Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab - Test Repository
NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT
AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR
AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
KHAMIDAH
NIM: 11111130
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
2016 i
ii
NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT
AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR
AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
KHAMIDAH
NIM: 11111130
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2016 iii
iv v
vi
MOTTO
Apa yang kamu lihat, kamu dengar, dan kamu rasakan adalah pendidikan (KH. Iman Zarkasyi)
Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan
( Haim Ginott)
Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan (Soekarno)
vii
PERSEMBAHANKarya kecil ini ku persembahkan kepada: 1.
Kedua orang tuaku yang telah menjadi semangatku
2. Seluruh keluargaku, yang tak henti-hentinya dalam mendoakan, mendukung,
memotivasi, dan memberikan doa-doanya kepada penulis dalam menuntut ilmu
3. Sahabat serta teman-temanku yang banyak memberikan motivasi dan dukungan 4.
Dan orang-orang disekitarku yang telah banyak memberikan pengalaman hidup yang sangat berarti.
KATA PENGANTAR
ٍُحشٌا ّٓحشٌا الله ُغب
Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkat taufiq, hidayah dan kebesaran-Nya yang selalu ditunjukkan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul
“Nilai Pendidikan Humanisme dalam al- Qur’an surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-
Misbah Karya M. Quraish Shihab” ini, disusun untuk memenuhi salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menghadapi suatu kendala namun itu tidak terlalu berarti karena adanya dorongan dan bantuan dari banyak pihak, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, S.Pd. M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Ibu Miftachur Rif‟ah, M.Ag. dan Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan serta keikhlasan dan kebijaksanaan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
viii
4. Ibu Eva Palupi, S.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga.
5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengalaman berharga selama perkuliahan di jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.
6. Teman-temanku seperjuangan IAIN SALATIGA angkatan 2011 khususnya PAI yang selama ini telah berjuang bersama.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka mendapat balasan yang lebih baik dari serta mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, serta penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembacanya.
Wassalamu‟alaikum wr. wb.
Salatiga, September 2016 Penulis Khamidah NIM: 11111130
ix
ABSTRAK
Khamidah. 11111130. 2016. Skripsi. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab .
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci : Nilai Pendidikan Humanisme Surat al-Hujurat ayat 13
Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang makhluk lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus berpijak pada potensi yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan bisa berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar berupa pendidikanBagaimana penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al- Misbah karya M. Quraish Shihab?. Bagaimana nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa disebut dengan studi pustaka (library research) ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Setelah melalui penelitian dapat disimpulkan Semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan suku yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari pada yang lain, bukan saja antara satu bangs, suku, atau warna kulit dan lainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Perkenalan dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Manusia tidak dapat menarik pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat, bahkan tidak dapat bekerja sama tanpa saling mengenal. Humanisme religius adalah sebuah konsep keagamaan yang memanusiakan manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas. Konsep ini jika diimplementasikan dalam praktek dunia pendidikan Islam akan berfokus pada akal sehat (common sense), menuju kemandirian (individualisme), tanggung jawab (responsibility), pengetahuan yang tinggi (thirs for knowledge), menghargai masyarakat (pluralisme), kontektualisme, yang lebih mementingkan fungsi daripada simbol, dan keseimbangan antara reward dan punisment.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL................... ...................................................................................... i HALAMAN BERLOGO... .............................................................................. ii HALAMAN JUDUL............................. ........................................................... .. iii HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN.................... ..................................................... v HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... vi MOTTO................... ........................................................................................ vii PERSEMBAHAN.......................................................................................... viii KATA PENGANTAR ix ABSTRAK .................................................................................................... xi DAFTAR ISI .................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 9 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 10 E. Metode Penelitian ............................................................................ 10 F. Penegasan Istilah ............................................................................. . 11 G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................ . 14
xi
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan .......................................………….................................. 16 B. Konsep Humanis..... ........................................................................... 19 C. Pendidikan Humanis............................... .....……..………….. ........ 30 BAB III BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB A. Sejarah Hidup M. Quraish Shihab................................................... 36 B. Karya-karya M. Quraish Shihab ........................................................ 39 C. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab................................................ 43 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 13 …………………………….…........... 46 B. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13…….... 54 C. Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13........................... .......................... 62 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... . 64 B. Saran ................................................................................................ ..65 C. Penutup ............................................................................................. 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang makhluk
lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus berpijak pada potensi yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan bisa berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar berupa pendidikan (Assegaf, 2011:164). Manusia merupakan makhluk yang multidimensi bukan saja karena manusia sebagai subyek yang secara teologis memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupan, tetapi juga sekaligus menjadi obyek dalam keseluruhan macam dan bentuk aktivitas dan kreativitasnya. Firman Allah dalam surat al-jatsiyah ayat 13:
َُْٚشَّىَفَتٌَ ٍََْٛمٌِ ٍتاٌَلآَىٌَِر ًِف َِّْإ ُِِْٕٗ اًعٍَِّج ِضْسلأا ًِف اََِٚ ِتاَٚاََّّغٌا ًِف اَِ ُُْىٌَ َشَّخَعَٚ
Artinya:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Al-
Jatsiyah, 45: 13) Dengan demikian, bentuk dan sistem aspek-aspek kehidupan senantiasa harus dikonstruksi di atas konsepsi manusia itu sendiri, sehingga diskursus mengenai manusia menjadi menarik tidak saja karena keunikan makhluk, akan tetapi juga karena kompleksitas daya yang memilikinya sangat luar biasa.
Pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan dua hal yang harus dikuasai oleh setiap manusia agar mampu menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi. Dalam penyelenggaraan pendidikan hendaknya mampu melaksanakan proses pembelajaran yang mampu memberikan kesadaran kepada peserta didik untuk mau dan mampu belajar (learning know or learning to learn). Materi pembelajaran hendaknya dapat memberikan suatu pelajaran alternatif kepada peserta didiknya (learning to do) dan mampu memberikan motifasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be).
Pembelajaran tidak cukup hanya diberi dalam bentuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, tidak ada perbedaan diantaranya (learning to live together).
Keempat pilar pembelajaran di atas harus dikembangkan baik dalam proses pendidikan umum maupun pendidikan agama. Jika hambatan dalam proses peningkatan mutu dan kualitas pendidikan dapat dipecahkan atau terselesaikan dengan baik, maka pendidikan akan mampu mewujudkan tujuannya yaitu terciptanya sumber manusia yang berkualitas yang menguasai IPTEK dan
IMTAQ. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib diikuti oleh peserta didik seperti halnya pendidikan kewarganegaraan dan yang lainnya.
Dalam perkembangan pendidikan agama Islam seringkali berhadapan dengan berbagai problematika, diketahui bahwa sebagai sebuah sistem, pendidikan agama Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan yang lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi : landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen yang terdapat dalam sistem pendidikan seringkali berjalan apa adanya secara konvensional, tanpa adanya inovasi menuju hal yang lebih baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Akibat permasalahan tersebut mutu dan kualitas Pendidikan Agama Islam semakin rendah, tujuan dan visi misi Pendidikan Agama Islam tidak berhasil dicapai dengan baik. Tujuan Pendidikan Agama Islam seringkali diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya menguasai ilmu tentang Islam saja.
Namun sebenarnya tujuan Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan metodologi pembelajaran merupakan hal yang paling penting bagi seorang guru, karena metodologi yang baik akan mampu mewujudkan tujuan pembelajaran. Sanjaya (2006:80) menyatakan bahwa:
“Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Namun pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Oleh sebab itu dalam pembelajaran, seorang guru hendaknya tidak hanya membangun aspek kognitif peserta didik namun aspek efektif dan psikomotor peserta didik harus dikembangkan”. Menurut
Zakiyah Drajat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam” (1996: 30-31) bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari beberapa tujuan yang meliputi : tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Apabila penyelenggaraan pendidikan Islam mampu mencapai tujuan umum ini, maka terwujudlah bentuk insan kamil dengan pola taqwa. Tujuan akhir dari pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 102:
ٍَُِّْْٛغُِ ُُْتَْٔأَٚ لاِإ َُّٓتَُّٛت لاَٚ ِِٗتاَمُت َّكَح َ َّالله اُٛمَّتا إَُِٛآ ٌَِٓزٌَّا اٌََُّٙأ اٌَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benartakwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu matimelainkan dalam keadaan beragama Islam
”. (Q.S. Ali Imran, 3: 102). Adapun tujuan sementara dari pendidikan Islam adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Sedangkan tujuan operasional dari pendidikan Islam adalah tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK), yang pada saat ini disebut standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara ideal betapa beratnya beban yang harus diemban dalam penyelenggaraan pendidikan Islam harus mampu mencapai tujuan tersebut di atas, yang intinya pendidikan Islam harus mampu memberikan bekal kepada peserta didik untuk melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai kholifah dalam rangka beribadah kepada Allah.
Jadi dalam proses pembelajaran seorang pendidik selain memberikan pengetahuan dan penguasaan ilmu yang setinggi-tingginya yaitu secara kognitif, seorang pendidik juga memberikan pengetahuan secara afektif dan psikomotor kepada peserta didik, sehingga dapat membentuk kepribadian, serta peradaban bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Untuk itu, harus diadakan rekonstruksi konsep pendidikan Islam yang berangkat dan berorientasi pada potensi dasar manusia secara lebih sistematik dan realistik sebab bagaimanapun sederhananya suatu proses pendidikan, ultimate goal-nya haruslah diarahkan pada tujuan yang mulia, yakni membuat manusia benar-benar menjadi manusia dengan melaksanakan proses pendidikan yang memanusiakan manusia. Untuk mengoptimalkan serta mengaktualkan potensi dasar kemanusiaan itu menjadi inti kegiatan Tarbiyah
Islamiyah . Untuk mencari serta menemukan paradigma baru, pendidikan Islam
yang humanistik, pekerjaan paling awalnya adalah menelaah manusia itu sendiri baru kemudian menelaah konstelasi pendidikan Islam agar bisa menemukan hubungan keduanya. Menurut Mas‟ud (2002:193), menyatakan bahwa:
“Konsep humanisme merupakan sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hablum minallahdan hablum
minannas . Yang jika konsep ini diimplementasikan dalam praktek dunia
pendidik Islam akan berfokus pada akal sehat (commonsense), individualisme (menuju kemandirian), tanggung jawab (responsible), pengetahuan yang tinggi (first for knowledge), menghargai orang lain (pluralisme), kontektualisme (hubungan kalimat), lebih mementingkan fungsi dari simbol, serta keseimbangan antara reward dan
punishment”.
Sesungguhnya esensi dari pendidikan agama Islam terletak pada
kemampuannya untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa dan dapat tampil sebagai kholifatullah fil ardh,dan esensi
ini menjadi acuan terhadap metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang maksimal. pembelajaran
Dalam proses seorang pendidik selain memberikan pengetahuan dan penguasaan ilmu yang setinggi-tingginya yaitu secara kognitif, seorang pendidik juga memberikan pengetahuan secara afektif dan psikomotor kepada peserta didik, sehingga dapat membantuk kepribadian, serta peradaban bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Akan tetapi dalam proses pembentukan watak kepribadian serta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa, berakhlak mulia dan berpengetahuan yang tinggi, serta mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini posisi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan hanya sebagai obyek pembelajaran yang pasif, yang hanya menunggu pemberian dari seorang guru. Akan tetapi dalam proses pembelajaran ini, peserta didik dituntut untuk lebihaktif, kreatif dan lebih bertanggung jawab sesuai firman Allah di sana telahdijelaskan dalam Q.S. Al-Ruum, 30: 30.
ٗ َهٌِ ََٰر ِۚ َّللَّٱ ِكٍَۡخٌِ ًٌَِذۡبَت َلا ۚاٍٍَََٙۡع َطإٌَّٱ َشَطَف ًِتٌَّٱ ِ َّللَّٱ َتَشۡطِف ۚا فٍَِٕح ٌِِّٓذٌٍِ َهَٙ ۡجَٚ ُِۡلَأَف ٍََُّْٛ ۡعٌَ َلا ِطإٌَّٱ َشَث ۡوَأ َِّٓىٌَََٰٚ ٍَُُِّمٌۡٱ ٌُِّٓذٌٱ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurutfitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yanglurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(Q.S. Al-Ruum,30: 30). Potensi dasar (fitrah) manusia yang terkandung dalam ayat tesebut merupakan salah satu predikat utama manusia sebagai makhluk pedagogik, yang dimana makhluk pedagogik merupakan makhluk Allah SWT yang sejak lahir sudah membawa potensi. Mereka dapat dididik sekaligus mendidik dan manusia dikaruniai oleh Allah SWT dengan potensi dasar yang dapat dikembangkan. Menurut Saleh Al-Jufri yang tertulis di buku Moh. Makin (2007: 10), bahwasannya potensi dasar (fitrah) manusia merupakan tabiat yang asli, yang perlu dikembangkan agar manusia menjadi baikserta tetap menduduki kedudukan sebagai makhluk Allah yang mulia, dan dalam mengembangkan potensi dasar ini, harus melalui proses pendidikan. Yang dimana dalam proses pendidikan tersebut mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selama ini metodologi pembelajaran agama Islam yang diterapkan masih
mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah, menghafal, yang masih
tampak kering dengan daya kritis siswa. Cara-cara seperti itu diakui telah membuat
siswa menjadi bosan, jenuh, dan kurang bersemangat dalam belajar agama.
Indikasinya adalah timbul rasa`tidak simpati siswa terhadap guru agama, dan lama
kelamaan akan timbul sikap acuh tak acuh terhadap agamanya sendiri. Kalau
kondisinya sudah demikian, sangat sulit mengharapkan siswa sadar dan mau
mengamalkan ajaran agama.Oleh karena itu, kita harus mulai melaksanakan strategi pendidikan agama
Islam dengan menggunakan metode penyampaian yang menyenangkan dan tidak
mengekang serta tidak melupakan “belajar berfikir” pada peserta didik, agar materi
yang disampaikan pun dapat mengenai sasaran. Selain itu, materi-materi yang
disampaikan kepada peserta didik juga tidak boleh keluar dari koridor nilai-nilai
agama Islam yang menjadi tujuan dari agama itu sendiri (Ismail, 2008:4) Menurut Ma‟arif (2006: 129), maka dari itu sudah saatnya kita harusmembongkar model pendidikan agama Islam yang masih mengikuti “gaya lama”
yang hanya menuntut peserta didik untuk “selalu patuh” dan tidak memberikan
kebebasan untuk bersikap kritis dan rasional menuju kepada pendidikan agama Islam
yang mencerdaskan, memerdekakan, dan memanusiakan, sehingga pendidikan agama
Islam yang humanis akan terwujud.Dengan demikian pendidikan humanistik religius bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitment humaniter sejati yaitu insan manusia memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai insan manusia yang individual. Namun tidak terangkat dari kebenaran-kebenaran faktualnya bahwa dirinya hidup di tengah masyarakat, dengan demikian ia memiliki tanggung jawab moral kepada lingkungannya berupa keterpanggilannya untuk mengabdikan dirinya demi kemaslahatan masyarakat. Quraish Shihab (1994:269) dalam bukunya menyatakan bahwa, salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran islam adalah persamaan antara manusia, baika antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digaris bawahi yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul Nilai
Pendidikan Humanisme dalam Al- Qur’an Surat Al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
2. Bagaimana nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
3. Bagaimana relevansi surat al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya
M. Quraish Shihab terhadap dunia pendidikan saat ini? C.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
2. Mengetahui nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
3. Mengetahui relevansi surat al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab terhadap dunia pendidikan saat ini.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat teoritik Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia islam.
2. Manfaat praktik a.
Memberikan pemahaman dan pengetahuan tenang nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir Al- Misbah.
b.
Sebagai bahan referensi sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan.
E. METODE PENELITIAN 1.
Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa disebut dengan studi pustaka (library research) ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mustika Zed, 2004: 3).
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain: a.
Sumber data primer Yaitu sumber data yang berkaitan dengan objek riset (Dhahara, 1980: 60). Diantaranya yaitu al- Qur‟an dan Tafsir al-Misbah.
b.
Sumber data sekunder Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data sekunder yaitu sejarah dan pengantar ilmu Al-
Qur‟an, Membumikan Al-
Qur‟an, politik Pendidikan, Ilmu Pendidikan Islam, dan lain-lain.
Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab Tafsir Al-Misbah dan sekunder yaitu Membumikan Al-
Qur‟an, dan buku yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.
F. PENEGASAN ISTILAH 1.
Nilai humanisme Fraenkel sebagaimana dikutip Kartawisastra (1981: 1) membuat definisi nilai adalah Standar tingkah laku keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia yang sepatutnya dijalankan dan dipertahankan. Pendapat lain menyatakan bahwa nilai a dalah sesuatu yang berharga, baik menurut standar logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika (adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan (Djahiri dkk, 1996: 22-23).
Sedang humanis berasal dari kata human (Inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiono (2005: 228) dalam Kamus Ilmiah Populer Internasional, menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia, cara manusia. Sedangkan humanis berarti seseorang yang human, penganut ajaran humanisme. Humanisme adalah suatu doktrin yang menekan kepentingan kemanusiaan.
Humanisme adalah keyakinan bahwa manusia mempunyai martabat yang sama, yang beradab dan adil, dan sebagai kesediaan untuk solider, senasib, sepenanggungan tanpa perbedaan (Shofan, 2004: 142). Kaitannya dengan hal tersebut, penulis ingin mempergunakan nilai-nilai humanisme dalam pembelajaran agama Islam yang selama ini masih terkesan jarang digunakan dalam dunia pendidikan kita. Dalam pendidikan kita lebih banyak melihat bagaimana manusia hanya dijadikan sebagai seseorang yang tidak tahuapa-apa, sedangkan dalam Islam sendiri diajarkan bagaimana manusia harus menghormati hak orang lain termasuk dalam pendidikan.
2. Pendidikan Menurut Purwadaminta (2006: 291), Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, pendidikan berasa l dari kata “didik” yang berarti memelihara, materi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sehingga pendidikan berarti proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang, dengan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses; cara; perbuatan; mendidik. Yang dimaksud Ahmadi (1992: 28) dengan pendidikan di sini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya insani) menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal maupun nonformal.
3. Surat Al-Hujurat Al-Hujurat yaitu surat ke 49 dalam Alquran yang terdapat dalam juz
26. Surat Al-Hujurat artinya adalah kamar-kamar yang terdiri dari 18 ayat, termasuk surat madaniyah yang diturunkan sesudah surat Al Mujadilah (Busyra, 2010: 73).
4. Tasfir Al-Misbah
Masfuk (1997: 198) menyatakan, tafsir adalah penjelasan terhadap kalam Allah atau menjelaskan lafadz-lafadz Alquran dan pemahamannya.Ilmu tafsir sudah dikenal sejak zaman rasulullah dan berkembang sampai sekarang.. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan,
Keserasian al- Qur‟an adalah karya M. Quraish Shihab. Sebuah karya
tafsir yang terdiri dari 15 Volume dengan mengulas tuntas semua ayat-ayat al- Qur‟an G.
SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman dalam memahami dan membaca skripsi ini, maka disusunlah sistem penulisan skripsi secara garis besarnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Penegasan istilah G. Sistematika penulisan Skripsi
BAB II: M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH A. Sejarah hidup M. Quraish Shihab B. Karya-karya M. Quraish Shihab C. Corak pemikiran M. Quraish Shihab 1. Bidang teologi 2. Bidang syari‟at Islam 3. Bidang tasawuf 4. Bidang tafsir BAB III: KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan B. Konsep tentang humanisme 1. Latar belakang humanisme 2. Pengertian Humanisme 3. Dasar dan Tujuan Humanisme C. Pendidkan Humanis BAB IV : ANALISIS TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 13 A. Tafsir surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab B. Nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab C.
Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13 dalam Tafsir al-Mibah Karya M.
Quraish Shihab terhadap dunia Pendidikan saat ini.
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran C. Penutup Daftar pustaka Lampiran
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan
tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya insani) menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Ahmadi, 2005: 28). Dewey mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
“education is thus as fostering, a
nurturing, a cultivating, process”. (Pendidikan adalah memelihara, menjaga,
memperbaiki melalui sebuah proses). Menurut Mc. Donald dalam Education
Psychology, pendidikan diartikan sebagai “process or activity, which is
directed at producing desirable changes in the behavior of human being
(Pendidikan adalah proses atau aktifitas yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan pada tingkah laku manusia).
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang bermaksud manusia menjadi sosok potensial secara intelektual (intelected oriented) melalui proses
tranfer of knowledge yang kental. Tetapi proses tersebut juga bermuara pada
upaya pembentukan masyarakat bermasyarakat yang berwatak, beretika dan berestetika melalui transfer of values yang terkandung di dalamnya. Muatan upaya yang dibawa dalam proses pendewasaan manusia (pendidikan) seperti yang dimaksud di atas, merupakan proses yang terpadu dan komprehensif (Usa &Widjan, 1999: 9).
Melalui pendidikan ini, warisan budaya ilmu pengetahuan dan nilai atau norma suatu kelompok sosial tertentu bisa dipertahankan dan keberlangsungan hidup mereka bisa dijamin, singkatnya pendidikan memberikan arti bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya mempertahankan pandangan dunia (worldview) yang dimilikinya.
Berdasarkan di atas, proses pendidikan memiliki potensi yang kuat dalam mengakselerasikan kebebasan, maka pendidikan harus mampu merangsang manusia (peserta didik) untuk berfikir mandiri dalam rangka menciptakan gagasan otentik, orisinil, sehingga tidak gampang terpengaruhi oleh berbagai tekanan dari pihak manapun. Proses pendidikan yang dipaksakan tergantung kepada keputusan pihak lain berarti telah menempatkan manusia pada posisi yang terserabut dari akar kemanusiaannya dan tidak mengembangkan kesadaran kritisnya.
Menurut Ali Ashraf, model pendidikan dengan model pendidikan dengan tekanan pada transfer ilmu dan keahlian daripada pembangunan moralitas akan memunculkan sikap individualis dan enggan menerima hal-hal non observasional dan sikap menjauhi nilai-nilai ilahiyah yang bernuansa kemanusiaan. Akibat model pendidikan ini akan menghasilkan manusia mekanis yang mengabaikan penghargaan kemanusiaan. Kenyataan ini akan menyebabkan kearifan, kecerdasan, spiritual, dan kesadaran manusia terhadap lingkungan sosial dan alamnya menjadi gagal. Untuk itu pendidikan harus mampu mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kelengkapan nilai kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya sebagai suatusi sistem pemanusiaan manusia yang unik, mandiri, dan kreatif Dalam hal ini Mas‟ud (2002: 134) memaparkan, tujuan akhir pendidikan adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dari potensi yang dimilikinya secara maksimal (Bahridjamarah, 2005: 155). Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah, yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal maupun non formal.
Dari uraian di atas bahwasannya watak manusia itu berkembang. Yang membedakan adalah konsep fitrah itu sendiri. Fitrah adalah pembawaan manusia yang tetap. Semua orang yang dilahirkan dengan pembawaan asal berupa fitrah tersebut, seumur hidupnya manusia memilikinya tidak ada perubahan dalam fitrah Allah yang dikaruniakan kepada hambanya.
Oleh karena itu usaha-usaha pendidikan (tarbiyah) bagi manusia menjadi suatu kebutuhan pokok guna menunjang pelaksanaan amanat yang dilimpahkan Allah kepadanya. Ini merupakan kebutuhan manusia terhadap pendidikan yang bersifat individual. Kalau diamati keadaan bayi pada saat dilahirkan, dapat disaksikan bahwa mereka dalam keadaan yang sangat lemah, tidak berdaya. Hampir semua hidupnya tergantung pada orang tuanya. Mereka sangat memerlukan pertolongan dan bantuan orang tuanya dalam segala hal.
Demikian pula, jika dia tidak diberi bimbingan atau pengetahuan, baik jasmaniah maupun ruhaniah berupa pendidikan intelek, susila, sosial agama, dan sebagainya. Maka anak tersebut tidak akan dapat berbuat sesuatu secara maksimal. Dari sini jelaslah bahwa manusia dalam rangka melaksanakan tugas kehidupannya sangat membutuhkan apa yang disebut pendidikan, dengan demikian pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Jadi manusia memerlukan pendidikan.
B. Konsep Humanisme 1.
Latar Belakang Humanisme Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (1), penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting (2), penganut paham humanisme (3) (KBBI, 1994: 361).
Arti istilah “humanisme” lebih mudah dipahami kalau ditinjau dari sisi historis dan sisi aliran-aliran di dalam filsafat. Dari sisi pertama, humanisme berarti suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 Masehi. Pada gerakan ini bisa dikatakan sebagai motor penggerak kebudayaan modern.
Humanisme sebagai suatu gerakan intelektual dan kesusastraan, pada prinsipnya merupakan aspek dasar dari gerakan renaisans abad ke-14 sampai ke-16 M. Gerakan yang berawal di Italia ini kemudian menyebar ke segenap penjuru Eropa, dimaksudkan untuk membangunkan umat manusia dari tidur panjang abad pertengahan, yaitu dikuasai oleh dogma- dogma agamis gerejani. Abad pertengahan adalah abad dimana otonomi kreativitas, kemerdekaan berpikir manusia dibelenggu oleh kekuasaan gereja. Abad ini sering disebut “abad kegelapan” karena cahaya akal budi manusia tertutup kabut dogma-dogma gereja. Kuasa manusia dipatahkan oleh pandangan gereja yang menganggap bahwa hidup manusia telah digariskan oleh kekuatan-kekuatan Ilahi, dan akal budi manusia tidak akan pernah sampai pada misteri dari kekuatan-kekuatan itu. Pikiran-pikiran manusia yang menyimpang dari dogma-dogma tersebut adalah pikiran- pikiran sesat dan karenanya harus dicegah dan dikendalikan.
Dalam zaman seperti itulah, gerakan humanisme muncul. Gerakan kaum humanis ini bertujuan untuk melepaskan diri dari belenggu dari kekuasaan gereja dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang mengikat, melalui pendidikan liberal, mereka mengajarkan bahwa manusia pada prinsipnya adalah makhluk bebas dan berkuasa penuh atas
eksistensinya
sendiri dan masa depannya. Istilah “humanisme” sendiri berasal dari kata Latin “humanitas” (pendidikan manusia) dan dalam bahasa Yunani disebut paideia, yaitu pendidikan yang didukung oleh manusia-manusia yang hendak menempatkan seni liberal sebagai materi atau sarana utamanya. Karena alasan seni liberal inilah yang menjadi sarana terpenting dalam dunia pendidikan pada waktu itu (retorika, sejarah, etika dan politik) adalah kenyataan bahwa hanya dengan seni liberal, manusia akan tergugah untuk menjadi manusia, menjadi makhluk bebas yang tidak terkungkung oleh kekuatan-kekuatan dari luar dirinya (Abidin, 2006: 41).
Seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Friere (1991: 26),
seorang pakar pendidikan dari Brazil, telah berhasil melihat fenomena pendidika n dalam karyanya yang terkenal “Pendidikan Kaum Tertindas”.
Menurut Friere bahwasannya pendidikan yang dimulai dengan kepentingan egoistis kaum penindas dan menjadikan kaum tertindas sebagai objek humanitarianisme, mereka justru memprahaturkan dan menjelmakan penindas itu sendiri.
Friere (1991: 50) mengatakan dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, para murid menjadi celengan dan guru menjadi penabungnya.
Dan yang terjadi bukanlah proses komunikasi, akan tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi tabungan yang diterima dan dituangkan dengan patuh oleh para muridnya. Aktivitas pendidikan hanya sekedar sebuah mekanisme otomatik dan lebih bersifat
formalistik belaka. Pada pola pendidikan semacam ini nilai kreativitas dan
progresivitas individu menjadi sangat terpasung.Dalam konsep pendidikan gaya bank demikian, pengetahuan adalah sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya lebih berpengetahuan, kepada mereka yang diangap tidak memiliki pengetahuan. “Education is transfer a certain knowledge from teachers
totheir students
” dalam kata lain bahwasannya pendidikan hanyalah memindahkan ilmu dari otak (yang satu) ke otak yang lain. Untuk itu dengan adanya konsep humanisme, kebebasan berfikir merupakan tema terpenting dari pendidikan humanis. Akan tetapi kebebasan yang dimaksudkan bukan kebebasan yang absolut, atau kebebasan sebagaian antitesis dari deferminisme abad pertengahan. Kebebasan yang mereka perjuangkan adalah kebebasan yang berkarakter manusiawi, kebebasan manusia dalam batas-batas alam, sejarah dan masyarakat.
Dengan demikian, bahwa humanisme yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu paham di dalam aliran-aliran filsafat yang hendak menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia serta menjadikan manusia sebagai ukuran dari segenap penilaian, kejadian dan gejala di atas muka bumi ini. Dengan kata lain, manusia merupakan pusat kontrol dari realitas. Realitas manusia adalah hak milik manusia sehingga setiap kejadian, gejala dan penilaian apapun harus dikaitkan dengan keberadaan, kepentingan atau kebutuhan manusia.
Abidin (2001: 42) memaparkan, manusia adalah pusat realitas, sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas harus dikembalikan lagi pada manusia. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan adanya penilaian atau interpretasi tentang kejadian atau gejala manusiawi yang menempatkan manusia sebagai entitas-entitas marjinal atau pinggiran.
2. Pengertian Humanisme
Humanis berasal dari kata Human (Echols, 1998: 326) (Inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiono, dalam Kamus Ilmiah Populer