Perubahan Sistem Pertanian dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Sleman Tahun 1961-1976.

PERUBAHAN SISTEM PERTANIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN
SLEMAN TAHUN 1961-1976
SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Sastra

Oleh:
ANISAK EVA SUSANTI
11407141006

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016


i

MOTTO

“Alam semesta, cukup memberikan pangan, tapi tidak pernah cukup melayani
ketamakan dan kerakusan manusia.” – Mahatma Gandhi

“Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ia mengutus malaikat untuk
menjaga kita, dan malaikat itu ada di sekitar kita. Terkadang mereka tidak
bersayap, dan kita menyebutnya dengan sebutan teman”. – Denny Sumargo

“Wanita itu seperti teh celup. Anda tidak pernah menyadari betapa kuatnya ia
sampai ia masuk ke dalam air mendidih”. - Eleanor Roosevelt

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:


Bapak Mudjijat
(Bapak)
Almh. Sri Lestari
(Ibu)
Heri Wibawa
(Kakak)
Wisnu Herjanta
(Kakak)
Endaryati
(Kakak Ipar)

vi

ABSTRAK

PERUBAHAN SISTEM PERTANIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN
SLEMAN TAHUN 1961-1976
Oleh: Anisak Eva Susanti
NIM 11407141006


Sejak tahun 1961 sampai tahun 1976 Merapi mengalami letusan sebanyak
tiga kali. Pertama, letusan Merapi yang menelan korban sebanyak 6 jiwa tahun
1961. Kedua, letusan Merapi dengan korban sebanyak 3 jiwa pada tahun 1969.
Ketiga, letusan Merapi dengan korban 29 jiwa tahun 1976. Erupsi ini berdampak
pada kerusakan hunian, pemukiman/pekarangan, lahan pertanian (sawah dan
pertanian lahan kering). Akibat erupsi Gunung Merapi, pertanian juga mengalami
perubahan. Perubahan sistem pertanian ini terjadi dari sistem perladangan ke
sistem tegalan kemudian ke sistem persawahan. Tujuan penulisan ini adalah untuk
mengetahui gambaran umum Kabupaten Sleman, perubahan sistem pertanian, dan
dampaknya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Sleman
tahun 1961-1976.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Metode
penelitian meliputi empat hal: pertama, heuristik yang merupakan tahap
pengumpulan data atau sumber-sumber sejarah yang relevan. Kedua, kritik
sumber, merupakan tahap pengkajian terhadap otentisitas dan kredibilitas sumbersumber yang diperoleh yaitu dari segi fisik dan isi sumber. Ketiga, interpretasi
yaitu dengan mencari keterkaitan makna yang berhubungan antara fakta-fakta
sejarah yang telah diperoleh sehingga lebih bermakna. Keempat, historiografi atau
penulisan yaitu penyampaian sintesis dalam bentuk karya sejarah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan geografis, karakteristik

wilayah, keadaan demografi dan kondisi sosial ekonomi telah menjadikan
Kabupaten Sleman menjadi wilayah yang potensial untuk wilayah pertanian.
Kabupaten Sleman terbagi dalam beberapa wilayah seperti berdasarkan
karakteristik wilayah, berdasarkan letak kota dan mobilitas kegiatan masyarakat,
dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut: wilayah aglomerasi, wilayah sub
urban, dan wilayah fungsi khusus/wilayah penyangga. Akibat erupsi Gunung
Merapi, pertanian juga mengalami perubahan. Perubahan sistem pertanian ini
terjadi dari sistem perladangan ke sistem tegalan kemudian ke sistem persawahan.
Dampak dari perubahan sistem pertanian di bidang ekonomi adanya kemajuan
teknologi di bidang pertanian, mata pencaharian, dan pendapatan. Dampak sosial
berkaitan dengan sikap dan perilaku masyarakat, serta religi.
Kata kunci: Pertanian, Sosial Ekonomi, Sleman

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW

yang menjadi suri tauladan kita sepanjang zaman, sehingga penulis akhirnya
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Sistem Pertanian dan
Dampaknya terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Sleman
Tahun 1961-1976” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana sastra.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang dalam
kepada:
1.

Prof. Dr. AjatSudrajat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

2.

H.Y. Agus Murdiyastomo, M. Hum selaku Ketua Program Studi Ilmu
Sejarah.

3.

Danar Widiyanta, M. Hum selaku dosen pembimbing akademik angkatan

2011 dan sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan
pemikirannya dalam membimbing penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

4.

Miftahuddin, M. Hum selaku penguji utama dalam skripsi ini, terima kasih
atas segala masukan dan bimbingannya.

5.

Drs. Djumarwan selaku ketua penguji dalam skripsi ini, terimakasih atas
segala masukan dan bimbingannya.
viii

6.

Seluruh dosen Prodi Ilmu Sejarah yang telah memberikan ilmu pengetahuan
serta wawasan kepada penulis agar bisa meraih sukses.

7.


Seluruh petugas Jogja Library Center, Perpustakaan Lembaga Pendidikan
Perkebunan,Perpustakaan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas
Gadjah Mada, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Pusat
Universitas

Negeri

Yogyakarta,

Perpustakaan

Fakultas

Ilmu

Sosial

Universitas Negeri Yogyakarta, dan Perpustakaan Laboratorium Sejarah

UNY, yang seluruhnya telah memberikan pelayanan dengan baik dalam
proses pencarian sumber-sumber yang mendukung penulisan tugas akhir
skripsi ini.
8.

Terima kasih kepada bapak ku Bapak Mudjijat, dan kakak-kakak ku Mas
Heri, Mas Wisnu, Mbak Endar dan keponakan ku Afik yang selalu
memberikan kasih sayang dan dukungan.

9.

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan,
dan doa.

10. Teman-teman tersayang, Tari, Lina, Yuni, Beta, Enggar, Desi, dan Jay yang
selalu memberi semangat dan masukan. Tidak lupa juga untuk teman kost ku
Wining, Zulfi, Mus, Astri, dan Lintang yang tidak pernah lelah untuk
memberi semangat, masukan dan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini.
11. Teman-teman Prodi Ilmu Sejarah angkatan 2011 yang selalu memberi
dukungan dan motivasi.


ix

12. Teman-teman KKN ND57, Mbak Zulia, Mbak Erika, Mbak Erla, Mbak Desti,
Mbak Tita, Pulung, Mas Iben, Kavid, dan Rinedi yang selalu memberi
semangat.
13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu terimakasih atas semua bantuannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk hasil yang lebih baik di kemudian hari. Akhirnya, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 10 Januari 2016

Penulis

x

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL......................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................

iii

PERNYATAAN..............................................................................................

iv

MOTTO..........................................................................................................

v


PERSEMBAHAN..........................................................................................

vi

ABSTRAK......................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR....................................................................................

viii

DAFTAR ISI...................................................................................................

xi

DAFTAR ISTILAH.......................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL..........................................................................................

xxii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................

xxiii

BAB I

: PENDAHULUAN....................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................
C. Tujuan Penelitian...................................................................
D. Manfaat Penelitian.................................................................
E. Kajian Pustaka.......................................................................
F. Historiografi yang Relevan....................................................
G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian.......................
H. Sistematika Penulisan............................................................

1
1
8
9
10
10
14
15
20

BAB II

: GAMBARAN UMUM KABUPATEN SLEMAN................
A. Latar Belakang Sejarah..........................................................
B. Keadaan Geografis.................................................................
C. Karakteristik Wilayah............................................................
D. Keadaan Demografi...............................................................
E. Keadaan Sosial Ekonomi.......................................................

22
22
25
31
33
40

xi

BAB III

BAB IV

BAB V

: PERUBAHAN SISTEM PERTANIAN DI KABUPATEN
SLEMAN...................................................................................
A. Erupsi Gunung Merapi dari Tahun 1961 Sampai 1976.........
B. Sistem Petanian di Kabupaten Sleman Sebelum Tahun
1961........................................................................................
C. Sistem Pertanian di Kabupaten Sleman Tahun 19611976........................................................................................

47
47
59
53

: DAMPAK
PERUBAHAN
SISTEM
PERTANIAN
TERHADAP
MASYARAKAT
DI
KABUPATEN
SLEMAN...................................................................................
A. Dampak Sosial.......................................................................
B. Dampak Ekonomi..................................................................

71
71
85

: KESIMPULAN.........................................................................

97

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

101

LAMPIRAN....................................................................................................

106

xii

DAFTAR ISTILAH

Adol sendhe

: Menggadaikan sawah.

Aglomerasi

: Perkembangan kota dalam kawasan tertentu.

Almanak

: Buku berisi penanggalan dan karangan yang perlu
diketahui umum, biasanya terbit tiap tahun.

Aluvial

: Tanah yang terbentuk akibat proses pengendapan
kerikil, pasir, dan lumpur yang terangkut oleh angin,
air, dan sungai menuju pantai. Tanah aluvial dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bangunan.

Aret

: Sabit.

Bendho

: Pisau besar atau parang.

Bero

: Rotasi perladangan adalah jangka waktu saat sebidang
tanah ladang ditinggalkan sampai diusahakan kembali
sebagai ladang yang baru.

Buffer zone

: Daerah atau wilayah peyangga.

Candra sengkala

: Penggunaan kalender berdasarkan perhitungan bulan,
seperti tahun saka, tahun Jawa, atau tahun Hijiah.

Daerah hinterland

: Suatu daerah yang berfungsi sebagai pemasok dan
pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok serta
tempat produksi komoditi ekspor.

Demografi

: Ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusia.
xiii

Depolitisasi

: Penghilangan (penghapusan) kegiatan politik.

Derep

: Menolong memotong padi dengan imbalan kurang lebih
seperlima dari hasil panen.

Dhanyang

: Roh halus tertinggi yang tinggal di pohon, gunung,
sumber mata air, desa, mata angin, atau bukit.

Dhestha

: Ke sebelas.

Distrik

: Daerah bagian dari kabupaten yang pemerintahannya
dipimpin oleh pembantu bupati.

Erupsi

: Letusan gunung berapi atau semburan sumber minyak
dan uap asap dari dalam bumi.

Feodalistis

: Sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan
yang besar kepada golongan bangsawan. Sistem feodal
juga mengagung-agungkan jabatan atau pangkat.

Floating mass

: Massa mengambang adalah salah satu kebijakan politik
era Orde Baru, bahkan bisa disebut sebagai salah satu
pilar tegak dan lamanya Orde Baru bertahan.

Fragmental

: Bagian.

Gabah

: Bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya
(jerami).

Geohidrologi

: Ilmu tentang cara-cara pemanfaatan air yang terdapat di
bawah permukaan tanah.

Geologi

: Ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur,
sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
xiv

Gereh

: Ikan asin.

Gotong royong

: Bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang
ingin dicapai.

Gromosol

: Jenis tanah yang terdapat di daerah yang memiliki ratarata curah hujan tahunan antara 1.000 mm sampai
dengan 2.000 mm. Tanah gromosol dapat dimanfaatkan
untuk tanaman padi, jagung, kapas, dan kedelai.

Gudangan

: Makanan yang terdiri dari aneka sayuran yang direbus
dan disajikan dengan sambal kelapa parut.

Ijon

: Penjualan hasil tanaman dalam keadaan hijau atau
masih belum dipetik dari batangnya.

Intensif

: Secara sungguh-sungguh dan terus menerus dalam
mengerjakan sesuatu hingga memperoleh hasil yang
optimal.

Jalan arteri

: Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya
guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah.

Jogjakarta koorei

: Semacam Rijksblad atau Lembaran Negara.

Kasa

: Ke satu.

Kawastu

: Salah satu pedukuhan dalam wilayah administrasi
Kecamatan

Pakem,

Kabupaten

Sleman,

Daerah

Istimewa Yogyakarta.
Kepala somah

: Keluarga batih (anak, suami, istri yang serumah).
xv

Ku

: Kelurahan.

Kubah lava

: Sebuah tonjolan gundukan berbentuk kasar melingkar
yang terbentuk dari letusan lava dari gunung berapi.

Kuota

: Jatah, jumlah yang ditentukan.

Litosol

: Jenis tanah yang berasal dari batuan beku dan sedimen
yang keras, dan bersifat sensitif terhadap erosi. Tanah
ini bermanfaat untuk menanam tanaman yang berkayu
keras.

Lumbung

: Bangunan penyimpanan padi-padian yang telah
dirontokan, lumbung juga dapat digunakan untuk
menyimpan pakan ternak.

Magma

: Merupakan batu-batuan cair yang terletak di dalam
kamar magma di bawah permukaan bumi.

Matun

: Menyiangi padi.

Mbahureksa

: Berkuasa.

Memule

: Salah satu bagian dari tradisi selamatan.

Mendangir

: Atau mencangkul yang dilakukan dengan membalik
lapisan tanah dengan menggunakan cangkul. Tujuan
pokok dari tahap mendangir adalah untuk mempercepat
proses pembusukan dari dedaunan yang tidak habis
dalam tahap pembakaran.

xvi

Menebas

: Kegiatan untuk mematikan tumbuh-tumbuhan kecil.
Hasil menebas dari semak-semak belukar dikumpulkan
dan dikeringkan diberbagai tempat untuk dibakar.

Mengetam

: Menuai atau memotong.

Merti desa

: Simbol rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha
Kuasa atas limpahan karunia yang diberikan-Nya.
Karunia tersebut bisa berwujud apa saja, seperti
kelimpahan rezeki, keselamatan, serta ketentraman dan
keselarasan hidup.

Nasi ambengan

: Hidangan khas Jawa berupa nasi putih yang diletakkan
di atas tampah dan diberi lauk pauk di sekelilingnya.
Lauk pauk dapat berupa perkedel, ikan asin goreng,
rempeyek, sambal goreng, telur rebus, tempe goreng,
urap, bihun goreng, dan opor ayam. Nasi ambeng
adalah hidangan yang disajikan dalam selamatan
sebagai lambang keberuntungan.

Nglilir

: Terjaga di malam hari.

Onderdistrik

: Daerah kecamatan.

Paceklik

: Musim kekurangan bahan makanan.

Panca Usaha Tani

: Lima usaha petani agar mendapatkan hasil yang
maksimal atau mendapatkan hasil yang berkualitas.

Pas-pasan

: Dalam Bahasa Jawa berarti cukup dan tidak bersisa.

xvii

Patron

: Pola dasar konsep tradisional yang sesuai dengan
kaidah atau norma yang berlaku.

Perabot desa

: Perangkat desa.

Perkul

: Kapak.

Pikul

: Satuan berat tradisional yang dipakai di Jawa dan
sekitarnya, ukuran berat pikul tidaklah tetap, pada
umumnya beban 1 pikul ialah beban terberat di mana
seorang manusia sanggup membawanya dengan cara
memikul.

Pogo

: Rak bambu yang terletak di dapur bagian atas di bawah
atap. Selain digunakan untuk menyimpan peralatan
masak dan makan, rak ini juga dipakai sebagai
lumbung penyimpanan hasil tegalan.

Pranata mangsa

: Semacam penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan
usaha

pertanian,

khususnya

untuk

kepentingan

bercocok tanam atau penangkapan ikan.
Ratio

: Perbandingan.

Regosol

: Tanah yang berbutir kasar dan brasal dari material
gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang
baru diendapkan. Material jenis tanah ini berupa abu
vulkanik dan pasir vulkanik. Jeni tanah ini tedapat di
daerah

iklim

xviii

beagam

dengan

prmukaan

yang

bergelombang. Tanah regosol dapat dimanfaatkan
untuk tanaman tembakau, kelapa, sayuran, dan tebu.
Renzina

: Tanah hasil pelapukan batuan kapur di daerah yang
memiliki curah hujan yang tinggi. Tanah renzina
memiliki warna hitam sedikit unsur hara. Tanah renzina
banyak terdapat di daerah bergamping seperti Gunung
Kidul, Yogyakarta.

Revolusi Hijau

: Usaha pengembangan teknologi pertanian untuk
meningkatkan produksi pangan dengan mengubah
pertanian yang menggunakan teknologi tradisional
menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih
maju atau modern.

Rijksblad

: Lembaran negara.

Sada

: Ke duabelas

Sambatan

: Istilah jawa yang berarti sebuah tradisi membangun
rumah secara gotong royong.

Sawah oncoran

: Sawah yang memperoleh air dari sungai atau selokan
atau pengairan.

Sawah tadah hujan

: Sawah yang mendapat air hanya tergantung pada
turunnya air hujan.

Sengkala

: Angka tahun yang disimbolkan dengan kata-kata,
gambar, atau benda. Sengkala dapat terwujud karena

xix

dalam budaya Jawa masing-masing benda, sifat, atau
kondisi alam memiliki angka.
Son

: Kecamatan.

Springbelt

: Jalur mata air.

Subsidi

: Bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada
suatu bisnis atau sektor ekonomi.

Subsistensi

: Berkaitan dengan pertanian subsisten. Pertanian
subsisten adalah pertanian swasembada dimana petani
fokus pada usaha membudidayakan bahan pangan
dalam jumlah yang cukup untuk mereka sendiri dan
keluarga. Ciri khas pertanian subsisten adalah memiliki
berbagai variasi tanaman dan hean ternak untuk
dimakan.

Sebagian

besar

petani

subsisten

memperdagangkan hasil pertanian mereka secara barter
maupun uang.
Sub-urban

: Wilayah perbatasan antara desa dan kota.

Surya sengkala

:

Penggunaan

kalender

berdasarkan

perhitungan

matahari.
Swapraja

: Pemerintahan sendiri.

Tanah lungguh

: Tanah garapan yang diberikan kepada pegawai kerajaan
sebagai pengganti gaji sesuai dengan kebutuhan atau
jabatannya.

xx

Tanah pamajegan dalem : Tanah raja yang hasil produksi atas tanah itu digunakan
untuk menghidupi raja beserta keluarganya.
Tandur

: Menanam.

Topografi

: Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya
mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi
dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan
bahkan kebudayaan lokal.

Upacara majemuk

: Upacara tahunan sebagai wujud rasa syukur kepada
pencipta setelah masa panen.

Wedhus gembel

: Biasa disebut awan panas. Secara visual nampak
bergumpal-gumpal seperti awan atau bulu domba
dengan warna putih sampai abu-abu gelap kemerahan.

Wono

: Atau alas yang artinya sistem pertanian yang dilakukan
di dalam hutan.

Yuridis

: Berdasarkan hukum.

xxi

DAFTAR TABEL

1.

Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman.............................

27

2.

Ketinggian Wilayah Kabupaten Sleman...................................................

28

3.

Perkembangan Jiwa dan Kepala Keluarga di Kabupaten Sleman Tahun
1960-1966.................................................................................................

34

Perkembangan Jiwa dan Kepala Keluarga di Kabupaten Sleman Tahun
1960-1969.................................................................................................

35

5.

Perkembangan Penduduk di Kabupaten Sleman Tahun 1963-1972.........

36

6.

Penduduk di Kabupaten Sleman Tahun 1967-1976.................................

37

7.

Penduduk Hasil Sensus dan Pendaftaran Rumah Tangga di Kabupaten
Sleman......................................................................................................

38

8.

Penyebaran Penduduk per Kecamatan......................................................

39

9.

Luas Tanaman dan Panenan di Kabupaten Sleman Tahun 1973..............

45

10. Sejarah Erupsi Merapi..............................................................................

48

11. Karakteristik Letusan Gunungapi Merapi.................................................

48

12. Data Korban Akibat Letusan Gunungapi Merapi.....................................

49

4.

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Lampiran 1: Daftar Responden...............................................................

107

2.

Lampiran 2: Peta Daerah Istimewa Yogyakarta.....................................

108

3.

Lampiran 3: Peta Wilayah Kabupaten Sleman.......................................

109

4.

Lampiran 4: Peta Letak Sawah dan Tegalan di Kabupaten Sleman.......

110

5.

Lampiran 5: Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi di
Kabupaten Sleman...................................................................................

111

Lampiran 6: Penduduk Hasil Sensus dan Pendaftaran Rumah Tangga
di Kabupaten Sleman tahun 1961 dan 1968............................................

112

Lampiran 7: Penduduk Hasil Sensus dan Pendaftaran Rumah Tangga
di Kabupaten Sleman tahun 1970 dan 1971............................................

113

Lampiran 8: Tabel 1.1 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Moyudan)...............................................................................................

114

Lampiran 9: Tabel 1.2 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Minggir).................................................................................................

115

10. Lampian 10: Tabel 1.3 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Sayegan).................................................................................................

116

11. Lampiran 11: Tabel 1.4 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Godean)..................................................................................................

117

12. Lampiran 12: Tabel 1.5 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Gamping)...............................................................................................

118

13. Lampiran 13: Tabel 1.6 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Mlati)......................................................................................................

119

6.

7.

8.

9.

xxiii

14. Lampiran 14: Tabel 1.7 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Depok)....................................................................................................

120

15. Lampiran 15: Tabel 1.8 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Berbah)...................................................................................................

121

16. Lampiran 16: Tabel 1.9 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Prambanan)............................................................................................

122

17. Lampiran 17: Tabel 1.10. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Kalasan).................................................................................................

123

18. Lampiran 18: Tabel 1.13. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Sleman)..................................................................................................

124

19. Lampiran 19: Tabel 1.14. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Tempel)..................................................................................................

125

20. Lampiran 20: Tabel 1.15. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Turi).......................................................................................................

126

21. Lampiran 21: Tabel 1.16. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Pakem)...................................................................................................

127

22. Lampiran 22: Tabel 1.17. : Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per
Tahun menurut Desa/Kalurahan Antara Tahun 1980 dan 1990
(Cangkringan)..........................................................................................

128

23. Lampiran 23: Luas Tanaman dan Panenan di Kabupaten Sleman
Tahun 1973..............................................................................................

129

xxiv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian,
kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sektor pertanian merupakan
sektor yang sarat dengan campur tangan pemerintah dan aparat. Mulai dari
penanaman sampai dengan penentuan harga dan pemasaran produknya. Campur
tangan pemerintah ini tidak berhenti pada proses produksi pertanian, tapi juga
terjadi pada sektor organisasi petani. Petani Indonesia bebas mengikuti berbagai
organisasi petani yang didirikan oleh berbagai partai politik pada tahun 1660-an.
Dampak negatif dari keadaan ini, masyarakat pertanian di Indonesia menjadi
terkotak-kotak atas dasar ideologi partai. Dampak positifnya, aspirasi dan
kepentingan petani menjadi tersalurkan dan terlindungi dengan baik.1
Keadaan petani di Indonesia berubah pada tahun 1965. Untuk
menghilangkan dampak negatif dari pengaruh partai politik di desa, maka
pemerintah membuat sebuah pendekatan baru dalam pembinaan kehidupan politik
di daerah pedesaan. Pendekatan baru tersebut dikenal dengan pendekatan “masa
mengambang” atau “floating mass”.2 Adanya pendekatan baru ini, menjadikan
pemerintah membubarkan semua organisasi yang dibentuk oleh partai politik dan

1

Loekman Soetrisno, Pertanian pada Abad Ke-21, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hlm.
22-23.
2

Pendekatan “masa mengambang” pada hakikatnya menempatkan negara
sebagai patron tunggal di daerah pedesaan. Pendekatan “floating mass”
merupakan upaya depolitisasi masyarakat pedesaan.
1

2

mengganti dengan satu jenis organisasi pertanian yang disebut Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).3
Pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian
yang dikenal dengan program Revolusi Hijau tahun 1970-an. Tujuan utama dari
program ini adalah menaikkan produktivitas sektor pertanian, khususnya subsektor pertanian pangan, melalui penerapan teknologi pertanian modern.4
Penerapan program Revolusi Hijau di Indonesia sejak tahun enam puluhan
melalui Program Panca Usaha Pertanian (PUP) yang meliputi pendirian beberapa
pabrik pupuk kimia, memproduksi alat pengolah pertanian, serta pendirian
industri pestisida. Keberhasilan Gerakan Revolusi Hijau merupakan bukti upaya
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani.5
Kondisi perekonomian setelah tumbangnya kepemimpinan Soekarno
dengan Demokrasi Terpimpinannya adalah masa-masa perekonomian krisis. Masa
Demokrasi Terpimpin banyak rencana pembangunan yang tidak berjalan secara
maksimal, hal inilah yang menimbulkan krisis oleh karena itu Pelita diambil oleh
pemerintah Orde Baru guna memulihkan krisis pada saat itu.6 Titik awal
pemerintah Orde Baru dengan program yang dikenal dengan Repelita I-IV
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang pesat di bidang pertanian. Hal ini
dimulai sejak adanya Repelita I pada tahun 1969-1974. Repelita I dengan
3

Loekman Soetrisno, op.cit., hlm. 24.

4

Ibid., hlm. 13.

5

Ibid.

6

R.Z Leirissa, dkk., Sejarah Perekonomian Indonesia. (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1996), hlm. 100101.

3

kebijakan di sektor pangan yaitu penyediaan beras bagi kesejahteraan rakyat.
Program-progam bantuan pemerintah untuk meningkatkan usaha pertanian terus
dikembangkan.7
Erupsi Gunung Merapi yang terjadi sebanyak tiga kali letusan. Letusan
pertama dengan korban sebanyak 6 orang tahun 1961. Letusan kedua dengan
korban sebanyak 3 orang tahun 1969. Letusan ketiga dengan korban 229 orang
tahun 1976. Erupsi ini menimbulkan berbagai kerusakan terutama kerusakan di
sektor pertanian. Akibat erupsi ini pertanian juga mengalami perubahan.
Perubahan sistem pertanian terjadi dari sistem perladangan ke sistem tegalan
kemudian ke sistem persawahan. Pertanian adalah suatu kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati, manusia sebagai pelaku dan mengelola lahan untuk
menghasilkan bahan pangan dan bahan baku industri serta mendapatkan sumber
energi yang dibutuhkan dari alam dan lingkungan hidupnya. Usaha pertanian juga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan tentang pengelolaan tempat usaha, cara
pemilihan benih/bibit, tekhnik dan metode budidaya, pengumpulan hasil,
mendistribusikan produk, pengolahan dan pengemasan produk, serta pemasaran.8
Sistem pertanian ada tiga meliputi: sistem ladang, sistem tegal, dan sistem sawah.
1.

Sistem ladang disebut sistem pertanian tingkat rendah atau yang paling
primitif. Sistem ini merupakan sistem peralihan dari mulai tahap budaya
pengumpulan ke tahapan budaya penanaman. Sistem ini pengolahan tanahnya

7

8

Ibid.

“Definisi,
Pengertian,
dan
Sistem
Pertanian”,
http://hutantani.blogspot.co.id/2014/03/definisi-pengertian-dan-sistempertanian.html diakses 27 Desember 2015.

4

masih sangat minim dan hasilnya bergantung ketersediaan lapisan-lapisan
humus yang ada dalam sistem dan siklus hutan. Umumnya sistem ini
ditemukan di daerah-daerah yang memiliki penduduk sedikit dengan adanya
lahan yang tidak terbatas. Tanaman yang biasa ditanam adalah tanaman
pangan, seperti padi, umbi-umbian, jagung dan lainnya.
2.

Sistem tegal yaitu sistem yang dikembangkan pada lahan-lahan kering, yang
jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Pengelolaan tegal sangat jarang
menggunakan tenaga hewan dalam pelaksanaannya. Sistem ini biasa
dilakukan para petani yang sudah lama menetap dalam suatu wilayah,
meskipun tingkat pengusahaannya rendah. Tanaman yang biasa diusahakan
adalah tanaman-tanaman yang mampu bertahan pada kekeringan, seperti
pohon-pohonan.

3.

Sistem sawah adalah suatu sistem atau teknik budidaya tingkat tinggi, dalam
hal pengolahan tanah dan pengelolaan sumber air, sehingga mampu mencapai
stabilitas biologi yang tinggi dan kesuburan tanah dapat dipertahankan.
Sistem sawah adalah sistem yang menghasilkan potensi besar untuk produksi
tanaman pangan, baik dalam pengolahan sawah padi ataupun untuk tanaman
palawija.9
Penduduk Kabupaten Sleman melakukan perladangan di dalam hutan

sebelum tahun 1961. Sistem perladangan kemudian berubah dengan sistem
tegalan. Tanaman utama di tegalan adalah jagung. Pekarangan rumah juga
dijadikan kebun sayur-sayuran, obat-obatan, umbi-umbian, buah-buahan, nangka,

9

Ibid.

5

sengon, dan sebagainya. Sistem tegalan berubah ke sistem persawahan dengan
tanaman utama yaitu penanaman padi.10 Hasil tegalan dan pekarangan biasanya
hanya pas-pasan11 untuk dikonsumsi keluarga, jika terdapat kelebihan hasil
pertanian mereka akan membawanya ke pasar dan ditukarkan dengan kebutuhan
sehari-hari seperti garam, minyak goreng, minyak tanah, sabun, dan gula.
Kondisi pertanian di Sleman meliputi pendapatan petani yang masih
rendah baik secara nominal maupun secara relatif dibanding dengan sektor lain.
Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri: skala kecil, sangat dipengaruhi
musim, terjadinya involusi pertanian, akses terhadap kredit, teknologi dan pasar
sangat rendah.12 Karakteristik sumber daya di wilayah Kabupaten Sleman terbagi
menjadi 4 wilayah, yaitu:13 kawasan lereng Gunung Merapi, kawasan timur,
wilayah tengah, dan wilayah barat.
Kawasan lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman terkena dampak
dari erupsi Gunung Merapi yang terjadi 5-8 tahun sekali. Menurut Clifford Geertz,
bahwa sepanjang sejarah gunung-gunung berapi di Pulau Jawa selalu dipadati
pemukiman penduduk karena dampak dari erupsi itu dapat menyuburkan tanah

10

Lucas Sasongko Triyoga, Manusia Jawa dan Gunung Merapi: Persepsi
dan Kepercayaannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hlm.
31-32.
11

Pas-pasan (Bahasa Jawa): cukup dan tidak bersisa. Hasil pertanian yang
pas-pasan ini merupakan salah satu ciri utama pertanian di Indonesia yang
biasanya disebut sebagai pertanian subsisten.
12

“Kondisi
Pertanian
Kabupaten
Sleman”,
https://valkauts.wordpress.com/2012/04/18/kondisi-pertanian-kabupaten-sleman/,
diakses 25 Maret 2015.
13

Ibid.

6

pertanian melalui air, mineral dan abu vulkanik yang selalu menutupi permukaan
tanahnya, dan merupakan sumber bencana yang disebabkan oleh awan panas,
lahar, dan letusan-letusannya.14 Sejarah letusan Gunung Merapi secara tertulis
mulai tercatat sejak awal masa kolonial Belanda. Periode Merapi baru, terjadi
beberapa kali letusan besar pada 1768, 1822, 1849, dan 1872 dan letusan
berikutnya pada 1930-1931. Erupsi 1872 lebih besar dibanding letusan di 1931, di
mana awan panas mencapai 20 kilometer dari puncak. Setelah 1931, letusan
kembali terjadi pada 1961 dan 2010.15
Erupsi-erupsi Gunung Merapi yang pernah terjadi berdampak pada
kerusakan hunian, pemukiman/pekarangan, lahan pertanian (sawah dan pertanian
lahan kering) yang berada di kawasan puncak gunung, lereng gunung, dan
sepanjang sungai yang dialiri material erupsi. Seperti pada daerah-daerah di
sekitar gunung berapi lainnya, daerah sekitar gunung berapi pun merupakan
daerah yang subur sebagai akibat material letusan yang tersebar dan bercampur
dengan tanah setempat, dan sekaligus berfungsi sebagai penyubur lahan pertanian.
Banyak orang tertarik untuk tinggal di daerah tersebut dan mengolah tanah untuk
usaha pertanian.16
Pemilikan tanah pertanian keluarga petani di lereng Gunung Merapi di
Kabupaten Sleman relatif lebih besar dibandingkan dengan pemilikan tanah
14

Lucas Sasongko Triyoga, op.cit., hlm. 1.

15

Oris Riswan, Ini Sejarah Letusan Gunung Merapi, Okezone, Rabu 30
April 2014.
16

Wahyunto dan Wasito, “Lintasan Sejarah Erupsi Gunung Merapi”,
(Bogor: Balai Besar Sumber Daya Lahan dan Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian), hlm. 15-16.

7

pertanian keluarga di dataran rendah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.
Rata-rata pemilikan tanah tegalan dalam satu keluarga petani Merapi kurang lebih
satu hektar yang dimanfaatkan.17 Pola kebudayaan manusia yang seragam juga
menentukan corak pertaniannya.18 Untuk memahaminya, perlu mengetahui jenisjenis pertanian dan sistem pertaniannya. Jenis-jenis pertanian berkaitan dengan
tanaman pokok yang menjadi sumber kehidupan dari suatu masyarakat
desa/petani. Perbedaan dalam jenis tanaman pokok juga menciptakan perbedaan
dalam corak kehidupan masyarakatnya.19
Hubungan petani dengan golongan bukan petani dapat berubah-ubah pada
setiap fase modernisasi, terutama mengenai masalah transaksi, material, politik,
dan kultural pada satu pihak, serta hubungan sosial dengan pihak lain. Kedua
aspek hubungan itu berkaitan erat dengan ekonomi desa yang dalam sistem
feodalistis20 serta teknologi primitif terbatas pada produksi subsistensi21.

17

Lucas Sasongko Triyoga, op.cit., hlm. 31.

18

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PN BALAI PUSTAKA,
1984), hlm. 100.
19

Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1999), hlm. 127.
20

Feodalistis artinya bersifat feodal. Feodalistis dapat diartikan sistem
sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan
bangsawan. Sistem feodal yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat.
21

Subsistensi berkaitan dengan petanian subsisten. Pertanian subsisten
adalah pertanian swasembada dimana petani fokus pada usaha membudidayakan
bahan pangan dalam jumlah yang cukup untuk mereka sendiri dan keluarga. Ciri
khas pertanian subsisten adalah memiliki berbagai variasi tanaman dan hewan
ternak untuk dimakan. Sebagian besar petani subsisten memperdagangkan hasil
pertanian mereka secara barter maupun uang. Kebanyakan petani subsisten hidup
di negara berkembang.

8

Timbulnya modernisasi teknologi pertanian dan organisasi ekonomi petani juga
mengalami perubahan. Produksi pertanian berorientasi pada penjualan ke pasar
nasional, regional, dan internasional.22
Mengenai pemilihan topik penelitian secara spasial memilih Kabupaten
Sleman sebagai bahan kajian karena Sleman merupakan daerah domisili penulis.
Latar belakang pemilihan topik tersebut dipandang memiliki sebuah permasalahan
yaitu penulis ingin mengkaji tentang perubahan pola pertanian akibat erupsi
Gunung Merapi tahun 1961 sampai 1976. Pemilihan untuk kajian dari tahun 1961
karena pada tahun ini letusan Gunung Merapi sangat dahsyat dan menimbulkan
banyak kerusakan terutama kerusakan di sektor pertanian. Penulis juga ingin
mengkaji dampak perubahan sistem pertanian bagi masyarakat di Kabupaten
Sleman tahun 1961 sampai 1976, baik dampak sosial maupun dampak ekonomi.
Pada akhirnya membawa keingintahuan penulis untuk mengkaji “Perubahan
Sistem Pertanian dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
di Kabupaten Sleman Tahun 1961-1976”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat ditarik beberapa
rumusan masalah sebagai landasan dasar penelitian yang akan dikaji. Adapun
rumusan masalah dipaparkan sebagai berikut.
1.

Bagaimana gambaran umum wilayah Kabupaten Sleman?

22

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm 189.

9

2.

Mengapa terjadi perubahan sistem pertanian di Kabupaten Sleman tahun
1961-1976?

3.

Bagaimana dampak perubahan sistem pertanian bagi masyarakat di
Kabupaten Sleman tahun 1961-1976?

C. Tujuan Penelitian
Pengerjaan penelitian ini terdorong oleh beberapa tujuan yang hendak
dicapai. Mengenai tujuan tersebut, dapat diklasifikasikan menjadi tujuan umum
dan tujuan khusus.
1.

Tujuan Umum
a.

Mencapai taraf praktik dalam keilmuan sejarah jenjang strata 1 dengan
menerapkan metodologi sejarah yang dipelajari dalam perkuliahan

2.

b.

Melatih berpikir kritis, analitis, dan sistematis dalam ilmu sejarah

c.

Menambah khasanah historiografi Indonesia demi tujuan pembangunan

Tujuan Khusus
a.

Memahami gambaran umum wilayah Kabupaten Sleman

b.

Memahami terjadinya perubahan sistem pertanian di Kabupaten Sleman
tahun 1961-1976

c.

Memahami dampak perubahan sistem pertanian bagi masyarakat di
Kabupaten Sleman 1961-1976

10

D. Manfaat Penelitian
Pengerjaan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan
penulis.
1.

Bagi Pembaca
a.

Menjelaskan gambaran umum wilayah Kabupaten Sleman

b.

Menjelaskan terjadinya perubahan sistem pertanian di Kabupaten Sleman
tahun 1961-1976

c.

Menjelaskan dampak perubahan sistem pertanian bagi masyarakat di
Kabupaten Sleman 1961-1976

2.

Bagi Penulis
a.

Menjadi tolok ukur sejauh mana penulis memahami pengetahuan
kesejarahan dalam perkuliahan

b.

Menjadi tolok ukur sejauh mana penulis mendalami cara berpikir kritis,
analitis, dan sistematis dalam ilmu sejarah

c.

Menjadi tolok ukur sejauh mana penulis turut serta dalam proses
pembangunan

E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka-pustaka yang
digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian dan acuan dalam
mengambil jawaban sementara dari rumusan masalah.23 Skripsi ini menggunakan

23

Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas
Ilmu Sosial, UNY, 2013), hlm. 6.

11

beberapa pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam
penelitian, sumber-sumber yang digunakan sebagai acuan antara lain:
Buku Kabupaten Sleman karangan Biro Hubungan Masyarakat yang
diterbitkan oleh Biro Hubungan Masyarakat.24 Yogyakarta disebut Daerah
Istimewa karena pada mulanya merupakan daerah berpemerintahan sendiri
(swapraja). Kota ini merupakan satuan pemerintahan sendiri, sedangkan daerahdaerah lainnya dibagi menjadi empat kabupaten: Kulon Progo di sebelah barat,
Sleman di sebelah utara, Bantul di tengah bagian selatan, dan Gunungkidul di
selatan dan timur.
Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki posisi strategis
yang menjadi penghubung Kota Yogyakarta dengan Magelang Jawa Tengah.
Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110° 13′
00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten
Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Klaten, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Magelang, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta. Kabupaten
Sleman terbagi menjadi dalam beberapa wilayah seperti berdasarkan karakteristik
wilayah di beberapa daerah di Kabupaten Sleman, kemudian berdasarkan letak
kota dan mobilitas kegiatan masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai
berikut:

wilayah

aglomerasi,

wilayah

sub

urban,

dan

wilayah

fungsi

khusus/wilayah penyangga.

24

Biro Hubungan Masyarakat, Kabupaten Sleman, Yogyakarta: Biro
Hubungan Masyarakat, tt.

12

Handojo Adi Pranowo DS dalam buku berjudul Manusia dan Hutan:
Proses Perubahan Ekologi di Lereng Gunung Merapi terbitan Gadjah Mada
University Press.25 Contoh sebelum tahun 1912 penduduk Sleman atau penduduk
lereng Merapi melakukan perladangan di dalam hutan. Sistem perladangan, lama
periode penggarapan ladang, dan lama periode bero (rotasi perladangan). Setiap
keluarga rata-rata memiliki area perladangan di dalam hutan sebanyak tiga sampai
empat tempat. Masing-masing tanah garapan diolah sebanyak tiga sampai empat
kali masa panen. Ciri-ciri perladangan menurut Gourou antara lain: perladangan
dijalankan di tanah tropis yang gersang, teknik pertanian yang elementer tanpa
menggunakan alat-alat kecuali kampak, kepadatan penduduk rendah, dan
menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Menurut Otto Soemarwoto sistem
perladangan ditandai dengan kerusakan hutan, erosi, banjir, dan kekeringan tanah.
Sistem pertanian kemudian berubah ke sistem tegalan. Tanaman utama di tegalan
adalah jagung. Tanaman lain yang ditanam di tegalan dan berfungsi sebagai
tanaman penyeling adalah kara, kentang, garut, keladi, dan jenis umbi-umbian
lainnya.
Lucas Sasongko Triyoga dalam buku Manusia Jawa dan Gunung Merapi:
Persepsi dan Kepercayaannya terbitan Gadjah Mada University Press.26 Dampak
ekonomi perubahan sistem pertanian menghasilkan jenis-jenis pertanian dan
sistem pertanian yang kemudian memunculkan pertanian tradisional dan pertanian
25

Handojo Adi Pranowo DS, Manusia dan Hutan: Proses Perubahan
Ekologi di Lereng Gunung Merapi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1985).
26

Lucas Sasongko Triyoga, Manusia Jawa dan Gunung Merapi: Persepsi
dan Kepercayaannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991).

13

modern. Dampak lain seperti adanya hama perusak tanaman menjelang masa
panen jagung adalah binatang hutan yang tinggal di dalam hutan Merapi, seperti
celeng, burung betet, dan kera. Dampak sosial perubahan sistem pertanian adalah
kebudayaan manusia yang seragam dan keadaan alam sekitar juga menentukan
corak pertanian. Corak kehidupan masyarakat desa/petani juga perlu mengenal
jenis dan sistem pertanian. Jenis-jenis pertanian berkaitan dengan tanaman pokok
yang menjadi sumber kehidupan dari suatu masyarakat desa/petani. Perbedaan
jenis tanaman pokok juga menciptakan perbedaan dalam corak kehidupan
masyarakatnya.
Penelitian ini menggunakan teori involusi pertanian. Menurut Geertz,
involusi adalah suatu proses kemerosotan pola kebudayaan yang sudah mencapai
bentuk pasti tetapi, tidak berhasil menstabilkannya atau mengubahnya menjadi
suatu pola baru dan terus berkembang menjadi semakin rumit.27 Model
perekonomian makro berdasarkan pandangan ekologi budaya yang banyak
membantu Geertz adalah gambaran tiga sistem pengolahan (sumber daya)
pertanian yaitu persawahan (dengan irigasi yang kompleks), perladangan
(pertanian ekstensif), dan perkebunan (pertanian yang sangat padat modal).28
Sepanjang sejarah gunung-gunung berapi di Pulau Jawa selalu dipadati
pemukiman penduduk karena merupakan sumber bagi kehidupan yaitu
menyuburkan tanah pertanian melalui air, mineral dan abu vulkanik yang selalu

27

Mubyarto,” Involusi Pertanian dan Pemberantasan Kemiskinan: Kritik
Terhadap Clifford Geertz”, Prisma, No. 2/VII/1978, hlm. 58.
28

Ibid.

14

menutupi permukaan tanahnya, dan merupakan sumber bencana yang disebabkan
oleh awan panas, lahar, dan letusan-letusannya.29

F. Historiografi yang Relevan
Historiografi yang relevan merupakan suatu karya sejarah yang
mendahului penelitian yang akan ditulis. Karya sejarah terdahulu kemudian
dibedah untuk mengetahui kekurangan penelitian terdahulu. Kekurangan peneliti
tersebut, digunakan sebagai landasan pembeda karya yang akan ditulis.30
Historiografi yang relevan pertama menggunakan karya dari Siti Alfiah
Mukmin dengan judul Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk Sleman di Sekitar
Gunung Merapi Tahun 1930-1969. Dalam tulisan ini mengidentifikasi mengenai
segala sesuatu yang dikaitkan dengan akibat dari letusan Gunung Merapi dalam
kurun waktu 39 tahun (1930-1969). Penelitian ini sangat berbeda dengan
penelitian sebelumnya, karena penulis lebih menekankan pada perubahan sistem
pertanian dan dampaknya bagi masyarakat di Kabupaten Sleman tahun 19611976.
Historiografi yang relevan kedua menggunakan karya dari Trihapsari Nina
Hadiastuti dengan judul Pengaruh Modernisasi Pertanian pada Kehidupan
Masyarakat Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Tahun
1970-1984. Tulisan ini memaparkan tentang pengaruh modernisasi pertanian baik
dalam bidang sosial maupun ekonomi. Karya ini juga memaparkan tentang usaha
29

Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di
Indonesia, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983).
30

Tim Prodi Ilmu Sejarah, loc.cit., hlm 6.

15

pemerintah dalam memodernisasi pertanian serta penerapan modernisasi pertanian
dan reaksi masyarakat terhadap modernisasi pertanian. Penelitian ini sangat
berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena penulis lebih menekankan pada
perubahan sistem pertanian di Kabupaten Sleman akibat adanya erupsi Merapi.
Hitoriografi yang relevan ketiga menggunakan karya dari Zuminati
Rahayu dengan judul Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial Ekonomi Petani
Wanita di Kabupaten Sleman Tahun 1970-1984. Tulisan ini memaparkan tentang
dampak Revolusi Hijau terhadap keadaan sosial ekonomi petani wanita di
Kabupaten Sleman. Tulisan ini juga memaparkan tentang hilangnya peran petani
wanita dalam pertanian karena digantikan oleh teknologi yang lebih modern.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena penulis lebih
menekankan pada dampak sosial ekonomi akibat perubahan sistem pertanian.

G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian
1.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode sejarah.

Proses penyusunan hasil penelitian diperoleh melalui tahapan, yaitu: heuristik
(metode pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran),
dan historiografi (penulisan sejarah).31 Dari empat langkah tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.

31

hlm. 86.

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007),

16

a.

Heuristik
Heuristik adalah kegiatan awal untuk mendapatkan data-data atau materi

sejarah.32 Dapat dikatakan bahwa tahapan ini merupakan pengumpulan data atau
sumber dan informasi yang relevan. Hanya data atau informasi yang berhubungan
dengan segi-segi tertentu dari pokok permasalahan yang perlu dikumpulkan.
Pengumpulan sumber yang sudah penulis lakukan yaitu dengan mengunjungi
beberapa perustakaan dan arsip, seperti: Perpustakaan UNY, Perpustakaan FIS,
Perpustakaan UGM, dan Jogja Library Centre. Perpustakaan menjadi tempat
pencarian utama penulis, dari hasil kunjungan tersebut penulis menemukan
beberapa buku yang dapat menjawab pertanyaan penulis dalam rumusan masalah.
Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan
dengan masalah yang akan di bahas. Sumber-sumber tersebut berupa arsip,
majalah dan buku-buku. Sumber primer antara lain:
Biro Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Statistik Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 1964-1966, Yogyakarta: Biro Statistik, 1967.
Biro Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Statistik Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 1969, Yogyakarta: Biro Statistik, 1970.
Biro Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Statistik Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 1972, Yogyakarta: Biro Statistik, 1973.
Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
Angka Tahun 1976, Yogyakarta: Biro Statistik, 1976.
Penulisan karya ini juga menggunakan sumber lisan berupa wawancara.
Beberapa daftar narasumber yang telah diwawancara antara lain:
1.

Bapak Mujiyat pekerjaan sebagai pensiunan

32

Ibid.

17

2.

Bapak Sapari pekerjaan sebagai petani

3.

Ibu Mujilah pekerjaan sebagai petani

4.

Ibu Suyadi pekerjaan sebagai petani

5.

Bapak Ponimin pekerjaan sebagai petani
Sumber sekunder antara lain:

Biro Hubungan Masyarakat, Kabupaten Sleman, Yogyakarta: Biro H