Pengaruh Variasi Campuran Spesi Terhadap Kuat Geser Pasangan Batu Karang dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah.

LAPORAN
PEI\ELITIAN MANDIRI

PENGARUH VARIASI CAMPURAN SPESI
TERIIADAP KUAT GESER PASANGAN BATU
KARANG DALAM PERENCANAAN DINDING
PENAHAN TANAH

Nama Peneliti

:

Ir.Tjokorda Gde Suwarsa Putra,MT
Anak Agung Gede SutaParSTrMT
I Ketut Jaya Parwita

JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2015


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIATI MANDIRI

:

Judul Penelitian

2OT5

Pengaruh Variasi Campuran Spesi TerhadapKuat Geser Pasangan Batu Karang Dalam
Perencanaan Dinding Penahan Tanah

1.

Ketua Tim Peneliti

Jabatan Fungsional

: Ir. Tjokorda Gde Suwarsa Putra MT.
: IVa./Pembina/1 95507221984031001

: Lektor Kepala

Bidang Keahlian

:

Geoteknik

Anggota Tim Peneliti (selain
Ketua)

:

1.

Nama Lengkap dan Gelar
Golongan /Pangkat A,IIP

2.


A. A. Gede Sutupa, ST,MT

2. I Ketut Jaya Parwita

3.

Lokasi Penelitian

4.

Jangka V/aktu Penelitian

5.

Nilai Kontrak

Mengetahui/menge sahkan

:


120 (Seratus dua puluh) hari kalender terhitung
mulai l l Juli sid 7 Nopember 2015

:

:

Ketua Jurusan Teknik Sipil

Jurusan Teknik Sipil FT Unud

Rp.5.000.000 (Lima Juta Rupiah)

Bukit Jimbaran,

7

Nopember 2015

Ketua Tim Peneliti,


Fakultas Teknik Unud

(Ir. Iokorda Gde Suwarsa Putra. MT)
NIP: 19691016199601 1001

NrP. 1 95 507 22198403 t 00 t

ABSTRAK

Spesi merupakan bahan campuran yang dibentuk dari semen, p&Sir, dan air
dengan perbandingan tertentu. Spesi biasanya digunakan sebagai perekat dari
pasangan batu, salah satunya adalah batu karang. Batu karang merupakan salah satu
material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi dinding penahan tanah.
Kekuatan dari pasangan batu karang sangat ditentukan dari perbandingan spesi
yang dipergunakan dan jarak antar batu karang. Kegagalan konstruksi dinding
penahan tanah diperkirakan dapat terjadi akibat terlampauinya kuat geser bahan
oleh tekanan tanah aktif yang mengakibatkan terjadinya retak atau pergeseran pada
tubuh dinding penahan tanah. Maka diperlukan suatu koefisien perencanaan yang
terkait dengan kuat geser bahan yang diperoleh dari penelitian. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat geser pasangan batu karang yang kemudian
diaplikasikan ke dalam perencarunn dinding penahan tanah.
Pengujian kuat geser pasangan batu karang dilakukan dengan membuat
masing-masing 3 buah benda uji pasangan batu karang dengan campuran spesi I :
4,1 : 6, dan : 8. Dimensi benda uji, yaitu panjang 1,2 m, tinggi 0,4 m, dan tebal
0,2m. Besar beban pengujian kuat geser kemudian dimasukkan ke persamaan kuat
geser, sehingga diperoleh besamya kuat geser pada masing-masing campuran spesi.
Dilakukanjuga pengujian kuat tekan kubus batu karang sebanyak 4 buah dan kubus
spesi sebanyak 3 buah pada masing-masing cilmpufiu"r spesi dengan dimensi yang
sama yaitu 15 cm x 15 cm x 15 cm.
Hasil penelitian menunjukkan kuat geser rata-ratapasangan batu karang pada
campuran spesi I : 4 sebesar 4,313 kglcmz, I : 6 sebesar 2,875 kglcmz,dan I : 8
sebesar 1,563 kglcm2. Kemudian dilakukan desain dinding penahan tanah yang
aman terhadap bahayaguling, geser, gempa, tekanan tanah pada dasar dinding, dan
kuat geser bahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pasangan batu karang dengan campuran spesi 1 : 4 yang paling baik
digunakan dalam perencanaan, karena kekuatan spesinya hampir menyamai
kekuatan batu karang.

i


Kata

kunci

: Batu Karang, Spesi, Kuat Geser, Dinding Penahan
Tanah.

ill

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida sang
Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul o'Pengaruh Yariasi Campuran Spesi Terhadap Kuat
Geser Pasangan Batu Karang Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah',
tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak

Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana

dan Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Udayana yang telah
memfasilitasi penelitian ini.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran y'ang membangun demi penyempurnaan
penelitian ini.

Bukit Jimbaran, 2 Nopember 2015
Tim Peneliti

IV

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN MANDIRI
ABSTRAK
UCAPAN TBRIMA KASIH
DAFTAR ISI
BAB


BAB

I

II

........

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Karang
2.2 Spesi
2.3 Dinding Penahan Tanah
2.4 Stabilitas Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity .....................

2.4.1 Bahaya Terhadap Guling
2.4.2 Bahava Terhadap Geser
2.4.3 Bahaya Terhadap Tekanan Tanah Yang Terjadi
2.4.4 Gaya Aktif Dinding Penahan Tanah Akibat Gempa ......
2.5 Kondisi Umum Yang Lebih Kompleks Pada Dinding penahan
Tanah Tipe Gravity ..............
2.6 Ragam Kegagalan Balok Tanpa Penulangan Tarik Diagonal
2.6.1 Keruntuhan Lentur
2.6.2 Keruntuhan Tarik Diagonal
2.6.3 Keruntuhan Tekan Geser
2.7 Kuat Geser Bahan Dalam Perencanaan Dinding Penahan
Tanah
2.8 Varians dan Standar Deviasi
2.9 Estimasi Terhadap Mean Populasi Dalam Penelitian
2.9.1 Sampel Besar
2.9.2 Sampel Kecil

BAB

III


RANCANGAN KEGIATAN
3.1 Tempat Penelitian
3.2 Pemeriksaan Bahan
3.3 Alat - Alat Penelitian
3.4 Pemeriksaan Bahan yang Dipergunakan
3.4.1 Air
3.4.2 Semen
3.4.2.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen

3.4.3 Pasir

i
ii
ilt
lv
v
I
2
2
J
a
.,

4
5

6
7
7

l1
13

15

t7
t9
20
20
21

22
23

24
24
25

26
26
26
27
27
27
27
28

3.4.3.1 Pemeriksaan
3.4.3.2 Pemeriksaan
3.4.3.3 Pemeriksaan
3.4.3.4 Pemeriksaan

Kadar Air Pada Pasir
Kandungan Lumpur Pada Pasir ....
Gradasi Pasir ........
Pemeriksaan Berat Satuan Pasir

(Unit lkisht)
3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir
3.4.4 BatuKarang
3.4.4.1Pemeriksaan Daya Tahan Terhadap Keausan ....
3.5 Perancangan Benda Uji ...........
3.5.1 Bentuk dan Dimensi Benda Uji
3.5.2 Jumlah Benda Uji ...........
3.6 Pembuatan Benda Uji ...........
3.6.1 Pembuatan Benda Uji Pasangan Batu Karang
3.6.2 Pembuatan Benda Uji Kubus Spesi ........
3.6.3 Pembuatan Benda Uji Kubus Batu Karang
3.7 Perawatan Benda Uji
3.8 Pengujian Benda Uji ...........
3.8.1 Pengujian Kuat Geser Benda Uji Pasangan Batu
Karang
3.8.2 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Spesi ..............
3.8.3 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Batu Karang ..
3.8.4 Pengujian Berat Volume Pasangan Batu Karang
3.9 Analisis Data
3. 1 OPerencan&rn Dinding Penahan Tanah
3.11Alur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan
.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen
4.1.2 Pemeriksaan Kadar Air Pasir
4.1.3 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pasir ........
4.1.4 Pemeriksaan Gradasi Pasir Alami ...............
4.1.5 Penentuan Gradasi Pasir Terpakai ..............
4.1.6 Pemeriksaan Berat Satuan Pasir ........
4.1.7 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir
4.1.8 Pemeriksaan Keausan Batu Karang ..............
4.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan, Kuat Geser, dan Berat
Volume
4.2.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan Kubus Batu Karang...........
4.2.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Kubus Spesi ........
4.2.3 Hasil Pengujian Kuat Geser Pasangan Batu Karang ......
4.2.4 Hasil Pengujian Berat Volume Pasangan Batu
Karang
4.2.5 PolaKeruntuhan Benda Uji ............
4.3 PerencanaanDinding Penahan Tanah
4.3 .l Data-Data Perencan&tn
4-3.2 Syarat Desain Dinding Penahan Tanah.......
4.3.3 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
4.1

29
29
30

3l
31
3^/.

32

JJ
JJ
35

36
36
39
41

4t
42
42
43
43

44
45

45

47

48
48

49
50
51

52
55

56
57
57
57
60
66
79
87
88
89

9t
92

VI

4.3.4 Desain Dimensi Dinding Penahan Tanah
4.3.s Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
Geser
4.3.6 Desain Ulang Dimensi Dinding Penahan Tanah
4.3.7 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
Geser Pada Desain Ulang
4.3.8 Desain Dimensi Dinding Penahan Tanah Setelah
Pemadatan Tanah
4.3.9 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
Geser Setelah Pemadatan Tanah
4.3.10 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
Geser Pada Desain Ulang Setelah Pemadatan Tanah ..
4.3.11 Pemerikasaan Terhadap Tekanan Tanah Aktif Akibat
Gempa
4.3.12 Pemeriksaan Terhadap Tekanan Tanah Yang
Terjadi
4.3.L3 Pemeriksaan Terhadap Kuat Geser
4.3.14 Pemeriksaan Kuat Geser Penampang i-I
4..3.15 Pemeriksaan Kuat Geser Penampang II-[
4.3.16 Pemeriksaan Kuat Geser Penampang
4.3.17 Perbandingan Penerapan Desain Akibat Bahaya
Guling Dengan Desain Kuat Geser

Bahan
............
..........
III-III

Bahan

98
101

102
104

109

tt2
115
116

t2r
127

128
130

132
133

BAB V SIMPULAN DA}t SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran

135
137

DAFTAR PUSTAKA

138

vil

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Spesi merupakan bahan campuran yang dibentuk dari semen, pasir, dan air

dengan perbandingan tertentu. Spesi biasanya digunakan sebagai perekat dari
pasangan batu, salah satunya adalah batu karang. Batu karang merupakan salah satu
material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi dinding penahan tanah.
Permukaan batu karang yang kasar membuat batu ini mudah melekat dengan spesi.
Kekuatan dari pasangan batu karang sangat ditentukan dari perbandingan spesi
yang dipergunakan dan jarak antar batu karang.
Salah satu konstruksi bangunan yang dapat mempergunakan batu karang
adalah dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi
berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya dari bahaya kelongsoran.
Kelongsoran tersebut baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun
akibat beban yang bekerja di atasnya. Dinding penahan tanah sering digunakan
khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki elevasi berbeda yang rawan akan
terjadi kelongsoran tanah.
Konstruksi dinding penahan tanah umumnya direncanakan agar mampu
untuk menahan bahaya guling, bahaya geser, dan tekanan tanah pada dasar dinding.
Kegagalan konstruksi dinding penahan tanah diperkirakan dapat terjadi akibat
terlampauinya kuat geser bahan oleh tekanan tanah aktif yang ditahan oleh
konstruksi dinding penahan tanah. Kegagalan seperti itu mengakibatkan terjadinya
retak-retak atau pergeseran pada dinding penahan tanah. Kuat geser bahan yang
dimaksud adalah kuat geser yang mampu ditahan oleh bahan pembentuk konstruksi
dinding penahan tanah tersebut yang dalam hal ini menggunakan pasangan batu
karang. Sehingga, untuk merencanakan suatu konstruksi dinding penahan tanah
yang lebih baik untuk kedepannya, perlu dilakukan penelitian yang membahas
tentang seberapa besar kuat geser yang mampu ditahan oleh bahan pembentuk
dinding penahan tanah tersebut, yang khususnya terbuat dari pasangan batu karang.

1

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penyempurnaan dari penelitian
yang dilakukan sebelumnya yang menguji kuat geser menggunakan pasangan batu
kali (Kurniawan, 2012). Dimana pada penelitian sebelumnya keruntuhan geser
terjadi di lekatan antara batu dan spesi, mengingat permukaan batu kali yang halus.
Sehingga untuk menghasilkan nilai kuat geser yang lebih besar, perlu digunakan
batu dengan permukaan yang lebih kasar yang pada penelitian ini digunakan batu
karang.
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka perlu diteliti seberapa kuat
geser yang mampu ditahan oleh pasangan batu karang sebagai bahan pembentuk
konstruksi dinding penahan tanah. Nilai kuat geser tersebut akan digunakan untuk
mendesain dinding penahan tanah. Hasil yang diharapkan adalah dapat diketahui
besarnya kuat geser pasangan batu karang sebagai bahan pembentuk konstruksi
dinding penahan tanah dengan campuran spesi tertentu dan juga diperoleh desain
dinding penahan tanah yang memperhitungkan faktor kuat geser bahan.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka permasalahan yang

dapat dirumuskan pada penelitian ini, yaitu :
a.

Berapa besarnya kuat geser yang mampu dipikul oleh pasangan batu karang
dengan campuran spesi tertentu ?

b.

Bagaimana desain dinding penahan tanah dengan memperhitungkan nilai
kuat geser pasangan batu karang ?

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :

a.

Untuk mengetahui kuat geser yang mampu dipikul oleh pasangan batu karang
dengan campuran spesi tertentu.

b.

Untuk mengetahui desain dinding penahan tanah dengan memperhitungkan
nilai kuat geser pasangan batu karang.

2

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu :

a.

Dapat menerapkan pasangan batu karang dengan campuran spesi yang tepat
yang mampu memikul tegangan geser paling besar ke dalam perencanaan
dinding penahan tanah nantinya.

b.

Dapat lebih memahami stabilitas konstruksi dinding penahan tanah ditinjau
dari kegagalan geser bahan yang mampu dipikul oleh bahan pembentuk
konstruksi dinding penahan tanah.

1.5

Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini, yaitu :

a.

Batu karang dalam penelitian ini berasal dari Bukit Jimbaran, Badung.

b.

Jumlah batu karang sama dalam setiap benda uji. Penempatan dan ukuran
batu dapat dilihat pada lampiran A.

c.

Penelitian hanya terbatas pada pengujian kuat geser pasangan batu karang
dengan pebandingan campuran spesi 1 : 4, 1 : 6, dan 1 : 8.

d.

Semen yang digunakan adalah semen tiga roda tipe portland composite
cement (PCC).

e.

Pasir yang digunakan berasal dari Karangasem.

f.

Dimensi benda uji disesuaikan dengan ukuran alat uji di Laboratorium dan
lebih kecil dari kenyataan di lapangan.

g.

Jarak antar batu karang (ketebalan spesi) ± 3 cm.

h.

Dinding penahan tanah yang didesain adalah dinding penahan tanah tipe
gravity.

i.

Desain dinding penahan tanah lebih ditekankan pada penggunaan nilai kuat
geser pasangan batu karang. Untuk variabel lain seperti data tanah, beban
yang bekerja, dan karakteristik tanah mempergunakan data sekunder.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Batu Karang
Batu karang merupakan batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari bahan-

bahan organik atau senyawa karbonat, misalnya mengandung fragmen kerang. Batu
karang memiliki warna putih, putih kekuningan, abu-abu hingga hitam.
Pembentukan warna ini tergantung dari campuran yang ada dalam batu karang
tersebut, misalnya : lempung, kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik. Berat
jenis batu karang berkisar antara 2,6 gr/cm3 – 2,8 gr/cm3 dalam keadaan murni
dengan bentuk kristal kalsit, sedangkan berat volumenya berkisar antara 1,7 gr/cm3
– 2,6 gr/cm3.
Batuan sedimen terbentuk di atas permukaan lithosphere sebagai akibat dari
aksi air, udara dan akibat aktivitas makhluk-makhluk organis. Sedimen biasanya
didepositkan secara lapis per lapis yang disebut lapisan (strata) dan apabila
dipadatkan dan tersementasi menjadi satu akan membentuk batuan sedimen (proses
ini juga disebut pembatuan / lithification).
Bahan sedimen ditetapkan menjadi dua kelompok umum, yaitu endapan
detrial (klastik) dan endapan non detrital (kimiawi).
a.

Kelompok Detrial (Sedimen Klastik)
Diklasifikasikan oleh ukuran butir seperti konglomerat, batu pasir, batu lanau,

dan batu serpih. Batuan arenaceous lebih dominan pasiran. Batuan argillaceous
lebih dominan lempungan. Batuan sedimen detrital terkomposisi terutama dari
fragmen-fragmen yang hancur diperoleh dari batuan yang ada sebelumnya atau dari
hasil pelapukan seperti batuan yang telah dibawa oleh sungai, angin atau es ke
tempat depositnya.
b.

Kelompok non detrital (Sedimen Kimiawi)
Meliputi endapan kimiawi dan organik. Endapan kimiawi diklasifikasikan

oleh tekstur, susunan, dan komposisinya. Organik meliputi hanya pada berbagai
bentuk batu bara. Batuan sedimen (antara lain garam batuan) terkomposisi oleh
sebagian besar endapan-endapan dari pelarutan. Batuan jenis ini biasanya memiliki

4

tekstur kristalin. Batu yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kelompok
non detrial (sedimen kimiawi).

2.2

Spesi
Spesi adalah suatu bahan adukan yang terbuat dari semen, pasir, dan air pada

takaran tertentu yang dipergunakan untuk melekatkan bahan bangunan yang satu
dengan bahan lainnya sehingga terbentuk suatu pasangan yang kokoh. Pasir disini
berfungsi sebagai bahan pengikat (bahan yang direkat). Spesi yang digunakan untuk
pekerjaan bangunan harus memenuhi sesuatu persyaratan tertentu. Syarat-syarat
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a.

Dapat dikerjakan dalam keadaan plastis,

b.

Dapat dengan mudah diangkut ke tempat pekerjaan,

c.

Mengeras atau membatunya secara perlahan-lahan,

d.

Merupakan suatu alas yang rata bagi batu yang dipasang,

e.

Menjadi perekat yang kuat di antara batu yang dipasang.
Fungsi utama spesi adalah menambah lekatan dan ketahanan ikatan dengan

bagian-bagian penyusun suatu konstruksi. Kekuatan spesi tergantung pada kohesi
pasta semen terhadap partikel agregat halusnya. Spesi mempunyai nilai penyusutan
yang relatif kecil. Spesi harus tahan terhadap penyerapan air serta kekuatan
gesernya dapat memikul gaya-gaya yang

bekerja pada spesi tersebut. Jika

penyerapan air pada spesi terlalu besar / cepat, maka spesi akan mengeras dengan
cepat dan kehilangan ikatan adhesinya.
Perhitungan kuat tekan spesi diperoleh berdasarkan rumus :

f′c =

P

(2.1)

dimana :
f’c

= kuat tekan spesi (MPa)

P

= beban maksimum total (N)

A

= luas dari permukaan yang dibebani (mm2)

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kuat tekan spesi diantaranya adalah faktor
air semen, jumlah semen, umur spesi, dan sifat agregat.

5

a.

Faktor air semen (f a s)
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat air dan berat semen
dalam campuran spesi atau beton. Secara umum diketahui bahwa semakin
tinggi nilai f.a.s., semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian,
nilai f.a.s. yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton
semakin tinggi. Nilai f.a.s. yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam
pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada
akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai f.a.s.
minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65.

b.

Jumlah semen
Pada spesi dengan f.a.s sama, spesi dengan kandungan semen lebih banyak
belum tentu mempunyai kekuatan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena
jumlah air yang banyak, demikian pula pastanya, menyebabkan kandungan
pori lebih banyak daripada spesi dengan kandungan semen yang lebih sedikit.
Kandungan pori inilah yang mengurangi kekuatan spesi. Jumlah semen dalam
spesi mempunyai nilai optimum tertentu yang memberikan kuat tekan tinggi.

c.

Umur spesi
Kekuatan spesi akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dimana
pada umur 28 hari spesi akan memperoleh kekuatan yang diinginkan.

d.

Sifat agregat
Sifat agregat yang berpengaruh terhadap kekuatan ialah bentuk, kekasaran
permukaan, kekerasan dan ukuran maksimum butir agregat. Bentuk dari
agregat akan berpengaruh terhadap interlocking antar agregat.

2.3

Dinding Penahan Tanah
Dinding penahan tanah atau yang dikenal juga dengan tembok penahan tanah

adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang
curam atau lereng yang dibangun di tempat dimana kemantapannya tidak dapat
dijamin oleh lereng tanah itu sendiri, dipengaruhi oleh kondisi tanah topografi
tempat itu, bila dilakukan pekerjaan tanah seperti penanggulangan atau pemotongan
tanah. Terutama, bila jalan dibangun berbatasan dengan sungai atau danau, tembok

6

penahan ini dibangun untuk melindungi kemiringan tanah, dan melengkapi
kemiringan dengan pondasi yang kokoh (Nakazawa, 2000).
Dinding penahan tanah sering digunakan khususnya di wilayah-wilayah yang
memiliki elevasi berbeda yang rawan akan terjadi kelongsoran tanah. Untuk dapat
menahan tanah dan mencegah keruntuhan tanah, maka dinding penahan tanah harus
direncanakan dapat menjaga stabilitas konstruksi dinding penahan tanah tersebut
dari gaya-gaya luar yang bekerja pada konstruksi. Gaya-gaya yang ditahan, antara
lain :
a.

Berat sendiri dari bahan konstruksinya, terutama untuk dinding penahan tanah
tipe gravity retaining wall.

b.

Tekanan tanah aktif (Ea), pasif (Ep), diam (E0), dan tekanan air (Ph).

c.

Muatan-muatan lain diatas tanah.

d.

Berat tanah di atas dasar dinding penahan tanah sebagai bahan urugan.
Dinding penahan tanah terbagi atas beberapa tipe, yaitu gravity, cantilever,

counterfort, buttressed / sturt, crib / bronjong, sheet pile wall., dan semi gravity.

Pemilihan tipe ini tergantung dari kebutuhan, kondisi tanah, bahan, dan biaya
proyek. Semua tipe dinding penahan tanah diatas harus kontrol keamanannya
terhadap bahaya guling, bahaya geser, dan tekanan tanah pada dasar dinding agar
sesuai dengan kebutuhan di daerah yang akan dibangun.

2.4

Stabilitas Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity

2.4.1 Bahaya Terhadap Guling

V
A

H
h

a

Gambar 2.1 Gaya penyebab guling pada dinding penahan tanah

7

Pada gambar 2.1, gaya horisontal H akibat tekanan tanah aktif akan
mendorong dinding kearah kiri, sehingga kemungkinan dinding penahan tanah akan
terguling melalui titik pusat guling di A. Gaya H ditinjau 1 meter tegak lurus bidang
gambar.
Penyebab terjadinya guling adalah momen guling aktif :
M

= H .h

(2.2)

Momen ini akan dilawan oleh berat bahan dinding penahan tanah sebesar V

dengan a, sehingga momen penahan bersifat pasif sebesar :
M

= V .a

SF

=

(2.3)

Syarat kestabilan terhadap bahaya guling :
M a f
M akt f

,5

(2.4)

Tekanan tanah pasif dapat diperhitungkan apabila tekanan tanah pasif
tersebut diyakini akan selalu ada pada dinding penahan tanah, sedangkan apabila
tidak yakin ada maka sebaiknya diabaikan. Penyebab ketidak yakinan ini adalah
seringkali tanah tersebut akan tergerus oleh aliran air. Bila tekanan tanah pasif juga
diperhitungkan, maka akan menambah momen pasif yang tersedia seperti
ditunjukkan pada gambar 2.2.

Ep

V
z

A

a

Gambar 2.2 Gaya penahan guling pada dinding penahan tanah

Maka momen pasif yang bekerja di kiri menjadi :
M

= Ep . z

M

= M

(2.5)

Momen pasif total menjadi :
+ M

(2.6)

8

Apabila ada urugan tanah di belakang konstruksi dinding penahan tanah,
maka dapat diperhitungkan sebagai counter terhadap momen aktif yang ada. Jadi
berfungsi untuk menambah besarnya momen pasif.

G
A
b

Gambar 2.3 Timbunan diatas dinding penahan tanah sebagai momen pasif
Dari gambar 2.3, berat tanah G diperhitungkan sebagai gaya vertikal dengan lengan
b terhadap titik guling A, maka momen pasif menjadi :

M

= G.b

(2.7)

Jika syarat kestabilan pada rumus (2.4) tidak terpenuhi n < 1,5, maka harus

dilakukan penyesuaian terhadap ukuran dinding seperti :
a.

Memperbesar penampang sehingga berat V menjadi besar dan momen pasif
lebih besar.

V

A
Gambar 2.4 Penampang dinding penahan tanah diperbesar
Gambar 2.4 menunjukan penampang dinding penahan tanah diperbesar
sejauh garis putus-putus. Sehingga momen pasif menjadi lebih besar karena
jarak terhadap titik guling menjadi lebih jauh.

9

b.

Memperbesar momen pasif dengan member tumit yang agak panjang
kedepan atau kebelakang seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5..

G
G

A

A
b

a

Gambar 2.5 Tumit dinding penahan tanah diperpanjang kearah depan atau
belakang
c.

Dengan cara membuat dasar dinding agak miring sehingga momen aktif
menjadi lebih kecil karena h kecil seperti ditunjukkan pada gambar 2.6.

H
h

A
Gambar 2.6 Dasar dinding penahan tanah yang dibuat agak miring

d.

Posisi dinding miring didepan atau dibelakang.

V
A

V
A

a1

a2

Gambar 2.7 Posisi dinding penahan tanah miring di depan atau di belakang

10

Pada gambar 2.7 di kiri, garis arsiran merupakan batas dari timbunan pada
dinding yang diperhitungkan sebagai momen pasif. Sedangkan pada gambar
2.7 di kanan dengan luas yang sama, tetapi letak V yang berbeda maka : a2 >
a1, sehingga Mp2 > Mp1.
2.4.2 Bahaya Terhadap Geser

H
V

h

K

A

A

B

V

M aktif = H . h
H

B

Gambar 2.8 Gaya penyebab dan penahan geser apda dinding penahan tanah
Pada gambar 2.8 kiri, gaya H selain menyebabkan momen aktif untuk
menggulingkan konstruksi terhadap titik guling A, juga potensial menyebabkan
pergeseran permukaan dasar dinding dengan tanah dibawahnya. Sedangkan pada
gambar 2.8 kanan, gaya geser H yang bekerja pada dasar dinding sebelah H tersebut
dipindahkan pada bidang dasar + M aktif = H . h, akan dilawan gesekan antara tanah
dengan dasar dinding dengan rumus dasar :
K = N . tan ϕ

(2.8)

Dimana :

K = gaya yang melawan H.
N = gaya normal tegak lurus bidang gambar.
f = tan ϕ = koefisien gesekan antara tanah dengan dasar dinding.
Untuk dasar pondasi dinding yang halus diambil :
f = tan ϕ = tan

ϕ ⇒ϕ = ϕ

(2.9)

Syarat stabilitas terhadap bahaya geser :
n=

K

H

=

.

H

θ

,5

(2.10)

11

Bila memperhitungkan tekanan tanah pasif Ep, maka :
K = V . tan ϕ + Ep

(2.11)

Sehingga nilai n menjadi lebih aman :
n=

K

=
H

.

ϕ+E

,5

H

(2.12)

Pada tanah dasar yang bersifat kohesif, ada nilai C tanah maka gaya yang
menahan geseran dapat ditambah dengan adhesi antara tanah dengan dasar
dindingnya. Dengan mengambil besar lekatan (adhesi) :
C′ = C

(2.13)

Dimana :
C = kohesi tanah
C’ = adhesi dasar dan tanah
Gaya penambah untuk menahan geseran adalah :
B . C′ = B. C

(2.14)

Secara keseluruhan n menjadi bertambah besar atau bertambah stabil
menahan geser pada dasar dinding :
SF

SF

e e
e e

=

=

.

ϕ+E +

.

.

ϕ+E +

.

H

H

, untuk tanah kohesif
,5 , untuk tanah non kohesif

(2.15)
(2.16)

Apabila hasil perhitungan didapat SFgeser < 2 ; SFgeser < 1,5, maka perlu dibuat ekor
/ kunci pada dasar pondasinya untuk menambah keamanan terhadap bahaya geser.

h

H

Gambar 2.9 Penambahan ekor kunci pada dasar dinding penahan tanah

12

Pada gambar 2.9, ekor / kunci yang dimaksud adalah yang berwarna hitam tebal.
Ekor / kunci disini dimaksudkan agar tekanan tanah pasif Ep cukup besar. Untuk mengatasi
bahaya geser, desain ditambahkan bagian kunci atau base key pada bagian dasar dinding
penahan tanah. Fungsi dari base key ini adalah menambah besarnya tekanan tanah pasif.
Besar tekanan tanah pasif akan semakin besar karena tinggi diagram tekanan tanah pasif
bertambah dengan adanya bagian base key. Penambahan bagian base key juga akan
menambah besarnya tekanan tanah aktif, tetapi karena rasio koefisien tekanan tanah pasif
(kp) lebih besar dibandingkan dengan koefisien tekanan tanah aktif (ka), maka besar
penambahan tekanan akan lebih besar atau lebih signifikan pada tekanan tanah pasif
(Coduto, 1994).

2.4.3 Bahaya Terhadap Tekanan Tanah Yang Terjadi
Diusahakan agar resultante muatan-muatan masih menangkap di dalam inti bidang
dasar pondasi agar tidak terjadi tekanan tarik pada tanah sehingga seluruh lebar pondasi
(B) menjadi efektif. Gaya tekanan tanah yang terjadi dalam dinding penahan tanah
diuraikan pada gambar 2.10.
V
H
V
O

A

h

M pasif

M aktif

O

A

B

B

V

V

MA

O

A
B/2

H

x

H

e

H

A
B/2

O

Gambar 2.10 Tekanan tanah pada dinding penahan tanah

Syarat :

e

6

.B

dimana : e =

(2.17)
∑M


(2.18)

terhadap titik guling A :
∑M = M

−M

(2.19)

13

∑M

x=

, jarak V terhadap A



(2.20)

Akibatnya :

e= −x

(2.21)

Mo = V. e

(2.22)

Exentrisitas V terhadap O, sehingga :

Yang dipakai pada perhitungan tekanan tanah yang terjadi dibawah dasar
pondasi dengan rumus umum :
σex = ±

M

(2.23)

Jika dijabarkan lagi, akan menjadi :
σ

x

σ

= +

=



M

σ

M

(2.24)
(2.25)

Diagram tekanan tanah di dasar pondasi ditunjukkan pada gambar 2.11.

σmin
H

σmax

V

B

σmin

x
(B - x)

σmax

σmax

B

B

(c)

(d)

B
(a)

(b)

Gambar 2.11 Diagram tegangan tanah di dasar pondasi
Pada gambar 2.11 (b) :

Jika e < . B maka σex =

±

6

Pada gambar 2.11 (c) :

Jika e = . B maka σex = σ

x

6

Pada gambar 2.11 (d) :
Jika e > . B maka σ
6

x

(B – x) . . . . tidak efektif

=

.

.

6 .e

= . = .σ

−e

(2.26)

(2.27)



, dimana x = .

−e

(2.28)

14

Bila perbedaan tegangan antara �max dan �min terlalu besar, maka apabila

tanah dasarnya adalah tanah yang bersifat compressible, maka akan mengakibatkan
pola perbedaan yang cukup besar, sehingga dinding penahan tanah akan menjadi
condong ke depan. Seperti akan mengalami keruntuhan. Untuk menanggulanginya
maka harus direncanakan : e
sedikit.

6

. B ; sehingga �max dan �min hasilnya berbeda

2.4.4 Gaya Aktif Dinding Penahan Tanah Akibat Gempa
Beban gempa pada dinding penahan tanah dengan metode pseudostatis, yaitu
analisis ketahanan gempa yang paling sederhana dengan memakai percepatan
gempa horisontal dan vertikal. Gambar 2.12 memperlihatkan kondisi statis pada
tanah timbunan aktif dengan metode Mononobe-Okabe.

Gambar 2.12 Gaya aktif pada dinding akibat gempa
Sumber : Redana (2010)

Gaya-gaya yang bekerja pada blok keruntuhan adalah sebagai berikut:
a.

Berat blok tanah di atas bidang longsor, yaitu W.

b.

Resultan gaya geser dan gaya normal pada permukaan bidang longsor
BC, yaitu F.

c.

Gaya aktif per satuan lebar tembok, yaitu PAE.

d.

Gaya inersia arah horizontal, yaitu khW.

e.

Gaya inersia arah vertikal, yaitu kvW.

15

Gaya statis yang diterima dinding adalah :
P = .K .

.H

Dimana :
K =

(2.29)

ϕ−θ

θ.

δ+θ [ +√

c

δ+θ
δ+θ c

ϕ+β
β+θ

(2.30)
]

Gambar 2.12 memperlihatkan gaya dinamis akibat gempa yang bekerja pada
bidang keruntuhan pada dinding penahan tanah. Dengan memanfaatkan analisis
pseudostatik gaya gempa statik F h dan F v dapat dihitung dengan memanfaatkan
percepatan gempa horisontal dan vertikal �ℎ dan �� , F =
v.

.

= k W dan F =

= k W, dimana kh dan kv adalah koefisien pseudostatik horizontal dan vertikal

dan W adalah berat massa tanah yang runtuh. Persamaan untuk mencari nilai kh dan
kv dapat dipergunakan persamaan sebagai berikut:
kh =

e

e e

kv =

e

e

e e

e
e

ah
��

(2.31)
(2.32)

Dimana :
g = percepatan gravitasi

Gaya aktif dinamis yang diterima dinding penahan tanah adalah
P

E

= .K

Dimana :
K

E

=

E.

.H

Ψ.

θ.

−k

(2.33)

ϕ−θ−Ψ

δ+θ+Ψ [ +√

c

δ+θ
ϕ−β−Ψ
δ+θ+Ψ c
β−θ

(2.34)
]

Dimana :
Ψ = tan−

− v

(2.35)

Total komponen tekanan tanah aktif dapat dipisahkan menjadi komponen
statis PA dan komponen gempa dinamik ΔPAE.
P

E

= P + ΔP

E

(2.36)

16

Gambar 2.13 Titik tangkap gaya tekanan tanah aktif akibat gempa
Sumber : (Das, 1995)

Komponen gaya statik PA bekerja pada H/3, tetapi komponen gaya dinamik
bekerja kira-kira pada 0,6H dari dasar dinding. Sehimgga komponen gaya total
bekerja pada ketinggian h, dari dasar dinding.
h=

H

P . +ΔP E
P E

,6H

(2.37)

Setelah mendapatkan besarnya titik tangkap atau jarak bekerjanya masingmasing komponen gaya aktif tanah, maka dapat dihitung besarnya momen
pengguling yang bekerja pada dinding penahan tanah akibat gempa. Persamaan
yang dipergunakan untuk menghitung besarnya momen pengguling, yaitu
Mo = P E . cos . h
2.5

(2.38)

Kondisi Umum Yang Lebih Kompleks Pada Dinding Penahan Tanah
Tipe Gravity
Dinding penahan tanah tipe gravity biasanya terbuat dari pasangan batu kali.

Dinding penahan tanah tipe ini mempunyai dimensi dan berat yang cukup untuk
mengimbangi bahaya guling dan bahaya geser. Untuk dinding penahan tanah tipe
gravity, ukuran dan luas pondasi harus direncanakan sedemikian rupa besarnya,

sehingga berat sendiri dari bahan dapat mengimbangi gaya-gaya yang bekerja pada
dinding penahan tanah. Sehingga aman terhadap bahaya guling, geser, dan tekanan
tanah yang terjadi di dasar pondasi. Untuk ukuran penampang direncanakan

17

sedemikian rupa agar dapat menahan tegangan tekan, tegangan tarik, dan tegangan
geser pada pasangan batu yang akan digunakan.
q t/m2
m.t
I

II

m.a.t

Ea2

Ea1
Ea3
Ea4

III
H3

Ph

H1
m.a.t

H2
Ph

Ep

A
B

H3
H2

Gambar 2.14 Seluruh gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah tipe gravity
Gaya – gaya yang timbul :
a.

Berat sendiri konstruksi dinding penahan tanah.

b.

Berat tanah diatas tumit depan dan belakang I, II, dan III.

c.

Sebelah kanan :








d.

e.

Ea1, akibat beban merata q ton/m2.
Ea2, akibat beban tanah diatas muka air tanah (m.a.t).
Ea3, akibat tanah diatas muka air tanah sebagai beban merata, bekerja
setinggi H2.
Ea4, akibat tanah di bawah muka air tanah.
Ph, akibat tekanan air tanah setinggi H2.

Sebelah kiri :


Ep, Ph akibat tanah pasif setinggi H3.

Ada tekanan Up Lift (tekanan air keatas sesuai dengan tinggi tekanan
dibawah dasar dinding, yang pada gambar 2.14 adalah H2 dan H3).

18

2.6

Ragam Kegagalan Balok Tanpa Penulangan Tarik Diagonal
Pada dasarnya dapat terjadi tiga ragam keruntuhan (atau kombinasinya), yaitu

keruntuhan lentur, keruntuhan tarik diagonal, dan keruntuhan tekan akibat geser.
Untuk balok yang semakin langsing, kecendrungan ragam keruntuhan adalah
lentur. (Nawy, 1998)

Gambar 2.15 Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari kelangsingan balok :
(a) keruntuhan lentur ; (b) keruntuhan tarik diagonal ; (c)
keruntuhan geser tarik
Sumber : Nawy (1998)

19

2.6.1 Keruntuhan Lentur
Pada daerah yang mengalami keruntuhan lentur, retak terutama terjadi pada
sepertiga tengah bentang, dan tegak lurus arah tegangan utama retak retak ini
diakibatkan oleh tegangan geser v yang sangat kecil dan tegangan lentur f yang
sangat dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama horizontal
ft(max). Dalam keadaan runtuh lentur demikian, beberapa retak halus berarah

vertikal terjadi di daerah tengah bentang sekitar 50% dari yang diakibatkan oleh
beban lentur. Apabila bebannya bertambah terus, retak-retak di tengah bentang
bertambah, dan retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan semakin
panjang menuju sumbu netral penampang, Hal ini bersamaan dengan besarnya
lendutan di tengah bentang. Jika balok tersebut under-reinforced, maka keruntuhan
ini merupakan keruntuhan yang daktail (ductile) yang ditandai dahulu dengan
lelehnya tulangan tarik. Perilaku daktail ini memberikan peringatan terlebih dahulu
kepada pemakai bangunansebelum terjadi keruntuhan total balok (collape). Agar
berperilaku daktail, biasanya perbandingan antara bentang geser dengan tinggi
penampang harus lebih besar dari 5,5 dalam hal beban terpusat, dan melebihi 15
untuk beban terdistribusi.

2.6.2 Keruntuhan Tarik Diagonal
Keruntuhan ini dapat terjadi apabila kekuatan balok dalam diagonal tarik
lebih kecil daripada kekuatan lenturnya. Perbandingan antara bentang geser dengan
tinggi penampangnya adalah menengah, yaitu a/d bevariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk
beban terpusat. Balok demikian disebut balok dengan kelangsingan menengah.
Retak-retak mulai terjadi di tengah bentang, berarah vertikal, yang berupa retak
halus, dan diakibatkan oleh lentur. Hal ini diikuti oleh rusaknya lekatan antara baja
tulangan dengan beton di sekitarnya, pada perletakan. Maka, tanpa adanya
peringatan sebelum runtuh, dua atau tiga retak diagonal terjadi pada jarak sekitar
1,5d sampai 2d dari muka perletakan. Untuk mencapai kestabilan, satui retak
diagonal ini melebar ke dalam retak tarik diagonal utama.

20

2.6.3 Keruntuhan Tekan Geser
Balok-balok

yang

mengalami

keruntuhan

demikian

mempunyai

perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai
2,5 untuk beban terpusat, dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Seperti pada
tarik diagonal, keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak-lentur-halus verikal
di tengah bentang, dan tidak terus menjalar, karena terjadinya kehilangan lekatan
antara tulangan membujur (longitudinal) dengan beton disekitarnya pada daerah
perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring, yang lebih curam daripada retak
diagonal tarik secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral. Kecepatan
penjalaran ini semakin berkurang sebagai akibat dari hancurnya beton pada tepi
tertekan dan terjadinya redistribusi tegangan pada daerah atas. Pada saat
bertemunya retak miring ini dengan tepi beton yang tertekan, terjadilah keruntuhan
secara tiba-tiba keruntuhan tekan geser. Ragfam keruntuhan ini dapat dipandang
kurang getas dibandingkan dengan ragam keruntuhan tarik diagonal karena adanya
redistribusi regangan tadi. Sekalipun demikian keruntuhan yang bersifat getas harus
sama sekali dihindarkan karena sifatnya yang tidak ada peringatan terlebih dahulu.

Tabel 2.1 Pengaruh kelangsingan balok terhadap ragam keruntuhan

Sumber : Nawy (1998)

21

2.7

Kuat Geser Bahan Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah
Konstruksi dinding penahan tanah umumnya direncanakan agar mampu

untuk menahan bahaya guling, bahaya geser, tekanan tanah, dan bahaya gempa.
Kegagalan konstruksi dinding penahan tanah diperkirakan dapat terjadi akibat
terlampauinya kuat geser bahan oleh tekanan tanah aktif yang ditahan oleh
konstruksi dinding penahan tanah. Kegagalan seperti itu mengakibatkan terjadinya
retak-retak atau pergeseran pada bahan pembentuk dinding penahan tanah tersebut.
Kuat geser bahan yang dimaksud adalah kuat geser yang mampu ditahan oleh bahan
pembentuk konstruksi dinding penahan tanah tersebut. Sehingga, untuk
merencanakan suatu konstruksi dinding penahan tanah yang lebih baik untuk
kedepannya, perlu direncanakan dengan memperhitungkan kuat geser bahan.
Suatu konstruksi dinding penahan tanah hendaknya direncanakan dengan
memperhitungkan nilai kuat geser bahan pasangan batu yang akan digunakan. Hal
ini perlu diperhitungkan untuk mengantisipasi terjadinya retakan oleh tekanan tanah
aktif pada titik yang ditinjau, pada bahan pembentuk konstruksi dinding penahan
tanah yang akan dibangun. Rumus kuat geser bahan adalah :
τ=

P .S
.

S = . b. h
8

. b. h

I=

(2.39)
(2.40)
(2.41)

Dimana :

= kuat geser bahan (kg/cm2)
P

= beban runtuh (kg)

S

= momen statis ke garis netral (cm3)

I

= momen inersia penampang (cm4)

b

= lebar benda uji (cm)

Setelah nilai kuat geser di dapat, maka dilanjutkan dengan perencanaan dimensi
dinding penahan tanah oleh tekanan tanah aktif, dengan rumus :
τ=

A=

E

E

τ

(2.42)
(2.43)

22

Dimana :
Ea

= tekanan tanah aktif di titik yang ditinjau, per meter panjang (ton/m)

A

= lebar dinding penahan tanah di titik yang ditinjau, per meter panjang (m2)

Sehingga nilai A di dapat. Dengan lebar (A) hasil perhitungan, maka dinding
penahan tanah pada titik yang ditinjau akan aman terhadap bahaya geser bahan oleh
tekanan tanah aktif.

2.8

Varians dan Standar Deviasi
Cara varians dan standar deviasi dipergunakan untuk menentukan ukuran

statistik dari suatu data. Standar deviasi dan varians merupakan dua ukuran
variabilitas yang sangat sering digunakan oleh peneliti di dalam menganalisis data
penelitian yang berjenis interval (Arikunto, 2000). Varians yaitu jumlah dari selisih
antara data dengan nilai rata-ratanya dibagi dengan banyaknya subjek yang
memiliki nilai (n – 1). Standar deviasi merupakan akar dari varians sampel.
Semakin besar nilai standar deviasi berarti semakin tinggi penyimpangan data
dengan nilai rata-ratanya. Sebaliknya, semakin kecil nilai standar deviasi berarti
data mengelompok di sekitar nilai rata-ratanya dan tidak menunjukan variasi yang
banyak (Kuncoro, 2001).
Seberapa jauh nilai pengamatan tersebar di sekitar nilai rata-rata dinamakan
variasi atau dispersi dari data. Ukuran variasi banyak jenisnya, tetapi yang sering
dipergunakan adalah varians dan standar deviasi (Nazir, 1988). Jika sebuah set
pengamatan X1, X2, ….., Xn mempunyai mean Xrata-rata maka variansnya adalah :
Vx =



Dimana :
Xi

− rata−rata


(2.44)

= nilai pengamatan variabel ke-i

Xrata-rata = nilai rata-rata (mean)
Vx

= varians
Dalam kerja sehari-hari, varians dicari dengan menulis rumus berikut, yang

merupakan cara lain dalam menuliskan rumus untuk varians :
Vx =



− ∑


(2.45)

23

Standar deviasi adalah akar dari varians, yaitu :
= √Vx

s



=√

s



=√

s

Dimana :

(2.46)
− rata−rata


(2.47)

− ∑

(2.48)



Vx = varians
Xi = nilai pengamatan ke-i
n

= jumlah pengamatan

s

= standar deviasi

2.9

Estimasi Terhadap Nilai Rata-Rata Populasi Dalam Penelitian
Tidak jarang seorang peneliti dihadapkan kepada masalah untuk mengadakan

estimasi terhadap nilai rata-rata (mean) dari populasi dengan menggunakan sampel.
Sampel terdiri dari dua jenis yaitu, sampel besar dan sampel kecil. Untuk sampel
besar yaitu sampel yang besarnya 30 atau lebih. Sedangkan sampel kecil yaitu
sampel dimana jumlah pengamatan dari sampel kurang dari 30 (Nazir, 1988).

2.9.1 Sampel Besar
Untuk sampel besar yaitu sampel yang besarnya 30 atau lebih, estimasi
terhadap mean populasi adalah sebagai berikut. Jika sebuah populasi mempunyai
mean u, dan sebuah sampel ditarik yang besarnya n, yaitu X1, X2, ….., Xn, maka :
a.

Estimasi terhadap mean populasi u, adalah mean dari sampel :
u ≈ Xrata-rata

b.

Interval dari estimasi adalah :
u < Xrata-rata + z .
u > Xrata-rata – z .
Dimana :





(2.49)
(2.50)

Xrata-rata = mean (nilai rata-rata) dari sampel
s

= standar deviasi dari sampel

24

z

= harga z pada level significance tertentu (lihat tabel distribusi
normal standar (Nazir, 1988))

c.

Jika Xrata-rata adalah mean dari sampel random yang besarnya n, dimana n ≥
30, dan mean populasi u, maka dengan probabilitas 1 – c dapat dipastikan
bahwa error yang diperkuat adalah kurang dari :
E=

Z .

(2.51)



2.9.2 Sampel Kecil
Jika sampel kecil, dimana jumlah pengamatan dalam sampel kurang dari 30,
maka estimasi dilakukan sebagai berikut :
a.

Estimasi terhadap mean populasi u adalah mean dari sampel :
u ≈ Xrata-rata

b.

Error estimasi pada suatu probabilitas kepercayaan adalah :
E = tc .

(2.52)

√ −

dimana tc dapat dilihat pada tabel distribusi t pada lampiran B, dengan degree
of freedom (df) = n – 1.


Untuk level confidence = 0,95 (besar error estimasi yang dibuat sehingga
95% pasti bahwa estimasi tersebut benar), carilah harga t0,025, yaitu t1/2 (10,95).



Untuk level confidence = 0,90 (besar error estimasi yang dibuat sehingga
90% pasti bahwa estimasi tersebut benar), carilah t1/2 (1-0,95) , yaitu harga
t0,05 pada degree of freedom tertentu.



Untuk n = 29, df = 29 – 1 = 28 ; unruk n = 3, df = 3 – 1 = 2 ; dan
seterusnya.

c.

Interval estimasi adalah :
u < Xrata-rata + E atau u < Xrata-rata + t .
u > Xrata-rata – E atau u > Xrata-rata – t .

√ −

√ −

(2.53)
(2.54)

25

BAB III
RANCANGAN KEGIATAN

Rancangan kegiatan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tahapan, yaitu pemeriksaan bahan atau material, perancangan benda uji
pasangan batu karang, pembuatan benda uji, pengujian benda uji, dan langkahlangkah perencanaan dinding penahan tanah.

3.1

Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. Tahapan persiapan
dan penyimpanan material dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan area luar,
sedangkan tahap penyimpanan benda uji dan pengujian kekuatan geser dilakukan
di dalam Laboratorium Teknologi Bahan.

3.2

Pemeriksaan Bahan
Setelah melakukan survei ke beberapa tempat, akhirnya diputuskan bahan-

bahan yang akan digunakan. Jenis dan bahan yang akan dipergunakan adalah
sebagai berikut :
a.

Batu Karang

: Batu karang dari Bukit Jimbaran, Badung.

b.

Pasir

: Pasir dari Karangasem.

a.

Semen

: Semen tiga roda tipe portland composite cement (PCC).

c.

Air

: Air PDAM di Laboratorium Teknologi Bahan.

3.3

Alat – Alat Penelitian
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a.

Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan
faktor ketelitian 1 gram.

b.

Timbangan Specific Gravity Bench Set kapasitas 20000 gram dengan faktor
ketelitian 0,1 gram.

26

c.

Satu set ayakan (soil test, INC) USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11
Specification dengan ukuran lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm,

0,60 mm, 0,03 mm, 0,15 mm dan pan serta mesin pengayak merk Ticino
buatan Italia.
d.

Mesin Los Angeles terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm (β8”) dan panjang 50 cm (β0”), di bagian dalam
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (β,56”).

e.

Oven Control.

f.

Mesin molen.

g.

Mesin penguji kuat lentur beton dengan kapasitas 150 kN

h.

Mesin penguji kuat tekan dengan kapasitas 2000 kN.

i.

Alat pelengkap seperti tabung ukur, piknometer, ember, cetok, dan sekop.

3.4

Pemeriksaan Bahan yang Dipergunakan
Analisa ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran sifat masing-masing

material atau bahan pembentuk benda uji pasangan batu karang dalam penelitian
ini.

3.4.1 Air
Air yang dipergunakan sebagai bahan campuran spesi dalam penelitian ini
adalah air PDAM yang ada di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil.

3.4.2 Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen tiga roda tipe
portland composite cement (PCC). Analisa terhadap semen ini dicari berat satuan

semen yang bertujuan untuk mengkonversi berat ke volume atau sebaliknya.

3.4.2.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen (Unit Weight)
a.

Tujuan pemeriksaan
Untuk menentukan berat satuan semen yang berfungsi untuk mengkonversi
satuan berat ke volume atau sebaliknya.

27

b.

Alat yang dipergunakan









c.

Timbangan Specific Gravity Bench Set kapasitas 20000 gram dengan
faktor ketelitian 0,1 gram.
Sekop / cetok.
Mistar perata.
Bejana baja kaku (container) berbentuk silinder.
Tongkat pemampat Ǿ 16 mm dengan panjang 60 cm dan ujung bulat.

Langkah pemeriksaan




Container kosong ditimbang beratnya (A).



beratnya (B).



Mengisi container dengan air sampai penuh kemudian ditimbang
Volume kotak takar = B – A (liter).
Masukkan semen ke dalam container dalam tiga lapisan. Lapisan I
masukkan pasir setinggi 1/3 tinggi container , kemudian ditumbuk
sebanyak 25 kali. Lapisan II setinggi 2/3 tinggi container dan ditumbuk
sebanyak 25 kali. Lapisan III dengan mengisi container sampai penuh
dan ditumbuk sebanyak 25 kali, kemudian diratakan dengan mistar
perata. Cara ini dikenal dengan cara Rodding.



Permukaan semen diratakan dan ditimbang beratnya (W1).
Pengisian pasir ke dalam container dengan menggunakan sekop / cetok
dengan ketinggian jatuh tidak lebih dari 5 cm diatas container yang
diratakan. Cara ini dikenal dengan cara Sovelling.
Ratakan permukaan semen dan timbang beratnya (W2).

d.

Rumus Perhitungan




Cara Rodding =

Cara Sovelling =









Berat satuan semen rata – rata antara kedua berat di atas.
3.4.3 Pasir
Pasir yang dipergunakan adalah pasir alami yang berasal dari Karangasem.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasir adalah pemeriksaan kadar air pasir,

28

pemeriksaan kandungan lumpur pada pasir, pemeriksaan gradasi pasir,
pemeriksaan berat satuan pasir, dan pemeriksaan berat jenis pasir.

3.4.3.1 Pemeriksaan Kadar Air Pada Pasir
a.

Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam pasir.

b.

Alat yang dipergunakan

 Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan
ketelitian 1 gram.

 Oven Control.

 Cawan.
c.

Langkah pemeriksaan

 Mengambil contoh pasir dalam keadaan lembab atau basah (bukan SSD)
dan diletakkan di dalam cawan kemudian ditimbang sebanyak 1000 gram
(V1).

 Mengeringkan contoh pasir tersebut dalam oven control dengan
temperatur 100⁰ C selama satu hari sampai beratnya tetap.

 Setelah satu hari, contoh pasir dikeluarkan dari oven control dan ditimbang
beratnya (V2).

 Dari pemeriksaan tersebut dapat diperoleh persentase kandungan air pada
pasir.
d.

Rumus perhitungan

 Persentase kadar air =



x 100%

3.4.3.2 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pada Pasir
a.

Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui kandungan lumpur yang terdapat pada pasir.

b.

Alat yang dipergunakan
 Tabung ukur

 Penggaris

29

c.

Langkah pemeriksaan

 Membersihkan tabung ukur yang akan digunakan.

 Memasukkan contoh pasir dan air ke dalam tabung ukur, kemudian
diguncangkan agar pasir bercampur dengan air.

 Menunggu selama satu hari agar terjadi endapan lumpur pada tabung ukur.

 Melalui endapan dalam tabung tersebut dapat dihitung tinggi dari endapan
pasir dan lumpur (H1) dan tinggi endapan pasir (H2). Maka dari hasil
perhitungan tinggi pasir dan tinggi keduanya (pasir dan lumpur) tersebut
dapat dihitung persentase kandungan lumpur dalam pasir.
d.

Rumus perhitungan

 Persentase kandungan lumpur =

H −H
H

x

%

3.4.3.3 Pemeriksaan Gradasi Pasir
a.

Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui gradasi pasir dan modulus kehalusan pasir.

b.

Alat yang dipergunakan

 Satu set ayakan (soil test, INC) USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11
Specification dengan ukuran lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm,

0,60 mm, 0,03 mm, 0,15 mm dan pan.

 Mesin pengayak merk Ticino buatan Italia.

 Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan
ketelitian 1 gram.
c.

Langkah pemeriksaan

 Menyusun satu set ayakan secara beruntun dengan diameter terbesar
berada paling atas dan selanjutnya diletakkan pada mesin ayakan.

 Menimbang 1000 gram pasir kering (setelah dioven) lalu dimasukkan ke
ayakan paling atas (diameter 9,5 mm) dan ayakan tersebut ditutup).

 Pengayakan dilakukan selama ± 10 menit

 Setelah selesai pengayakan, pasir yang tertinggal pada masing-masing
ayakan ditimbang beratnya.

30

 Modulus kehalusan pasir merupakan 1/100 dari jumlah komulatif
persentase butir-butir pasir yang tertahan di atas ayakan dengan lubang
minimum 0,15 mm.

3.4.3.4 Pemeriksaan Berat Satuan Pasir (Unit Weight)
Langkah-langkah pemeriksaan berat satuan pasir sama dengan pemeriksaan
berat satuan semen.

3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir
a.

Tujuan pemeriksaan
Untuk menentukan berat jenis bulk, berat jenis jenuh kering permukaan
(SSD), berat jenis semu (appearent), dan menentukan besarnya penyerapan
dari agregat halus.

b.

Alat yang dipergunakan

 Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan
ketelitian 1 gram.

 Piknometer dengan kapasitas 500 ml.

 Oven.

 Gelas ukur.

 Cawan.
c.

Langkah pemeriksaan

 Mengambil contoh pasir kemudian dikeringkan dalam oven sampai
beratnya tetap kemudian pasir direndam dalam air selama 24 jam.

 Setelah direndam, pasir dikeringkan dalam suhu kamar untuk mencapai
keadaan jenuh kering permukaan (SSD). Untuk mengetahui pasir keadaan
SSD, pasir dimasukkan ke dalam kerucut terpancung dan dipadatkan
dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali. Kemudian kerucut diangkat,
jika pasir runtuh dan masih berbentuk kerucut, maka pasir dalam keadaan
SSD.

 Pasir keadaan SSD kemudian dimasukkan ke