PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN PADA INDUK SAPI BALI TERHADAP UKURAN DIMENSI PANJANG PEDET.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN PADA

INDUK SAPI BALI TERHADAP UKURAN DIMENSI

PANJANG PEDET

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh :

HARRY YOGA NUGRAHA

NIM. 0909005028

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN PADA

INDUK SAPI BALI TERHADAP UKURAN DIMENSI

PANJANG PEDET

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

HARRY YOGA NUGRAHA

0909005028

Menyetujui/Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. I Putu Sampurna, M.S Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si

NIP. 19580503 198403 1 002 NIP. 19590713 198702 1 001

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P

NIP. 19600305 198703 1 001


(3)

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Ditetapkan di Denpasar, Maret 2015

Panitia Penguji

Dr. Ir. I Putu Sampurna, M.S

Ketua

Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si

Sekretaris Anggota

Dr. drh. Ni Luh Eka Setiasih, M.Si Drh. Tjokorda Sari Nindhia, MP


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Harry Yoga Nugraha, dilahirkan di Denpasar pada Tanggal 20 September 1991, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Drs. I Putu Mertha dan Dewa Ayu Nyoman Suindratini, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di SDN 31 Pemecutan Denpasar (1997), kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 10 Denpasar (2003) dan SMA Negeri 8 Denpasar (2006). Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) tahap I. Penulis juga aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan di tingkat Fakultas selama perkuliahan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan penulis melaksanakan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Pada Induk Sapi Bali Terhadap Ukuran Dimensi Panjang Pedet”.


(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Pada Induk Sapi Bali Terhadap

Ukuran Dimensi Panjang Pedet”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih Kemendiknas c.q Hibah Penelitian Kompetitif Nasional MP3EI Tahap III dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

2. Bapak Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si selaku pembimbing akademik yang dengan sabar membimbing selama mengikuti masa perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ir. I Putu Sampurna, M.S selaku pembimbing I dan Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si selaku pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, nasehat dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu penguji Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si, Dr. drh. Ni Luh Eka Setiasih, M.Si dan drh. Tjokorda Sari Nindhia, MP.


(6)

5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu perkuliahan dan dorongan yang sangat berguna dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu pegawai terutama dalam membantu pengurusan administrasi yang sebagai kelengkapan syarat penyusunan skripsi ini.

7. Pusat Pembibitan Sapi Bali di Desa Sobangan yang telah memberikan fasilitas untuk melaksanakan penelitian ini.

8. Bapak (I Putu Mertha), Ibu (Dewa Ayu Nyoman Suindratini) dan kakak, adik tersayang, sebagai penyemangat dan yang telah memberikan doa, dukungan moral, nasehat serta materi demi terselesaikannya skripsi ini. 9. Windhu Mahardika, Yoga Windhu, Alik Sancaya, Zuraidatul, Ayu yang

menjadi rekan sepenelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis tetap berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 2015


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Sapi Bali ... 4

2.2Pedet Sapi Bali ... 7

2.3Pertumbuhan Ternak ... 9

2.3.1Pertumbuhan Prenatalis ... 9

2.3.2Pertumbuhan Posnatalis ... 11

2.4Pakan Ternak Sapi ... 12

2.5 Kerangka Konsep ... 13


(8)

BAB III MATERI DAN METODE ... 15

3.1Objek Penelitian ... 15

3.2Ransum ... 15

3.3Peralatan yang Digunakan ... 16

3.4Rancangan Penelitian ... 17

3.5Variabel Penelitian ... 17

3.6Pengumpulan Data ... 17

3.7Prosedur Penelitian ... 18

3.8Analisis Data ... 19

3.9Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Hasil ... 20

4.2 Pembahasan ... 21

4.3 Pengujian Hipotesis ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Ransum Kandungan Nutrisi Pakan ... 15

Tabel 3.2 Ransum Pakan Kontrol ... 16

Tabel 3.3 Ransum Pakan Tambahan ... 16


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sapi Bali Jantan dan Betina ... 5

Gambar 2.2 Pedet Sapi Bali ... 8

Gambar 3.1 Meteran (Bravo Veterinary Equipment) ... 17

Gambar 3.2 Cara Pengukuran Panjang Pada Pedet Sapi Bali ... 18


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai sarana upacara keagamaan. Sapi bali sangat diminati untuk dipelihara oleh masyarakat karena memiliki keunggulan yang cocok dengan kondisi lahan maupun pola peternakan yang ada di Indonesia. Ada berbagai jenis sapi di Indonesia seperti sapi bali, sapi madura, sapi peranakan ongole, sapi brahman, dan sapi limousin.

Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi calon peternak dan pengusaha sapi potong untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani, yaitu berupa daging yang bernilai ekonomi.

Sapi potong merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis tinggi dan ditemukan hampir di semua negara, termasuk Indonesia. Ada tiga bangsa ternak sapi potong yang merupakan sapi potong asli Indonesia yaitu sapi madura, sapi aceh, dan sapi bali. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng


(12)

Bos-2 bibos banteng dan memiliki potensi yang besar untuk mensuplai kebutuhan protein hewani (Hardjosubroto, 1994).

Usaha pembibitan sapi secara efisien dan menguntungkan sangat ditentukan oleh pemilihan bibit atau induk, sistem perkawinan dan manajemen pakan. Ukuran tubuh saat lahir dipengaruhi oleh ukuran tubuh induknya. Perbandingan dimensi panjang pedet dengan induknya yaitu panjang telinga 57,6 %, panjang leher 45,5 %, panjang kepala 44,9%, panjang ekor 44 %, dan perbandingan panjang tubuh 43,8 % (Saptayanti, 2013). Faktor yang juga sangat mempengaruhi pertumbuhan sapi bali yaitu faktor pakan, terutama kualitas dan kuantitas pakan. Namun, perlu disadari bahwa pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat ini tidak akan dapat mengubah sifat genetik sapi (Batan, 2002).

Pertumbuhan sebelum lahir (prenatal) terjadi saat embrio. Embrio juga mengalami perkembangan sel menjadi lebih besar sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak (Field dan Taylor, 2002 dalam Muhibbah, 2007). Pemberian pakan berkualitas baik selama akhir masa kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir 5 – 8% dari bobot induk (Nggobe et al., 1994). Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung zat makanan yang memadai kualitas dan kuantitasnya, seperti energi, protein, lemak, mineral dan juga vitamin, yang semuanya dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang. Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian pakan tambahan pada induk sapi bali terhadap ukuran dimensi panjang pedet. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada peternak tentang manfaat


(13)

3 dan pemberian pakan pada induk sapi dan bagaimana perkembangan dimensi panjang pedet didalam kandungan setelah diberikan pakan tambahan (feed supplement).

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pemberian pakan tambahan pada induk sapi bali 3 bulan sebelum melahirkan terhadap dimensi panjang pedet yang dilahirkan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan pada induk sapi bali terhadap ukuran dimensi panjang pedet.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh pemberian pakan tambahan pada induk sapi bali terhadap ukuran dimensi panjang pedet untuk dapat menghasilkan bibit yang unggul berdasarkan panjang tubuhnya, sehingga tujuan untuk meningkatkan produktivitas sapi dapat lebih efektif dan efisien.


(14)

(15)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Bali

Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos Banteng). Sapi bali memiliki banyak keunggulan dibandingkan sapi lainnya yaitu memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi, misalnya dapat bertahan hidup dalam cuaca yang kurang baik, dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas yang rendah dan tahan terhadap parasit external maupun internal (Handiwirawan, 2004).

Payne dan Rollinson (1973) menyatakan bahwa bangsa sapi bali diduga berasal dari pulau bali, karena pulau ini merupakan pusat penyebaran/distribusi sapi untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali dan tampaknya telah didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Sapi bali merupakan sapi lokal yang sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia, sapi bali telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan di wilayah Indonesia (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).


(16)

5 Menurut Yupardhi (2013) secara umum, ciri-ciri fisik sapi bali antara lain warna rambut kuning kemerah-merahan atau merah bata (pendek, halus, dan licin) sejak lahir, mempunyai garis hitam memanjang di sepanjang punggung sampai ke pangkal ekor, kaki di bawah lutut, dan pantat berwarna putih (disebut cermin/mirror), warna bulu telinga putih, bulu ekor hitam, moncong ke hitam-hitaman, dan tidak berpunuk.

Ciri khas sapi bali adalah postur tubuh kecil, memiliki garis hitam pada punggung yang sering disebut garis belut (sangat jelas pada pedet), rambut berwarna coklat kekuningan (merah bata), pada jantan dewasa rambut akan berubah menjadi coklat kehitaman, berwarna putih pada bagian tepi daun telinga bagian dalam, kaki bagian bawah, bagian belakang pelvis dan bibir bawah (Feati, 2011). Ukuran tubuh sedang, dada dalam, tidak berpunuk dan kaki-kaki ramping. Kulit berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan rambut ujung ekor berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantat dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (Soeparno, 1992).


(17)

6 Peternak menyukai sapi bali karena beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan (Feati, 2011). Sapi bali dapat beradaptasi pada lingkungan dengan pakan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan sapi bali diminati oleh peternak yang memiliki lahan dengan kualitas pakan yang rendah dan pada lahan yang subur.

Sapi bali biasanya dipelihara secara individual dengan cara-cara tradisional sehingga menyebabkan perkembangannya agak lambat. Namun, disisi lain teknologi pakan untuk ternak (sapi) telah tersedia dan perlu diterapkan oleh peternak secara lanjut sehingga ternak yang dihasilkan oleh peternak meningkat kualitas dan produktivitasnya. Oleh karena itu, peternak harus berusaha memberi pakan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan sapi. Ransum sapi yang memenuhi syarat ialah ransum yang mengandung : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat.

Pakan adalah semua bahan makanan yang dapat diberikan kepada ternak dan tidak mengganggu kesehatan ternak. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting dan menyusui). Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi ternak tersebut. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga mudah terserang penyakit (Manurung, 2008).


(18)

7 Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi bali masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi bali sehingga untuk mengatasinya sapi dapat diberikan pakan tambahan. Oleh karena itu pemberian pakan tambahan yang baik pada induk sapi bali akan sangat berpengaruh terhadap pedetnya.

2.2. Pedet Sapi Bali

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga umur 8 bulan. Perawatan terhadap pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuh karena cairan yang menutupi hidung akan mengganggu pernafasan anak sapi. Selanjutnya pedet dimasukan kedalam kandang anak yang sudah diberi alas jerami padi/kain kering yang tidak menimbulkan becek/basah. Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar (Purwanto dan Muslih, 2006).

Pedet yang baru lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa. Selama 3 sampai 4 hari setelah pedet lahir harus mendapatkan kolostrum dari induknya, karena pedet belum mempunyai antibodi untuk resistensi terhadap penyakit. Setelah dipisahkan dari induk sapi barulah pedet mengkonsumsi suplemen makanan sedikit demi sedikit sehingga pertumbuhannya optimal (Sanuri, 2010).


(19)

8 Pedet Sapi bali secara fisik mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri fisik yang sama seperti induknya yaitu rambut berwarna merah bata, kaki di bawah persendian berwarna putih, pada bagian pantat kulit berwarna putih, bentuk badan memanjang, badan padat dengan dada yang dalam, tidak berpunuk, kaki ramping, pada tengah-tengah (median) punggung selalu ditemukan rambut hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor, cermin hidung, kuku, dan bulu ujung ekor berwarna hitam.

Gambar 2.2. Pedet sapi bali

Genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak per kelahiran, umur induk, jenis kelamin anak, dan umur sapih merupakan beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih. Kurva pertumbuhan dapat dilihat dengan memproyeksikan ukuran tubuh selama waktu tertentu. Hormon androgen pada hewan jantan dapat merangsang pertumbuhan sehingga hewan jantan lebih besar daripada hewan betina (Kay dan Housseman, 1987). Ukuran dimensi panjang tubuh pedet baru lahir dipengaruhi oleh ukuran tubuh induknya (Saptayanti, 2013).


(20)

9

2.3. Pertumbuhan Ternak

2.3.1 Pertumbuhan Prenatalis

Pertumbuhan prenatalis pada sapi dimulai sejak terjadinya konsepsi yakni saat pertemuan sel telur betina dengan sel jantan, bersatunya sel jantan dan sel telur tadi mengasilkan calon individu baru di dalam kandungan yang disebut embrio atau foetus. Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan sangat lambat, sedangkan pada akhir kebuntingan pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Foetus, hampir 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung 1/3 dari seluruh waktu yang digunakan dalam kandungan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Periode kebuntingan dapat dibagi secara kasar dalam tiga bagian, berdasarkan ukuran individu dan pekembangan jarigan dan organ. Ketiga periode itu adalah ovum, embrio dan foetus. Periode ovum atau blastula berlangsung 10 – 12 hari, selang waktu pembuahan yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan membrane zygote dalam uterus. Periode embrio/foetus atau organogenesis berlangsung 12 – 45 hari masa kebuntingan. (Barnes, Waikel Villee. 1984).

Pertumbuhan sebelum lahir (prenatal) terjadi saat embrio, meliputi pembelahan sel dan pertambahan jumlah sel tubuh serta terjadi perubahan fungsi sel menjadi sistem-sistem organ tubuh. Embrio juga mengalami perkembangan sel menjadi lebih besar sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak (Field dan Taylor, 2002 dalam Muhibbah, 2007).


(21)

10 Hafez (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan prenatal dipengaruhi oleh hereditas, paritas, nutrisi induk, perkembangan embrio dan endometrium sebelum implantasi serta ukuran tubuh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akhir masa kebuntingan terjadi pertumbuhan foetus yang cepat dan mencapai puncak pada dua bulan akhir kebuntingan. Pemberian pakan berkualitas baik selama akhir masa kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir 5 – 8% dari bobot induk (Nggobe et al., 1994).

Pada masa akhir kebuntingan anak ternak yang normal telah berkembang sedemikian rupa sehingga ia sanggup hidup di lingkungan cairan dan saluran pencernaan serta saluran pernafasannya siap untuk mulai fungsi dan tanggung jawabnya. Selama minggu- minggu pertama kehidupan di luar uterus terjadi suatu penyesuaian fisiologik anak ternak yang memerlukan perhatian khusus dari peternak untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhan optimum dari ternak yang baru lahir. (Toelihere, R. Mozes. 1985).

Pemberian ransum dengan kualitas baik pada saat induk bunting tua dapat berpengaruh terhadap peningkatan bobot lahir, dan akan terjadi sebaliknya apabila kekurangan, bobot lahir pedet rendah, kondisi lemah dan tingkat kematian tinggi. Menurut Anggorodi (1994) dalam Utomo et al (2006), bahwa pakan dengan kandungan protein yang cukup dapat berfungsi memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme untuk energi dan merupakan penyusun hormon. Salah satu akibat dari pertumbuhan tulang adalah memanjangnya panjang badan.


(22)

11

2.3.2 Pertumbuhan Posnatalis

Salisbury dan Van Demark (1985) dalam Nia (2008) menjelaskan bahwa dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi yang normal telah berkembang sedemikan rupa, sehingga dapat hidup di luar tubuh induk. Pada saat itu, alat pencernaan maupun pernapasannya telah siap berfungsi sebagaimana mestinya. selama minggu-minggu pertama sesudah kelahiran sangat dibutuhkan penyesuaian fungsi faali anak sapi tersebut yang membutuhkan perhatian peternak, sehingga anak yang lahir dapat hidup dan tumbuh sempurna.

Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga belum mampu untuk mencerna pakan padat, rumput, atau sumber serat lainnya. Oleh karena itu, pemberian pakan padat dan hijauan (pakan sumber serat) pada pedet dilakukan secara bertahap. Saat pedet baru dilahirkan, pakan pertama yang harus diberikan adalah kolostrum karena pedet hanya mampu memanfaatkan nutrien susu, kemudian meningkat dengan pemberian susu induk atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput (Hadziq, 2011).

Pada saat lahir, perut depan pedet belum berkembang seperti pada ruminansia dewasa. Bobot abomasum pedet sekitar setengah berat perut total. Setelah lahir, rumen, retikulum, dan omasum akan terus berkembang hingga berfungsi baik. Pedet memulai tahap transisi pada umur 5 minggu dan berakhir umur 12 minggu. Pada tahap ini, pola metabolisme karbohidrat berubah. Penggunaan glukosa secara langsung yang diserap dari usus halus sebagai hasil hidrolisis laktosa mulai hilang dan proses glukoneogenesis asam propionat mulai muncul (Arora, 1989).


(23)

12

2.4. Pakan Ternak Sapi

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998). Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting dan menyusui). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi.

Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Pemberian pakan ternak berkualitas sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha ternak sapi tersebut. Sekalipun bibit sapi berasal dari bibit unggul serta memiliki sifat genetis unggul, tetapi jika tidak diimbangi dengan pemberian pakan berkualitas maupun secara tepat, maka berbagai kelebihan tidak akan memberikan nilai tambah secara signifikan. Pemberian pakan ternak secara tepat dan berkualitas dapat meningkatkan potensi keunggulan genetis sapi peliharaan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ternak sesuai target.


(24)

13

2.5. Kerangka Konsep

Pertumbuhan tubuh ternak mempunyai arti yang sangat penting dalam proses produksi. Kualitas produksi daging sapi bali tergantung pada pertumbuhannya karena produksi yang tinggi dapat dicapai dengan pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap mahluk hidup dan dapat dimanifestasikan sebagai tambahan berat organ atau jaringan tubuh seperti otot, tulang dan lemak, urutan pertumbuhan jaringan tubuh dimulai dari jeringan saraf, kemudian tulang, otot dan terakhir lemak (Lawrence, 1980). Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan hewan antara lain spesies, jenis kelamin, umur dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Titus, 1955).

Pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar, dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum, dan mendapat tempat perlindungan yang layak (Swatland, 1984).

Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan sangat lambat, sedangkan pada akhir kebuntingan pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Foetus, hampir 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung 1/3 dari seluruh waktu yang digunakan dalam kandungan (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Periode embrio/foetus atau organogenesis berlangsung 12 – 45 hari masa kebuntingan. (Barnes, WV. 1984).

Pemberian pakan tambahan dengan kualitas baik pada induk sapi akan sangat berpengaruh terhadap dimensi tubuh pedet salah satunya pada ukuran dimensi panjang pedet. Dimensi panjang merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator produktivitas ternak karena dengan melihat


(25)

14 dimensi panjang kita dapat melihat keberhasilan suatu manajemen pemeliharaan. Dimensi panjang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal yaitu faktor genetik dan sekeresi hormon dan faktor eksternal adalah lingkungan dan pakan.

Ukuran dimensi panjang tubuh pedet dipengaruhi oleh dimensi panjang induknya, panjang kepala, telinga, leher, tubuh, ekor (Saptayanti, 2013).

2.6. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

Terdapat perbedaan dimensi panjang antara pedet yang induknya diberikan pakan tambahan dengan yang tidak berikan pakan tambahan.


(26)

(1)

Hafez (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan prenatal dipengaruhi oleh hereditas, paritas, nutrisi induk, perkembangan embrio dan endometrium sebelum implantasi serta ukuran tubuh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akhir masa kebuntingan terjadi pertumbuhan foetus yang cepat dan mencapai puncak pada dua bulan akhir kebuntingan. Pemberian pakan berkualitas baik selama akhir masa kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir 5 – 8% dari bobot induk (Nggobe et al., 1994).

Pada masa akhir kebuntingan anak ternak yang normal telah berkembang sedemikian rupa sehingga ia sanggup hidup di lingkungan cairan dan saluran pencernaan serta saluran pernafasannya siap untuk mulai fungsi dan tanggung jawabnya. Selama minggu- minggu pertama kehidupan di luar uterus terjadi suatu penyesuaian fisiologik anak ternak yang memerlukan perhatian khusus dari peternak untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhan optimum dari ternak yang baru lahir. (Toelihere, R. Mozes. 1985).

Pemberian ransum dengan kualitas baik pada saat induk bunting tua dapat berpengaruh terhadap peningkatan bobot lahir, dan akan terjadi sebaliknya apabila kekurangan, bobot lahir pedet rendah, kondisi lemah dan tingkat kematian tinggi. Menurut Anggorodi (1994) dalam Utomo et al (2006), bahwa pakan dengan kandungan protein yang cukup dapat berfungsi memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme untuk energi dan merupakan penyusun hormon. Salah satu akibat dari pertumbuhan tulang adalah memanjangnya panjang badan.


(2)

2.3.2 Pertumbuhan Posnatalis

Salisbury dan Van Demark (1985) dalam Nia (2008) menjelaskan bahwa dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi yang normal telah berkembang sedemikan rupa, sehingga dapat hidup di luar tubuh induk. Pada saat itu, alat pencernaan maupun pernapasannya telah siap berfungsi sebagaimana mestinya. selama minggu-minggu pertama sesudah kelahiran sangat dibutuhkan penyesuaian fungsi faali anak sapi tersebut yang membutuhkan perhatian peternak, sehingga anak yang lahir dapat hidup dan tumbuh sempurna.

Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga belum mampu untuk mencerna pakan padat, rumput, atau sumber serat lainnya. Oleh karena itu, pemberian pakan padat dan hijauan (pakan sumber serat) pada pedet dilakukan secara bertahap. Saat pedet baru dilahirkan, pakan pertama yang harus diberikan adalah kolostrum karena pedet hanya mampu memanfaatkan nutrien susu, kemudian meningkat dengan pemberian susu induk atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput (Hadziq, 2011).

Pada saat lahir, perut depan pedet belum berkembang seperti pada ruminansia dewasa. Bobot abomasum pedet sekitar setengah berat perut total. Setelah lahir, rumen, retikulum, dan omasum akan terus berkembang hingga berfungsi baik. Pedet memulai tahap transisi pada umur 5 minggu dan berakhir umur 12 minggu. Pada tahap ini, pola metabolisme karbohidrat berubah. Penggunaan glukosa secara langsung yang diserap dari usus halus sebagai hasil hidrolisis laktosa mulai hilang dan proses glukoneogenesis asam propionat mulai muncul (Arora, 1989).


(3)

2.4. Pakan Ternak Sapi

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998). Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting dan menyusui). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi.

Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Pemberian pakan ternak berkualitas sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha ternak sapi tersebut. Sekalipun bibit sapi berasal dari bibit unggul serta memiliki sifat genetis unggul, tetapi jika tidak diimbangi dengan pemberian pakan berkualitas maupun secara tepat, maka berbagai kelebihan tidak akan memberikan nilai tambah secara signifikan. Pemberian pakan ternak secara tepat dan berkualitas dapat meningkatkan potensi keunggulan genetis sapi peliharaan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ternak sesuai target.


(4)

2.5. Kerangka Konsep

Pertumbuhan tubuh ternak mempunyai arti yang sangat penting dalam proses produksi. Kualitas produksi daging sapi bali tergantung pada pertumbuhannya karena produksi yang tinggi dapat dicapai dengan pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap mahluk hidup dan dapat dimanifestasikan sebagai tambahan berat organ atau jaringan tubuh seperti otot, tulang dan lemak, urutan pertumbuhan jaringan tubuh dimulai dari jeringan saraf, kemudian tulang, otot dan terakhir lemak (Lawrence, 1980). Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan hewan antara lain spesies, jenis kelamin, umur dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Titus, 1955).

Pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar, dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum, dan mendapat tempat perlindungan yang layak (Swatland, 1984).

Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan sangat lambat, sedangkan pada akhir kebuntingan pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Foetus, hampir 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung 1/3 dari seluruh waktu yang digunakan dalam kandungan (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Periode embrio/foetus atau organogenesis berlangsung 12 – 45 hari masa kebuntingan. (Barnes, WV. 1984).

Pemberian pakan tambahan dengan kualitas baik pada induk sapi akan sangat berpengaruh terhadap dimensi tubuh pedet salah satunya pada ukuran dimensi panjang pedet. Dimensi panjang merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator produktivitas ternak karena dengan melihat


(5)

dimensi panjang kita dapat melihat keberhasilan suatu manajemen pemeliharaan. Dimensi panjang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal yaitu faktor genetik dan sekeresi hormon dan faktor eksternal adalah lingkungan dan pakan.

Ukuran dimensi panjang tubuh pedet dipengaruhi oleh dimensi panjang induknya, panjang kepala, telinga, leher, tubuh, ekor (Saptayanti, 2013).

2.6. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

Terdapat perbedaan dimensi panjang antara pedet yang induknya diberikan pakan tambahan dengan yang tidak berikan pakan tambahan.


(6)