INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI : Studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung.

(1)

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA

ANAK USIA DINI

(Studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pendidikan Umum

Oleh: Eman Suparman

NIM: 0807962

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

==========================================================

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA

ANAK USIA DINI

(Studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung)

Oleh Eman Suparman Drs. IKIP Bandung, 1984 MM. UNWIM Bandung, 2005

Sebuah disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI Bandung

© Eman Suparman 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

i ABSTRAK

Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini, yang dilakukan di TK Salman Al Farisi Bandung, dan melibatkan key informan kepala sekolah, pengurus komite sekolah dan guru. Masalah pokok penelitian adalah belum optimalnya pendidikan nilai-nilai kecerdasan moral yang diberikan kepada anak. Teori yang digunakan sebagai landasan pendirian peneliti adalah teori Borba yang merumuskan kecerdasan moral dalam tujuh kebajikan yaitu: empathy, conscience, self control, respect, kindness, tolerance dan fairness. Pertanyaan penelitian dirinci sebagai berikut: (1) Bagaimana internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini?, (2) Bagaimana menerapkan kecerdasan moral pada anak usia dini?, (3) Bagaimana pelaksanaan pendidikan anak usia dini?, dan (4) Bagaimana validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan data tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini melalui wawancara dan observasi. Studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder tentang tugas pokok kepemimpinan sekolah dan pengelolaan sekolah. Data dianalisis menggunakan model McMillan Schumacher (2001:466), melalui tahapan invensi, temuan, penafsiran, dan eksplanasi. Hasil analisis data adalah sebagai berikut: (1) Internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini, mengajarkan anak cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu yang dilandasi nilai-nilai agama yang mengacu kepada keimanan kepada Allah, (2) Kecerdasan moral anak usia dini merupakan kemampuan anak untuk memahami benar, salah dan pendirian yang kuat untuk merasakan, berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral yang didasarkan atas ketaatan akan aturan dengan pemberian reward dan punishment, yang meliputi tujuh kebajikan moral utama yaitu: (a) empati, (b) nurani, (c) kontrol diri, (d) respek, (e) baik hati, (f) toleran, dan (g) adil, (3) Pelaksanaan pendidikan anak usia dini di lingkungan Salman Al Farisi mengembangkan program-program kekhalifahan yang disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. (4) validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini di lingkungan TK Salman Al Farisi melalui kerjasama antar sekolah dengan mendatangkan pakar-pakar pendidikan yang ahli di bidangnya dan biro psikologi anak, sehingga dalam penerapannya sudah mendapatkan validitas program dari internalisasi nilai.


(5)

ABSTRACT

This dissertation presents the results of research on the internalization of moral intelligence in pre-school children at Salman Al Farisi kindergarten, Bandung, and involves the principal, school committee members, and teachers as key sources persons. The research problem was related to ineffective moral values education provided for the children. The research refers to Borba’s theory that classifies moral intelligence into seven virtues: empathy, conscience, self control, respect, kindness, tolerance, and fairness. The researches question are as follows: (1) How to internalize moral values in pre-school children?, (2) How to develop moral intelligence in pre-school children?, (3) How is early childhood education managed?, and (4) How is the program of moral intelligence valuesinternalization validated? To answer the questions, data on the internalization of moral intelligence values in pre-school children were gathered through interview and classroom observation. A documentary study was conducted to collect data on major duties of school management and principal. Data were analyzed by adopting a model developed by McMillan Schumacher (2001:466) through invention, searching, interpretation, and explanation stages. Data analysis resulted in the following findings: (1) The internalization of moral values in pre-school children teacher them how to behave and certain ultimate goals based on religious values that refer to faith in One Supreme God, (2) Moral intelligence of pre-school children is an ability to understand right and wrong things, and strong position to feel, think and behave in line with moral value on the basic of compliance with reward and punishment rules, consisting of the seven major moral virtues: (a) empathy, (b) conscience, (c) self-control, (d) respect, (e) kindness, (f) tolerant, and (g) fairness, (3) the provision of early childhood education at Salman Al Farisi Kindergarten develops caliph programs adjusted to the characteristics of early childhood learners. And (4) the program of moral intelligence values internalization at Salman Al Farisi Kindergarten was validated through a cooperation between the kindergarten, educational expert and child psychologists. Hence, the program implementation has been validated.


(6)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

i

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Segala puja dan puji hanya untuk Allah, yang telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lainya. Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya dengan dibekali segenap potensi untuk menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil), yang bermanfaat bagi diri dan bangsanya, mampu bersaing secara sehat dengan dengan bangsa lain, serta selalu siap dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya.

Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan globalisasi dan tuntutan kompetensi abad 21.Kunci utama dalam menghadapi tantangan tersebut terletak pada kualitas sumberdaya manusia. Hanya sumber daya manusia yang sehat, cakap, berilmu, handal, berdaya saing dan berkarakter, yang akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menjawab tantangan baru di abad ini. Semua tantngan ini harus dilalui dan dipersiapkan dengan serius. Tanggung jawab dalam mempersiapkan dan menghadapi semua ini terletak pada sektor pendidikan. Akan tetapi pendidikan nasional kita sampai saat ini belum mampu melahirkan sumberdaya manusia sesuai harapan dan cita-cita bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003. Hal ini diperparah lagi dengan permasalahan rendahnya moral dan karakter bangsa, yang ditandai dengan maraknya korupsi kolusi, dan nepotisme, suburnya perilaku merusak diri, kekerasan, dan tawuran.

Menurut pengamatan penulis, permasalahan tersebut pendidikan nasional saat ini, belum sepenuhnya mengacu pada tujuan pendidikan nasional, yakni melahirkan manusia Indonesia utuh, karena dalam praktiknya belum secara utuh mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Saat ini pendidikan kita masih memperaktekan pola pendidikan abad 19, yang yaitu reduksionis, berpikir linier dan kental dengan positivisme, sehingga sulit bagi peserta didik untuk menemukan relevansi makna dan nilai antara sekolah dan kehidupan nyata. Pendidikan kita kurang bermakna dan belum secara utuh mengembangkan seluruh


(7)

potensi yang dimiliki peserta didik, karena cenderung menitikberatkan pada potensi akademik.

Segenap potensi manusia yang telah dinugrahkan Sang Pencipta harus dibina dan dikembangkan secara utuh dan seimbang dalam setiap aspeknya dalam proses pendidikan yang humanis, agamis dan menyenangkan sehingga peserta didik mampu menemukan jatidiri dan tujuan hidupnya melalui pengalaman dalam interaksi yang berkualitas di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat agar menjadi manusia holistik (utuh) bermoral dan berkarakter unggul. Manusia seperti ini yang menjadi harapan dan cita-cita kemerdekaan.

Laporan penelitian ini menyajikan kepada semua pembaca mengenai sebuah pemikiran tentang pembentukan manusia yang utuh (holistik) bermoral dan berkarakter dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, yang dicita-citakan bangsa ini dalam tujuan pendidikan nasional melalui suatu upaya pendidikan yang humanis, penuh makna, utuh dan seimbang dalam mengembangakan segenap potensi peserta didik yang meliputi aspek fisik, sosial, emosional, kreatifitas, intelektual dan spritual dalam lembaga pendidikan yang utuh dan kebijakan pendidikan yang utuh pula.

Penulis menyadari, tulisan ini hanyalah sebutir pasir ditengah sebuah gurun yang terhampar luas, dan tentunya masih banyak kekurangan, sebagai gambaran dari keterbatasan peneliti. Maka dari itu untuk mengatasi segala kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini, peneliti mengharapkan adanya masukan, kritikan dan saran yang membangun dari siapapun yang membacanya. Atas kebaikan dan segala bantuan semua pihak, peneliti haturkan terima kasih. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, amiin .

Bandung, Januari 2014

Eman Suparman NIM: 0807962


(8)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan desertasi ini tidak serta merta terwujud tanpa kesulitan dan hambatan, baik hambatan akademik, personal, sosial maupun finansial. Akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang penuh keikhlasan, akhirnya selesai juga penulisan desertasi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, melalui lembaran ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan segala macam bantuan yang diperlukan demi selesainya penulisan desertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang petama penulis sampaikan kepada Tim Pembimbing, yaitu Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M.ED.. sebagai Promotor, Prof. Dr. H. D. Budimansyah, M.Si. sebagai Ko-Promotor, dan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja. sebagai Anggota, atas nasihat, saran dan bimbinganya dalam proses penyelesaian disertasi ini.

Selanjutnya kepada Ketua Program Studi Pendidikan Umum, Prof. Dr H. D. Budimansyah, M.Si. Dorongan dan semangat beliau dalam memberikan berbagai solusi dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian studi ini sungguh sangat luar biasa. Demikian juga kepada para dosen di lingkungan Program Studi PU, dari merekalah penulis mendapatkan wawasan luas tentang pendidikan umum, pendidikan nilai, dan pendidikan karakter.

Ucapan terimakasih kepada Kepala PPPPTK TK dan PLB Bandung, Dr. E. Nurzaman, M.Si. atas kesempatan yang diberikan serta motivasi dalam penyelesaian studi ini. Begitu juga kepada seluruh pejabat struktural, teman-teman fungsional dan struktural di lingkungan PPPPTK TK dan PLB, yang telah bersedia membantu mengurangi beban permasalahan peneliti dan senantiasa memotivasi untuk penyelesaian studi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada mantan Kepala PPPPTK TK dan PLB, Dr. Hj. Teriska, M.Ed, atas kesempatan yang


(9)

diberikan beliau kepada peneliti ketika menjabat di PPPPTK TK dan PLB untuk mengikuti program pendidikan S3.

Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Ketua Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung, dan Ibu Munawaroh, S.Pd. sebagai Kepala TK Salman Al Farisi, tempat penulis mengadakan penelitian. Dengan keterbukaannya penulis dapat melakukan penelitian dengan mudah, dan dengan akses yang diberikannya penulis dapat mengumpulkan informasi yang seluas-luasnya. Dari meraka penulis mendapatkan pelajaran berharga tentang penerapan kecerdasan moral di TK. Juga kepada para guru dan staf di lingkungan TK Salman Al Farisi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Berkat bantuan merekalah, penulis dapat mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan.

Dalam perjalanan penulis mengikuti program pendidikan S3, Istriku tercinta, Reni Raeni, beserta ketiga buah hatiku tersayang, Irvan Firmansyah, Dewi Septiyani dan Ratna Widiyanti Utami, yang telah mengorbankan saat-saat kebersamaan nya demi kesuksesan studi penulis. Juga tak lupa penulis sampaiakan terima kasih kepada adinda Hj, Neni Nuraeni, H. Ence Abdurahman dan putra putrinya yang telah banyak membantu dan mendoakan penulis dalam penyelesaian studi ini.

Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada sahabat seperjuangan, khususnya Hermansyah, atas motivasi dan bantuanya dalam proses penyelesaian disertasi ini. Tak lupa pula kepada teman-teman di Program Studi PU angkatan 2008//2009 yang menjadi teman diskusi dalam penyelesaian studi ini.

Bandung, Januari 2014

Eman Suparman NIM: 0807962


(10)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

v DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ……… i

SURAT PERNYATAAN ……… ii

ABSTRAK ……….. iii

ABSTRACT ……….. iv

KATA PENGANTAR ………. v

UCAPAN TERIMA KASIH ………... vii

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A Latar Belakang Masaslah ………... 1

B Identifikasi dan Perumusan Masalah ……… 12

C Tujuan Penelitian ………... 13

D Manfaat Penelitian ... 13

E Pengorganisasian Disertasi. ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A Hakikat Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral .. 16

B Internalisasi Nilai-nilai Moral Pada anak Usia Dini ... 67

C Evaluasi Keberhasilan Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral ………... 69

D Kajian Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral dalam Perspektif Pendidikan Umum ……….. 71

E Hakikat Anak Usia Dini ……….. 75

F Pendidikan Anak Usia Dini ……… 82

G Penelitian Terdahulu ………... 103

BAB III METODE PENELITIAN ………... 107

A Lokasi dan Subjek Penelitian ... 107

B Desain Penelitian ………... 109

C Metode Penelitian ………... 110


(11)

Halaman

E Instrumen Penelitian ... 113

F Teknik Pengumpulan Data... 114

G Validasi Data ……….. 121

H Analisis dan Interpretasi Data ………. 123

I Asumsi yang Melandasi Penelitian ………. 126

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN …………... 127

A Hasil Penelitian ………... 127

1 Gambaran Umum Unit Analisis ………. 127

2 Data Hasil Penelitian ……….. 135

a Internalisasi Nilai-nilai Moral Pada Anak Usia Dini ……… 136

b Penerapan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini di Lingkungan TK Salman Al Farisi ……… 155

c Pendidikan Anak Usia Dini dalam Internalsasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi ... 303 d Validitas Program Mengembangkan Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini TK Salman Al Farisi . 330 B Pembahasan Hasil Penelitian ……… 333

1 Analisis Penerapan Internalisasi Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi ………. 333

2 Analisis Penerapan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi ……… 342

3 Analisis Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini dalam Internalsasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung .... 350

4 Analisis Validitas Program Mengembangkan Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi ………. 359

C Temuan Penelitian ……….. 359

1 Temuan Makna ………... 360

2 Temuan Masalah ……… 360

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 362

A Kesimpulan Umum ……… 362


(12)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

vii

Halaman

C Rekomendasi ………... 364

DAFTAR PUSTAKA ... 366 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 375


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

3.1 Kisi-Kisi Alat Pengumpul Data Penelitian ... 119

4.1 Internalisasi Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini ……. 136

4.2 Internalisasi Nilai Empati Anak Usia Dini ... 157

4.3 Internalisasi Nilai Nurani Anak Usia Dini ... 180

4.4 Internalisasi Nilai Kontrol Diri pada Anak Usia Dini ... 200

4.5 Internalisasi Nilai Hormat pada Anak Usia Dini ... 220

4.6 Internalisasi Nilai Kebaikan Hati pada Anak Usia Dini ... 242

4.7 Internalisasi Nilai Toleran pada Anak Usia Dini ... 264

4.8 Internalisasi Nilai Keadilan pada Anak Usia Dini ... 284

4.9 Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini dalam Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi... 303


(14)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

3.1 Konsep Penelitian Mengenai Internalisasi Nilai-nilai


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman

A Pedoman Wawancara untuk Guru ………... 376 B Pedoman Wawancara untuk Komite ... 389 C Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah ……….... 403 D Data Hasil Penelitian Mengenai Penerapkan

Internalisasi Nilai-Nilai Moral pada Anak Usia Dini … 417 E Data Hasil Penelitian Mengenai Menetapkan

Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini ……….. 421 F Data Hasil Penelitian Mengenai Pendidikan Anak Usia

Dini di TK Salman Al Farisi... 439 G Dokumen Photo Kegiatan di TK Salman Al Farisi …… 442 H Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi 447

I Surat Permohonan Pengangkatan Penulisan Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Angkatan 2008 ... 448 J Perpanjangan Tugas Bimbingan Penulisan Disertasi

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Angkatan Tahun 2008 ………... 451 K Perpanjangan Tugas Bimbingan Penulisan Disertast

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Angkatan 2008 Tahun 2010 ……….. 453 L Perpanjangan Pembimbing Penulisan Disertasi Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidika N Indonesia

Angkatan 2008 Tahun 20013 ………. 455 M Bukti Telah Melakukan Studi Lapangan Observasi ….. 457


(16)

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Pasal 1 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003). Untuk dapat merealisasikan sistem pendidikan nasional diperlukan adanya internalisasi nilai-nilai moral semenjak dini kepada anak-anak, agar anak sejak dini sudah memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pengertian pendidikan yang dinyatakan undang-undang sistem pendidikan nasioanal tersebut mengandung makna bahwa titik berat pendidikan pada hakekatnya diarahkan untuk pengembangan diri anak selaku peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikiknya secara kodrati melalui usaha sadar dan tersencana agar dapat tumbuh dan berkembangan kearah kedewasaan secara utuh, intelektual, moral, dan spritual. Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak, yaitu unsur keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan keluarga merupakan institusi pendidikan informal yang berperan sebagai pelatak dasar pendidikan anak yang berkarakter kuat. Keluarga dan masyarakat merupakan bagian dari supporting system yang memberikan kontribusi besar terhadap kualitas proses dan output pendidikan menuju terbentuknya generasi yang berkarakter.

Anak merupakan anugerah dari sang pencipta, orang tua yang melahirkan anak harus bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang


(17)

tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama.

Pembentukan karakter anak yang baik melalui lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah juga memiliki pengaruh. Bagaimanapun juga, orang tua dapat memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang ada untuk memberikan yang terbaik dalam mendidik dan membimbing anak.

Anak-anak perlu mengetahui dan menerima bahwa orang tua yang bertanggung jawab dalam membesarkannya, mengajari tentang cinta dan cara menghormati orang. Pengasuhan orang tua harus tegas dalam membesarkan anak-anak, membesarkan mereka tentang cinta dan kehangatan, mengajar dan membimbing, disiplin yang keras dan jelas dalam apa yang mereka harapkan dari anak, namun tetap fleksibel jika diperlukan.

Keluarga tempat untuk berbagi informasi, bersenang-senang dan tertawa saat makan, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan akan terus memperkuat ikatan orang tua dengan anak. Keluarga yang berdoa bersama, tinggal bersama-sama, keluarga yang berbagi dan peduli akan membangun keterkaitan dan kesatuan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Memperlakukan anak dengan hormat, mereka akan belajar untuk menghargai orang tua.

Rusaknya moral seorang anak bisa diakibatkan salah satu kesalahan dari orang tuanya seperti dalam hal mendidik anak terlalu keras. Keluarga yang sedang bermasalah (broken home), dapat membuat anak menjadi orang yang temperamental. Kebanyakan dari orang tua tidak memikirkan hal ini, mereka berasumsi jika mereka menjalani hidup sebagaimana yang sedang mereka jalani, peran pengasuhan akan terus dengan sendirinya.

Terkadang orang tua sering lupa untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Ada diantara orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada melakukan hal itu. Mereka beranggapan bahwa materi yang dibutuhkan anak, padahal seorang anak tidak hanya membutuhkan materi namun juga perhatian dan interaksi dengan orang tuanya. Anak membutuhkan komunikasi dengan orang


(18)

3

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tuanya, anak juga ingin bertukar pikiran dengan orang tuanya. Anak ingin menceritakan pegalaman sehari-hari baik itu pangalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk.

Jika seorang anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, besar kemungkinan akan menjadi seorang anak yang temperamental. Anak menjadi bebas dalam melakukan kebaikan maupun keburukan. Sebagai orang tua yang baik harus melihat dari tata cara bergaul anak, bukan sekedar untuk membatasi anak dalam bergaul, namun diharapkan impian melihat anak sukses mengarungi kehidupan tanpa mengalami kesalahan dalam pergaulan baik dilingkungan keluarga, atau lingkungan luar yang menjadi sebuah kenyataan. Tugas orang tua memberikan pendidikan berkualiatas yang lebih berarti dan bermakna untuk kehidupan dimasa yang akan datang, hal ini penting dilakukan orang tua agar anak mampu beradaptif dengan lingkungannya.

Salah satu variabel penting yang memberikan pengaruh besar terhadap pembentukkan karakter anak yaitu potensi kecerdasan moral yang dimiliki anak. Dengan demikian upaya menumbuh kembangkan potensi kecerdasan moral pada anak usia dini memiliki urgensi tinggi dalam pembentukan karakter yang kuat. Melalui internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral secara efektif pada anak usia dini, diharapkan anak akan tumbuh dan berkembang kearah kedewasaan yang mampu menjawab tantangan dimasa yang akan datang.

Para pakar pendidikan telah banyak melakukan kajian untuk mengembangkan internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini yang disesuaikan dengan latar belakang sosial budaya pendidikannya. Pada akhir-akhir ini pengembangan pendidikan lebih banyak diorientasikan bagi kepentingan pengembangan kemampuan berfikir anak. Begitu pula dalam pendidikan apektif, pengembangan nilai menjadi arahan penemuan dan pengembangan model belajar mengajar. Untuk pengembangan nilai, khususnya nilai-nilai yang terkait dengan kecerdasam moral dalam kajian pendidikan nilai sudah tersedia beberapa model. Brown, Per, dan Schultz dalam Al-Muhtar (2007:26): merancang model latihan kesadaran (awarness training), membantu anak mengembangkan kesadaran diri, kemampuan merasa dan berfikir dalam suasana belajar individual dan kelompok’.


(19)

Pengembangan nilai dapat meningkatkan kemampuan anak berfikir baik dalam suasana belajar secara individual maupun kelompok, akan tetapi dibutuhkan penghayatan yang lebih baik, menurut Poerwadarminta (2002:439): “Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku”. Dengan adanya penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai akan membentuk watak anak yang kuat dalam menerima sautu ajaran yang diterimanya. Dalam internalisasi nilai-nilai diperlukan adanya penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai yang diberikan kepada anak, untuk itu diperlukan sinergi yang kuat baik dari orang tua, maupun guru dengan anak, agar suasana belajar lebih baik. Menurut Regers dalam Al-Muhtar (2007:26): ’Model mengajar tanpa arahan (non directive teaching) bertitik tolak dari teori konseling, prinsip partnership antara peserta didik dan pendidik’. Untuk pengembangan nilai diperlukan adanya sinergi antara anak dan pendidik melalui konseling dan penerapan prinsip patnership, sehingga diharapkan dapat mewujudkan suasana belajar yang lebih baik secara individu maupun kelompok.

Tersedianya berbagai model dan teori pendidikan nilai, khususnya yang terkait dengan upaya menumbuh kembangkan kecerdasan moral anak tentunya sangat menguntungkan bagi upaya membangun sistem pendidikan PAUD yang berkualitas. Tetapi, yang tidak kalah pentingnya, yaitu perlunya dukungan situasi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang dimaksud, meliputi lingkungan internali (keluarga dan sekolah), maupun eksternal (lingkungan masayarakat termasuk situasi global). Situasi global dewasa ini menjadi kuat pengaruhnya sehubungan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi dengan segala dampak positif dan negatifnya.

Kenyataan menunjukkan, penomena perkembangan masyarakat modern yang hidup dilingkungan perkotaan cenderungan menjadi semakin individualistis sehingga masyarakat tidak peduli dengan lingkungannya. Masyarakat sekarang cenderung masa bodoh dengan kejadian yang ada disekitararnya, sehingga anak


(20)

5

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang sedang mencari identitas diri dan perlindungan, menjadi tidak mengenal batasan-batasan yang baik dan buruk.

Kahawatiran terbesar adalah tindak kekerasan yang dilakukan anak-anak muda, seperti fenomena kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia semakin lama semakin banyak bermunculan. Mulai dari peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri) dengan klimaks kejadian meninggalnya Praja Clifft Muntu akibat dianiaya oleh seniornya di lingkungan kampus, kematian Cliff Muntu bukan kejadian satu-satunya. Sejak 1990-an sampai 2005 tercatat 35 praja tewas. (Detik .com, 11 Agustus 1997). Kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur (Media Indonesia,Senin 11 April 2011). Peristiwa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga memakan korban, Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya (Kabar Indonesia, 24 Juni 2008). Atau bahkan Geng Nero dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya (Suara Merdeka, 14 Juni 2008). Ini adalah sekelumit peristiwa bullying yang berada di lingkungan akademisi yang harus bersama-sama diwaspadai. Peristiwa bullying merupakan salah satu indikator kegagalan pembentukkan karakter yang sehat akibat tidak dimilikinya kecerdasan moral.

Bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 (Setiawati dalam http://www.kabarindonesia.com) di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial. Antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying.

Pada saat ini sering terjadi aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok atau mendorong teman yang lainnya. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal yang sangat biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar anak saja. Padahal hal tersebut sudah masuk kategori perilaku bullying. Namun, orang tua sangat tidak menyadari konsekuensi yang terjadi jika anak mengalami bullying. Oleh sebab itu


(21)

berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana bullying itu sehingga dapat secara komprehensif melakukan pencegahan sehingga dapat menghindari apa yang tidak diinginkan. Sejauh ini kekhawatiran terbesar adalah tindakan kekerasan yang dilakukan anak-anak muda, dan itu sudah merupakan keadaan gawat yang perlu segera diatasi.

Indikator lain yang menghawatirkan akibat kurangnya kecerdasan moral

juga terlihat pada sikap kasar anak-anak yang lebih kecil, mereka semakin kurang hormat terhadap orang tua, guru, dan sosok lain, kebiadaban yang meningkat, kekerasan yang bertambah, kecurangan yang meluas, dan kebohongan yang sudah semakin lumrah. Kejadian-kejadian itu sudah terjadi dilingkungan kita. Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh anak-anak, seperti halnya anak SD di Garut yang berusaha untuk bunuh diri, gara gara tidak bisa membeli buku untuk sekolah. Tayangan kekerasan di media TV bahkan berita-berita yang dimuat di koran-koran mengenai tawuran-tawuran antar pelajar, antar mahasiswa akibat permasalahan sepele semakin sering muncul, bahkan sampai ke anggota dewan, dan banyak lagi bentuk kekerasan lainnya yang belum terekspose kepermukaan. Hal ini semakin memperkuat urgensi menumbuh kembangan kecerdasan moral sejak usia dini melalui internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral yang sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak.

Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan di atas, perlu adanya upaya pendidikan yang mampu menjawab permasalahan-permaslahan yang dihadapi saat ini dan permasalahan dimasa yang akan datang, khususnya yang terkait dengan menumbuh kembangan kecerdasan moral anak sejak usia dini.

Saat ini, banyak anak (0-6) tahun masih belum tersentuh oleh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baik formal (TK) maupun non formal. Pemerintah menargetkan layanan PAUD usia 2-3 tahun sebesar 35% pada tahun 2009. Sejak tahun 2006 telah ditargetkan meningkatkan menjadi 12.5% atau 1.49 juta anak. Saat ini jumlah anak usia 0-6 tahun sekitar 28 juta anak, dari jumlah tersebut 11.5 juta adalah anak usia 2-4 tahun yang merupakan sasaran PAUD non formal. Depdiknas paling lambat 2009, menargetkan 35% dari 11,5 juta (Investasi masa depan bangsa, 2006;viii). Disamping target kuantitas, perlu juga diperhatikan


(22)

7

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

target kualitasnya. Terkait dengan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai fenomena degradasi moral, perlu diberikan perhatian pada pembentukan karakter anak melalui internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak.

Kepekaan seseorang terhadap ketenangan dan hak orang lain merupakan inti dari ranah moral. Kepekaan tercermin melalui kepedulian seseorang atas konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap kepemilikan bersama. Faktor lingkungan terkadang merupakan faktor yang dirasakan kurang menunjang terbentuknya nilai moral anak. Pola asuh yang kuat, supervisi orang dewasa di sekitar anak dan model perilaku moral diharapkan dapat meminimalisir pengaruh lingkungan.

Anak usia dini dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia, belum memahami tatakrama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal lain yang terkait dengan kehidupan sosial. Anak usia dini merupakan masa untuk belajar berkomunikasi dengan orang lain serta memahaminya, oleh karena itu anak perlu dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia dan segala isinya.

Pemberian stimulasi pada anak selama proses pengembangan kepribadian merupakan faktor yang sangat penting, stimulasi sama dengan pemberian rangsangan yang berasal dari lingkungan di sekitar anak guna lebih mengoptimalkan aspek perkembangan anak. Salah satu stimulasi yang diperlukan dan penting bagi anak yaitu penanaman nilai-nilai moral yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan moral mereka.

Borba (2008:9) merumuskan bahwa kecerdasan moral yaitu ”Kemampuan memahami kebenaran dari kesalahan, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan

terhormat”. Kecerdasan moral di atas sangat penting mencakup karakter utama,

seperti kemampuan memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, dapat memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati,


(23)

memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat pada orang lain.

Selanjutnya kecerdasan moral menurut Borba terbangun dari tujuh kebajikan utama meliputi; empathy, conscience, self control, respect, kindness,

tolerance dan fairness. yang membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan

etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya dimasa yang akan datang, serta akan melindunginya agar anak tetap berada di jalan yang benar dan membantu anak bermoral dalam bertindak.

Perkembangan moral merupakan suatu proses yang terus menerus berkelanjutan sepanjang hidup. Dalam meningkatnya kapasitas moral anak yang didukung dengan kondisi dan lingkungan baik, akan berpotensi kepada anak menguasai moralitas yang lebih tinggi. Setiap kali anak berhasil menguasai satu kebajikan, kecerdasan moralnya bertambah dan anak pun menaiki tangga kecerdasan moral yang lebih tinggi lagi.

Hasil temuan penting tentang anak-anak dengan kecerdasan moral tinggi menunjukkan korelasi dengan academic performance dan peningkatan prestasi yang signifikan (Blocks, 2002). Kochanska, Murray, dan Harlan (McCartney& Phillips,2006) menyimpulkan dari berbagai hasil penelitian bahwa kecerdasan moral berpengaruh terhadap kemampuan regulasi diri pada anak usia dini maupun prasekolah. Konsep kecerdasan moral memberikan pemahaman bahwa kecerdasan moral dapat diajarkan. Anak dapat meniru model, menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga setahap demi setahap anak dapat meningkatkan kecerdasan moralnya.

Semakin dini diajarkan kepada anak semakin besar kapasitas anak untuk mencapai karakter yang solid yaitu growing to think, believe, and act morally (Coles,1999) menyatakan anak-anak dalam mengembangkan moralitas perlahan dan bertahap, setiap tahap membawa anak lebih dekat dengan pembangunan moral dewasa. Salah satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak mengubah moral mereka menjadi positif yaitu dengan mengajar perilaku moral melalui contoh. Namun, anak-anak dikelilingi oleh contoh buruk. Pendidik anak usia dini


(24)

9

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ditantang memperkenalkan anak-anak kepada dunia untuk masa depan mereka, suatu dunia yang akan terus meningkat menjadi multikultural dan bersuku banyak.

Berkenaan dengan konsep dasar pendidikan nilai menurut Herman yang dikutif Budimansyah (2010:130) secara teoritik mengemukakan bahwa: “…value is neither taught nor cought, it is learned” yang berarti bahwa substansi nilai

tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dan dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar. Proses belajar tidaklah terjadi dalam ruangan bebas budaya, tetapi dalam masyarakat yang syarat budaya karena manusia hidup dalam kehidupan masyarakat yang berkebudayaan. Oleh karena itu proses pendidikan merupakan proses kebudayaan atau enkulturasi untuk menghasilkan manusia yang berkeadaban termasuk di dalammnya yang berbudaya.

Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2005-2025. Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karakter. Kebijakan pendidikan karakter digulirkan dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 yaitu:

“Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah pancasila”. Artinya memperkuat karakter dan jati

diri bangsa, membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antar budaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan berdasarkan surat edaran Kementrian Pendidikan Nasional Nomor: 1860/C/TU/2011 tentang upacara tahun ajaran baru dan pendidikan karakter. Dengan diselenggarakannya


(25)

upacara dan diberikannya pendidikan karakter diharapkan akan membentuk jati diri anak sebagai awal dari momentum dimulainya pelaksanaan pendidikan karakter. Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini untuk menghindari terjadinya krisis moral dimasa yang akan datang. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang optimal dan merasa senang melalui masa pendidikannya. Setiap orang tua mengharapkan anak berkembang secara fisik dan psikologis sesuai dengan tahap perkembangannya sehingga mencapai hasil yang optimal. Dengan demikian, memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak merupakan harapan setiap orang tua.

pada saat ini mulai banyak orang tua merasa skeptis terhadap dunia pendidikan. lembaga pendidikan yang ada dikhawatirkan tidak lagi dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua merasa bahwa metode pengajaran yang dipilih tidak sesuai lagi dengan tahap-tahap pertumbuhan, perkembangan, minat dan kebutuhan anak, sehingga anak-anak tidak merasa nyaman berada di lembaga pendidikan. Sekolah dan pendidiknya dianggap hanya mengejar target kurikulum, sehingga anak-anak dibebani dengan berbagai materi yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhannya. Anak-anak dididik dituntut menyesuakan dengan kurikulum, bukan kurikulum dirancang untuk anak. Anak-anak direnggut kemerdekaannya untuk berkreasi dan berimajinasi. Bahkan lebih parah lagi kemandirian dan hati nurani anak pun direnggut kebebasannya.

Pada dasarnya semua orang tua menghendaki anak mereka tumbuh menjadi anak yang baik, cerdas, patuh, dan terampil. Selain itu banyak lagi harapan lainnya tentang anak, yang kesemuanya berbentuk sesuatu yang positif. Selian itu juga setiap orang tua berkeinginan untuk mendidik anaknya secara baik dan berhasil. Mereka berharap mampu membentuk anak yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbakti terhadap orang tua, berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, nusa bangsa, Negara dan agamanya, serta anak yang cerdas memiliki kepribadian yang utuh.

Seto Mulyadi seorang pakar pendidikan anak, mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk memberikan perhatian kepada pendidikan anak usia dini. Baru


(26)

11

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

beberapa tahun terahir inilah pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional menginformasikan pentingnya pendidikan anak usia dini. Itupun dengan berbagai keterbatasan dana operasional dan dukungan sumber daya manusia. Kegelisahan ini tidak akan muncul bila para praktisi pendidikan lebih memahami eksistensi manusia secara komprehensif. Pendidikan Islam memahami anak atas dasar pendekatan terhadap hakikat kejadian manusia yang menempatkannya selaku makhluk Allah yang mulia. Kemuliaan yang disandang manusia harus dihargai, dan perlakuan terhadapnya harus dibedakan dari perlakuan terhadap makhluk lain. Dengan demikian manusia menghajatkan pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh, meliputi pembinaan aspek jasmaniah maupun rohaniah, fisik material maupun mental spiritual.

Berdasarkan konteks uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian di TK Salman Al Farisi, tentang seberapa besar perhatian pendidikan Islam terhadap internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini. Anak dalam pandangan Islam sebagaimana orang dewasa, dipandang sebagai makhluk yang memiliki potensi, kemuliaan dan keutamaan. Potensi itu merupakan pemberian Allah SWT terkait dengan tugasnya dikemudian hari sebagai khalifatullah di bumi, yang harus dikembangkan secara maksimal melalui proses pendidikan. Anak juga amanah Allah yang pendidikan dan pemeliharaannya diembankan kepada kedua orang tuanya.

Sekolah Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi menarik untuk ditelaah lebih mendalam sebagai salah satu model sekolah yang telah menginternalisasikan nilai-nilai kecerdasan moral dengan landasan ajaran agama Islam. Secara umum siswa yang bersekolah di TK Salman Al Farisi berasal dari lingkungan orang tua yang mengerti akan pendidikan. Hal ini merupakan modal dasar bagi sekolah untuk mengembangkan berbagai upaya internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral kepada para siswanya. Salah satu permasalan yang masih dihadapi oleh pihak sekolah adalah masih adanya inkonsistensi antara layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah dengan perlakukan beberapa orang tua terhadap anaknya di rumah. Inkonsistensi perlakuan ini mempengaruhi efektivitas pendidikan nilai dalam rangka internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak.


(27)

Atas dasar urian di atas, dengan masih adanya penerapan nilai-nilai kecerdasan moral pada anak yang masih belum direspon secara baik oleh anak, maka perlu dilakukan penelitian mengenai internalisasi nilai-nilai kecerdasan

moral pada anak usia dini studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, belum optimalnya internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral yang diberikan kepada anak, diduga karena latar belakang cara mendidik di lingkungan rumah yang berbeda-beda, dimana stimulus (transfer

knowledge) dari orang tua tidak didasari oleh teori yang tepat melainkan hanya

atas dasar pengalaman yang tidak mendasar, pengalaman secara turun temurun yang didapatkan orang tua anak dari leluhurnya.

Pembelajaran nilai-nilai moral pada anak sejak usia dini merupakan penanaman karakter kepada anak, agar dapat menumbuhkan karakter yang lebih baik di masa yang akan datang. Membangun kecerdasan moral sangat vital untuk melihat perkembangan dalam diri anak agar memiliki kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah. Kecerdasan moral yang sangat penting mencakup karakter-karakter seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, dapat memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, menerima dan menghargai perbedaan, memperjuangkan keadilan dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat utama yang akan membentuk anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga negara yang baik.

Rumusan masalah yang dapat diajukan yaitu bagaimana internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini yang diterapkan di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung. Dari rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut:


(28)

13

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Bagaimana internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung?

2. Bagaimana menerapkan kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung?

3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung?

4. Bagaimana validitas program pengembangkan internalisasi nilai-nilai

kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisis internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak Salman Al Farisi Bandung.

2. Tujuan Khusus

Atas dasar tujuan umum di atas, maka tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

a. Untuk menganalisis internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.

b. Untuk menganalisis penerapan kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.

c. Untuk menganalisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung.

d. Untuk menganalisis validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.

D Manfaat Penelitian 1 Manfaat Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kajian pengembangan internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral anak pada Taman Kanak-kanak Salman Al Farisi Bandung, dapat menghasilkan beberapa dalil berkenaan dengan pengkajian


(29)

nilai-nilai kecerdasan moral pada anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hal pengembangan ilmu, khususnya internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral, melalui pendekatan metode-metode yang digunakan, terutama dalam upaya menggali pendekatan-pendekatan baru dalam aspek kapabilitas internal organisasi yang menyangkut intelectual capital organisasi, dalam hal ini memformulasikan nilai kecerdasan moral dilingkungan taman kanak-kanak.

2 Manfaat Praktis

Dalam tatanan praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan, serta masukan bagi:

a. Praktisi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi manajemen dalam nilai-nilai kecerdasan moral pada anak dilingkungan taman kanak-kanak, yang memungkinkan guru dan pengelola dapat secara fokus untuk melakukan identifikasi atas nilai-nilai nilai-nilai kecerdasan moral anak dilingkungan Taman Kanak-kanak.

b. Para peneliti. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang

berguna bagi pihak yang ingin meneliti mengenai kajian internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral anak pada taman kanak-kanak, mengingat masih banyak aspek penelitian yang belum terungkap dalam penelitian ini.

E. Pengorganisasian Disertasi

Bab I : Pendahuluan, memaparkan temtang orientasi atau spectrum

penelitian yang akan dilaksanakan, dengan menyajikan paparan mengenai, latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan manfaat penelitian Bab II : Kajian Pustaka, memaparkan analisis konseptual yang berkaitan

dengan hakikat internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral,

internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini, evaluasi keberhasilan internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral, kajian internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral dalam perspektif pendidikan umum, hakikat anak usia dini, pendidikan anak usia dini


(30)

15

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dan penelitian terdahulu.

Bab III : Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah secara operasional penelitian kualitatif, meliputi uraian mengenai, lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi konseptual, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, validasi data, analisis dan interpretasi data, dan asumsi yang melandasi penelitian.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, memaparkan temuan data lapangan sesuai dengan spectrum penelitian yang dilaksanakan, meliputi gambaran umum unit analisis dan data hasil penelitian, diakhiri dengan pembahasan hasil penelitian sebagai upaya pemaknaan atas data hasil penelitian, meliputi analisis penerapan internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di TK Salman Al Farisi, analisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung, analisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini di TK Salman Al Farisi, analisis validitas program mengembangkan internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi. Dan temuan penelitian meliputi temuan makna dan temuan masalah.

Bab V : Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab terakhir dari laporan

penelitian ini yang merupakan intisari dan makna penelitian yang diperoleh dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian adalah TK Salman Al Farisi, salah satu TK yang ada di wilayah Bandung Utara Kota Bandung, di bawah naungan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi yang beralamat di Jl Tubagus Ismail VIII, Sekeloa, Coblong Kota Bandung Kode pos 40134 Faks 022 2505584 Nomor Telepon 022 2505584 Jawa Barat. Alasan peneliti memilih TK Salman Al Farisi sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama TK Salman Al Farisi merupakan salah satu TK yang keberadaannya sudah relatif lama, memiliki banyak peminat karena disamping letaknya sangat strategis ada di Bandung utara yang memiliki udara sejuk juga telah memiliki banyak alumni di Kota Bandung. TK Salman Al Farisi adalah salah satu TK Swasta di Kota Bandung yang menerapkan sistem full day school, seperti diketahui bersama bahwa kebanyakan ciri masyarakat modern yang hidup dilingkungan perkotaan kecenderungan menjadi semakin individualistis sehingga masyarakat tidak perduli dengan lingkungannya. Masyarakat sekarang cenderung masa bodoh dengan kejadian yang ada di sekitarnya, sehingga anak dan remaja yang sedang mencari identitas diri, menjadi tidak mengenal batasan-batasan mana yang baik dan mana yang buruk. Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi menciptakan lingkungan yang bisa menunjukkan, pada anak tentang nilai-nilai yang baik dan benar. Karena yang baik belum tentu benar, dan yang benar belum tentu baik. Di Lingkungan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi anak-anak bebas berekspresi, bebas mengeluarkan pendapat dengan tanpa melanggar norma yang sudah ada. Anak-anak di lingkungan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi dididik untuk berani tampil beda dengan gaya yang tetap sopan dan ucapan-ucapan yang santun.


(32)

108

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

108

Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih lokasi penelitian di TK Salman Al Farisi Kota Bandung. Karakteristik yang dimiliki TK Salman Al Farisi, dirasakan sesuai dengan kebutuhan peneliti tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini.

2. Subyek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang penting menentukan subjek penelitian secara tepat. Ketepatan menentukan subjek penelitian sangat menentukan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang diperoleh peneliti. Dalam menentukan subjek penelitian ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan peneliti, yakni latar (setting), para pelaku (actor), peristiwa-peristiwa (event), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 2007:57).

a. Latar (setting) di sini adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam dan di luar forum seminar dan lokakarya, wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi.

b. Pelaku (actor), yaitu kepala sekolah yang memegang kebijakan dan guru yang mengimplementasikan kebijakan mengenai internalisasi nilai-nilai moral dan telah menerapkan model tersebut dalam proses pembinaan peserta didik untuk menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai moral di TK Salman Al Farisi.

c. Peristiwa (event), yang dimaksud pandangan, pendapat dan penilaian mengenai

internalisasi nilai-nilai moral dalam upaya membentuk peserta didik yang memiliki nilai moral di TK Salman Al Farisi.

d. Proses (process), yang dimaksud wawancara antara peneliti dengan subyek penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.

Subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, guru dan orang tua peserta didik yang diwakili oleh komite sekolah yang terlibat dalam internalisasi nila-nilai moral di TK Salman Al Farisi Kota Bandung, yang terdiri dari 1(satu) orang kepala sekolah,satu (2) orang guru TK, Ketua komite dipilih secara


(33)

purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil objek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu, (Arikunto (1998:127).

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, menurut Nasution (1988:32) mengatakan bahwa:

Untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai dicapai taraf redundancy, ketuntasan atau kejenuhan, artinya bahwa dengan menggunakan responden, boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti. Ini menunjukkan apabila informasi yang dikejar sudah didapat dari responden yang ada, maka jumlah responden tidak perlu lagi diperbesar karena penelitian dengan menggunakan metode kualitiatif lebih mengutamakan kedalaman data dan informasi dari jumlah responden.

Berdasarkan pendapat di atas, sumber data dan informasi dalam penelitian ini yang merupakan data primer diperoleh melalui responden utama yaitu kepala sekolah. Sedangkan untuk mencapai tingkat validitas data dan informasi peneliti menggali informasi dari para guru dan stakeholder pendidikan sebagai perwakilan masyarakat yang tergabung dalam kepengurusan dewan (komite) sekolah. Selanjutnya untuk mendukung data primer tersebut diperlukan data sekunder yang diangkat dari dokumen kearsipan pekerjanya.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode analisis deskriftif dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati (Moleong,1994:90). Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori-teori dasar, bersifat deskriftif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa


(34)

110

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

110

keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua pihak (Moleong, 200:4-6).

Bogdan dan Biklen (1992:22) berpendapat bahwa: ”Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata tertulis dan lisan serta perilaku yang dapat diamati”. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi (Nasution, 1988:49).

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis menurut Arikunto (1997:309) mengatakan bahwa:

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotetsis tertentu melainkan hanya mengambarkan apa adanya tentang variabel, gejala atau keadaan.

Lebih lanjut Sugiyono (2007:112) menjelaskan bahwa: ”Teknik analisis data deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagai mana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.”

Dengan demikian penelitian deskriptif hanya menuturkan dan menafsirkan data yang ada, yaitu keadan gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriftif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu gejala atau keadaan. Metode ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis, factual serta akurat dari objek penelitian itu sendiri.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:15) yaitu:

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, (sebagai lawan adalah ekserimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat


(35)

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut metode penelitian kualitati karena data yang terkumpul dad an analisisnya lebih bersiat kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau objek tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah kedalam beberapa variabel. Penelitian kualitatif memandang objek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpestasi terhadap gejala yang diamati serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

D. Definisi Konseptual 1. Internalisasi

Poerwadarminta, (2002:439) Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku”.

2. Nilai

Nilai menurut Hakam (2008:43): ”Kepercayaan-kepercayaan yang digeneralisir berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai”. Nilai ini sangat bersifat pribadi dan selalu berhubungan dengan perasaan maupun pengaruh. Nilai tidak dibatasi dengan pertanyaan-pertanyaan keagamaan, politik ataupun moral. Nilai memainkan peran penting dalam dinamika segala sesuatu yang dilakukan.

Nilai-nilai seseorang akan diperlihatkan dalam beberapa indikator menurut Rokeach (1973):


(36)

112

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

112

a. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama yaitu pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.

b. Tingkah laku subyek dalam kehidupan sehari-hari. Nilai memiliki pengaruh terhadap seseorang dalam bertingkah laku, memberi arah dan pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan. perilaku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari perilaku seseorang akan nampak keinginan yang menjadi prioritasnya.

c. Fungsi nilai merupakan pendorong tingkah laku. sebagai ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.

d. Fungsi dari nilai yaitu memecahkan konflik dan mengambil keputusan. Dimana seseorang harus mengambil keputusan dari keadaan yang akan memiliki potensi konflik, keputusan seseorang dalam situasi konflik dapat dijadikan sebagai indikator dari nilai yang dianutnya.

e. Fungsi lain dari nilai yaitu mengarahkan seseorang dalam mengambil suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Pendapat seseorang dalam suatu topik sosial tertentu dan bagaimana mengevaluasinya, dapat menggambarkan nilai-nilai seseorang.

3. Kecerdasan Moral

Landasan teori yang dipakai dalam penelitian internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini menggunakan teori yang dikemukanan Borba yaitu “Kecerdasan moral merupakan kemampuan untuk mengerti benar dari yang salah; artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak atas mereka sehingga satu berperilaku dalam cara yang benar dan terhormat”. selanjutnya kecerdasan moral menyediakan rencana langkah demi langkah lengkap untuk mengajar anak-anak, kebajikan mereka harus melakukan apa yang benar dan menolak setiap tekanan yang mungkin menentang kebiasaan yang baik. Kecerdasan moral terdiri dari tujuh kebajikan esensial menurut Burba (2008:9) yaitu: ”1) Empati (emphathy), 2) Nurani (conscience), 3) Kontrol diri (self control), 4) Rasa hormat (respect), 5) Kebaikan hati (kindness), 6) Toleransi (tolerance), dan 7) Keadilan (fairness), berfikir terbuka serta bertindak adil dan benar”.

4. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003, adalah suatu upaya pembinaan yang


(37)

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rokhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini dianggap penting karena ketika anak lahir telah dibekali oleh Tuhan dengan berbagai potensi genetis, tetapi lingkungan memberi peran sangat besar dalam pembentukan sikap kepribadian dan pengembangan kemampuan anak.

Perkembangan anak dikelompokkan menjadi enam kelompok menurut Sudono dkk (2009:10) yaitu: ”1) pengembangan ahlak mulia dan cinta tanah air, 2) perkembangan kemampuan berbahasa, 3) pengembangan jasmani dan kesehatan, 4) pengembangan pengetahuan, 5) pengembangan perasaan kemasyarakatan dan kesadaran lingkungan, dan 6) pengembangan daya cipta/kreatifitas”

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:305) dapat berupa: “Test, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner”. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Dalam hal instrumen penelitian kualitatif menurut Lincoln and Guba (1986) yang dikutif Sugiyono (2011:306):

The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human, we shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product.

Fungsi dari peneliti kualitatif sebagi human instrument, yaitu menentukan fokus penelitian, menetapkan key informan yang tepat sebagi sumber data,


(38)

114

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

114

melakukan pengumpulan, menilai kualitas, menganalisis, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuan data.

Berdasarkan teknis pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini, pada pelaksanaannya saling melengkapi untuk memperoleh data primer maupun data sekunder.

Observasi dan wawancara digunakan untuk menjaring data primer berkaitan dengan pola internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini. Sedangkan studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumentasi tentang tugas pokok kepemimpinan sekolah dan pengelolaan manajemen sekolah.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, dimana peneliti dapat berfungsi sebagai instrumen penelitian yang selalu berpedoman pada prosedur dan tahapan-tahapan penelitian yang dikemukakan Nasution (1988:33): ”(1) Tahap orientasi, (2) Tahap eksplorasi, dan (3) Tahap member chek”.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berkaitan dengan alat-alat atau instrumen sarana untuk memperoleh data. Instrumen yang paling utama sebenarnya adalah peneliti itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Nasution (1988:55): ”Dalam penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian yang utama”. Ini mengandung arti bahwa, instrumen yang utama dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai peneliti. Dengan demikian, alat-alat yang dipaparkan di bawah ini merupakan pelengkap. Keputusan penggunaan instrumen pelengkap ini, didasarkan pada pendekatan, metode penelitian dan jenis data yang diperlukan. Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Observasi

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi, dimana peneliti secara langsung terjun ke lapangan untuk melihat objek yang diteliti. Teknik ini


(39)

digunakan karena data yang dibutuhkan berupa tingkah laku, dan proses kerja serta respondenya dalam lingkup yang kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono, (2011:187), yang menyatakan bahwa: “Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagi setting, berbagai sumber dan berbagai cara.”. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, dimana peneliti terjun langsung mengamati fenomena yang terjadi di lapangan. Dengan mengamati secara langsung fenomena di lokasi penelitian, maka peneliti dapat mengambil data yang dibutuhkan dari apa yang dilihat mengenai pristiwa yang terjadi, kegiatan yang dilakukan responden, latar belakang kegiatan tersebut serta kapan waktunya. Mengenai observasi partisipatif, menurut Sugiyono (2011:310):

Peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data. Artinya peneliti terlibat langsung dalam kegiatan mencari data yang diperlukan melalui pengamatan. Melalui observasi partisipatif, data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku atau gejala yang muncul. Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti (Stainback:1998). Melalui observasi partisipatif, dimungkinkan peneliti mendeskripsikan apa yang sedang terjadi di lapangan, siapa yang menjadi pelakunya dan apa dan siapa yang terlibat, kapan dan dimana kegiatan itu terjadi, bagaimana mereka terjadi, dan mengapa sesuatu itu terjadi dari sudut pandang partisipan, ketika responden melakukan suatu kegiatan dalam situasi tertentu.

Ada sejumlah keuntungan jenis observasi bagi peneliti sebagaimana dikemukakan (Patton dalam Nasution, 1988:257), yakni (1) bahwa dengan melaksanakan observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi social, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh; (2) Dengan observasi akan diperoleh pengalaman secara langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi pandangan atau konsep sebelumnya; (3) peneliti mempunyai kesempatan melihat hal-hal kurang dan tidak diamati orang lain, yang mungkin tidak


(40)

116

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

116

disadari oleh partisipan dan pihak terkait; (4) peneliti dapat melihat tentang hal-hal yang tidak ditemukan pada saat wawancara terutama hal-hal yang sensitif; (5) peneliti memungkinkan menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga dapat memperoleh data yang komperhensif; dan (6) peneliti dapat mengakses pengetahuan pribadi dan pengalaman langsung dengan bantuan memahami dan menafsirkan program yang sedang diteliti.

Observasi partisipatif dalam penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan subyek penelitian dalam konteks yang terkait dengan fokus masalah yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi pengamat (peneliti) dalam melakukan observasi dapat dilakukan dalam berbagai kondisi, seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1996:61), bahwa “Terdapat tingkatan dalam melakukan observasi, yaitu partisipasi nihil, partisipasi aktif, dan partisipasi penuh dalam penelitian”. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena penelitian berada di lingkungan kerja peneliti. Dengan demikian, diperoleh banyak keuntungan terutama dalam pengumpulan data dan informasi. Dalam kaitan ini keuntungan diperoleh karena peranan peneliti tersamar bagi orang yang menjadi subyek penelitian sehingga dapat memperoleh informasi secara maksimal.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang efektif didalam penelitian menggunakan kualitatif. Sebagaimana menurut Nazir (1993:234): ”Wawancara menggunakan komunikasi lisan dua arah antara peneliti dengan responden”. Subyek penelitian yang diwawancarai adalah para pakar yang banyak menaruh perhatian pada kajian pendidikan internalisasi nilai dan pendidikan moral baik secara kurikuler, akademik maupun sosial kultural, dan para praktisi di lapangan yang terdiri dari kepala sekolah TK, guru TK dan ketua komite sebagai wakil orang tua di TK.

Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi perorangan, cita-cita, gagasan, perasaan, motivasi, tuntutan, pendapat, dan kepedulian


(41)

para subyek penelitian tersebut terhadap internalisasi nilai-nilai moral anak usia dini di TK sebagai wahana pembangunan karakter bangsa. Kecuali untuk mencari informasi tentang kegiatan seseorang pada saat percakapan dilakukan, wawancara dilakukan untuk merekonstruksi perspektif dan gagasan para subyek penelitian sesuai dengan pengalamannya masing-masing tentang internalisasi nilai-nilai moral anak usia dini. Hasil wawancara dimanfaatkan untuk mengembangkan informasi yang sudah diperoleh, atau untuk perubahan dan verifikasi, menurut Patton (1990:280) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian naturalistik dapat mengikuti tiga macam pilihan sebagai berikut:

a. Wawancara percakapan informal, ialah wawancara yang sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif di lapangan. Pada saat wawancara melalui percakapan informal berlangsung terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai.

b. Wawancara umum dengan pendekatan terarah, ialah jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang dipersiapkan. Panduan wawancara memberikan ceklis selama wawancara untuk meyakinkan bahwa topik-topik yang sesuai telah terakomodasi. Peneliti menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu.

c. Wawancara terbuka yang baku meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan maksud untuk menjaring informasi mengenai isu-isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Fleksibilitas dalam menggali informasi dibatasi, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti.

Jenis wawancara yang dijelaskan di atas digunakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari subyek penelitian dan informan sesuai dengan permasalahan yang ditanyakan, berupa pengalaman, pandangan, pendapat, maupun anggapan. Pewawancara sendiri tidak banyak melakukan intervensi dan mendesakkan pendapat sehingga informasi yang diperoleh terjamin reliabilitasnya. Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau informasi yang lebih mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti. Kegiatan wawancara ini ditujukan untuk mengungkap informasi dari responden tentang kegiatan-kegiatan, terutama yang


(1)

369

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Moleong, L., J, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya. Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Alfabeta.

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

--- (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Bandung: Bumi Aksara

Mustafa, B, (2002) Perkembangan Anak Usia Dini dan Implikasinya bagi Penulisan Bacaan Anak. Bandung: PPS, UPI

Nasution, S, (1988), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Nata, A, (2002) , Akhlak Tasawuf Jakarta: PT Gravindo Persada.

Patmonodewo, S. (2003), Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka

Peter dan Yeni S, (1991), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press

Poerwadarminta WJS. (2002), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwakanian H., Aliah B, (2008). Psikologi Perkembangan Islam, Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian. Jakarta: PT.Grafindo Perkasa,

Prent C. M. dkk (1969)., Kamus Latin-Indonesia, Semarang: Jajaran Kanisius. Raths, L.E., Harmin, M. & Simon, S.B. (1978). Value and Teaching: Working with

Values in the Classroom. Secon Edition, Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

Riduwan, (2003), Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Bandung: Alfabet: Rokeach, M., (1973), The Native of Human Value, New York: The Free Press


(2)

370

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Santoso, S. (2007). Dasar-dasar Pendidikan TK. Jakarta: Universitas Terbuka

---, (2013). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Pendirinya, Cimahi: Alifah Publishing.

Santrock, W., John (2007), Child Development, Eleven edition, McGrow Hill Companirs, Inc. penterjemah Mila Rachmawati, Penerbit Erlangga.

Schwartz. S.H, (1994), Basic Human Value: Theory, Methods, and Applications, Jerusalem: The Hebrew University of Jerusalem

Siswoyo, D., dkk. (2005). Metode Pengembangan Moral Anak Prasekolah. Yogyakarta: FIP UNY

Slavin, R., (2005): Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. penterjemah Narulita Yusron.

---, (2009). Cooperative learning. Bandung: Nusa Media. Penterjemah Narulita Yusron.

Soedijarto, (1993) Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu Jakarta: Balai Pustaka.

Spodek, B., (1998), Handbook of Research on The Education Of Young Children, New York : MacMillan Publishing Company.

Sudono, A. dkk (2009), Pengembangan Anak Usia Dini, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Sugianto, Mayke. (1995). Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta.

………(2011), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta.

Sukmadinata, S., N. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.


(3)

371

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sukmadinata, S, N, dkk (2006), Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah. Konsep, prinsip, dan Instrumen. Bandung: Rafika Aditama.

Suyanto, S. (2005), Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Departemen Pendidikan Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi

Suryadi, A., (2006), Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional, PAUD, Investasi Masa Depan Bangsa

Superka, D.P. (1973). A Typology of Valuing Theories And Values Education Approaches. Doctor of Education Dissertation. University of California: Berkeley

--- (1976). A Typology of Valuing Theories And Values Education Approaches. Doctor of Education Dissertation. University of California: Berkeley.

Thoha, C (1996), Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Young, K., 1974, Sociology, a study of society and culture

Walter J.; Malpass, Roy S. (1994). Psychology and Culture. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Woolfolk, Loraine McCune-Nicolich, (2004) Pengembangan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I), Jakarta: Inisiasi Press.

2. Jurnal/ Desertasi

Djaja, A., D. (2010), Pengembangan Model Pendidikan Nilai-Nilai Kepatuhan Sebagai Upaya Pembiasaan Bahasa Santun Pada Anak Usia Dini (Studi pada Anak Usia Dini di TK Daarul Hikam Kota Bandung), Program Studi Pendidikan Umum/ Nilai Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, (Disertasi)

Grube, J. W.; Mayton, D. M.; Ball-Rokeach, S. J. (1994). Inducing Change in Values, Attitudes, and Behaviors : Belief System Theory and the Method of Value Self-Confrontation. Journal of Social Issues, 50, 153-174

Hakam, A., K. (2010), Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di. Sekolah Dasar. Doktor pada PU/ Nilai UPI Bandung (Disertasi)


(4)

372

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pranoto, S.K.Y.(2011) Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Jurnal)

Saepudin, A., J. (2005) Pengembangan Model Pembudayaan Nilai-Moral dalam Pendidikan Dasar di Indonesia: Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Rejosari 1 Kota Malang, Jawa Timur (Disertasi)

Schwartz, S. H. (1994), Are There Universal of Human Value, Journal of Social Issues, 50, 19-46

Zakaria, Teuku Ramli. (2001). Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No 26, 479-495

3. Undang-Undang

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

4. Koran

Detik .com, 11 Agustus 1997 kematian Cliff Muntu bukan kejadian satu-satunya. Sejak 1990-an sampai 2005 tercatat 35 praja tewas.

Media Indonesia,Senin 11 April 2011, Peristiwa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga memakan korban, Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya

Media Indonesia,Senin 11 April 2011, Kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur.

5. Internet


(5)

373

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Barizi, (2009), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html Borba dalam http://www.micheleborba.com/Pages/7virtues.htm.

Feather, (1994); Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, (1994); Rokeach, 1973; Schwartz, 1994). http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html

http://id.wikipedia.org/ wiki/Pola,

http://jisc.eramuslim.com/gentong_ilmu/display/98 Menanamkan Nilai-Nilai Kebaikan Pada Anak

http://jisc. eramuslim.com/ gentong_ilmu

http://syahril-psi.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kecerdasan-moral.html Hayat (2007) dalam http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pu_039756_

chapter1. pdf

Immanuelkant (1724-1804) dalam membangun-konstruktivisme. http://cahyaroma. blogspot.com/2013/01/ html.

Kluckhohn (1975), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html

Rokeach, (1973), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html

Santoso (2013), http://jompailmu.blogspot.com/2013/01/prof-dr-soegeng-santoso-mpd-dan.html

Schwartz, (1994), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html

Schwartz dan Bilsky, (1987), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/ nilai.html Schwartz & Bilsky, (1987); http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/ nilai.html Schwartz, (1994), http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html

Setiawati, (2004), http://www.kabarindonesia.com, National Mental Health and Education Center


(6)

374

Eman Suparman,2014

INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Toha (1996) dalam http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pu_039756_ chapter1. pdf

Zavalloni (1975), Values dalam Triandis H.C: Berry, John W. (Ed) Handbook of Cross Culture Psicology , Jurnal (vol. 5)