PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana ( Studi Kasus di Polresta Surakarta ).

PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI DALAM PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
( Studi Kasus di Polresta Surakarta )

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat
Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :
FITRI NURNAHARINI ISTIQOMAH
C 100.090.061

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian Perkara
Pidana, Fitri Nurnaharini Istiqomah, Fakultas Hukum, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.


ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG
BUKTI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (STUDI KASUS
DI POLRESTA SURAKARTA)” ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas
mengenai aturan yuridis pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta,
bagaimana realita pelaksanaan pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta,
dan juga bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam
pelaksanaan pengelolaan barang bukti. Penelitian ini merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif, Lokasi penelitian ini di Polresta Surakarta, Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu menggunakan
keterangan atau data yang telah terkumpul dan disajikan dalam bentuk uraian
dengan memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan agar mendapatkan gambaran lengkap
dan sistematis mengenai Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian
Perkara Pidana. Adapun hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pelaksanaan pengelolan barang bukti berpedoman pada Peraturan
Kepolisian No 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti,
Pelaksanaan Pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta meliputi
penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan, pengeluaran, pemusnahan,

administrasi dan pelaporan, realita pelaksanaan pengelolaan barang bukti di
polresta surakarta telah sesuai dengan aturan yuridis yang berlaku pada
kepolisian sehingga segala macam bentuk benda yang disita oleh penyidik
semuanya di simpan di SAT TAHTI di gudang tempat penyimpanan barang bukti.
Sementara dalam hal pelaksanaan pengelolaan barang bukti masih mengalami
hambatan-hambatan yang meliputi belum memadainya fasilitas sarana dan
prasarana, kurangnya tenaga ahli dalam struktur keorganisasian SAT TAHTI.
Kata Kunci: Barang bukti, Pengelolaan, Kepolisian, Polresta Surakarta

iv

ABSTRACT

The study aims to clearly examine a juridical rule of operating material
evidence and its problems at Polresta Surakarta. The study located at Polresta
Surakarta used a descriptive-qualitative method. The data of operating material
evidence of criminal case collected from the library and survey were
systematically described. The result of the study showed that operating the
material evidence refers to the Police Act No/2010 about the Rules of Operating
Material Evidence. at Polresta Surakarta, operating the material evidence

including the acceptance, safety, security, release, annihilation, administration
and report referred to the juridical rule in the Police Department so that all the
kinds of the materials confiscated by the investigating officers were sa ved at SAT
TAHTI (a place of saving material evidence). In relation to the problems of
operating the material evidence, there were insufficient facilities and experts in
the organizational structure of SAT TAHTI.

Keyword: Material evidence, Management, Police, Polresta Surakarta

v

1

PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI DALAM PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
Fitri Nurnaharini Istiqomah, C. 100090061, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

ABSTRAK


Penelitian yang berjudul “PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG
BUKTI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (STUDI KASUS
DI POLRESTA SURAKARTA)” ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas
mengenai aturan yuridis pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta,
bagaimana realita pelaksanaan pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta,
dan juga bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam
pelaksanaan pengelolaan barang bukti. Penelitian ini merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif, Lokasi penelitian ini di Polresta Surakarta, Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu menggunakan
keterangan atau data yang telah terkumpul dan disajikan dalam bentuk uraian
dengan memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan agar mendapatkan gambaran lengkap
dan sistematis mengenai Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian
Perkara Pidana. Adapun hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pelaksanaan pengelolan barang bukti berpedoman pada Peraturan
Kepolisian No 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti,
Pelaksanaan Pengelolaan barang bukti di Polresta Surakarta meliputi
penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan, pengeluaran, pemusnahan,
administrasi dan pelaporan, realita pelaksanaan pengelolaan barang bukti di
polresta surakarta telah sesuai dengan aturan yuridis yang berlaku pada

kepolisian sehingga segala macam bentuk benda yang disita oleh penyidik
semuanya di simpan di SAT TAHTI di gudang tempat penyimpanan barang bukti.
Sementara dalam hal pelaksanaan pengelolaan barang bukti masih mengalami
hambatan-hambatan yang meliputi belum memadainya fasilitas sarana dan
prasarana, kurangnya tenaga ahli dalam struktur keorganisasian SAT TAHTI.
Kata Kunci: Barang bukti, Pengelolaan, Kepolisian, Polresta Surakarta
ABSTRACT

The study aims to clearly examine a juridical rule of operating material
evidence and its problems at Polresta Surakarta. The study located at Polresta
Surakarta used a descriptive-qualitative method. The data of operating material

2

evidence of criminal case collected from the library and survey were
systematically described. The result of the study showed that operating the
material evidence refers to the Police Act No/2010 about the Rules of Operating
Material Evidence. at Polresta Surakarta, operating the material evidence
including the acceptance, safety, security, release, annihilation, administration
and report referred to the juridical rule in the Police Department so that all the

kinds of the materials confiscated by the investigating officers were sa ved at SAT
TAHTI (a place of saving material evidence). In relation to the problems of
operating the material evidence, there were insufficient facilities and experts in
the organizational structure of SAT TAHTI.

Keyword: Material evidence, Management, Police, Polresta Surakarta

Pendahuluan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)
menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat),
tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).1 Suatu kata filosfis yang telah
dirumuskan oleh para pendiri negara dalam konsep Indonesia adalah Negara
Hukum. Hal ini mengandung arti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum
yang demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, menjunjung hak asasi manusia dan menjamin segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta
wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
Manusia merupakan individu (perseorangan) yang mempunyai kehidupan
jiwa yang menyendiri namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat, manusia lahir hidup dan berkembang dan meninggal
dunia di dalam masyarakat, sebagai individu manusia tidak dapat mencapai segala
sesuatu yang diinginkannya dengan mudah.2
1
2

Laden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan), Jakarta: Sinar Grafika, hal 1
C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , Jakarta:Balai Pustaka, hal 29

3

Menurut Van Hammel hukum Pidana ialah Keseluruhan dasar dan aturan
yang dianut oleh negara dalam kewajibanya untuk menegakan Hukum yakni
dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum

(onrecht) dan

mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larang tersebut.3
Pada tindakan penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan “mencari
dan menemukan sesuatu peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindak

pidana, pada penyidikan titik berat ditekannya diletakan pada tindakan “mencari
serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi
terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.4
Dalam proses penyidikan, penyidik memiliki wewenang untuk melakukan
penyidikan antara lain penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan.
Pada proses penyelesaian perkara pidana khususnya penyidikan ada suatu
kewenangan tentang penyitaan, KUHAP mengatur tentang penyitaan pada bagian
keempat pada pasal 38 sampai dengan 46, pengertian penyitaan Pasal 1 angka 16
KUHAP menyebutkan :
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak
atau tidak bergerak,berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan.”
Pengertian Barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam
penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan
peradilan.5 Tanggung jawab atas barang bukti menurut peraturan yang berlaku
tergantung pada tahap mana pemeriksaan sidang berlangsung, hal itu sesuai

dengan Pasal 44 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :

3
4
5

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana , Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta, hal 21
Ibid hal 109

Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana (untuk mahasiwa dan praktisi),
Bandung : Mandar Maju, hal 99-100

4

“Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan
tanggung jawab atasnya ada para pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang
untuk dipergunakan oleh siapapun juga”.
Banyaknya benda, atau barang bukti disita dari terdakwa kasus-kasus

pidana oleh aparat penegak hukum masih belum dikelola dengan baik, artinya
benda atau barang bukti tersebut telah disita atau diambil namun tidak dikelola
dengan sebagaimana mestinya. Salah satu kemungkinan bentuk penyalahgunaan
barang bukti yang dilakukan oleh penyidik adalah tidak mencatat secara
keseluruhan jumlah barang bukti yang disita, karena tidak mudah dan hampir
tidak

mungkin

mengecek

kebenaran

data

yang

diumumkan

penyidik,


penyalahgunaan barang bukti sudah dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa
saat setelah penyitaan artinya semua barang bukti sudah yang tidak dicatat dalam
berita acara penyitaan dapat dimanfaatkan setelah usai penyitaan.
Berdasarkan sedikit uraian di atas, maka penulisan hukum ini penulis
mengambil judul “PELAKSANAAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI
DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus di
Polresta Surakarta)”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang penulis hendak uraikan : Bagaimana Aturan Yuridis
terkait Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian Perkara
Pidana? Bagaimana realita Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses
Penyelesaian Perkara Pidana? Dan Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pengelolaan
Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh penulis: (1) Tujuan: (a)
Untuk mengetahui aturan yuridis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam
Proses Penyelesaian Perkara Pidana, (b) Untuk mengetahui realita yang ada dalam
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian Perkara
Pidana,

(c)

Untuk

mengetahui

hambatan-hambatan

dalam

Pelaksanaan

5

Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Sedangkan
manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai beriukut: (1) Manfaat
Teoritis: (a) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang
bermanfaat mengenai pengelolaan barang bukti dalam proses penyelesaian
perkara pidana. (b) Dapat memberikan gambaran, kontribusi atau sumbangsih dari
hasil penelitian mengenai pengelolaan barang bukti dalam proses penyelesaian
perkara pidana. (2) Manfaat Praktis: (a) Memberikan jawaban atas permasalahan
yang diteliti dan mampu menerapkan ilmu hukum yang penulis sudah peroleh. (b)
Memberikan pengetahuan bagi penulis sendiri mengenai pokok permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.

Kerangka Pemikiran
Masalah pokok dari pada penegakan hukum sebenarnya terletak pada
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Soerjono Soekanto menyatakan
ada 5 faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum di masyarakat,
yakni :6 Faktor hukumnya sendiri yakni dibatasi dengan Undang-Undang saja,
faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum, faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan, faktor Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum,
faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut diatas saling
berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum,
serta juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.
Penegakan Hukum yakni polisi dalam proses penyidikan, penyidik
berwenang melakukan penyitaan terhadap segala macam benda atau barang bukti
yang atau barang bukti yang berkaitan dengan perbuatan tindak pidana, benda
atau barang bukti yang telah disita merupakan sarana penyidikan oleh penyidik
dapat menentukan apakah seseorang yang diduga melakukan tindak pidana benarbenar melakukan tindak pidana atau tidak melakukan tindak pidana.7
6

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,
hal 13
7
Op. Cit hal 99-100

6

Berdasarkan pengertian penyitaan Pasal 1 butir 16 dan pengertian Barang
bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa barang bukti atau benda sitaan berfungsi
(berguna) untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Pada tingkat penyidikan barang bukti yang telah disita oleh penyidik
disimpan dan dikelola oleh Pejabat Pengelola Barang Bukti dan ditempatkan
ditempat khusus penyimpanan barang bukti sesuai dalam Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia No 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan
Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kini
masyarakat berbagai pihak mengeluhkan kinerja aparat penegak hukum yang
belum memuaskan dan tidak memenuhi keadilan masyarakat umum, aparat
penegak hukum dinilai lemah dan telah kehilangan kepercayaan di dalam
masyarakat.

Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu sedangkan
penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, merumuskan dan
menganalisis sampai menyusun laporan. Maka dalam penelitian ini metode yang
digunakan oleh penulis terdiri dari berbagai unsur antara lain sebagai berikut:
penelitian ini bersifat deskriptif, Lokasi Penelitian Polresta Surakarta. Penelitian
ini menggunakan Metode pendekatan yuridis empiris, untuk jenis data yang
digunakan data primer yang bersumber dari Polresta Surakarta sedangkan untuk
sumber data sekunder antara lain: mencakup dokumen-dokumen resmi, bukubuku, hasil-hasil peneliti lebih memilih pengamatan atau observasi dan
wawancara atau interview, sedangkan untuk metode analisa data menggunakan
analisis kualitatif.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Aturan Yuridis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam Proses
Penyelesaian Perkara Pidana di Polresta Surakarta
Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP dijelasakan bahwa
benda sitaan disimpan di dalam Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara), sementara pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pejabat yang

7

berwenang sesuai dengan tingkat proses peradilan serta benda sitaan tersebut
dilarang dipergunakan oleh siapapun juga.
Penelitian ini dikhususkan pada pengelolaan benda sitaan/barang bukti
yang berada ditangan polisi atau penyidik yaitu peneliti melakukan penelitian di
Polresta Surakarta. Tanggung Jawab Yuridis atas benda sitaan/barang bukti
terdapat pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan (penyidikan, penuntutan, dan pengadilan). Barang bukti yang
tanggung jawab dan kewenangan yuridisnya berada pada penyidik maka barang
bukti tersebut disebut barang bukti penyidikan, selama barang bukti berada dalam
status penyidikan, penyidik berwenang dan bertanggung jawab melakukan
tindakan-tindakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 KUHAP.
Aparat penegak hukum berkewajiban untuk mengembalikan barang bukti
sitaan yang dipakai sebagai barang bukti dalam pemeriksaan terutama jika barang
bukti tersebut berasal dari saksi dan atau hak milik saksi yang telah menjadi
korban dalam peristiwa pidana. Maka dari itu pada tingkat penyidikan,
penuntutan, harus diusahakan menjaga, mengelola, dan mengembalikan kepada
yang berhak jika benda tadi yang sebagai barang bukti tidak diperlukan lagi dan
tidak ada hubungannya dengan kejahatan.
Menurut Aiptu Eko Santoso sebagai Kaur Mintu Sat Reskrim Polresta
Surakarta mengungkapkan bahwa Penyidik Kepolisian Surakarta menempatkan
benda sitaan/barang bukti di SAT TAHTI (Satuan tahanan dan barang bukti),
TAHTI sebagai bentuk kesatuan baru dari kepolisian tugasnya

yaitu

menyelenggarakan perawatan tahanan meliputi pelayanan kesehatan tahanan,
pembinaan tahanan serta menerima, menyimpan dan mengamankan barang bukti
beserta administrasinya dilingkungan Polres, melaporkan jumlah dan kondisi
tahanan sesuai dengan Perundang-undangan. Barang bukti yang telah disita oleh
penyidik Satuan Reserse Kriminal kemudian juga dilimpahkan kepada Satuan
Tahanan dan Barang Bukti.12

12

Eko Santoso, Kaur Mintu Sat Reskrim Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Rabu, 28
Agustus 2013, pukul 10.30 WIB

8

Menurut Aiptu Eko Santoso, ada instrumen lembaga yang berwenang
melakukan penyimpanan barang bukti/benda sitaan adalah:
a. Internal, yaitu Satuan Tahanan dan Barang Bukti (SAT TAHTI) yang
berada di lingkup kepolisian
b. Eksternal, yaitu Rupbasan dan Pengadilan Negeri terkait dengan
pemberian izin penyitaan.
Sehubungan dengan barang bukti yang di simpan oleh penyidik SAT
TAHTI Polresta Surakarta, petugas bertanggung jawab atas pengelolaan,
penerimaan, penyimpanan, perawatan, pengeluaran dan pemusnahan yang sesuai
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pengelolaan Barang Bukti.

B. Realita

Pelaksanaan

Pengelolaan

Barang

Bukti

dalam

Proses

Penyelesaian Perkara Pidana di Polresta Surakarta
Pelaksanaan pengelolaan barang bukti, pihak Kasat TAHTI memberikan
kejelasan bahwa “segala macam bentuk benda yang disita oleh penyidik
semuanya di simpan di SAT TAHTI di gudang tempat penyimpanan barang bukti,
contoh barang yang ada sekarang adalah satu set bangku dan meja, benda yang
disimpan tersebut kami juga melakukan perawatan secara maksimal agar barang
tersebut terjaga keutuhannya”.13 Pengelolaan barang bukti terkait dengan
dokumen yang sangat membutuhkan pengamanan ekstra seperti kasus korupsi
yang membutuhkan pembuktian yang lama maka dokumen tersebut disimpan oleh
penyidik, sebab jika tersangka memberikan keterangan yang tidak cocok dengan
barang bukti aslinya maka penyidik dan SAT TAHTI yang akan diperiksa. Untuk
penyitaan tanah atau bangunan hanya disegel, sementara barang bukti uang hasil
korupsi, atau pencurian, dalam jumlah yang besar disimpan di brankas keuangan
atau di bank, untuk penyitaan berupa hewan misal burung atau ayam maka yang
disimpan hanya bulu dari burung tersebut kemudian difoto dengan disaksikan oleh
tersangka dengan pemilik tersebut sebagai barang bukti penyidikan.
13

Endang Tri Lestari, Kasat Tahti Polresta Surakarta, Wawncara Pribadi, Surakarta, Rabu, 28 Agustus 2013,
pukul 11.00 WIB

9

Proses Penyidikan Tindak Pidana oleh Penyidik Polresta Surakarta,
pertama dimulai dari penyidikan apabila ada laporan, pengaduan, pengetahuan
penyidik sendiri atau bisa diketahui tertangkap tangan oleh penyidik, kemudian
penyidik melakukan upaya penangkapan tersangka, penahanan, penggeledahan
badan dan rumah, selanjutnya melakukan penyitaan. Kedua, penyidik melakukan
pemeriksaan di TKP, memeriksa tersangka dan pemeriksaan saksi dan ahli.
Ketiga , tersangka ditahan di Satuan Tahanan dan Barang bukti sedangkan barang

bukti yang disita oleh penyidik untuk keamanan dan pengelolaannya dikelola juga
oleh SAT TAHTI apabila berkas perkara belum lengkap maka Pengadilan
mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik maka penyidik wajib
melengkapi berkas-berkas yang kurang. Keempat, setelah berkas perkara lengkap
(P21) maka tersangka dititipkan di Rutan sementara barang bukti atau benda
sitaan di eksekusi menurut putusan hakim.
Bahwa dari analisis kasus Di dalam penelitian ini, peneliti mengambil
kasus Berita Acara Pemeriksaan Nomor: BP/380/XII/2012/Reskrim di dalam
tindak pidana Pencurian dengan identitas Tersangka adalah sebagai berikut:
Nama

: Joko Sutrisno alias Fran bin Sucipto (alm)

Umur

: 43 Tahun

Pekerjaan : Swasta
Alamat

: Cindirejo Rt 03 Rw 04 Kal. Gilingan, Kec. Banjarsari Kota
Surakarta

Secara

ringkas

Resume

Berita

Acara

Pemeriksaan

Nomor:

BP/380/XII/2012/Reskrim ini adalah sebagai berikut :
I.

Dasar
Laporan Polisi No. Pol: B / LP/ 121/ XI/ 2012/ JATENG/ RESTA SKA/
SEK JBS
Tanggal 06 Nopember 2012

II.

PERKARA
Pada hari Selasa tanggal 6 November 2012 sekitar jam 18.00 wib
tersangka datang ke Gereja Jawa Manahan Kota Surakarta menggunakan
sepeda motor Honda Vario, lalu tersangka masuk mengikuti kebaktian di
dalam gereja, selanjutnya sekitar jam 20.00 wib saat acara berdoa atau

10

pujian seluruh jemaat berdiri dan tersangka melihat jemaat perempuan
yang duduk didepan tersangka mempunyai handphone yang ditaruh di
dalam tas dan tas milik korban di taruh di atas kursi (dibelakang korban /
di depan tersangka) dalam posisi terbuka, lalu tersangka timbul niat untuk
mengambil atau memiliki handphone tersebut sesaat kemudian tersangka
keluar dari ruang gereja dan sesampainya di tempat parkir handphone
tersebut tersangka masukkan ke dalam saku celana depan sebelah kiri.
Lalu tersangka mengambil sepeda motor dengan maksud untuk pulang,
namun ban belakang sepeda motor milik tersangka ternyata gembos,
kemudian tersangka menuntun sepeda motor tersebut keluar dari area
parkir, selanjutnya ban tersebut tersangka tambalkan di tambal ban sebelah
timur gereja, lalu handphone tersangka sembunyikan di dalam gerobak
pedagang kaki lima yang tidak berjualan kemudian saat menunggu ban
sepeda motor di tambal lalu datang dua orang satpam gereja menghampiri
tersangka sambil berkata Mas nanti ke gereja ada perlu dan tersangka
kembali bertanya ada perlu apa pak dan dijawab nanti bicara disana, lalu
dua orang satpam tersebut menunggui tersangka sampai selesai menunggu
ban, setelah selesai menambal ban tersangka dan kedua satpam menuju ke
ruang tamu di dalam gereja, sesampainya di ruang tersebut tersangka di
interogasi tentang jemaat yang kehilangan handphone dan saat itu
tersangka langsung mengaku kalau yang mengambil handphone adalah
tersangka dan handphone tersebut berada di sana (sambil menunjuk
keluar). Lalu tersangka dan petugas keamanan bersama-sama mengambil
handphone yang tersangka sembunyikan di dalam gerobak pedagang kaki
lima setelah handphone tersangka ambil lalu di bawa oleh petugas
keamanan kemudian kembali lagi ke ruang tamu gereja dan saat itu
pemilik handphone yaitu seorang perempuan sudah berada di dalam ruang
tersebut, kemudian handphone tersebut diserahkan kepada pemiliknya dan
tersangka langsung meminta maaf, selanjutnya selang beberapa waktu
datang petugas dari Polresta Surakarta guna dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

11

Berdasarkan hasil penilitian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Di
dalam Proses penyelesaian Perkara Pidana penyidik memiliki suatu kewenangan
tentang Penyitaan pada bagian keempat pada pasal 38 sampai dengan 46 KUHAP,
Pengertian penyitaan Pasal 1 angka 16 KUHAP menyebutkan:
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih
dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak,berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan dalam penyidikan ,penuntutan dan peradilan.”
Sehingga berdasarkan kewenangan tersebut maka penyidik dalam kasus
tersebut di atas menyita sejumlah Barang Bukti berupa :
a. 1 (satu) unit Handphone merk Nokia Seri C3 warna ungu
b. 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Vario warna hijau No Pol : AD
4229 LU

Disisi lain, Aiptu Eko santoso menyatakan bahwa seluruh barang bukti
atau benda sitaan yang ditempatkan di SAT TAHTI namun tempat atau gudang
penyimpanannya tidak mencukupi untuk menyimpan barang bukti dalam jumlah
yang banyak, sehingga penyimpanan dilakukan secara bersama-sama antara SAT
TAHTI dan Sat Reskrim serta seluruh anggota polisi di Polresta Surakarta.14

C. Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam
Proses Penyelesaian Perkara Pidana di Polresta Surakarta.
Dari hasil yang diperoleh dari lokasi penelitian hambatan-hambatan
Pelaksanaan Pengelolaan barang bukti dalam proses perkara pidana masih
terdapat banyak kekurangan, antara lain sebagai berikut: (1) Dalam hal Perawatan,
Penyimpanan dan pemeliharaan barang bukti masih kurang maksimal. Menurut
Korban pada kasus yang peneliti ambil diatas yakni korban bernama Mona
Wuryani mengungkapkan bahwa barang bukti korban berupa 1 (satu) unit
handphone merk Nokia seri C3 warna ungu sudah di rawat dengan sebagaimana
mestinya yakni dibungkus dengan plastik dan handphone masih dalam keadaan
utuh.15
14
15

ibid

Mona Wuryani, Mahasiswa, Wawancara Pribadi, Kartasura, Kamis, 19 September 2013, Pukul 14.00 WIB

12

Sedangkan pada saat peneliti mewawancarai salah satu keluarga dari
tersangka Joko Sutrisno alias Fran bin Sucipto (alm) yakni istri tersangka Ibu
Suryati, mengungkapkan bahwa 1 (satu) unit sepeda motor Honda Vario hijau No
Pol: AD 4229 LU belum dirawat sebagaimana mestinya motor tersebut waktu
dikembalikan kepada pihak keluarga tersangka motor tersebut ban motornya
sudah gembos, banyak debu di motor, spion pada motor yang satu lepas, hanya itu
saja untuk keadaan mesin-mesin motor sendiri masih utuh.16 (2) Belum
memadainya fasilitas tempat/ sarana prasarana Penghambat pelaksanaan Sat Tahti
(Satuan Tahanan dan Barang Bukti) belum maksimal karena masih terkendala
sarana dan prasarana sehingga kurang maksimal dalam melakukan penyimpanan
dan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya menjadi kurang maksimal. (3)
Kurangnya dukungan Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas bagi
anggota Satuan Tahanan dan Barang bukti untuk melakukan penyimpanan seperti
belum adanya tempat penyimpanan uang yang memadai (brankas), belum adanya
tempat pengawetan. (4) Kurangnya tenaga ahli dalam struktur keorganisasian Sat
Tahti (Satuan Tahanan dan Barang Bukti) sehingga dalam hal pengukuran barangbarang tertentu misal emas, maka pihak Sat Tahti harus memanggil tenaga ahli
yang dapat mengukur berat dari emas tersebut.(6) Undang-undang yang terkait
dengan Tata cara Pengelolaan Barang bukti tidak berjalan dengan maksimal. Hal
itu dikarenakan kurangnya sosialisasi aturan yuridis tersebut dengan penyidik
kepolisian jadi pengelolaan, perawatan barang bukti hanya disimpan ditempat
seadanya tanpa ada ruangan yang memadai dan barang bukti hanya ditaruh tanpa
ada perawatan. (7) Tidak adanya aturan Perundang-undangan terkait penyitaan
hewan belum diatur secara rinci, terlebih tidak adanya penitipan hewan yang
disita oleh penyidik. Sehingga apabila barang bukti tersebut berupa hewan maka
pejabat pengelola barang bukti hanya mengambil sempel dari hewan tersebut,
misalnya ayam hanya diambil bulunya dan hanya di foto sebagai barang bukti
dalam persidangan.

16

Ibu Suryani, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 19 September 2013, Pukul 09.30 WIB

13

PENUTUP
Kesimpulan
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti dalam proses penyelesaian perkara
pidana pada tingkat penyidikan di Polresta Surakarta, belum sesuai prosedur
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010
Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Namun Meliputi sejak pertama penyidik melakukan
penyitaan barang bukti kemudian barang tersebut dicatat dalam buku pendaftaran
sebagai persiapan administrasi dan dokumentasi sebagai dasar Penerimaan barang
bukti, kedua setelah selesai didaftarkan tahap berikutnya adalah mengecek dan
mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima, ketiga memeriksa dan
meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan atau kualitas barang bukti yang
akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai dan untuk
menjaga keutuhan nilai ekonomis barang tersebut, tahap keempat adalah
pengeluaraan dan pemusnahan tahap ini dilakukan setelah mendapat surat
penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri/Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan
surat pemusnahan dari atasan penyidik sudah sesuai prosedur, yang belum sesuai
prosedur adalah tempat penyimpanan barang bukti tersebut yang seharusnya
berada atau di simpan di RUPBASAN sesuai aturan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2)
KUHAP.
Dalam suatu proses peradilan pidana, barang bukti merupakan suatu hal
yang sangat penting karena dapat dijadkan sebagai bukti telah terjadinya
kejahatan, barang bukti memiliki peran penting untuk membuat terang suatu
tindak pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa. Untuk melindungi keutuhan
barang bukti maka perlu dilakukan suatu tindakan penyitaan, penyitaan
merupakan tindakan pengambilalihan atau merampas suatu barang yang dijadikan
alat atau hasil kejahatan dari seorang tersangka, pemegang atau penyimpanan
barang tersebut untuk disimpan dibawah penguasaan penyidik guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan. Penyidik Kepolisian Surakarta
memiliki wewenang untuk melakukan penyimpanan dan pengelolan barang bukti.
Pengelolaan barang bukti dilingkungan Polresta Surakarta ditempatkan di Satuan
Tahan dan Barang bukti (Sat Tahti).

14

Kendala yang dihadapi Satuan Tahanan dan Barang bukti yakni belum
adanya fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, sehingga banyak barang
bukti yang tidak bisa dikelola dengan baik dan hanya dibiarkan saja, kurangnya
dukungan pemerintah dan tidak adanya anggaran khusus bagi Sat Tahti untuk
melakukan pengelolaan barang bukti, jadi terkesan apa adanya saja, sosialisasi
tentang aturan pengelolaan barang bukti tidak berjalan secara maksimal.

Saran
Melakukan revisi peraturan atau Undang-undang terkait penyimpanan dan
pengelolaan benda sitaan atau barang bukti agar aturan untuk kewenangannya itu
lebih jelas. Benda sitaan sebagai barang bukti menurut pengelolaannya yang tidak
terpisahkan dengan proses itu sendiri, status barang bukti pada dasarnya tidak
berbeda dengan status seorang tersangka selama belum ada putusan yang
mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka benda sitaan masih merupakan
milik tersangka atau mereka yang sedang berperkara. Sehingga benda sitaan atau
barang bukti harus dilindungi baik terhadap kerusakan maupun terhadap
penggunaan tanpa hak.
Pihak kepolisian harus mempermudah prosedur pengurusan atau
pengembalian barang bukti yang seharusnya dikembalikan kepada pemiliknya,
agar tidak mengakibatkan merosotnya kepercayaan terhadap aparat penegak
hukum itu sendiri.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber daya manusia dari pihak
anggota Satuan Tahanan dan Barang bukti agar dapat menjalankan tugasnya
secara baik dan profesional.
Dalam Sarana atau fasilitas dan hal alat-alat yang menunjang untuk
melakukan perawatan dalam pengelolaan barang bukti diharapkan segera ada
sehingga dalam proses perawatannya dapat lebih mudah dan tidak cepat rusak.

15

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman, 1995, Metode Penelitian Skripsi ilmu hukum, Bandung:
Mandar maju
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana
(untuk mahasiwa dan praktisi), Bandung : Mandar Maju

Kansil, C.S.T, Drs, SH, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,
Jakarta: Balai Pustaka
Kuffal, HMA., 2007, Penerapan KUHAP dalam praktek hukum cet 9 , Malang:
UMM Press
Marpaung, Laden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan
Penyidikan), Jakarta: Sinar Grafika

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Rajawali Pers
Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana ,
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Surahman, Winarno 1989, Dasar dan teknik riset, Bandung: Tarsito

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Kepolisian No 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang
Bukti

Dokumen yang terkait

PROSES PELAKSANAAN GELAR PERKARA (Studi Urgensi Gelar Perkara dalam Kelancaran Penyelesaian Proses Pelaksanaan Gelar Perkara (Studi Urgensi Gelar Perkara Dalam Kelancaran Penyelesaian Perkara Pidana).

0 2 19

SKRIPSI Proses Pelaksanaan Gelar Perkara (Studi Urgensi Gelar Perkara Dalam Kelancaran Penyelesaian Perkara Pidana).

0 2 14

PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA Proses Pelaksanaan Penyitaan Barang Bukti Oleh Penyidik Kepolisian Pada Tindak Pidana Narkotika Di Polresta Surakarta.

0 3 18

PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA Proses Pelaksanaan Penyitaan Barang Bukti Oleh Penyidik Kepolisian Pada Tindak Pidana Narkotika Di Polresta Surakarta.

0 2 13

SKRIPSI ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Alat Bukti Petunjuk dalam Penyelesaian Perkara Pidana (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta).

0 3 13

SKRIPSI PROSES PENYITAAN BARANG BUKTI DALAM PERKARA PIDANA Proses Penyitaan Barang Bukti Dalam Perkara Pidana Pencurian Sepeda Motor.

0 1 11

PROSES PENYITAAN BARANG BUKTI DALAM PERKARA PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR Proses Penyitaan Barang Bukti Dalam Perkara Pidana Pencurian Sepeda Motor.

1 4 19

SKRIPSI Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana ( Studi Kasus di Polresta Surakarta ).

0 1 13

PENDAHULUAN Pelaksanaan Pengelolaan Barang Bukti Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana ( Studi Kasus di Polresta Surakarta ).

5 25 17

PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO).

0 0 11