PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT TARUNA SEJAHTERA GUNUNG PATI (ANALISA FATWA DSN-MUI NO.07DSN-MUIIV2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT

TARUNA SEJAHTERA GUNUNG PATI

(ANALISA FATWA DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000

TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh:

Lilis Setiyowati

NIM: 21411011

  

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

MOTO PENULIS

  

“Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan,

selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.”

(Alexander Pope)

  

“Teman sejati adalah ia yang meraih tangan anda dan menyentuh hati

anda.”

(Heather Pryor)

“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan

bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan kenyakinan

yang teguh.”

  

(Evelyn Underhill)

  

PERSEMBAHAN

  Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada :

  1. Kedua orang tuaku Bapak Memeng Karsimin dan Ibu Khotimah tercinta, yang telahmendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.

  2. Adikku Muhammad Feriyanto dan Ahmad Fatkhurroziqin, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.

  3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulissayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuhkesabaran.

4. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulisbanggakan.

KATA PENGANTAR

  Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkatrahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan.Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsiini.

  Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,

  

Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para

  sahabat- sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.

  Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam , Fakultas Syari‟ah, Jurusan

  S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul:“Pelaksanaan Akad Mudharabah di

  

BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-

MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah) ”.Penulis mengakui

  bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga

  3. BapakIlya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik.

  4. Ibu Evi Ariyani, SH.,M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ahdi IAIN Salatiga dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuaiyang diharapkan.

  5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.

  6. Bapak Arbain, selaku Manager BMT Taruna Sejahtera cabang Gunung Pati yang telah berkenan memberikan izin penelitian diBMT Taruna Sejahtera Gunung Pati serta jajaran pegawai yang telah memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi.

  7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun.

  8. Sahabat-sahabatku Yessi Widhi Astuti, Tri Subiyanti yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.

9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ahangkatan 2011 di

  IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.

  Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.

  Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.

  Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

  Salatiga,01 September 2015 Penulis.

  ASBTRAK

  Setiyowati, Lilis. 2015.Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera

  

Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

Pembiayaan Mudharabah)

  . Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani, SH.,M.H.

  Kata Kunci : Pembiayaan, Mudharabah, Fatwa DSN-MUI

  BMT Taruna Sejahtera merupakan salah satu lembaga keuangan syari‟ah dalam bentuk perbankan syari‟ah yang banyak mengeluarkan produk penghimpunan dana. Salah satunya yaitu penghimpunan dana dengan produk simpanann berkah plus yang menggunakan akad mudharabah. Salah satu syarat mudharabah adalah keuntungan harus diketahui kadarnya. Tujuannya diadakannya akad mudharabah adalah untuk memperoleh keuntungan, apabila keuntungannya tidak jelas maka akibatnya akad mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu keuntungan tidak tercapai. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang analisisfatwa DSN-MUI no.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah pada produk simpanan berkah plus di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)Bagaimanakah pelaksanaan

  

Akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati? (2) Apakah

  pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati sesuai dengan fatwa DSN-MUI no.07/DSN-MUI/IV/2000?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan akad mudharabah dalam BMT sudah sesuai apa belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa,pertama:Pelaksanaan akad mudharabah dalam produk simpanan berkah plus pemberian bonus yang dilakukan di BMT ini diberikan di awal karena pemberian bonus di awal sangat disukai nasabah karena menurut nasabah pembagian bonus di awal sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas. Kedua: Praktik dalam pembagian bonus di BMT Taruna Sejahtera sudah berjalan dengan baik. Namun belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 yaitu bonus seharusnya diberikan di akhir periode simpanan itu berakhir atau selesai bukan diberikan di awal periode. Karena dalam DSN-MUI tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL................................................................................... i NOTA PEMBIMBING............................................................................... ii PENGESAHAN.......................................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. iv MOTO......................................................................................................... v PERSEMBAHAN...................................................................................... vi KATA PENGANTAR............................................................................... vii ABSTRAK................................................................................................. x DAFTAR ISI............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR................................................................................ xiv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................... 6 C. Tujuan Penelitian................................................................ 6 D. Kegunaan Penelitian........................................................... 7 E. Penegasan Istilah................................................................ 8 F. Tinjauan Pustaka................................................................ 9 G. Metode Penelitian............................................................... 11 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................. 11 2. Kehadiran Peneliti....................................................... 11 3. Lokasi Penelitian......................................................... 11 4.

  H.

  Sistematika Penulisan......................................................... 14

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mudharabah dalam Perspektif Fiqih................................... 16 1. Pengertian Mudharabah............................................... 16 2. Dasar Hukum Mudharabah.......................................... 19 3. Rukun dan Syarat Mudharabah................................... 23 4. Jenis-Jenis Mudharabah.............................................. 25 5. Sifat Akad Mudharabah.............................................. 25 6. Hukum Pelaksanaan Mudharabah.............................. 26 7. Kedudukan Mudharabah............................................ 27 8. Biaya pengelolaan Mudharabah................................. 28 9. Tindakan setelah Pemilik modal Meninggal.............. 29 10. Pembatalan Mudharabah............................................ 30 11. Dampak Sosial Ekonomi Mudharabah....................... 32 B. Mudharabah dalam Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/ IV/2000 .............................................................................

  33 1. Ketentuan Pembiayaan................................................ 33 2.

  Rukun dan Syarat Pembiayaan.................................... 34 3. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan................... 37

  BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum BMT Taruna Sejahtera........................ 38 1. Sejarah BMT Taruna Sejahtera................................... 38 2. Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera......................... 41 3. Produk-produk BMT Taruna Sejahtera....................... 44 a. Simpanan Amanah................................................ 44 b. Simpanan Berkah.................................................. 45 c.

  B.

  Hasil Penelitian................................................................. 52 1.

  Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus............. 52 a.

  Ketentuan yang Berlaku........................................ 55 b.

  Pengelolaan Dana.................................................. 57 c. Praktek Pembagian Keuntungan........................... 58

  BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus....... 63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................... 73 B. Saran.................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

  

DAFTAR GAMBAR

Tabel 3.1 Struktur Organisasi BMT Taruna Sejahtera................................. 41

  

DAFTAR GAMBAR

Tabel 3.2 Jumlah Keanggotaan BMT Taruna Sejahtera............................. 43

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia perbankan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan dan

  perkembangan yang sangat pesat setelah diberlakukannya Paket Kebijakan Oktober 1998 (Pakto 1998), yang memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk mendirikan bank-bank yang telah ada untuk membuka kantor-kantor cabang, sehingga banyak berdiri bank-bank baru maupun bank-bank lama yang membuka cabang di seluruh Indonesia.

  Kehadiran lembaga keuangan Syariah di Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat yang tidak menghendaki adanya bunga traksaksi perbankan. Indonesia dewasa ini dapat dikatakan sudah memasuki era ekonomi syariah yang ditandai dengan bermunculnya berbagai lembaga bisnis dan keuangan yang memakai prinsip berkeadilan yang bebas bunga.

  Kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih mampu menyentuh kalangan bawah. Meskipun misi keumatan cukup tinggi, namun realitas dilapangannya mengalami banyak hambatan, baik dari sisi prosedur, plafon pembiayaan maupun lingkungan bisnisnya. Di dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan,

  Untuk memberikan pelanyanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Harapan kepada BPRS untuk mampu menjangkau ekonomi kecil sangat besar, meningkat cakupan bisnis bank ini lebih kecil. Nama perkreditan menjadi kendala, karena nama tersebut sesungguhnya tidak tepat, karena banyak bank islam tidak melanyani perkreditan tetapi pembiayaan, sehingga penggunaan nama perlu dipertimbangkan. Istilah perkreditan menjadikan makna pembiayaan menjadi kabur.

  Kendala lain dalam realitanya sistem bisnis BPRS juga terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang, yakni para pemilik modal. Komitmen untuk membantu meningkatkan derajat hidup masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari sisi hukum, prosedur peminjaman bank umum dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis. Padahal disinilah kendala utama pengusaha kecil. Sehingga harapan besar pada BPRS hanya menjadi idealita.

  Dari persoalan diatas mendorong munculnya lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan anggota yang meminjam mayoritas usaha kecil dan mikro serta membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

  BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang kecil sekalipun.

  Peran BMT dalam menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil dilingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan nasional. Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara keuangan ternyata hanya mampu bermain pada lefel menengah keatas.

  Sementara lembaga keuangan non formal yang mampu menjangkau pengusaha mikro, tidak mampu meningkatkan kapitalisasi usaha kecil.

  Maka BMT diharapkan tidak terjebak pada dua kutup ekonomi yang berlawanan tersebut.

  BMT tidak digerakkan dengan motif laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroperasi dengan pola syariah, sudah barang tentu mekanisme kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar tetapi agamanya menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan.

  Untuk dapat menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan, BMT masyarakat dalam rangka melakukan kegiatan pembiayaan di bidang ekonomi. Untuk dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana secara syar‟i, harus ada akad-akad syariah yang perlu ditetapkan dalam produknya. Yaitu akad Wadi‟ah, akad Mudharabah, akad Musyarakah dan seterusnya.

  Pengertian akad secara etimologi berarti perikatan, perjanjian. Sedangkan secara terminologi akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab q abul berdasarkan ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya. Sedangkan mudharabah berasal dari kata dharaba yang berarti memukul atau berjalan. Yang dimaksud memukul atau berjalan yaitu seseorang yang memukulkan tangannya untuk berjalan dimuka bumi dalam mencari karunia Allah SWT. Jadi akad mudharabah merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan.

  Kemudian apabila terjadi kerugian, resiko dana akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan karena kelalaian pihak pengelola. Namun, apabila kerugian disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian pihak pengelola, maka mereka harus mempertanggung jawabkan atas kerugian tersebut.

  Salah satu syarat mudharabah yaitu keuntungan harus diketahui akibatnya akad mudharabah bisa menjadi fasid. Apabila seseorang menyerahkan modal kepada pengelola sebesar Rp 10.000.000 dengan ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan, maka akad semacam ini hukumnya sah, dan keuntungan dibagi rata setengah-setengah. Hal tersebut dikarenakan syirkah atau persekutuan menghendaki persamaan (Muslich,2010:375).

  Apabila dibuat syarat yang menyebabkan ketidakjelasan dalam keuntungan maka mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu keuntungan tidak tercapai. Akan tetapi, jika syarat tersebut tidak menyebabkan keuntungan menjadi tidak jelas maka syarat tersebut batal, tetapi akadnya tetap sah. Misalnya, pemilik modal mensyaratkan kerugian ditanggung oleh mudharib atau oleh mereka berdua maka syarat tersebut batal, tetapi akad mudharabah tetap sah, sedangkan kerugian tetap ditanggung oleh pemilik modal. Apabila disyaratkan dalam akad mudharabah bahwa keuntungan semuanya untuk mudharib, maka menurut Hanafiah dan Hanabilah, akad berubah menjadi qardh (utang piutang) bukan mudharabah. Sedangkan menurut Syafi‟iyah mudharabah semacam itu adalah mudharabah yang fasid. Dalam hal ini amil diberi upah atau imbalan sesuai dengan pekerjaannya. Menurut Malikiyah, apabila disyaratkan keuntungan semuanya untuk mudharib atau untuk pemilik modal maka hal itu dibolehkan, karena ini merupakan tabarru‟ atau

  Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama dengan pembagian secara nisbah atau presentase, misalnya setengah- setengah, sepertiga dan dua pertiga atau 40% : 60%, 35% : 65% dan seterusnya. Apabila keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti, seperti pemilik mendapat Rp 100.000 dan sisanya untuk pengelola (mudharib), maka syarat tersebut tidak sah, dan mudharabah menjadi fasid. Hal ini oleh karena karakter mudharabah menghendaki keuntungan dimiliki bersama, sedangkan penentuan syarat dengan pembagian yang pasti menghalangi kepemilikan bersama tersebut (Muslich,2010:376).

  Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengungkap tentang pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimanakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati? 2. Apakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera

  Gunung Pati sesuai dengan fatwa DSN-MUI No.07/DSN- MUI/IV/2000 ? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati itu sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No.

  07/DSN-MUI/IV/2000.

D. Kegunaan Penelitian

  Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Kegunaan yang diharapkan dapat dipetik adalah: 1.

  Manfaat Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian tentang pelaksanaan akad di BMT

  Taruna Sejahtera, penulis akan mengetahui bagaimana pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera.

  2. Manfaat Bagi BMT Taruna Sejahtera Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pihak lembaga BMT Taruna Sejahtera sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kepada anggotanya agar sesuai dengan syariah.

  3. Manfaat Bagi Pihak Lain Sedangkan bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan baik secara teori maupun secara praktis dan bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan rujukan

E. Penegasan Istilah

  Agar terdapat kejelasan tentang judul skripsi di atas, dan tidak terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul, maka perlu penulis menjelaskan makna yang terdapat pada judul.

  Menurut Muhammad Abu Zahrah pengertian akad menurut bahasa adalah untuk menggabungkan antara ujung sesuatu dan mengikatnya.

  Sedangkan menurut istilah ada dua pengertian yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian umum akad adalah segala sesuatu yang diniatkan oleh seseorang untuk dikerjakan, baik timbul karena satu kehendak, seperti wakaf, pembebasan, talak dan sumpah, maupun yang memerlukan kepada dua kehendak didalam menimbulkannya, seperti jual beli, sewa-menyewa, pemberian kuasa dan gadai. Menurut Muslich (2010:111) yang mengutip dari Wahbah Zuhaili arti khusus akad adalah pertalian antara ijab dngan qabul menurut ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat hukum pada obyeknya atau dengan redaksi yang lain, Keterkaitan antara pembicaraan salah seorang yang melakukan akad dengan yang lainnya menurut syara‟ pada segi yang tampak pengaruhnya pada obyek.

  Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak (orang ) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang

F. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang akad mudharabah sebenarnya banyak dilakukan.

  Penelitian tentang akad mudharabah ini pernah dilakukan oleh Ngatirin dengan judul “Analisis Implementasi Prinsip-prinsip Perjanjian Akad

  Mudharabah Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Tumang Boyolali ”. Penetian ini memfokuskan pada terjadinya ingkar janji atau wanprestasi dalam akad mudharabah di BMT Tumang Boyolali karena pelanggaran isi perjanjian yang telah disepakati dan kurang adanya sifat kejujuran dan kelalaian dari nasabah dalam menjalankan usaha dan pengelolaannya.

  (Ngatirin,tt:nn) Skripsi Alexander Leo Mandala Putra dengan judul

  “Pelaksanaan Jaminan Fidusia Pada Akad Mudharabah Di Bank Nagari Syariah Padang

  ”. Penelitian ini menjelaskan tentang peraturan bank indonesia (PBI) adalah peraturan yang di keluarkan oleh bank indonesia untuk mengawasi dan membina semua Bank yang berbadan hukum indonesia atau beroperasi di indonesia (Putra,2011:nn).

  Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Akad Mudharabah pada Produk di Bank Nagari Syariah Cabang Padang Panjang

  ”.Penelitian ini berisi akibat hukum bagi para pihak baik itu dari nasabah maupun bank dalam pelaksanaan akad mudharabah pada Bank Nagari Syariah cabang Padang Panjang yaitu pembagian keuntungan dan kerugian serta hak dan

  2008 tentang perbankan syariah pasal 63 dan juga yang telah diatur dalam akad tersebut yaitu pembayaran ganti kerugian (Andra,2010:nn).

  Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pembiayaan Berdasarkan

  Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) pada BMT Agam Madani Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam

  ”.Penelitian ini berisi pelaksanaan pembiayaan di BMT tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku , yaitu UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan pasal 6 Peraturan Bank Indonesia No:7/46/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, namun ada beberapa kendala, yaitu dalam pengelolaan usaha adanya anggota yang belum mampu mengelola usahanya secara baik. Kondisi ekonomi yang tidak stabil pada saat ini (Sani,2011:nn).

  Skripsi dengan judul “Analisa Pelaksanaan Akad Mudharabah

  Terhadap Investasi Dinar ”.Yang berisi praktik pembiayaan mudharabah yang dilakukan BMT Artha Kencana Mulia Semarang belumlah sempurna dengan aturan hukum islam. Hal-hal ini dikarenakan dalam proses penentuan bagi hasil , pihak BMT tidak diperkenankan menjanjikan pemberian keuntungan tetap perbulan dalam jumlah tertentu dengan sistem persentase sebagaimana lazim berlaku dalam tatanan perbankan konvensional (Fumiaty,2012:93).

  Dari telaah pustaka yang deperoleh penulis, maka mengenai untuk dikaji, dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensi- referensi tersebut.

G. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bersifat deskriftif analitis. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai bidang tertentu. Pendekatan normatif digunakan untuk mengetahui hukum dari pelaksanaan akad mudharabah dalam perbankan syariah sesuai dengan fatwa DSN-MUI.

  2. Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis langsung mewawancarai masyarakat yang sudah menjadi nasabah di perbankan syariah. Kehadiran penelitian diketahui pelaksanaannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Ungaran dan di daerah gunung pati yaitu BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Karena tempat BMT

  4. Sumber Data Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi: a.

  Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau alat pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam hal ini keterangan diperoleh dari karyawan-karyawan yang bekerja di BMT Taruna Sejahtera dan nasabah yang melakukan transaksi dan pihak BMT Taruna Sejahtera.

  b.

  Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.

  Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Peneliti menggunakan buku-buku, jurnal serta fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.

  5. Prosedur Pengumpula Data a.

  Metode wawancara Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Adapun metode wawancara yang dilakukan dengan tanya jawab lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan dirumuskan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan terhadap nasabah yang melakukan transaksi di perbankan syariah.

  b.

  Metode Observasi Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian.

  Metode ini penulis gunakan sebagai awal untuk mengetahui kondisi objektif mengenai obyek penelitian.

  c.

  Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip , buku,surat kabar, majalah dan sebagainya. Metode ini sumber datanya masih tetap, dan belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.

  Dokumentasi dapat dianggap sebagai materi tertulis atau sesuatu yang menyediakan informasi tentang suatu subyek.

  Dokumentasi dapat berisi tentang deskripsi-deskripsi, penjelasan- penjelasan, daftar-daftar, cetakan hasil komputer, contoh-contoh obyek dari sistem informasi. Adapun yang digunakan oleh peneliti yaitu perjanjian antara nasabah dengan perbankan syariah.

6. Analisis Data

  Analisis data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah dalam analisa ini yaitu Reduksi. Reduksi adalah memilih atau memisahkan data, dari data yang telah didapatkan. Menyajikan data adalah menyajikan data yang telah pilih tadi. Yang terakhir adalah menyimpulkan yaitu menyimpulkan data yang telah disajikan untuk dimasukkan de dalam analisis tersebut. Dalam analisa ini penulis menggunakan analisis deskriptif yang mendeskripsikan fatwa DSN- MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.

H. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan lebih jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

  Bab I pendahuluan : Bab ini berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, dan Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Umum Tentang Akad Mudharabah. Bab II berisi pembahasan tentang: Pengertian mudharabah, dasar hukum mudharabah,rukun dan syarat mudharabah, jenis-jenis mudharabah, sifat akad mudharabah, hukum pelaksanaan akad mudharabah, kedudukan mudharabah, biaya pelaksanaan mudharabah, tindakan setelah pemilik

  Bab III Gambaran umum tentang BMT Taruna Sejahtera.. Bab ini berisi tentang sejarah BMT Taruna Sejahtera, Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera, produk-produk BMT Taruna Sejahtera, dan Operasional Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera.

  Bab IV Analisis. Bab ini berisi tentang analisis strategi pemasaran produk simpanan berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam, analisis pengelolaan dana produk simpanan berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam, analisis prosedur pembagian keuntungan prodk simpanan berkah plus menurut fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam.

  Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qirahd atau

  muqaradhah bahasa penduduk Hijaz. Namun, pengertian qiradh dan mudharabah adalah satu makna. Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah berpergian atau berjalan (Hendi,

  :

  2010:135). Sebagaimana firman Allah

  



  artinya: “Dan yang lainnya, berpergian di muka bumi mencari karunia Allah” ( Al Muzamil:20). Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-

  qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya

  untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuangannya (Azzam, 2010: 245). Ada pula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah. Jadi, menurut bahasa mudharabah atau qiradh berarti al-

  qath’u (potongan), berjalan dan berpergian.

  Para fuqaha dan sebagian para sejarahwan muslim secara umum mendefinisikan mudharabah sebagai kerja sama antar dua pihak, yaitu pihak pertama memberikan fasilitas modal dan pihak kedua memberikan disimpulkan bahwa kerja sama model mudharabah ini muncul ketika terdapat dalam sebuah masyarakat keinginan untuk bekerja sama antara anggotanya dalam rangka meningkatkan taraf hidup ekonomi (Muhammad, 2008: 27).

  Menurut istilah, mudharabah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: a.

  Menurut Zuhaily mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib). Keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk presentase (nisbah) (Nawawi, 2012: 141).

  b.

  Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

  c.

  Menurut Harfiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan perak).

  e.

  Imam Hanabillah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.

  f.

  Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.

  g.

  Syaikh Syihab al-din al-qalyubi dan Umarah berpendapat bahwa mudharabah ialah seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan bersama-sama.

  h.

  Al-bakri Ibn al-arif Billah al-sayyid Muhammad syata berpendapat bahwa mudharabah ialah seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan didalamnya diterima penggatian. i.

  Sayyid Sabiq berpendapat, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.

  Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara modal dengan tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam mudharabah ada unsur syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan kerja sama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dengan tenaga. Di samping itu, juga terdapat unsur syirkah (kepemilikan bersama) dalam keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian tersebut ditanggung pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani kerugian, karena ia telah rugi tenaga tanpa keuntungan (Muslich, 2010: 366-367).

  Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas, kiranya dapat difahami bahwa mudharabah atau qiradh adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan (Hendi, 2010:136-138).

2. Dasar Hukum Mudharabah

  Melakukan mudharabah hukumnya jaiz (boleh) dengan ijma‟ (Sabiq,1987:31).

  Dalam al- qur‟an: QS. al-Jumu‟ah: 10 mendorong umat Muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha atau mencari karunia Allah yang tersebar di bumi.

   Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung” (Al-Jumuah:10).

   Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.

  Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. (QS.Al-maidah:1)

  

  Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu ”. (Al-Baqarah: 198)

  Landasan dasar penerapan sistem mudharabah pada prinsipnya terbagi kepada dua landasan hukum, yaitu landasan berdasarkan hukum Islam (Alqur‟an, hadis, ijma‟ dan qiyas) dan landasan berdasarkan Undang-Undang perbankan yang berlaku di Indonesia (Sahrani dan Abdullah, 2011: 190).

  Ijma‟ Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak seorangpun mengingkari mereka. Karenannya, hal itu dipandang sebagai ijma‟ (Zuhaily, 1989: 838).

  Qiyas Transaksi mudharabah diqiyaskan dengan transaksi musaqah miskin, terkadang sebagian orang memiliki harta tetapi tidak berkemampuan memproduktifkannya dan ada juga orang yang tidak mempunyai harta tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya (Zuhaily, 1989: 838).

  Dasar hukum mudharabah ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda: “Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dan mencampur gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk dijual”.

  Zuhaily mengemukakan kesepakatan ulama tentang bolehnya mudharabah. Diriwayatkan sejumlah sahabat melakukan mudharabah dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tidak ada seorang pun dari mereka menyanggah atau menolak. Jika praktik para sahabat dalam suatu praktik amalan tertentu yang disaksikan sahabat yang lain tidak ada satu pun yang menyanggah maka hal itu merupakan ijma‟.

  Ketentuan ijma‟ ini secara sharih mengakui keabsahan praktik pembiayaan mudharabah dalam sebuah perniagaan. Di samping mengemukakan dalil ijma‟ ulama juga mengemukakan qiyas mudharabah dengan analogi terhadap transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan penyiraman, pemeliharaan, merawat isi perkebunan, mendapat bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan dari hasil perkebunan (Nawawi, 2012: 142).

  Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai. Apabila kamu melakukan salah satu larangan- larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku” (Hendi, 2010:138).

  Menurut Rasyid yang saya kutip dalam (Hendi, 2010:139) mengatakan dalam al-

  Muthawaththa’ Imam Mali, dari al-A‟la Ibn Abd al-

  Rahman Ibn Ya‟qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta Utsman r.a. sedangkan keuntungannya dibagi dua.

  Qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan qiradh.Rasulullah pernah melakukan mudharabah dengan Khadijah , dengan modal daripadanya (Khadijah). Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk diperdagangkan. Ini sebelum beliau diangkat sebagai Rasul. Pada zaman jahilliyah, mudharabah telah ada dan setelah datang agama islam.

  Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan: Mudharabah telah terjadi pada demikian (terlarang) tentu Rasulullah tidak membiarkannya (Sabiq, 1987:31-32).

3. Rukun dan Syarat Mudharabah

  Menurut ulama Syafi‟iyah rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu: a.

  Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.

  b.

  Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang.

  c.

  Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.

  d.

  Mal, yaitu harta pokok atau modal.

  e.

  Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba.

  f.

  Keuntungan.

  Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat mudharabah adalah: a.

  Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan, mas hiasan atau barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal.

  b.

  Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan. tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

  d.

  Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga atau seperempat.

  e.

  Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan qabul dari pengelola.

  f.

  Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang- barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-

  Syafi‟i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, mudharabah tersebut sah (Hendi, 2010:140).

4. Jenis-jenis mudharabah

  Pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua jenis berdasarkan tujuan alokasi pembiayaan kepada nasabah. Kedua jenis pembiayaan mudharabah tersebut adalah: a.

  Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal dengan mudharib dimana tidak ada batasan tertentu mengenai usaha yang akan dilakukan oleh mudharib.

  b.

  Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dengan mudharib dimana shahibul maal menentukan batasan usaha yang akan dilakukan oleh mudharib baik dari segi jenis, waktu dan tempat usaha (Karim, 2006: 212-213).