BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II SODIK MEIFUL FARMASI’13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat tradisional (jamu) Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal

  dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan (Anonim, 2000). Obat tradisional di Indonesia yang merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian dari integral dari kehidupan bangsa Indonesia, agar dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan, dan standar kualitas jamu.

  Perkembangan tuntutan kebutuhan pemakaian obat tradisional dirasa semakin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan dengan aspek ekonomi (Anonim, 2000). Pada dasarnya pemakaian jamu mempunyai beberapa tujuan, secara garis besarnya dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu: untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif), untuk mencegah penyakit (preventif), sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk mengobati orang lain, dan sebagai upaya mengganti atau mendapingi penggunaan obat (kuratif), serta untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif)

  Peraturan perundangan telah berulangkali mengemukakan bahwa obat tradisional perlu dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, antara lain Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional, Resolusi World Health Assembly, dan surat keputusan Menteri kesehatan RI No.0548/MENKES/VI/1995. Serta Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T). Berdasarkan peraturan perundangan tersebut maka ditetapkan strategi dan kebijaksanaan untuk pelaksanaannya.

  B.

  Komposisi bahan jamu kencing manis 1.

  Curcuma domestica Rhizoma Ekstrak kental rimpang kunyit dibuat dari rimpang Curcuma

  domestica Val., suku zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak

  kurang dari 33,90% dihitung sebagai kurkumin, kadar minyak atsiri tidak kurang dari 3,20% v/b (Farmakope herbal Indonesia, 2008).

  Minyak atsiri yang merupakan salah satu komponen aktif dalam rimpang kunyit (selain curcumin, tannin, tumerone, atlantore, zingiberone, gula, resin, protein, vitamin c, dan mineral) diketahui berfungsi sebagai antiseptik, antibakteri dan antijamur pada luka bernanah (R. Parghiyangani et al.,2012) 2. Leucaenae Folium

  Petai cina (Indonesia), Kemlandingan, Lamtoro (Jawa); Palanding, Peuteuy selong (Sunda), Kalandingan (Madura). Tersebar hampir di 20 negara di benua kecuali di Eropa, meliputi Afrika (Tanzania, Kamerun, Afrika Selatan), Asia (Pilipina, Malaysia, Indonesia), Australia dan Papua New Guinea, Amerika (Hawai, USA, Mexico, Brazil, Haiti, Poerto Rico). Tumbuh pada tanah dengan ketinggian 0 - 800 mdpl, curah hujan 600 - 1000 mm/tahun (2-6 bulan basah) dengan temperatur 25 - 30°C dan kondisi tanah berdrainase baik, netral sampai basa, pertumbuhannya kurang baik pada tanah yang ternaungi, tanah padat dan dangkal (Buharman et al., 2011).

  Ekstrak biji petai cina (Leucaena leucocephala L) dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL serta dapat meningkatkan kadar HDL pada tikus yang dibuat diabetes dengan menginduksi streptozotosin. Mekanisme efek hipolipidemik dari ekstrak biji petai cina disebabkan karena ekstrak biji petai cina mengandung senyawa aktif yang bekerja mereduksi lipoperoksida di hati melalui efek antioksidannya dan mencegah oksidasi LDL (Nurhasanah, 2004).

  3. Adrographidis Herba Herba sambiloto (Adrographidis Paniculalae Herba) adalah seluruh bagian diatas tanah, suku Lamiaceae mengandung adrografolid tidak kurang dari 0,64% (Farmakope herbal Indonesia, 2008).

  Sinonim: A. substhulata (C.B.) Clarke., Justicia paniculata Burm.f., J. satricta Lamk., J. laterbrosa Russ. Nama daerah: Minang (Ampadu tanah), Melayu (Pepaitan), Jawa (Sambiloto, Bidara, Sadilata, Takila), Sunda (Ki oray, Ki peurat, Takilo) (POM RI, 2010).

  Daun mengandung andrografolida, asam kafeat, asam klorogenat, dehidroandrografolida, deoksiandrografolida, deoksiandrografolida-19- α-D-glukopiranosida, 14-deoksi-11,12- didehidroandrografolida, 3,5- dekafeoil-d-asam kuinat, neoandrografolida, ninandrografolida, panikulida A, B, C. Tumor necrosis factor–related apoptosis-inducing ligand (TRAIL) adalah bagian penting dari faktor nekrosis tumor yang memiliki potensi besar dalam terapi kanker. Andrografolid (Andro), merupakan lakton diterpenoid yang diisolasi dari sambiloto, diketahui memiliki aktivitas anti-inflamasi dan antikanker. Andro dapat meningkatkan secara signifikan TRAIL-induced apoptosis dalam berbagai kultur sel kanker manusia, termasuk sel yang resisten TRAIL (POM RI, 2010).

  4. Momordicae Folium Daun paria (Momordicae Folium), daging buah merupakan

  Momordica charantia L. yang telah dihilangkan bijinya suku

  Cucurbitaceae mengandung β-sitosterol tidak kurang dari 0,07% dan Momordisin (Farmakope herbal Indonesia, 2008).

  Momordica charantia L. atau pare merupakan salah satu tanaman

  obat tradisional antara lain digunakan untuk penurun panas, obat cacing, sakit saat haid, pembersih darah, memperlancar ASI, obat batuk, diabetes, siphilis dan kencing nanah. Buah pare merupakan salah satu bagian dari tanaman pare yang mengandung Ribosom Inactivating Protein (RIP), protein tersebut mampu menghambat kerja ribosom (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981).

5. Orthosipon Folium

  Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) merupakan tanaman dari divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas

  Dicotyledonae, sub kelas Sympetable, ordo Tubiflorae, famili Labitae (Lamiaceae) . Tanaman secara visual dapat dilihat dengan mata biasa,

  dengan bentuk-bentuk tanaman kumis kucing bisa dilihat berdasarkan bagian-bagian tanaman yaitu: akar, batang, daun, bunga dan biji (Anonim, 2001).

  Tanaman kumis kucing memiliki akar tunggang, batangnya berbentuk persegi empat agak beralur dan berwarna hijau keunguan. Daun berbentuk bulat telur, lonjong, berwarna hijau, panjang <10 cm dan lebar 3 – 5 cm. Tangkai berbentuk bulat, berwarna ungu kehijauan, atau hijau tergantung varietas. Posisi daun pada batang berhadapan dan selang-seling, tulang daun bercabang-cabang. Ada dua jenis kumis kucing yang dikenal: Orthosiphon stamineus yang berbunga ungu dan

  Orthosiphon aristatus yang berbunga putih. Kandungan senyawa kimia

  di dalamnya adalah: saponin, polifenol, flavonoid, sapofonin, myoinositol, orthosipon glikosida, minyak atsiri, dan garam kalium. Daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh air seni, obat batu ginjal, obat kencing manis, obat tekanan darah tinggi, dan obat encok (Anonim, 2001). C.

  Flourourasil Flourourasil mengandung tidak lebih dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C H FN O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

  4

  3

  2

2 Kelarutan: agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

  Struktur flourourasil (Anonim, 1995) Fluorourasil mengandung gugus amina, senyawa flourourasil bekerja dengan membatasi pembentukan sel normal melaui penghambatan sintesa pirimidin dan pembentukan DNA (Mutiatikum et al., 1999).

  D.

  Diabetes melitus Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya sehingga menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, serta neuropati (Sukandar et al., 2009).

  Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glu kosa puasa ≥ 126 mg/ dL atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥ 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatan glukosa toleransi lemah (Sukandar et al., 2009).

  E.

  Gestational diabetes melitus Klasifikasi diabetes melitus dengan kehamilan secara garis besar sebagai berikut:

1. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.

2. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah kehamilan.

  3. Klas III : Pregestasional diabetes, yaitu dibetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah panggul dan pembuluh darah perifer (Moleo´n et al., 2002).

  F.

  Kehamilan Menurut Wiknjosastro (1991) kehamilan merupakan suatu urutan kejadian yang secara normal terdiri atas pembuahan, implantasi, perkembangan embrio, pertumbuhan janin dan berakhir pada kelahiran. Kehamilan terjadi ketika spermatozoa bertemu dengan ovum yang selalu diawali dengan konsepsi yaitu pembuahan ovum oleh spermatozoa dan nidasi dari hasil konsepsi tersebut (Yongky et al., 2012).

  Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dari tubuh sebagai suatu kesatuan atau sebagian dari tubuh, yang terjadi pada tiga fase yaitu: hiperplasia (bertambahnya jumlah sel), proliferasi sel (pembesaran sel dan bertambahnya jumlah sel), dan hipertrof (pertambahan ukuran sel) (Yongki

  et al. , 2012).

  Perkembangan (developing) pada janin diamati dari tiga bulan setelah konsepsi sampai lahir. Kelahiran prematur adalah kelahiran dengan usia kehamilan kurang dari 36 minggu setelah masa gestasi. Lamanya kehamilan ± 280 hari atau 36 - 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, walaupun begitu akan lebih tepat apabila kita menghitung umur janin dari saat konsepsi meski tidak berbeda jauh dari ovulasi (selisih beberapa jam). Ovulasi terjadi ± 2 minggu sebelum haid yang akan datang, maka apabila dihitung dari saat ovulasi, lamanya kehamilan 38 minggu atau 226 hari (Yongki et al., 2012). G.

  Teratogenik Teratologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan abnormal dan malformasi kongenital. Termasuk disini mempelajari klasifikasi, frekuensi, penyebab dan mekanisme perkembangan janin dan embrio yang mengalami penyimpangan. Teratogenisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat eksogen (disebut teratogen) untuk menimbulkan malformasi kongenital yang tampak jelas saat lahir bila diberikan selama kehamilan. Efek teratogen yang terjadi tergantung dari: kepekaan genetis janin, masa gestasi, dosis obat yang diberikan, dan kondisi ibu seperti umur, nutrisi, patologi (Yongki et al., 2012).

  H.

  Fungsi Plasenta Fungsi plasenta adalah sebagai barrier pertahanan pertama agar janin tumbuh dengan baik. Untuk pertumbuhan ini dibutuhkan adanya penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral oleh ibu ke janin, dan pembuangan CO

  2 serta sampah metabolisme dari janin ke peredaran darah ibu (Prawiroharjo dan Wiknjosastro, 2002).

  Plasenta dapat dilewati mikroorganisme dan obat – obat tertentu. Penyaluran zat makanan dan zat lain dari ibu ke janin dan sebaliknya harus melewati lapisan trofoblas plasenta. Cepat atau lambatnya penyaluran zat – zat tersebut tergantung pada konsentrasi di kedua belah lapisan trofoblas, tebal lapisan trofoblas, dan jenis zat (Prawiroharjo dan Wiknjosastro, 2002).

I. Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus) 1.

  Tikus Putih Galur Wistar Galur ini berasal dari Institut Wistar, Philadelphia, Pennsylvania.

  Hewan ini mempunyai telinga yang panjang dan kepala yang lebih lebar. Ekornya tidak sama dengan panjang tubuh seperti galur Spraque-Dawley (Inglis, 1990).

2. Karakteristik umum

  Tikus adalah salah satu hewan yang memiliki kemampuan penyesuaian diri paling baik atas lingkungannya. Menurut Malole dan Pramono (1989) tikus yang paling banyak digunakan sebagai hewan percobaan dan peliharaan adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Tikus ini memiliki beberapa keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan mudah dikarenakan tubuhnya kecil, sehat, dan bersih, serta kemampuan reproduksi tinggi dengan masa kebuntingan singkat.

  Menurut Malole dan Pramono (1989) tikus merupakan hewan politokus yaitu mampu melahirkan anak dalam jumlah banyak, dan mencapai dewasa pada umur 50-60 hari. Vagina pada tikus betina mulai terbuka pada umur 35-90 hari dan testis turun pada tikus jantan pada umur 20-50 hari. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1987) masa birahi tikus (estrus) sepanjang waktu, satu siklus tikus terdiri atas 4 periode, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus yang terjadi antara 4 – 5 hari. Masing-masing periode tersebut dapat diketahui dengan ulasan vagina.Penampang dari ulasan vagina tikus pada masing – masing fase secara mikroskopik ditunjukan pada Gambar 1 dibawah.

  Menurut Inglis (1990) tikus betina akan estrus setiap 4-5 hari dan akan menerima jantan sekitar 12 jam, kemudian akan berovulasi secara spontan. Menurut Malole dan Pramono (1989) anak tikus yang sehat dan kuat dihasilkan jika tikus mulai dikawinkan pada umur 65-110 hari, yaitu pada saat bobot betina mencapai 250 g dan jantan 300 g.

  Umumnya tikus mulai kawin pada usia 8-9 minggu, tetapi sebaiknya dikawinkan sebelum berumur 10 - 12 minggu karena masa kebuntingan tikus relatif singkat yaitu 22-24 hari (Inglis, 1990).

3. Pengamatan masa subur tikus

  Masa subur berdasarkan pengamatan pap smear sebagai berikut:

  2

  1

  2 A B

  2

  1

  3

  2 C D

  4 E

  Gambar 1. Ampus vagina tikus: A. Fase estrus, banyak sel tanduk; B. Fase proestrus, banyak sel berinti (ovum); C. Fase metestrus; D. Fase diestrus, Banyak leukosit;

E. Ulasan vagina yang mengandung sperma 1 = Sel tanduk 2 = Sel ovum 3 = Leukosit 4 = Sperma tikus

  (Mutiatikum et al., 1999)