih kecil. Ion-ion tersebut akan dipisahkan oleh pembelokan dari suatu medan magnet yang dapat merubah

  b sesuai dengan massa dan muatan mereka. (Sastrohamidjojo , 1991).