Peningkatan Kesantunan Berbahasa Mahasiswa Asing dalam Pemahaman Lintas Budaya melalui Pemanfaatan ICT.

B. Sastra
Peningkatan Kesantunan Berbahasa Mahasiswa Asing dalam Pemahaman Lintas Budaya
melalui Pemanfaatan ICT
Kata kunci: politeness expression/ competence, civility, reinforcement, dan ICT
Tarjana, M. Sri Samiati; Laila, Malikatul
LPPM UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Guru Besar, 2012
Penelitian ini merupakan kajian lintas budaya dan kesantunan yang direalisasikan, baik lewat tuturan
(berbahasa) maupun perilaku dan pandangan mahasiswa asing dalam menjalin komunikasi secara lintas
budaya dengan komunitas Perguruan Tinggi (PT), dengan memanfaatkan Information and
Communication Technology (ICT). Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kajian lintas budaya, realisasi
kesantunan berbahasa akan dapat ditangkap dan dikaji setelah mahasiswa asing mengalami suatu
keterkejutan dalam melakukan komunikasi antar budaya. Hal itu sangat beralasan karena yang pertama
kali mereka hadapi adalah pembelajaran bahasa setempat (bahasa Indonesia) sebagai alat komunikasi
mereka terutama dengan komunitas kampus. Sehingga dalam kurun waktu tertentu mereka beradaptasi
untuk mempelajari bahasa masyarakat setempat, dan pada saat itu pula mahasiswa asing melanjutkan
tahapan ke pemahaman terhadap pola budaya baru yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dengan
demikian, untuk seterusnya ada upaya dari mahasiswa asing untuk mengubah sikap dan perilakunya
yang hal ini tercermin dalam representasi kesantunan berbahasa mereka, yang keseluruhannya ini
bertujuan agar mereka dapat berterima dalam masyarakat sekitar.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan dilakukan untuk jangka waktu dua tahun (multi years), yang
masing-masing tahap berlangsung selama 9 bulan, yaitu Februari- November 2012 untuk tahap I,

sedangkan Februari – Desember 2013 untuk tahap II; diselenggarakan di wilayah Surakarta dengan
sumber data mahasiswa asing yang sedang kuliah di wilayah Surakarta. Secara umum, penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai wujud dan perilaku kesantunan pada interaksi lintas
budaya pada mahasiswa asing dengan komunitas di wilayah Surakarta. Secara khusus, tujuan pada tahun
I adalah (1) mendeskripsikan wujud dan fungsi kesantunan berbahasa mahasiswa asing dalam
komunikasi lintas budaya dengan komunitas kampus, (2) menunjukkan kompetensi kesantunan
berbahasa mahasiswa asing dalam komunikasi lintas budaya dengan komunitas kampus, dan (3)
menjelaskan tanggapan komunitas kampus terhadap kesantunan berbahasa mahasiswa asing tersebut.
Hasil penelitian di tahun I ini secara umum menunjukkan bahwa meskipun mahasiswa asing masih
berada pada tahap pembelajaran bahasa Indonesia, mereka juga berusaha untuk berbahasa menurut
kesantunan budaya masyarakat Indonesia dan Jawa. Untuk lebih rincinya, dengan mengacu pada tujuan
di tahun I, hasilnya dapat dijabarkan pada uraian berikut. (1) Wujud dan fungsi kesantunan berbahasa
mahasiswa asing dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu: pengulangan, asosiasi kata, pelesapan kata,
pemakaian kosa kata asing, pemilihan kata (diksi), sapaan dan respon tertentu, dan pemakaian kalimat
tanya.
Pertama, kesantunan berbahasa yang ditunjukkan dengan wujud pengulangan kata, mengindikasikan
bahwa mahasiswa asing belum mengerti dengan jelas kata tersebut dan mereka merasa kurang enak
atau kurang sopan jika selalu bertanya kepada tutornya mengenai kata-kata yang tepat sesuai dengan
konteksnya. Oleh karena itu, dengan mengulang beberapa kata, mereka bertujuan untuk membuat
konfirmasi dan meminta pembetulan terhadap tuturan mereka. Proses reinforcement yang diberikan


oleh tutornya merupakan upaya peningkatan kesantunan berbahasa mereka. Kedua, kesantunan
berbahasa yang berwujud asosiasi kata seringkali berhubungan dengan proses pengulangan. Sewaktu
ada proses pengulangan dengan pembetulan (reinforcement) dari tutornya, mahasiswa asing yang
humoris seringkali memplesetkan kata dengan asosiasi kata lain yang bunyinya mirip. Misalnya, setelah
mendengar kata “gong” (salah satu alat musik tradisional Jawa), mahasiswa asing menghubungkannya
dengan kata yang mirip bunyinya “bagong” (salah satu pemain dalam wayang). Humor dengan asosiasi
kata-kata tertentu masih termasuk santun meskipun dilakukan dengan tutornya, sebab status dan umur
tutornya sederajat dengan mereka. Bagi tutornya, plesetan kata itu juga bisa dipakai untuk meningkatkan
kesantunan berbahasa mereka. Humor dengan asosiasi kata itu berfungsi untuk mengatur kondisi yang
rileks; hal ini didasarkan pada konvensi belajar bahasa dijadikan habit dan dalam kondisi yang lazim. Jadi
penciptaan kondisi rileks akan sangat membantu dalam penguasaan bahasa. Ketiga, pada wujud
pelesapan kata, seringkali di dalam tuturannya, mahasiswa asing melesapkan kata-kata tertentu.
Pelesapan itu selain dilakukan dengan tidak sengaja karena ketidaktahuan mereka untuk menggunakan
kata yang lebih sesuai, juga dilakukan dengan sengaja yang secara pragmatis memancing mitra tutur
untuk terlibat dalam tuturannya. Dalam melesapkan kata tertentu dalam tuturannya, mahasiswa asing
bermaksud mencari tahu kata yang lebih tepat sebagai strategi kesantunan berbahasa mereka. Jadi
„diam‟ juga mempunyai makna tertentu secara pragmatik yang menunjukkan cara pengungkapan
bahasa yang lebih sopan. Keempat, wujud kesantunan berbahasa mahasiswa asing adalah dengan
menggunakan kosakata asing. Jadi mereka melibatkan mitra tuturnya untuk membantu mencarikan

padanan kata yang sesuai dengan kosakata asing yang digunakannya. Memang dalam pembelajaran
bahasa asing, pemelajar memerlukan seorang interpreter yang pandai. Kelima, kesantunan berbahasa
juga diwujudkan dengan pilihan kata tertentu. Karena mahasiswa asing masih dalam tahap belajar
bahasa Indonesia yang sekaligus budayanya, tidak menutup kemungkinan mereka sering mengalami
kesulitan dalam hal pemilihan kata yang sesuai untuk menggambarkan suasana tertentu. Keenam, wujud
kesantunan berbahasa mahasiswa asing adalah lewat sapaan dan respon tertentu. Mahasiswa asing
sudah bisa membedakan sapaan untuk orang yang lebih tua dan perlu dihormati dan sapaan untuk
orang yang berumur sederajat. Kepada dosennya yang lebih tua dia pakai sapaan “ibu”, sedangkan untuk
menyapa tutornya yang masih muda, umurnya sederajat, apalagi statusnya juga sama-sama mahasiswa,
dia pakai sapaan “kamu”. Dalam menggunakan sapaan itu, mahasiswa asing bermaksud untuk
menghormati yang lebih tua, dan kepada yang sederajat bahkan dia menunjukkan keinginannya untuk
bercanda. Yang terakhir, kesantunan berbahasa juga diwujudkan dengan pemakaian kalimat tanya atau
kalimat gramatikal yang panjang.
(2) Kompetensi kesantunan berbahasa mahasiswa asing pada dasarnya dipengaruhi oleh kompetensi
budaya yang melatari mereka, dan kompetensi itu dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (a)
keterkejutan ketika melakukan komunikasi antar budaya, (b) pemahaman terhadap pola budaya baru
yang berlaku dalam masyarakat, (c) usaha mengubah sikap dan perilakunya agar berterima dalam
masyarakat sekitar, (d) melaksanakan kegiatan personal dalam sosial di luar kelas, dan (e) merasa aman
dan nyaman ketika melakukan berbagai kegiatan di dalam/luar kelas dengan santun. Kompetensi
kesantunan berbahasa mahasiswa asing tercermin dalam pemeliharaan prinsip kerjasama dengan mitra

tuturnya.
(3) Respon komunitas kampus terhadap kesantunan berbahasa mahasiswa asing seringkali mengacu
pada tahapan awal mahasiswa asing yakni sewaktu mengalami keterkejutan budaya. Padahal, untuk
permasalahan kesantunan berbahasa, mestinya komunitas kampus mengarah pada tahapan berikutnya
yakni setelah mahasiswa asing sudah mengenal, memahami dan sudah bisa menjalankan komunikasi
dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar. Pada umumnya kesantunan dalam budaya Jawa
dibedakan atas kesantunan verbal, verbal dan non-verbal, serta kesantunan non-verbal. Sementara itu,

mahasiswa asing, khususnya yang berasal dari wilayah di luar Asia Tenggara, pada umunya mengalami
banyak kendala dalam penerapan kesantunan, dan memerlukan waktu lebih lama dalam mempelajari
kesantunan tersebut. Pada pihak lain, mahasiswa asing yang berasal dari wilayah Asia Tenggara tidak
mempunyai banyak kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kesantunan dalam
bahasa daerah di Surakarta. Hal itu disebabkan oleh kedekatan budaya mahasiswa dengan budaya
setempat. Mereka telah mengikuti penataran atau membaca referensi tentang bahasa dan budaya
Indonesia sebelumnya, meskipun ini dilakukan secara terbatas, dan mereka telah bergaul dengan
mahasiswa dari Indonesia sebelumnya. Dalam konteks ini komunitas kampus menandai bahwa secara
umum mahasiswa asing mempunyai perilaku baik dan santun dalam berkomunikasi, baik dengan guru/
tutornya, antar mahasiswa, maupun dengan staf ketatausahaan; meskipun, dalam penyampaian
bahasanya ada sedikit kekakuan nada atau pilihan kata yang sedikit rancu. Kerancuan itu disebabkan
oleh kurangbanyaknya kosakata yang dihafal atau pun yang belum dimengerti. Luaran penelitian pada

tahap I adalah artikel dalam terbitan publikasi terakreditasi/ nasional atau internasional yang berkisar
tentang deskripsi mendalam dan komprehensif tentang wujud dan fungsi kesantunan berbahasa pada
interaksi lintas budaya.
Rencana penelitian tahap II adalah (1) menjelaskan alasan-alasan pilihan utama (preference) pemakaian
ungkapan kesantunan dalam pemahaman lintas budaya pihak mahasiswa manca negara dan komunitas
PT, (2) menjelaskan tingkat kesantunan berbahasa dalam pemahaman lintas budaya mahasiswa dari
manca negara dengan komunitas PT dengan pemanfaatan ICT, dan (3) menyusun kategori kesantunan
(civility) berbahasa dalam perspektif sosial. Adapun luaran penelitian tahap II adalah panduan mengenai
preferensi kesantunan berbahasa (Civility) secara sosial dan perbandingan kesantunan berbahasa lintas
budaya yang dapat dikembangkan sebagai materi ajar.