ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR) - Unika Repository

  97.21% Originality

  0.28%

0.22%

  0.19%

0.19%

  0.19%

  0.19%

  0.19%

0.19%

  0.19%

  0.22%

0.19%

  0.28%

0.28%

  2.79% Similarity

  0.29%

  0.33%

  0.33%

  0.35%

  0.45%

0.38%

0.35%

  Doc vs Internet Web sources: 151 sources found

0.61%

0.47%

0.47%

0.47%

  151 Sources

  0.19%

0.19%

  

0.19%

  0.16%

0.16%

  0.14%

0.14%

0.14%

  0.14%

  0.16%

0.14%

  0.16%

  0.16%

0.16%

0.16%

  0.16%

  0.16%

  0.16%

  0.16%

0.16%

  0.16%

   0.19%

  0.16%

  0.16%

  0.16%

  0.16%

  0.17%

  0.17%

  0.17%

0.17%

0.17%

  0.17%

0.17%

  

0.19%

0.19%

  0.14%

0.14%

  

0.14%

  

0.14%

  

0.14%

  0.14%

  0.14%

0.14%

0.14%

0.14%

  0.14%

0.14%

0.14%

0.14%

0.14%

  0.14%

0.14%

  0.14%

  0.14%

0.14%

  0.14%

0.14%

  0.14%

0.14%

0.14%

  0.14%

  0.14%

  0.14%

  0.14%

0.14%

0.14%

BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam proses kehidupan makhluk hidup. Air termasuk sumberdaya alamyang dapat diperbaharui olehalam, namun kenyataannya bahwa ketersediaanair tawar tidak pernahbertambah (Kantor Menteri Negara KLH, 1992) dalam .

  Air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum dan kehidupan masyarakat. Air baku adalah air yang berkualitas baik dan bersih yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, air rumah tangga, dan kebutuhan industri. Air baku merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian Istilah dan definisi yang disebut dengan air baku adalah: “Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum”

  Penyediaan air baku kuantitas dan kualitasnya harus sesuai standar yang berlaku di Indonesia karena berhubungan dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu sumber daya air baku utama untuk penduduk Jakarta dan Jawa Barat adalah Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta provinsi Jawa barat yang mempunyai luas 8.300 Ha. Waduk ini mempunyai lokasi yang strategis yaitu terletak di hilir dari 3 kaskade waduk di Sungai Citarum, yaitu

  1 Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Aktivitas produktif menurut (Ambarwati, 2014) diantaranya adalah pengelolaan air PDAM, industri PLTA, usaha peternakan budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA), sertawisataWadukJatiluhur. Hasil dari aktivitas produktivitas di Waduk Jatiluhur mampu menghasilkan sisa usaha yang disebut limbah karena proses pengelolaan kurang baik sehingga mampu mempengaruhi kualitas air baku di Waduk Jatiluhur. Pencemaran terhadap air baku mengakibatkan air baku menjadi keruh akibat penumpukan limbah pada sumber daya air baku. Pengelolaan air yang salah, menjadi faktor kualitas air menurun (Hartono, 2009). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang jika tidak diolah dengan baik, dapat mencemarkan, merusak, dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Limbah yang masuk ke dalam Waduk Jatiluhur tanpa pengolahan yang baik dan benar dapat mempengaruhi kualitas air baku Waduk Jatiluhur . Limbah masyarakat di sekitar Waduk Jatiluhur terdiri dari limbah rumah tangga, limbah industri, limbah peternakan, dan limbah pertanian. Limbah rumah tangga berasal dari dapur, kamar mandi, dan juga kotoran manusia. Selain limbah rumah tangga, limbah industri yang menghasilkan bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dapat merusak ekosistem sekitar bila tidak ditangani dengan baik. Limbah peternakan dan limbah pertanian juga dapat mencemari lingkungan sehingga, diperlukan pengelolaan yang baik dan benar mengenai limbah masyarakat agar tidak berdampak buruk terhadap kualitas air baku Waduk Jatiluhur.. Maka dari itu, diperlukan analisis kualitas air baku di Waduk Jatiluhur akibat limbah masyarakat sehingga selain mengetahui kualitas air baku, masyarakat dan pengelola mengetahui pengelolaan limbah

  24 masyarakat akibat aktivitas produktif agar tidak berdampak buruk terhadap kualitas air baku di kemudian hari.

  Analisis kualitas air baku ini dilakukan selain untuk mengetahui perkembangan kualitas air baku Waduk Jatiluhur juga untuk menentukan solusi yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang mempengaruhi kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

  Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian dengan topik bahasan “ANALISIS KUALITAS AIR BAKU AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR)”.

  Penelitian ini menjadi satu kesatuan bagian dari penelitian payung yang berjudul “PengelolaanPerairan BendunganJatiluhur:Pemantauan Berkelanjutan Dalam Mencegah Kematian Massal Ikan” (Suwarno dan Retnaningsih, 2017) dengan Nomor Ristek Dikti: 001/K6/KM/SP2H/PENELITIAN/2017.

1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kondisi eksisting kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

2. Mengetahui pengaruh limbah budidaya ikan keramba jaring apung terhadap kualitas air baku di Waduk Jatiluhur.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Menerapkan ilmu Rekayasa Lingkungan Teknik Sipil yang telah didapat selama proses perkuliahan.

  2. Mengetahui kualitas air baku di Waduk Jatiluhur dan pengaruh limbah budidaya ikan keramba jaring apung terhadap kualitas air di Waduk Jatiluhur.

  24

  1.4 Batasan Masalah Agar penelitian jauh lebih terarah pada permasalahan, ada beberapa batasan masalah, yaitu:

  1. Penelitian menggunakan data kualitas air baku di Waduk Jatiluhur bulan Januari – November 2016

  2. Penelitian mengambil sampel air baku di 6 zona keramba jaring apung

  3. Lingkup limbah aktivitas produktif masyarakat hanya limbah keramba jaring apung

  4. Water Treatment Plant (perawatan air) tidak masuk dalam pembahasan

5. Tidak memperhitungkan sedimentasi

  1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan Berisi tentang latar, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka Berisitentangteori-teori pendukung dalam penelitian dan pembuatan Tugas Akhir Bab III : Metode Penelitian

  24 Berisi tentang lokasi penelitian, tahap penelitian, jadwal penelitian dan bagan alir penelitian

  Bab IV : Data, Analisis dan Pembahasan Berisi tentang kajian atau analisis – analisis yang dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian ini

  Bab V : Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan yang merupakan rangkuman hasil-hasil penelitian yang berdasarkan pembahasan secara detail dan disertai saran-saran atau rekomendasi.

  24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Baku Air baku memiliki peran penting pada kehidupan masyarakat.

  Kualitas air baku juga menentukan keberlangsungan hidup di masyarakat yang menggunakan air baku tersebut. Di era milenial ini, pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, dan peningkatan standar hidup adalah faktor-faktor meningkatnya kebutuhan akan air baku bagi manusia. Untuk keperluan tersebut diharapkan bahwa sumber air baku yang akan digunakan mempunyai kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masa kini hingga masa yang akan datang sesuai kebutuhan masyarakat.

  Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah:

  “Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk keperluan air minum” Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, waduk. Evaluasi kualitas sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut:

  1. Kualitas air baku yang diperlukan

  2. Biaya operasional dan pemeliharaan untuk pengelolaan air baku 3. Kemungkinan tercemarnya air baku di masa mendatang. Menurut Effendi (2003) dalam (Hartono, 2009), kualitas air permukaanjugadipengaruhiolehkecepatanarusataupergerakan air,jenis

  24 batuandasar sungai(batukali, batukerikil, pasir),sedimentasidanerosi. Kecepatan arus dan pergerakan air dipengaruhi oleh jenis bentang alam (landscape), jenis batuan dasar, dan curah hujan.

  Kualitas air permukaan yang baik yang belum tercemar, memungkinkan mempunyai kemampuan untuk pemulihan kembali dari kerusakan. Keberadaan bahan pencemar ternyata semakin sulit dihilangkan hanya dengan proses pengenceran. Oksigen terlarut yang terdapat pada air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan pencemar yang ada di badan air. Penguraian limbah oleh bakteri mengurangi kandungan oksigen yang ada dalam air. Kemampuan aliran permukaan untuk memulihkan keadaannya sangat ditentukan oleh kapasitas aliran, debit aliran, temperatur, pH, dan jumlah polutan yang masuk ke dalamaliranairpermukaan(Miller:1996:481,Cunningham-Saigo,2001: 451) dalam (Hartono, 2009) Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyebutkan terdapat 4 (empat) klasifikasi air. Klasifikasi golongan air tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Air golongan I : Air yang dapat digunakan untuk air minum secara langsung atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

  2. Air golongan II : Air yang dapat digunakan untuk prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

  3. Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian

  24 atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

  4. Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk mengairi keperluan pertanian, industri, pembangkit listrik atau dapat digunakan yang lainnya sebagai syarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut

  2.2 Standarisasi Kualitas Air Baku Kualitas air baku dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup di masyarakat yang mengkonsumsi air baku tersebut, sehingga diperlakukan standarisasi dari kualitas air baku di Indonesia. Menurut (Anggraini,2012) kualitas air permukaan juga dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air, jenis batuan dasar sungai (batu kali, batu kerikil, pasir), sedimentasidan erosi. Kecepatan arus dan pergerakan air dipengaruhi oleh jenis bentang alam ( landscape ), jenis batuan dasar, dan curah hujan.

  Kekeruhan pada air permukaan umumnya terjadi akibat erosi pada bahan koloid seperti lumpur, lempung, dan lapisan tanah. Tumbuh- tumbuhan dan mikroorganisme dapat mendorong terjadinya kekeruhan, demikian juga buangan limbah rumah tangga dan buangan industri yang membuang limbahnya ke badan air permukaan. (Miller, 1996: 161) dalam (Hartono, 2009)

BAB III

  24

METODE PENELITIAN

  3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil objek di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta provinsi Jawa barat yang mempunyai luas 8.300 Ha. Waduk ini mempunyai lokasi yang strategis yaitu terletak di hilir dari 3 kaskade waduk di Sungai Citarum, yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Pengambilan sampel air diambil di 4 zona yaitu Outlet Cirata, Zona Keramba Jaring Apung I, Zona Keramba Jaring Apung II, dan Inlet PLTA. Outlet Cirata menjadi titik pengambilan sampel karena pada zona tersebut terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung sehingga zona Keramba Jaring Apung I dan II menjadi titik pengambilan sampel karena pada dua zona tersebut aktivitas budidaya keramba jaring apung lebih banyak dibandingkan zona lain.

  Waduk Jatiluhur memiliki aktivitas produktif diantaranya adalah pengelolaan air PDAM, industri PLTA, usaha peternakan budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA), serta wisata Waduk Jatiluhur. Hasil dari aktivitas produktivitas di Waduk Jatiluhur mampu menghasilkan sisa usaha yang disebut limbah karena proses pengelolaan kurang baik sehingga mampu mempengaruhi kualitas air baku di Waduk Jatiluhur. Dengan penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Air Baku Akibat Limbah Keramba Jaring Apung (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur)” dapat diketahui limbah ikan keramba jaring apung dapat mempengaruhi kualitas air Waduk Jatiluhur.

  3.2. Tahapan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan, yaitu:

  24

  1. Studi literatur

  2. Pengumpulan data

  3. Pengolahan data

  4. Analisis kualitas air baku akibat limbah keramba jaring apung

  5. Hasil dan pembahasan

  6. Kesimpulan dan saran

  3.2.1. Studi Literatur Studi ini menggunakan beberapa referensi jurnal maupun data di lapangan serta buku literatur dari perpustakaan Universitas Katolik Soegijapranata dan berbagai tempat penelitian disesuaikan dengan judul yang dibuat berdasarkan studi literatur.

  3.2.2. Pengumpulan Data Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder. Data yang dibutuhkan antara lain:

  1. Data primer berupa kualitas air baku Waduk Jatiluhur bulan Januari – November tahun 2016 dan data sekunder berupa data hidrologi seperti data curah hujan, debit air hujan

  2. Data topografi berupa peta tata guna lahan dan peta DAS lokasi

  3.2.3. Alat dan Bahan Pada tahapan ini untuk melakukan sebuah penelitian kita tidak lepas dari kebutuhan alat dan bahan diantaranya:

  1. Alat tulis

  2. Buku

  3. Laptop

  4. Alat dokumentasi

  5. Alat analisis data berupa botol sampel 250 mL dan 500 mL

  24

  6. Sampel air Waduk Jatiluhur di zona ikan keramba jaring apung

  7. Cooler

  3.2.4. Pengambilan Sampel Penelitian 1. Persiapan wadah sampel untuk pengambilan sampel.

  Wadah tidak mengandung salah satu senyawa yang sama dengan sampel yang akan dianalisis.

  2. Prosedur pengambilan sampel Sampel yang dikumpulkan ialah sample yang representatif dan diusahakan tidak ada botol sampel terkontaminasi oleh kolektor. Pengawet terkadang diperlukan tergantung pada senyawa yang akan dianalisis.

  3. Pengolahan sampel air Sampel disaring sebelum pengujian. Analisis sampel perlu dilakukan sesuai dengan protokol yang tidak memasukkan kontaminan atau membahayakan sampel. Setelah pengolahan yang sesuai, sampel tersebut siap untuk dianalisis

  4. Analisis sampel air Analisis sampel air dilakukan di laboratorium yang memiliki pengendalian mutu/prosedur jaminan di tempat sehingga nilai- nilai analisis dapat akurat

  3.2.5. Pengolahan Data

  24 Data primer dan sekunder yang telah didapatkan akan diolah dan di analisa menjadi analisis kualitas air baku akibat limbah keramba jaring apung (studi kasus: Waduk Jatiluhur).

  24

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian

  4.1.1 Waduk Jatiluhur Waduk Jatiluhur juga dimanfaatkan sebagai untuk budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA). Jumlah KJA pada

Waduk Jatiluhur tiap tahun kian meningkat

  24 dan data terakhir menunjukan bahwa jumlah KJA mencapai 30.000 KJA. Pada Waduk Saguling dan Waduk Cirata juga terdapat KJA yang lebih banyak dibandingkan Waduk Jatiluhur, sisa pakan budidaya ikan keramba jaring apung dan ikan-ikan yang mati mengakibatkan penambahan pencemaran air baku di Waduk Jatiluhur yang mengakibatkan menurunnya kualitas tiap ketat dalam mengelola kualitas air baku tersebut.

  4.1.1.1 Data Teknis Bendungan Jatiluhur

  4.1.1.1.1 Bendungan Utama

  a) Nama bendungan :Ir.H.Djuwanda/Jatilu hur b) Tipe bendungan : Rock fill with inclined clay core

  c) Tinggi bendungan : 105 m

  d) Panjang bendungan : 1.220 m

  e) Elevasi puncak : +114.,5 m.dpl

  f) Elevasi normal : +107 m.dpl

  g) Elevasi banjir max : +111,6 mdpl 3

  h) Volume urugan : 9.100.000 m

  4.1.1.1.2 Menara Pelimpah Utama

  1. Spillway

  a) Tipe pelimpah : Morning Glory

  b) Tinggi pelimpah : 110 m

  c) Diameter pelimpah : 90 m

  d) Panjang pelimpah : 151,5 m e) Elevasi puncak pelimpah : +114,5 m.dpl

  f) Elevasi banjir pelimpah : +111,6 m.dpl

  g) Elevasi mercu pelimpah : +107 m.dpl

  h) Jumlah jendela pelimpah : 14 buah 3 i) Kapasitas maksimum : 3.000 m /detik di TMA +116,6 m

  a) Tipe pintu spillway : Hollo jet valve b) Jumlah pintu spillway : 2 buah

  c) Panjang Pintu spillway : 17 m

  d) Diameter pintu spillway : 3.850 mm 3

  e) Kapasitas pintu spillway : 270 m /detik

  4.1.1.1.3 Waduk

  a) Volume tampungan : ± 3 2.448.000.000 m

  b) Luas genangan : 8.300 ha Pengambilan sampel air baku Waduk Jatiluhur 6 titik, dengan 13 koordinat dikelompokkan menjadi 4 zona sesuai dengan kriteria. WAD (Waduk) 9-11, WAD 12-14 dan WAD 41 merupakan zona Outlet Cirata, WAD 16-19 merupakan zona KJA I dan WAD 20 merupakan zona KJA II, dan Inlet PLTA dengan koordinat WAD 44. WAD 9-11 berasal dari Sungai Jamaras dengan lokasi kedalaman 0-4 meter, WAD 12-14 berasal dari Sungai Kerenceng dengan kedalaman 0-4 meter, WAD 41, berasal dari Sungai Pasir Kole dengan kedalaman 0 meter, WAD 16-19 berasal dari Sungai Karamba dengan kedalaman 0-8 meter, WAD 20 berasal dari Sungai Cilalawi, dan WAD 44 berasal dari Inlet PLTA dengan kedalaman 0 meter.

Tabel 4.1 Data koordinat pengambilan sampel air

  4.1.2 Hidrologi Data curah hujan yang digunakan penelitian adalah data stasiun curah hujan yang berada di DAS Waduk Jatiluhur dari bulan Januari hingga November tahun 2016.

  Menurut Gambar 4.2 yang berisi data curah hujan yang diambil mulai dari bulan Januari hingga November tahun 2016, curah hujan tertinggi pada bulan September sebesar 475,6 mm dan terendah pada bulan agustus sebesar 107,3 mm.

  4.1.3 Tata Guna Lahan Waduk Jatiluhur merupakan waduk serbaguna yang memiliki beberapa macam fungsi, diantaranya adalah sebagai air baku minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II).

  (Sumber : Dokumen PJT II Jatiluhur) Waduk Jatiluhur berperan dalam penyediaan air minum, industri, dan penggelontoran saluran pembuang terutama untuk kota Jakarta dan daerah lainnya dalam yurisdiksi Perum Otorita Jatiluhur. Fungsi selanjutnya adalah sebagai penyedia air irigasi bagi area persawahan seluas 260.000 Ha didataran utara Jawa Barat, dengan dua kali panen dalam fungsi dari Waduk Jatiluhur, PLTA tersebut memiliki daya sebesar 6 x 25000 KW yang disalurkan ke Bandung dan Jakarta melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 KV yang memproduksi tenaga listrik rata-rata sebesar 850 juta KWh setahun. Waduk Jatiluhur memiliki daya tarik dalam dunia pariwisata karena dilengkapi dengan fasilitas berupa hotel, kolam renang, restaurant, sarana olahraga dan rekreasi, ini merupakan keuntungan bagi pengelola Waduk Jatiluhur dan juga masyarakat yang tertarik untuk berkunjung. Waduk Jatiluhur juga menjadi sarana budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. KJA di Waduk Jatiluhur mencapai angka 30.000 petak dimana melampaui batas normal yaitu 3.000 petak. Hal ini menimbulkan menurunnya kadar kualitas air karena proses pembuangan limbah yang langsung mencemari air baku Waduk Jatiluhur, saat ini pengelola Waduk Jatiluhur yaitu Perum Jasa Tirta II masih mencoba untuk mengurangi KJA yang mengganggu kualitas air baku Waduk Jatiluhur.

  4.2.2. Kondisi Masyarakat dengan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung

  Waduk Jatiluhur termasuk dalam kategori waduk multiguna yang memiliki tujuan utama sebagai PLTA, pada tahun 2014 tercatat potensi areal perikanan budidaya Kabupaten Purwakarta berjumlah 25.951 petak, sementara itu pada akhir tahun 2016 berjumlah 22.618 karena terjadi penertiban Keramba Jaring Apung (KJA) pada tahun 2015-2016 berjumlah 3.333 petak.

  Mutu pakan ikan pada keramba KJA yang beredar protein pakan yang masih rendah, sebaliknya kandungan fosfor pakan yang masih di atas kebutuhan standar kebutuhan fosfor oleh ikan pada umumnya. Kondisi mutu pakan yang demikian terus akan memicu meningkatnya sisa pakan yang akan terbuang karena pakan yang diberikan tidak dapat dicerna dengan baik oleh ikan. Hal tersebut dapat merugikan pembudidaya namun yang lebih buruk akan berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan akibat beban limbah dari sisa pakan.

  Dari kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa pakan ikan menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar dalam mencemari air baku Waduk Jatiluhur, serta aktivitas selama pembudidayaan ikan KJA juga menjadi faktor kualitas air baku Waduk Jatiluhur yang mengalami fluktuasi.

  4.2 Hasil Penelitian

  4.3.1. Kualitas Air Waduk Jatiluhur Hasil penelitian dari kualitas air Waduk Jatiluhur dimulai pada bulan Januari 2016 hingga bulan November 2016 yang dikeluarkan oleh laboratorium air PJT II. Laboratorium air PJT II mempunyai 16 data parameter data kualitas air yang terbagi menjadi dua parameter secara fisika dan kimia.

  Parameter secara fisika yaitu suhu, zat padat terlarut, dan kekeruhan. Parameter secara kimia terdapat 13 data yaitu: 1. pH (Power of Hydrogen atau Poisson Hard)

  2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

  3. Besi (Fe)

  4. Mangan (Mn)

  5. Seng (Zn) 3

  6. Amoniak Bebas (NH -N)

  7. Nitrit (NO 2 -N)

  9. Sulfat (SO ) 4

  10. Khlorida (Cl) 2

  11. Sulfida sebagai H S

  12. KOB (BOD ) 5 (Biology Oxygen Demand)

  13. KOK (COD) (Chemical Oxygen Demand) Pengambilan sampel data kualitas air baku di Waduk

  Jatiluhur diambil sesuai titik dan kedalaman yang bervariasi dari kedalaman permukaan air, 2 meter, 4 meter, dan 8 meter. Variasi kedalaman tersebut agar dapat memperoleh data yang akurat pada satu titik, sehingga dapat memunculkan satu data per- titiknya.

  Aliran air Waduk Jatiluhur dimulai dari Outlet Cirata yang arusnya mengalir ke arah utara menuju Outlet Jatiluhur. Agar hasil penelitian lebih akurat, titik pengamatan dikelompokkan berdasarkan aliran dan titik terdekat yang memiliki kecenderungan aktivitas yang dapat mempengaruhi hasil kualitas air. Zona pertama yaitu kelompok titik WAD 9 – 11, WAD 12 – 14, dan WAD 41 sebagai Outlet Cirata. Zona kedua yaitu titik WAD 16 – 19 dan WAD 20 – 21 sebagai Wilayah KJA. Kemudian, titik WAD 44 merupakan Inlet PLTA dan titik WAD 37 sebagai Outlet Jatiluhur.

  Berikut ini analisis kualitas air Waduk Jatiluhur dimulai dari bulan Januari hingga bulan November pada data

Tabel 4.3 hingga Tabel 4.14

  Berdasarkan Tabel 4.3 Parameter yang mengalami perubahan signifikan adalah zat padat terlarut, besi (Fe), amoniak bebas (NH -N), dan Sulfat (SO ) . Adapun parameter 3 4 yang melebihi baku mutu PP no 82 tahun 2001 adalah Amoniak 3 2 Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H S. bulan Januari, nilai tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 2 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata A sebesar 0,09mg/l.

  Berdasarkan Tabel 4.4 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur pada bulan Februari, parameter yang melebihi baku mutu PP no 82 tahun 2001 pada bulan Februari adalah Amoniak 3 2 5 Bebas ( NH -N), Sulfida sebagai H S, da KOB (BOD )

  Zona KJA I memiliki kandungan Amoniak Bebas (NH 3 -N) tertinggi pada bulan Februari sebesar 3,68 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata & Inlet PLTA sebesar 0,1 mg/l.

  Parameter KOB (BOD ) bulan Februari memiliki 5 kandungan tertinggi pada wilayah Outlet Cirata A sebesar 20,67 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata C sebesar 11 mg/l.

  Pada bulan Maret, parameter yang melebihi baku mutu berdasarkan PP no 82 tahun 2001 adalah KOB (BOD ) dan 5 KOK (COD.

  Wilayah dengan kandungan KOB (BOD ) tertinggi 5 terdapat pada Zona KJA II sebesar 8 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata C sebesar 5,7 mg/l.

  Zona KJA II memiliki KOK (COD) tertinggi, yaitu sebesar 18 mg/l dan terendah sebesar 15 mg/l pada Zona KJA I dan Inlet PLTA yang melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 kelas I. hanya parameter Zat Padat Terlarut yang bersifat fluktuatif, terlihat dari perbedaaan besaran kandungan tersebut antar titik sampel pada Waduk Jatiluhur tetapi 4 parameter terdeteksi melebihi batas baku mutu air berdasarkan PP nomor 82 tahun 2001 diantaranya yaitu pH, Amoniak Bebas (NH -N), KOB 5) 3 (BOD yang cukup tinggi serta KOK (COD). pH atau kadar keasaman pada bulan Maret cukup tinggi hingga melebihi batas baku mutu. Inlet PLTA memiliki kandungan pH sebesar 11,97, Outlet Cirata A, B dan Zona KJA

  II mempunyai pH yang sama yaitu 9,3 dan terendah pada Zona KJA I sebesar 8,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada bulan April air baku Waduk Jatiluhur bersifat basa.

  Kandungan Amoniak Bebas (NH -N) pada bulan April 3 mengalami fluktuasi yang cukup signifikan, terlihat dari perbedaaan kandungan pada tiap wilayah. Wilayah dengan kandungan terendah terdapat pada Outlet Cirata sebesar 0,4 mg/l mendekati baku mutu PP No 82 Tahun 2001, sementara kandungan tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 2 mg/l. 5 KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk kelas I dan 3 mg/l pada kelas II. Kadar tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 15 mg/l dan terendah pada Zona KJA I sebesar 5,85 mg/l.

  Menurut PP No. 82 Tahun 2001 KOK (COD) memiliki baku mutu 10 mg/l untuk kelas I dan 25 mg/l untuk kelas II. Sementara itu parameter KOK (COD) pada bulan April ditentukan. Outlet Cirata C dan Zona KJA II memiliki kandungan sebesar 21 mg/l, Outlet Cirata A 22,33 mg/l, Outlet Cirata B sebesar 19 mg/l, terendah pada Zona KJA I sebesar 16,75 mg/l, dantertinggi pada Inlet PLTA sebesar 28 mg/l yang melebihi baku mutu kelas II.

  Menurut Tabel 4.7 Data Kualitas Air Baku Bulan Mei, hanya 1 parameter yang mengalami fluktuasi secara signifikan, yaitu Zat Padat Terlarut. Terlihat bahwa perbedaan besaran kandungan Zat Padat Terlarut pada Zona KJA II dan Inlet PLTA. Pada bulan Mei meskipun hanya Zat Padat Terlarut yang mengalami fluktuasi, tetapi terdapat 4 parameter yang melebihi ambang batas normal yaitu pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H S, KOB atau BOD yang 3 2 5 cukup tinggi serta KOK atau COD yang melebihi batas normal kelas I.

  Menurut Gambar 4.13 Grafik Parameter pH Bulan Mei, pH pada bulan Outlet Cirata sebesar 10,93 lalu turun menjadi 10 pada Outlet Cirata, lalu turun sebesar 0,2 menjadi 9,8 pada Outlet Cirata. Zona KJA I menjadi satu-satunya wilayah yang memiliki pH di ambang batas normal menurut PP No. 82 Tahun 2001 Kelas 1 maupun Kelas 2. Zona KJA II memiliki pH sebesar 20, dan Inlet PLTA 9,8. Dapat dilihat bahwa pH pada bulan Mei bersifat basa di setiap wilayah Menurut gambar 4.14 kandungan Amoniak Bebas (NH - 3 N) tertinggi terdapat pada Zona KJA I sebesar 1,80 mg/l , Outlet

  Cirata A sebesar 1,033 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata B, Outlet Cirata C, Zona KJA II Inlet PLTA sebesar 1 mg/l.

  Parameter KOB (BOD ) pada bulan Mei memiliki 5 kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas II yaitu Outlet Cirata A sebesar 5,83 mg/l , lalu naik menjadi 8 mg/l pada Outlet Cirata B, lalu turun menjadi 5 mg/l pada Outlet Cirata C. Zona KJA I memiliki kandungan sebesar 7 mg/l, Zona KJA II sebesar 6 mg/l da Inlet PLTA sebesar 5 mg/l.

  Parameter KOK (COD) pada bulan Mei memiliki kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun 2001 kelas 1. Pada Outlet Cirata A sebesar 15,33 mg/l, Outlet Cirata B sebesar 15,75 mg/l, Zona KJA I dan Inlet PLTA sebesar 16 mg/l, dan tertinggi terdapat padaOutlet Cirata C dan Zona KJA II sebesar 18 mg/l.

  Menurut Tabel 4.8 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur (Bulan Juni), dan seperti bulan-bulan sebelumnya, parameter Zat Padat Terlarut juga mengalami fluktuasi di Bulan Juni. Bulan Juni memiliki persamaan seperti bulan Mei, karena parameter 3 pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH -N), Sulfida 2 5 sebagai H S, BOD yang cukup tinggi serta COD merupakan parameter yang melebihi ambang batas normal baku mutu sesuai PP nomor 82 tahun 2001.

  Wilayah dengan kandungan pH tertinggi terdapat pada Zona KJA II sebesar 13 dan terendah pada Inlet PLTA sebesar 10,2. Pada Outlet Cirata A dan Outlet Cirata B memiliki pH sebesar 10,53. Outlet Cirata C sebesar 10,6, Zona KJA

  IBerdasarkan Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur dari bulan Januari – November, kandungan pH tertinggi dialami oleh Zona

  3 Parameter Amoniak Bebas (NH -N) pada bulan Juni

  dengan kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Inlet PLTA sebesar 2 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata sebesar 5 mg/l. 5 Parameter KOB (BOD ) pada bulan Juni memiliki kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas II yaitu Outlet Cirata A dengan kandungan sebesar 4,6 mg/l , lalu naik menjadi 6,23 mg/l Outlet Cirata B, lalu turun menjadi 5 mg/l pada Outlet Cirata

  C. Pada Zona KJA I sebesar 11 mg/l lalu turun menjadi 8 mg/l pada Zona KJA II dan naik 4 kali lipat menjadi 38 mg/l pada Inlet PLTA .

  Pada bulan Juni memiliki kandungan KOK (COD) mengalami perbedaan yang signifikan pada Outlet Cirata A dengan Inlet PLTA. Pada Outlet Cirata A kandungan KOK (COD) sebesar 11,67 mg/l dan menjadi 97 mg/l yang berarti 8 kali lipat dari Outlet Cirata A.

  Zona pengamatan memiliki beberapa parameter yang menunjukkan hasil stabil atau tidak terjadi perubahan yang besar antar zona. Parameter fisika yang mengalami fluktuasi secara signifikanadalahyaituZatPadatTerlarut,Seng(Zn), Amoniak 3 5 Bebas (NH -N), dan KOB (BOD ). dan KOK (COD) dan melebihi batas normal menurut PP no 82 tahun 2001. pH padaInletPLTA sebesar11,97 menjadikanwilayah tersebut adalah wilayah dengan tingkat pH tertinggi di bulan Juli dan terendah pada Zona KJA II sebesar 10,9. 3 Parameter Amoniak Bebas (NH -N) di bulan Juli mengalami fluktuasi yang cukup signifikan, dan melebihi baku mutu menurut PP No. 82 tahun 2001. Kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Outlet Cirata A, Outlet Cirata C, dan Inlet PLTA. Zona KJA I sebesar 0,45 mg/l menjadi wilayah dengan kandungan terendah pada bulan Juli.

  Parameter KOB (BOD ) pada bulan Juli dengan 5 kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Inlet PLTA sebesar 15 mg/l dan terendah pada Outlet Cirata Bsebesar 5 mg/l.

  KOK (COD) pada bulan Juli mengalami fluktuasi yang cukup signifikan seperti parameter KOB (BOD5). Kandungan tertinggi terdapat pada Inlet PLTA sebesar 28 mg/l yang artinya melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 kelas II sebesar 25 mg/l. Pada Zona KJA II kandungan KOK (COD) sebesar 13 mg/l, dan menjadi yang terendah dibandingkan dengan wilayah lain.

  Parameter fisika yang mengalami fluktuasi secara signifikan adalah yaitu Zat Padat Terlarut,Amoniak Bebas (NH - 3 N), KOB (BOD ), dan KOK (COD) yang juga melebihi ambang 5 2 batas normal bersama pH dan Sulfida sebagai H S.

  Wilayah dengan kandungan pH tertinggi terdapat pada Outlet Cirata A, Zona KJA I dan Zona KJA II sebesar 11 dan terendah pada Outlet Cirata B sebesar 10.

  Menurut gambar 4.26, kandungan tertinggi terdapat pada wilayah Outlet Cirata A, Outlet Cirata B, Zona KJA II dan Inlet PLTA sebesar 1 mg/l. 5 Parameter KOB (BOD ) pada bulan Agustus memiliki kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP No.82 Tahun

  2001 kelas I dan kelas II dan mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Outlet Cirata B menjadi wilayah dengan kadar KOB 5 (BOD ) tertinggi, dan Outlet Cirata C menjadi yang terendah.

  Parameter KOK (COD) pada bulan Agustus mengalami fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap wilayahnya. Outlet Cirata A dengan kandungan 25 mg/l , lalu naik menjadi 39 mg/l Outlet Cirata B, lalu turun menjadi 7 mg/l pada Outlet Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 35 mg/l lalu turun menjadi 30 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami penuruna menjadi 10,4 mg/l pada Inlet PLTA.

  Bulan September terjadi perubahan yang signifikan pada parameter fisika yaitu Zat Padat Terlarut tetapi pada parameter pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH3-N), Sulfida sebagai H S, BOD yang cukup tinggi serta COD 2 5 merupakan parameter yang melebihi baku mutu menurut PP nomor 82 tahun 2001.

  Grafik Parameter pH pada Gambar 4.29 menunjukkan nilai pH 11, dan terendah pada Outlet Cirata A, B dan Zona KJA

  II. Inlet PLTA memiliki kandungan amoniak bebas yang tinggi pada wilayah Inlet PLTA sebesar 2 mg/l, dan Outlet Cirata A memiliki kandungan terendah sebesar 0,79 mg/l.

  KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang 5 melebihi baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk kelas I dan 3 mg/l pada kelas II. Kandungan tertinggi terdapat pada Zona KJA II sebesar 11 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata B dan Zona KJA I sebesar 6 mg/l.

  Parameter KOK (COD) pada bulan September mengalami fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap wilayahnya. Outlet Cirata A dengan kandungan 25 mg/l , lalu naik menjadi 19 mg/l Outlet Cirata B, lalu naik menjadi 24 mg/l pada Outlet Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 17 mg/l lalu naik menjadi 27 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami kenaikan menjadi 29 mg/l pada Inlet PLTA.

  Berdasarkan Tabel 4.11 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur (Bulan Oktober), parameter yang melebihi ambang

  5

  batas normal adalah Sulfida sebagai H2S, KOB (BOD ), serta KOK (COD).

  KOB (BOD ) termasuk dalam parameter yang melebihi 5 baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 2 mg/l untuk kelas I dan 3 mg/l pada kelas II. Kandungan tertinggi terdapat pada C sebesar 5,9 mg/l.

  Parameter KOK (COD) pada bulan Oktober mengalami fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap wilayahnya. Outlet Cirata A dengan kandungan 18 mg/l , lalu turun menjadi 16 mg/l Outlet Cirata B, lalu naik menjadi 17 mg/l pada Outlet Cirata C. Pada Zona KJA I sebesar 12 mg/l lalu naik menjadi 15 mg/l pada Zona KJA II dan mengalami kenaikan menjadi 17 mg/l pada Inlet PLTA

  Pada Tabel 4.12 Data Kualitas Air Waduk Jatiluhur (Bulan November), terlihat parameter yang melebihi batas normal yaitu Sulfida sebagai H S, KOB (BOD ) dan COD yang 2 5 melebihi baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. 5 Parameter KOB (BOD ) pada bulan November memiliki kandungan yang melebihi baku mutu menurut PP

  No.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas II yaitu Outlet CirataA, Outlet Cirata C, Inlet PLTA sebesar 8 mg/l. Outlet Cirata B sebesar 6,73, Zona KJA I sebesar 6 mg/l, dan Zona KJA II sebesar 7 mg/l.

  Kadar KOK (COD) bulan November melebihi baku mutu pada PP No. 82 tahun 2001. Kadar tertinggi terletak pada Outlet Cirata C sebesar 27 mg/l, dan terendah pada Outlet Cirata B sebesar 19,33 mg/l.

  Dari 16 parameter kualitas air baku, terlihat 4 parameter yang melebihi baku mutu PP No.82 Tahun 2001 selama bulan Januari – November tahun 2016 yaitu adalah pH dan KOK (COD).

KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1 Kesimpulan Kualitas air baku Waduk Jatiluhur pada 4 zona titik pengamatan memiliki kondisi eksisting yang berbeda pada bulan Januari hingga

  November. Kondisi eksisting tersebut terlihat dari hasil analisis kualitas air baku Waduk Jatiluhur menggunakan parameter standar air baku.

  1. Berdasarkan data kualitas air Waduk Jatiluhur selama bulan Januari hingga November tahun 2016, air baku Waduk Jatiluhur dinyatakan tercemar karena memiliki beberapa parameter yang memiliki nilai diatas batas normal berdasarkan PP No 82 tahun 2001. Parameter dengan nilai parameter yang fluktuatif antar zona dalam jangka waktu bulan Januari hingga November tahun 2016 yaitu Zat Padat Terlarut 3 dan Amoniak Bebas (NH -N). Parameter dengan baku mutu melebihi batas normal berdasarkan PP No 82 tahun 2001 adalah parameter pH atau derajat keasaman, Amoniak Bebas (NH -N), Sulfida sebagai H 3 2 S, (KOB) BOD , dan (KOK) COD. 5

  2. Limbah budidaya ikan keramba jaring apung berpengaruh pada kualitas air baku Waduk Jatiluhur dikarenakan pakan ikan mengandung fosfor yang tinggi, sehingga meningkatkan kadar derajat keasaman, dan Amoniak Bebas (NH -N) pada air baku Waduk 3 Jatiluhur khususnya pada Zona KJA I dan Zona KJA II.

  5.2 Saran Setelah menganalisis hasil data penelitian ini, maka terdapat beberapa pendapat yang dapat dijadikan untuk saran, yaitu :

  1. Pemerintah dan pengelola Waduk Jatiluhur dapat mengelola dan mengawasi sesuai standar yang berlaku di Indonesia agar kualitas air baku Waduk Jatiluhur layak digunakan masyarakat dan sesuai standar baku mutu yang berlaku.

  2. Petani budidaya ikan KJA diharapkan dapat memahami dan menerapkan proses pembudidayaan ikan KJA yang baik dan benar dengan memberi pakan ikan pada budidaya ikan keramba jaring apung yang dilakukan tiga kali setiap hari sebanyak 3% dari bobot badan ikan dengan pemberian dosis pakan yang baik antara 3%-5% dari total massa tubuh ikan per hari karena pemberian pakan secara baik dan meningkatkan sisa pakan yang terbuang ke air baku Waduk Jatiluhur.

  3. Masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa air baku Waduk Jatiluhur berperan penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat dan dapat bekerjasama dengan pemerintah maupun instansi terkait untuk menjaga kualitas air baku Waduk Jatiluhur.

  DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, P. D. (2014). Kajian KualitasAir Tanah Di Sekitar Kawasan

  Budidaya Ikan Pada Keramba Jaring Apung Di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

  Anggraini, R. (2012). Kandungan Logam Air Sumur dan Air PDAM dengan Sistem. Skripsi. Jember: Universitas Jember. Fadlililah, M. (2010). Model Matematis Perubahan Kualitas Air di Daerah

  Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hartono, S. S. (2009). Pendekatan Statistik Untuk Menentukan Parameter

  Dominan Dalam Pengelolaan Kualitas Air Baku. Lingkungan Tropis vol. 3, no. 1. hal:23-32. Badan Standardisasi Nasional. (12 Desember 2008). Diunduh dari http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/7851 Badan Standardisasi Nasional. (12 Desember 2008). Diunduh dari http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/7852 Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001. Sekretariat Negara. Jakarta