PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS ICT UNTUK MENINGKATKAN SCIENTIFIC DAN ICT LITERACY SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C.Asumsi penelitian ……….. 9

D.Hipotesis Penelitian ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

G.Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN TEORITIS A.Scientific Literacy ... 13

1. Aspek Konteks ……… . 18

2. Aspek Kompetensi Sains (Proses) ... 20

3. Aspek Pengetahuan Ilmiah (Konten) . ... 21 Halaman


(2)

4. Aspek Sikap Sains ...…. 23

B. ICT Literacy ... 25

C.Pembelajaran berbasis ICT ... 29

D.Materi Pokok Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 42

B. Desain Penelitian ... 42

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 43

D. Variabel Penelitian ………. 44

E. Instrumen Penelitian ………... 44

F. Pengujian Validasi dan Reabilitasi Instrumen ... 49

G. Prosedur Penelitian ... 55

H. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Scientific Literacy ... 58

1. Aspek Pengetahuan Ilmiah (Konten) ... 63

2. Aspek Kompetensi Sains (Proses). ... 65

3. Aspek Sikap Sains ...…. 67

B. ICT Literacy ... 71

1. Aspek Access ... 76

2. Aspek Manage ... 77

3. Aspek Integrate ...…. 79

4. Aspek Evaluate ... 80


(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional selain matematika dan bahasa Indonesia. Seringkali sains dipandang oleh siswa sebagai salah satu pelajaran yang sulit dipahami dan dimengerti. Sains merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan, yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis oleh manusia yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Sains dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. (BSNP, 2006).

Salah satu ciri pembelajaran Sains yang efektif adalah tingginya kemampuan pembelajaran tersebut dalam menyajikan hakekat pendidikan ilmu pengetahuan atau sains di SD yakni sebagai proses, produk dan sikap. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan ilmu pengetahuan atau sains diarahkan untuk inkuiri dan


(5)

2

berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan identifikasi masalah dan pemecahan masalah. Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Melalui penerapan konsep Sains dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana, siswa di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep Sains dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (BSNP, 2006).

Pembelajaran sains yang diharapkan sebagai proses, sikap dan aplikasi belum sepenuhnya tersentuh dalam pembelajaran. Banyak siswa yang belum mampu menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan. Kondisi pembelajaran seperti itu yang merupakan salah satu kemungkinan penyebab rendahnya Scientific Literacy siswa Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh PISA-OECD (Programe For Internasional Student Assesment- Organisationfor Ekoconomic Cooperation And Development) pada tahun 2009, diketahui bahwa siswa Indonesia baru memahami pengetahuan sains pada konteks umum, dimana siswa Indonesia belum mampu menjelaskan dan mengaplikasikan pengetahuan sains mereka dalam situasi yang komplek serta belum mampu membuat keputusan mengggunan pengetahuan sains yang dimiliki. Hasil riset ini dapat disimpulkan bahwa masalah literasi sains ini merupakan hal serius.


(6)

3

Hasil PISA bidang literasi sains anak Indonesia yang dianalisis Tim Literasi sains Puspendik tahun 2004 mengungkap bahwa, lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dasar sains, sehingga mereka tidak mampu mengaplikasikannya untuk menginterpretasi data, menerangkan hubungan kausal, serta memecahkan masalah sederhana sekalipun, lemahnya kemampuan siswa dalam membaca dan menafsirkan data dalam bentuk gambar, tabel, diagram dan bentuk penyajian lainnya, adanya keterbatasan kemampuan siswa mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan, kemampuan nalar ilmiah masih rendah, lemahnya penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dasar sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan kesehatan (Mahyuddin, 2007).

Shwartz, et. al (2006), melakukan penelitian terhadap siswa SMU untuk menilai perkembangan literasi sain pada pelajaran kimia. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada umunya literasi sains yang dimasukkan ke dalam pembelajaran hanya berkontribusi terhadap mengetahui konsep kimia, serta menjelaskan konsep.

Pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat baik di dalam pembinaan sumber daya manusia, oleh karena itu pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan dan prioritas secara baik oleh pemerintah, keluarga dan pengelola pendidikan. Perubahan sistem pendidikan, program kurikulum, strategi belajar mengajar, teknologi, sarana dan prasarana pendidikan mempengaruhi perkembangan siswa baik akademis, sosial maupun pribadi. Oleh karena itu siswa diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pendidikan yang berlangsung.


(7)

4

Berdasarkan hasil temuan penelitian-penelitian tersebut, perlu penulis melakukan penelitian di tingkat sekolah dasar. Ini dikarenakan pada tingkat sekolah dasar sains mulai diajarkan baik konsep, konten, dan proses sains. Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan literasi sains siswa perlu dilakukan dari sejak tingkat pendidikan dasar.

Selain pengukuran peningkatan scientific literacy, penulis melakukan pengukuran peningkatan ICT literacy, ini dikarenakan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi dan lain sebagainya memberi arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Tantangan tersebut menjadi salah satu dasar pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran.

Perubahan peradaban menuju masyarakat berpengetahuan (knowledge society) menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21. Menurut partnership for 21st century (2011) untuk menyokong siswa daam menghadapi ekonomi global yang terus berinovasi diharuskan memiliki keahlian-keahlian, salah satunya ICT skills. Masyarakat Abad 21 hidup dengan lingkungan teknologi media, dimana masyarakat tersebut berpengetahuan, memiliki kemampuan yang melek teknologi dan media (ICT Literacy), dapat melakukan komunikasi efektif, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi. ICT literacy yaitu mampu memanfaatkan teknologi secara efektif, seperti dapat menggunakan teknogi sebagai alat untuk meneliti, mengorganisasi, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi, dapat menggunakan teknologi digital, serta


(8)

5

mengaplikasikan pengetahuan dasar dari isu-isu etis mengenai penggunaan teknologi informasi.

Menurut Penelitian PISA-OECD (2009) dalam kurun waktu dari tahun 2000 sampai tahun 2009, 94% siswa di dunia telah mempunyai komputer di rumah, sedangkan di Indonesia sendiri 21%, dan siswa yang dapat mengakses Internet di rumah di bawah 10%. Pengusaan ICT siswa di Indonesia dinilai sangat kecil sekali, mungkin ini disebabkan berbagai factor, seperti tingkat ekonomi dan pengadaan sarana prasarana di sekolah. Padahal Terdapat kesepakatan umum bahwa Information and Communication Technologies (ICT) adalah baik untuk pengembangan dunia pendidikan.

ICT merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan masa depan pendidikan. Teknologi ini, khususnya internet yang mampu membangun kemampuan jaringan informasi pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi pendidikan dengan kualitas standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan efektivitas kebijakan administrasi pendidikan, dan yang sekarang sedang dikembangkan adalah meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh.

Seorang ahli pembangunan menulis tentang peran ICT dalam menggarisbawahi bahwa meskipun internet bukan obat mujarab bagi masalah pembangunan pedesaan dan ketahanan pangan, tetapi internet dapat membuka saluran komunikasi baru yang membawa pengetahuan baru dan menjadi sumber informasi pada masyarakat pedesaan. (Munyua dalam Wahyono dan Pujiriyanto, 2010). Kasus yang sama juga berlaku bagi peran ICT dalam dunia pendidikan,


(9)

6

yang telah menjadi bagian dari perubahan secara radikal penyampaian informasi pendidikan, ICT dapat memainkan peran kritis dalam mengkonstruksi pengetahuan dengan memungkinkan membuat, mengelola, dan berbagi pengetahuan.

Berdasarkan penelitian British Educational Research Association (BERA, 2002), menunjukkan bahwa ICT dapat membuat perbedaan cara belajar murid sekolah dasar. Dalam penelitian besarnya ada hubungan positif antara penyediaan atau penggunaan sumber daya ICT dan pencapaian murid. Analisis intervensi yang ditargetkan menggunakan ICT menunjukkan gambaran yang lebih positif, tetapi tidak seefektif inovasi pendidikan lainnya. Dan keuntungan yang lebih besar dalam pencapaian murid, dapat dicapai dimana penggunaan ICT direncanakan, terstruktur dan terintegrasi secara efektif.

Menyadari peran strategis pendidikan dalam mewujudkan masyarakat berpengetahuan tersebut, Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai kegiatan yang didalamnya termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan ICT untuk memperluas akses terhadap pendidikan bermutu dan meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Untuk mempercepat pendayagunaan dan pemanfaatan ICT untuk pendidikan telah dilakukan berbagai upaya untuk mendorong akselerasi dan peningkatan “ICT literacy. Dan menggunakan ICT literacy untuk menunjang pembelajaran lain dan contohnya sains SD.

Beranjak dari hal-hal diatas, maka peneliti memandang perlu untuk mencari alternatif lain untuk mengatasi permasalahan tersebut, yang merupakan media pembelajaran yang tepat sehingga diharapkan dapat membantu para


(10)

7

pengajar. Perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini dapat menjadi alternatif secara tidak langsung dapat menjadi alternatif dalam membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Pembelajaran berbasis ICT adalah pembelajaran yang berdasarkan konsep pembelajaran komputer dan multimedia. Pendidikan berbasis ICT saat ini sudah berkembang pesat di berbagai daerah. Pembelajaran berbasis ICT mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, membiasakan guru untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, selain itu juga pembelajaran berbasis ICT sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, karena pembelajaran akan lebih menarik.

Komputer yang merupakan salah satu produk dari teknologi yang dapat menyajikan informasi dalam banyak media sebagai produk elektronik dalam bentuk tampilan teks, grafik, gambar, animasi, suara, dan video atau yang saat ini kita kenal sebagai teknologi multimedia (Munir, 2008). Teknologi multimedia atau pembelajaran berbasis ICT merupakan media yang sangat kuat untuk meningkatkan belajar dengan memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan di dalam mengidentifikasi masalah, mencari, mengorganisasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi (Lee et al., 2002).

Pada penelitian Retmana (2010), Pembelajaran berbasis multimedia (ICT), berpengaruh pada peningkatan scientific literasi siswa SMP. Hal ini juga terjadi pada penelitian Adolphus, et al. (2012) pada siswa SMU, dimana ICT mempengaruhi scientific literacy dan ICT skill, dimana ICT skill termasuk dalam


(11)

8

pengukuran ICT literacy.

Beberapa penelitian mengenai scientific dan ICT literacy banyak diakukan pada siswa SMP, SMA, dan Universitas, berdasarkan dari hasil penelitian tersebut dirasa penting untuk meningkatkan scientific dan ICT literacy di tingkat sekolah dasar untuk meningkatkan penguasan konsep dasar sains dari sejak dini. Berdasarkan hal tersebut maka penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai ” pembelajaran sains berbasis ICT untuk meningkatkan scientific dan ICT literacy siswa sekolah dasar” di lingkungan Sekolah Dasar Kota Cimahi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pembelajaran berbasis ICT dapat meningkatkan scientific dan ICT literacy siswa sekolah dasar?” Dari rumusan masalah tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan scientific literacy siswa yang mendapat pengajaran sains berbasis ICT dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pengajaran sains tidak berbasis ICT?

2. Bagaimana peningkatan ICT literacy siswa yang mendapat pengajaran sains berbasis ICT dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pengajaran sains tidak berbasis ICT?


(12)

9

C. Asumsi Penelitian

Pembelajaran sains berbasis ICT memudahkan bagi siswa dalam mendalami materi pelajaran. Konsep-konsep IPA yang abstrak dapat diwakili dengan media ICT menjadi konkrit, sehingga mengurangi pembelajaran abstrak dan lebih relevan kepada situasi sehari-hari. Hal tersebut dikarenakan dengan menggunakan ICT hal-hal yang sulit dihadirkan maupun dilihat dengan kasat mata, dapat dengan mudah dipelajari.

ICT dimanfaatkan siswa sebagai sebagai referensi ilmu pengetahuan terkini, alat belajar siswa, yang menghadirkan, animasi Peristiwa, ilustrasi, sumber referensi ajar, evaluasi kinerja siswa, simulasi kasus, alat peraga audio-visual, serta dapat menyajikankanteks, grafik, gambar, audio, video, animasi yang mampu memberikan makna bagi siswa. Dikarenakan ICT menghadirkan media yang menarik seperti video, gambar, animasi, software multimedia, yang dikombinasikan dengan tulisan, warna dan suara, dapat digunakan sebagai pendorong daya tarik bagi siswa, dapat menambah motivasi untuk belajar. selain itu dapat memancing keaktifan siswa dalam belajar.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran sains berbasis ICT secara signifikan dapat lebih meningkatkan scientific literacy siswa sekolah dasar dibandingkan dengan pembelajaran sains tidak berbasis ICT.


(13)

10

2. Pembelajaran sains berbasis ICT secara signifikan dapat lebih meningkatkan ICT literacy siswa sekolah dasar dengan pembelajaran sains tidak berbasis ICT.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pembelajaran berbasis ICT dapat lebih meningkatan scientific dan ICT literacy siswa sekolah dasar.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini utamanya adalah untuk meningkatkan scientific dan ICT literacy siswa menggunakan pembelajaran berbasis ICT. Adapun secara lengkap, manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Melatih kemampuan scientific dan ICT literacy pada mata pelajaran sains dengan menggunakan media pembelajaran berbasis ICT.

2. Bagi Guru

Pelaksanaan pembelajaran sains berbasis ICT, diharapkan menambah kemampuan ICT guru. Sehingga menjadi bahan koreksi bagi lembaga-lembaga pemerintah untuk memberikan pelatihan ICT lebih intensif terhadap guru.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini juga diharapan akan bermanfaat untuk bahan kajian penelitian selanjutnya, terutama dalam kajian scientific dan ICT literacy.


(14)

11

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran Sains Berbasis ICT dalam penelitian ini adalah proses kegiatan belajar mengajar dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa yang didukung oleh media pembelajaran berbasis ICT. Media pembelajaran dapat dijabarkan sebagai peralatan fisik untuk membawakan atau menyampaikan isi pembelajaran meliputi buku, film, video, kaset, sajian slide, radio, OHP, internet, dan sebagainya. Dalam proses kegiatan pembelajaran, siswa diajak melakukan pengamatan, menganalisis, berpikir kritis, menarik kesimpulan, terhadap sebuah tayang (slide, video, animasi). Pembelajaran berbasis ICT ini digunakan pada kelas eksperimen.

2. Pada kelas kontrol digunakan pembelajaran yang bukan berbasis ICT. Pembelajaran yang tidak berbasis ICT dalam penelitian ini adalah, pembelajaran yang menggunakan metode demonstrasi dan praktikum.

3. Scientific literacy yang dinilai dalam penelitian ini adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Aspek-aspek scientific literacy yang diteliti adalah Aspek Konten, Proses, dan sikap.

4. ICT literacy yang dinilai dalam penelitian ini adalah keahlian dalam menggunakan tekonologi digital, peralatan komunikasi, dan terlibat dalam


(15)

12

jaringan untuk mengakses (access), mengelola (manage), menyatukan (integrate), mengevaluasi (evaluate), dan membuat informasi (create) agar dapat berfungsi dalam masyarakat berpengetahuan.


(16)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Sains berbasis ICT teradap peningkatan Scientific dan ICT Literacy siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen (Quasi Experimental Design), merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan atau tindakan pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh tindakan tersebut (McMillan & Schumacher, 2001).

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam peneitian ini adalah Desain yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk Pretes-Postest Control Group Design (Arikunto, 2010). Penelitian ini membutuhkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas Kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diberi perlakuan berbasis ICT. Sedangkan kelas Kontrol dalam penelitian ini adalah kelas yang mengunakan perlakuan dengan metode demonstrasi, dan praktikum. Pada kedua kelas terdapat kesamaan, yaitu pada pembelajaran sains berbasis ICT, siswa mengamati melalui tayangan gambar, animasi, dan video, sedangkan pada metode demonstrasi mengamati melalui demonstrasi percobaan, sedangkan untuk metode praktikum, siswa mengamati melalui pengamatan percobaan. Desain dapat digambarkan


(17)

43

Grup Pretest Treatment Posttest

A O1 X O1

B O2 O2

Gambar 3.1 Control Group Design

Keterangan: A = kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan B = Kelompok Kontrol

O1= Tes awal sebelum perlakukan O2= Tes akhir setelah perlakuan X = Perlakuan menggunakan ICT

Dapat disimpulkan bahwa perbedaan penilaian pada dua grup yang berbeda penanganannya akan menimbulkan efek atau hasil yang berbeda pula.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN Melong Mandiri 1 dan SDN Melong Mandiri 2 yang ada di wilayah Kota Cimahi. Pemilihan subjek didasarkan pada kriteria sekolah yang sudah mempunyai laboratorium komputer dan fasilitas-fasilitas ICT yang sudah ditentukan (infocus, laptop, CD Pembelajaran). Dalam setiap sekolah diambil 2 kelas, satu kelas sebagai kelas kontrol dan yang yang lainnya sebagai kelas eksperimen, setiap kelas terdiri dari 30 orang, sehingga populasi sampel kelas kontrol sebanyak 60 orang, dan 60 orang untuk kelas eksperimen.

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas tujuan tertentu. Adapun


(18)

44

alasan purposive sampling digunakan karena untuk menyeragamkan karakteristik yang terdapat di dalam pengambilan sampel (Arikunto, 2010).

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran sains berbasis ICT, sedangkan variable terikatnya adalah scientific dan ICT Literacy. Dan diketahui juga sebagai variable kontrol pada penelitian ini adalah waktu dan materi pokok pelajaran yang sama, serta kemampuan guru.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Tes Kemampuan, Skala sikap sains, dan pedoman observasi.

1. Tes Scientific Literacy siswa SD

Pada tes scientific literacy siswa SD terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Setiap soal dibuat untuk menguji literasi sains siswa berdasarkan indikator scientific literacy PISA (2006). Soal digunakan utuk tes awal dan tes akhir, dimana sebelumnya telah diuji validasi, relliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedapada setiap butir soal.

Tabel 3.1 Kisi-kisi soal instrumen Scientific Literacy NO

Aspek Literasi Sains

Ketegori Indikator Scientific Literacy Butir Soal Jumlah soal

1 Konten Sains

Knowledge about Science

Inkuiri ilmiah (Membuat pertanyaan ilmiah, Menggunakan teori untuk menjawab pertanyaan ilmiah, Mendisain eksperimen, Mengidentifikasi Jenis-jenis data, Mengukur data, dan Mengetahui karakteristik data hasil eksperimen

1,3 2

Penjelasan Ilmiah (Menjelaskan jenis-jenis hipotesis, hukum dan model, Menjelaskan formasi data,


(19)

45

bukti ilmiah, dan Menghasilkan pengetahuan baru)

2. Proses Sains

1. Mengguna kan Bukti Ilmiah

1. Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan.

8, 16, 18 3 2. Mengidentifikasi asumsi, bukti dan

alasan berdasarkan kesimpulan.

4, 15 2 3. membuat refleksi implikasi sosial

dari perkembangan sain dan teknologi.

7, 9 2

2. Menjelask an fenomena ilmiah

1. Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan.

17 1 2. Mendeskripsikan/ menafsirkan

fenomena ilmiah dan memprediksi perubahannya.

20 1

3. Mengidentifikasi, deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang sesuai.

11, 12 2 3. Mengident

ifikasi isu-isu ilmiah

1. Mengenal isu-isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah

10, 13 2 2. Mengidentifikasi kata-kata kunci

untuk memperoleh informasi ilmiah.

19, 6 2 3. Mengenal fitur-fitur (ciri khas)

penyelidikan ilmiah

14 1

JUMLAH 20

2. Skala Sikap Sains

Skala Sikap Sains (Assessment of attitude) digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan sikap sains siswa, dimana angket ini bagian dari penilaian literasi sains siswa. Pilihan jawaban dari pernyataan pada angket ini menggunakan skala likert dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2 Kisi-kisi soal instrumen Skala Sikap Sains Aspek

Literasi Sains

Kategori Indikator kemampuan scientific

literacy

Butir

soal Jumlah Sikap

Sains

1.Mendukung inquiry sains

1. Menyatakan pentingnya mempertimbangkan perbedaan perspektif sains dan argument

1, 2, 3, 4

4

2. Mendukung penggunaan informasi factual dan ekplanasi

5, 6 2

3. Menunjukkan kebutuhan untuk proses logis dan ketelitian dalam menarik kesimpulan.

7, 8, 9, 10

4

2.Bertanggung jawab terhadap sumber dan

1. Menunjukkan rasa bertanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan

11, 12, 13, 14


(20)

46

lingkungan alam

2. Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan akibat perilaku manusia.

15, 16 2

3. Menunjukkan kemauan untuk mengambil sikap menjaga sumber alam.

17, 18 2

3.Ketertarikan terhadap sains

1. Menunjukkan rasa keingintahuan terhadap sains dan isu yang berkaitan dengan sains

19, 20, 21

3

2. Menunjukkan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah tambahan dan kemampuan

menggunakan sejumlah sumber dan metode

22, 23, 24

3

3. Menunjukkan kemauan untuk mencari informasi dan ketertarikan yang terus menerus terhadap sains termasuk mempertimbangkan karir yang berhubungan dengan sains

25 1

JUMLAH 25

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Skala Skala Sikap Sains

Pernyataan SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

Sumber : Sugiyono, 2011 Keterangan : SS = sangat setuju

S = setuju TS = tidak setuju

STS = Sangat tidak setuju 3. Tes pengetahuan ICT siswa SD

Tes ini dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif berupa pengetahuan siswa dalam ICT untuk mengukur ICT literacy berdasarkan indikator ICT literacy ETS (2007). Bentuk soal tes pengetahuan ICT ini adalah pilihan ganda sebanyak 25 soal. Soal ini dipergunakan pada test awal dan test akhir. Sebelum digunakan, soal telah diuji cobakan dan dianalisis validasi, reabilitas. Tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap butir soal.


(21)

47

Tabel 3.4 Kisi-kisi soal instrumen Pengetahuan ICT Aspek ICT

Literacy INDIKATOR PORTOFOLIO

Butir

Soal Jumlah

1. Mengakses (Access)

Mengidentifikasi perangkat komputer seperti monitor, CPU, Keyboard, Printer, Mouse, USB Flash Drive, DVD room, dan modem

1 1

Menggunakan perangkat computer

seperti Mouse dan keyboard 2 1

Membuka program window Microsoft

office 18 1

Membuka program internet explorer 3, 19 2 Menyalin (copy and paste) teks,

gambar, suara, dan animasi 4, 20 2

2. Mengelola (Manage)

Mengunduh (download) kata dan

angka, gambar, suara, dan animasi 5 1 Mengedit kata dan angka, gambar,

suara, dan animasi yang telah diunduh dari program komputer atau internet

6, 21 2 Mengorganisasikan data dan folder

dalam bentuk elektronik 22 1

Menemukan cara yang efisien dalam

menggunakan websites 7, 8 2

3. Menyatukan (Integrate)

Menggabungkan informasi yang diperoleh berupa kata dan angka, gambar, suara, dan animasi yang telah diunduh dari program komputer atau internet

9, 10 2

Membandingkan kelebihan dan kekurangan dari setiap informasi yang didapatkan dari program komputer atau internet

11 1

4. Mengevaluasi (Evaluate)

Mengaplikasikan fungsi dari program

MS.Office dan internet explorer 12 1 Mengidentifikasi manfaat yang

diperoleh dari aplikasi MS.Office dan internet explorer

13, 24 2

5. Membuat Informasi (Create)

Membuat file tampilan berupa animasi, suara, rangkaian kata dan film tentang

materi yang akan dipelajari. 14, 23 2 Menghimpun file tampilan dalam

bentuk file atau folder. 16 1

Memindahkan file atau folder ke dalam

Flash Disk 15, 17 2


(22)

48

4. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio digunakan untuk menilai ICT literacy selama melakukan tugas yang diberikan guru. Penilaian portofolio ini berupa format lembar observasi siswa. Penilaian portofolio berupa persentasi. Format lembar observasi dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3.5 Kisi-kisi soal instrumen portofolio ICT

NO INDIKATOR PORTOFOLIO ASPEK YANG DINILAI

1 Mengidentifikasi perangkat komputer seperti monitor, CPU, Keyboard, Printer, Mouse, USB Flash Drive, DVD room, dan modem

Siswa dapat menyebutkan perangkat komputer

2 Menggunakan perangkat computer seperti Mouse dan keyboard

Siswa dapat menggunakan perangkat computer dengan baik 3 Membuka program window

Microsoft office

Siswa dapat membuka program Microsoft office word dan powerpoint

4 Membuka program internet explorer

Siswa dapat membuka internet explorer

5 Menyalin (copy and paste) teks, gambar, suara, dan animasi

siswa dapat menyalin (copy dan Paste) gambar, teks, suara atau animasi.

6 Mengunduh (download) kata dan angka, gambar, suara, dan

animasi

Siswa dapat mengunduh dari internet teks, gambar, suara atau animasi

7 Mengedit kata dan angka, gambar, suara, dan animasi yang telah diunduh dari program komputer atau internet

siswa dapat mengedit kata, angka dan gambar dengan variasi bentuk yang berbeda-beda

8 Mengorganisasikan data dan folder dalam bentuk elektronik

Siswa dapat menyimpan file yang telah dibuat dan membuat folder untuk menyimpan file yang telah dibuat

9 Menemukan cara yang efisien dalam menggunakan websites

Siswa dapat membuka situs tertentu 10 Menggabungkan informasi yang

diperoleh berupa kata dan angka, gambar, suara, dan animasi yang telah diunduh dari program

Siswa menggabungkan kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet


(23)

49

yang utuh dan interaktif.

11 Membandingkan kelebihan dan kekurangan dari setiap informasi yang didapatkan dari program komputer atau internet

Siswa dapat membandingkan manfaat satu program dengan yang lainnya

12 Mengaplikasikan fungsi dari program MS.Office dan internet explorer

Siswa dapat mengaplikasikan toolbar dalam program Microsoft office dan internet explorer 13 Mengidentifikasi manfaat yang

diperoleh dari aplikasi MS.Office dan internet explorer

Siswa dapat memanfaatkan aplikasi toolbar dalam Microsoft office dengat tepat

14 Membuat file tampilan berupa animasi, suara, rangkaian kata dan film tentang materi yang akan dipelajari.

Siswa membuat media presentasi dalam bentuk file yang berisi gabungan dari kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet berdasarkan materi yang bersangkutan

15 Menghimpun file tampilan dalam bentuk file atau folder.

Siswa dapat menyimpan hasil media presentasinya dalam bentuk file atau folder

16 Memindahkan file atau folder ke dalam Flash Disk

Siswa dapat memindahkan file yang telah dibuat ke dalam flash disk.

F. Pengujian Validasi dan Reabilitas Instrumen

Instrumen yang baik biasanya memenuhi kriteria validitas tinggi, reabilitas tinggi, daya pembeda, dan tingkat kesukaran yang layak (Arikunto, 2010). Untuk memenuhi karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut, maka peneliti melakukan uji coba instrumen. Pengujian Validasi dan Reabilitas Instrumen yang dilakukan menggunakan software Anates.

Tabel 3.6 Subjek Penelitian NO Soal Uji Coba Jumlah

Soal

Jumlah

Subjek Kelas Asal Sekolah 1 ICT Literacy 35 59 6 SDN Melong Mandiri 2 2 Scientific Literacy 25 60 6 SDN Melong Mandiri 2


(24)

50

1. Validitas Butir Soal

Validitas merupakan ukuran kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang harus dan akan diukur. Uji validitas dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal ANATES.

Tabel 3. 7 Kategori Validitas Butir Soal (Arikunto, 2010)

Koefisien Kategori

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ rxy≤ 0,20 Sangat rendah

2. Reliabilitas Butir Soal

Uji reabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji realibilitas instrumen ini dihitung dengan menggunakan bantuan program ANATES (Arikunto, 2010).

Tabel 3.8 Kategori Reliabilitas Butir Soal

Koefisien Kategori

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup

0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah

r11 ≤ 0,20 Sangat rendah

3. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Uji tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah, dihitung dengan menggunakan


(25)

51

bantuan program ANATES. Untuk tes literasi sains dengan tingkat kesukaran yang diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan anates 4.0. berdasarkan hasil analisis yang dilakukan (Arikunto, 2005).

Tabel 3.9 Kategori Tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah

4. Daya Pembeda Butir Soal

Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan kemampuan antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah, dihitung dengan menggunakan program analisis butir soal ANATES. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi test atau daya pembeda (DP).

Tabel 3.10 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek (poor)

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup (satisfactory)

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik (good)

0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)

5. Hasil Uji Coba Instrumen


(26)

52

Tabel 3.11 Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Scientific Literacy

No.

soal Validitas

Tingkat Kesukaran

Daya

Pembeda Reliabilitas Keputusan

1 rendah mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

2 cukup mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

3 rendah Sangat

mudah Jelek Sangat tinggi

Tidak digunakan

4 tinggi Sedang Baik

sekali Sangat tinggi Digunakan

5 cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

6 cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

7 rendah Sukar Cukup Sangat tinggi Digunakan

8 cukup Sangat

mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

9 cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

10 cukup Sangat

mudah Jelek Sangat tinggi Digunkan

11 cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

12 tinggi Sedang Baik

sekali Sangat tinggi Digunakan

13 rendah Sukar Cukup Sangat tinggi Digunakan

14 cukup Sedang Baik Sangat tinggi Digunakan

15 cukup Sangat

mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

16 sangat rendah sukar Jelek Sangat tinggi Tidak

digunakan

17 sangat rendah mudah Jelek Sangat tinggi Tidak

digunakan

18 sangat rendah Sukar Jelek Sangat tinggi Tidak

digunakan

19 cukup mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

20 cukup mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

21 cukup mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

22 cukup Sedang Baik Sangat tinggi Digunakan

23 rendah Sedang Baik Sangat tinggi Digunakan

24 rendah Sedang Jelek Sangat tinggi Tidak

digunakan


(27)

53

Tabel 3.12 Validitas Sikap Sains

No. soal t-hitung t-tabel Validitas Keputusan

1 0.169 0.129 valid Digunakan

2 0.336 0.129 valid Digunakan

3 0.253 0.129 valid Digunakan

4 0.178 0.129 valid Digunakan

5 0.729 0.129 valid Digunakan

6 0.095 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

7 0 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

8 0.174 0.129 valid Digunakan

9 0.147 0.129 valid Digunakan

10 0.082 0.129 valid Digunakan

11 0.178 0.129 valid Digunakan

12 0.022 0.129 valid Digunakan

13 0.032 0.129 valid Digunakan

14 0.365 0.129 valid Digunakan

15 0.145 0.129 valid Digunakan

16 0.267 0.129 valid Digunakan

17 0.044 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

18 0.061 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

19 0.478 0.129 valid Digunakan

20 0.929 0.129 valid Digunakan

21 0.174 0.129 valid Digunakan

22 0.898 0.129 valid Digunakan

23 0.129 0.129 valid Digunakan

24 0.2 0.129 valid Digunakan

25 0.216 0.129 valid Digunakan

26 0.256 0.129 valid Digunakan

27 0.002 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

28 0.227 0.129 valid Digunakan

29 0.296 0.129 valid Digunakan

30 0.823 0.129 valid Digunakan

31 0.125 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

32 0.132 0.129 valid Digunakan

33 0.718 0.129 tidak valid Tidak Digunakan

34 0.02 0.129 tidak valid Tidak Digunakan


(28)

54

Tabel 3.13 Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal ICT Literacy No.

soal Validitas

Tingkat Kesukaran

Daya

Pembeda Reliabilitas Keputusan

1 Cukup Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

2 Tinggi Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

3 Rendah Sedang Cukup Sangat tinggi Digunakan

4 Rendah Mudah Jelek Sangat tinggi Tidak

Digunakan

5 Rendah Mudah Jelek Sangat tinggi Tidak

Digunakan

6 Cukup Mudah Jelek Sangat tinggi Digunakan

7 Cukup Mudah Jelek Sangat tinggi Digunakan

8 Cukup Mudah Jelek Sangat tinggi Digunakan

9 Rendah Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

10 Rendah Sedang Jelek Sangat tinggi Tidak

Digunakan

11 Tinggi Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

12 Cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

13 Tinggi Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

14 Rendah Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

15 Cukup Mudah Cukup Sangat tinggi Direvisi

16 rendah Sedang Baik Sangat tinggi Tidak

Digunakan

17 sangat rendah Sukar Jelek Sangat tinggi Tidak

Digunakan

18 rendah Mudah Jelek Sangat tinggi Digunakan

19 Rendah Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

20 Rendah Sedang Jelek Sangat tinggi Tidak

Digunakan

21 Rendah Sedang Cukup Sangat tinggi Digunakan

22 Rendah Sedang Cukup Sangat tinggi Digunakan

23 Rendah Sedang Cukup Sangat tinggi Digunakan

24 Rendah Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

25 Cukup Sedang Baik Sangat tinggi Digunakan

26 Cukup Sedang Baik Sangat tinggi Digunakan

27 Rendah Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

28 Cukup Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

29 Rendah Mudah Cukup Sangat tinggi Tidak


(29)

55

No.

soal Validitas

Tingkat Kesukaran

Daya

Pembeda Reliabilitas Keputusan

31 Rendah Mudah Baik Sangat tinggi Digunakan

32 Rendah Sedang Cukup Sangat tinggi Digunakan

33 Cukup Mudah Jelek Sangat tinggi Digunakan

34 Sangat

rendah Mudah Jelek

Sangat tinggi Tidak Digunakan

35 rendah Mudah Cukup Sangat tinggi Digunakan

Dari hasil perhitungan didapatkan reliabilitas tes Scientific dan ICT literacy maka keputusannya adalah reliabel. Apabila diklasifikasikan berdasarkan kategori pada Tabel 3.8 diatas, maka hasil koefisien reliabilitas ini tergolong sangat tinggi.

G. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakuakan melalui tiga tahap berikut: 1. Tahap Persiapan

1) Melakukan studi kepustakan mengenai penilaian Scientific Literacy, ICT Literacy, dan pembelajaran berbasis ICT.

2) Menganalisis SK, KD, Indikator, dan indikator ICT dan Scientific Literacy.

3) Menganalisis buku sumber mengenai materi daur air. 4) Membuat ibstrumen, Soal test, dan format observasi. 5) Melakukan validasi soal

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain :


(30)

56

a. Memberikan Pre Test pada tahap awal pada ke empat kelas untuk mendapatkan data awal scientific dan ICT Literacy siswa sebelum mengikuti pembelajaran.

b. Melakukan persiapan pelaksanan bersama guru, pada kelas eksperimen guru diberikan pelatihan cara menggunakan media ICT. Pada kelas eksperimen digunakan pembelajaran berbasis ICT sedangkan, pada kelas kontrol dilakukan metode pengajaran yang biasa guru lakukan.

c. Pada kegiatan pembelajaran berlangsung dilakukan observasi terhadap proses belajar mengajar pada dua kelas eksperimen dan dua kelas kontrol.

d. Melakukan post test, untuk menilai scientific dan ICT Literacy, dan sikap sains. Sedangkan hasil kerja siswa, dilakukan penilaian portofolio.

3. Tahap Penyelesaian

Tahap ini merupakan tahap pengolahan dan analisis data penelitian. Data hasil penelitian yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil tes siswa, diolah dan dianalisis. Hasil temuan dalam penelitian dipaparkan dalam pembahasan, dan ditarik kesimpulan dari hasil temuan tersebut.

H. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian

Hasil data Skor Gain dianalisis secara statistic dengan menggunakan Software Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows versi 18.0 dengan tahapan sebagai berikut Uji N-Gain, Uji Normalisasi, Uji homogenitas data, serta uji t.


(31)

57

Pada uji normalisasi digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat ditentukan uji hipotesis yang akan digunakan uji parametrik. Uji normalisasi yang digunakan adalah uji deskriptif skewness dan kurtosis, dengan batuan SPSS versi 18.0. Uji ini di lakukan untuk nilai tes awal, tes akhir, dan N-Gain, baik kelas kontrol maupun kelas eksperiemen.

Pada uji t ini digunkan untuk menguji hipotesis, sehingga diketahui perbedaan Scientific dan ICT Literacy Siswa. Pengujian uji I dilakukan berdasarkan hipotesis statistik berikut:

Ho : Tidak Terdapat perbedaan rata-rata scientific dan ICT literacy siswa di kelas eksperimen dan kontrol tidak berbeda.

H1 : Terdapat pebedaan rata-rata scientific dan ICT literacy siswa di kelas


(32)

84

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan. Pembelajaran sains berbasis ICT dapat meningkatkan scientific literacy siswa secara signifikan pada kedua sekolah dasar yaitu SDN Melong Mandiri 1 dan SDN Melong Mandiri 2. Penelitian ini juga didukung oleh peningkatan N-Gain pada setiap aspek scientific literacy. Peningkatan scientific literacy menunjukkan bahwa siswa sudah dapat berinkuiri ilmiah, menggunakan bukti ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, dapat bersikap mendukung inkuiri sain, tertarik terhadap sains, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Pembelajaran sains berbasis ICT juga dapat meningkatkan kemampuan ICT literacy siswa sekolah dasar secara signifikan pada kedua kelas eksperimen. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil N-Gain yang meningkat pada setiap aspek ICT literacy, yaitu aspek mengakses (access), mengelola (manage), menyatukan (integrate), mengevaluasi (evaluate), dan membuat informasi (create). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa telah dapat menggunakan perangkat komputer dan internet, membuka program microsoft office dan internet eksplorer, mengunduh teks, gambar, video, animasi, dan menggabungkan informasi yang didapatkan dalam sebuah tampilan sederhana.


(33)

85

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai masukan, bahwa pembelajaran berbasis ICT ini menekankan pada aktivitas siswa, sebaiknya pembelajaran ini dalam laboratorium komputer yang dilengkapi dengan jumlah komputer sesuai dengan jumlah siswa setiap kelas dan koneksi internet yang memadai, agar dalam pengelolaan waktu pada proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Untuk penelitian lebih lanjut, dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan, diharapkan dapat mengembangkan penelitian sejenis dengan melihat dari kekurangan yang ada, misalnya dalam hal waktu disarankan penelitian selanjutnya dilaksanakan dalam waktu yang lebih lama tidak hanya dua kali pertemuan saja, serta hendaknya penelitian ini dilakukan tidak secara berkelompok, sehingga dapat menghasilkan data yang lebih akurat dari setiap subjek penelitian. Pembelajaran sains berbasis berbasis ICT bermanfaat untuk meningkatkan ICT literacy siswa di Indonesia, sehingga penelitian ini dapat menjadi latar belakang bagi lembaga-lembaga pemerintah untuk mengadakan pelatihan-pelatihan ICT skills bagi guru-guru di Indonesia, sehingga dapat mendukung peningkatan scientific dan ICT literacy siswa-siswa di Indonesia.


(34)

86

DAFTAR PUSTAKA

Adolphus, et. al. (2012). ”Improving Scientific Literacy among Secondary School Student through Integration of Information and Communication Technology”. ARPN Journal Of Science and Technology. 2. (5) 444-448. Allum, N. (2009). Science literacy: Encyclopedia of science and technology

communication. Sage Publication.

Ambarsari. (2011). Pembelajaran berbasis TIK http://ambarsari_blog/-ipa-berbasis-tik.html

Ariani, N. dan Haryanto, D. (2010). Pembelajaran Multi Media di Sekolah. Jakarta: Pretasi Pustaka.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standarisasi Nasional Pendidikan. (2006). Pedoman Penyusunan Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

British Educational Research Association. (2002), “Professional User Review of UK research undertaken for BERA: Does ICT Improve Learning and

Teaching in School?”. United Kingdom.

Bybee, R.W. (2009). Pisa’s 2006 Measurement Of Scientific Literacy: An

Insider’s Perspective For US. Tersedia: www.bybee_NCES_PISA.html

Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung : PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.


(35)

87

DeBoer, G.E. (2000). “Scientific Literacy: Another Look at Its Historical and Contemporary Meaning and Its Relationship to science Education Reform”. Journal of Research In science Teaching. 37. (6) 582-601. DEPKOMINFO. (2007). Kode Etik Konten Multimedia Indonesia. FCIT.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara.

Dlaifi, I. (2009) Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Komputer pada Anak Usia Dini. Tesis Pada Pendidikan Dasar. UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Donnelly, R. & McSweeney, F. (2009), Applied E-Learning and E-Learning in

higher Education. New York: Information science Reference. Imprint IGI Global.

Educational Testing Service. (2002), Digital Transformation A Framework for ICT Literacy: A Report of the International ICT Literacy Panel, ETS: New Jersey, p.iii.

Ekohariadi. (2009). Perkembangan Kemampuan Sains Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun Data Studi PISA. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Eshach, H. (2006). “Science Literacy in Primary School and Preschools”. Eurasia Journal Math Science and Technology. 3(2) 167-169.

Firman, H dan Widodo, A. (2008). Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.


(36)

88

Hackling, M. (2002). ”Assessment of primary student scientific literacy”. Australian Primary and Junior Science Journal. 18 (3), 6-7.

Iswari, Y. (2010). Kegiatan laboratorium berbasis Pemecahan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan untuk meningkatkan literasi sains siswa. Tesis IPA. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Katz, I. R dan Macklin, A.S. (2007). “Information and Communication Technology (ICT) Literacy: Integration and Assessment in Higher education”. Journal of Systemic, Cybernetics an Informatics. 5 (4), 50-55. Katz, I. R. (2007) ETS Research Finds Colledge Students Fall Short In Demonstrating ICT Literacy. C&R News, 35-37. Tersedia: www.ets.org./ictlitercy/prelimfindings.html.

Laugksch, R. C. (2000). Scientific Literacy: A Conceptual Overview. John Wiley and Sons, Inc. 71-91.

Lee, A. T., et. al. (2002). “Using A Computer Simulation to Teach Science Process Skill To College Biology And Elementary Education Majors”. Bioscience. V(l). 28.

Mahyuddin. (2007). Pembelajaran Asam Basa Dengan Pendekatan Konstektual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan.

Manitoba Education. (2006). A continuum model for literacy with ICT across the curriculum. Manitoba Building For Future.

Mc. Millan, J.H. dan Schumacher, S. (2001). Research In Education. New York: Longman.


(37)

89

Mclelland, D. and Crawford, J., (2004). “The Drumchapel Project: a study of ICT by school pupils and teachers in a secondary school in a deprived area of Glasgow”. Journal of Librarianship and Information Science. 36 (2). 55-66.

Munadi, Y. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: GP Press.

OECD. (2011). PISA 2009 Result: Student On Line, VI, OECD Publishing: Paris. OECD-PISA. (2006). Science Competencies For Tomorrow’s World vol. 1

analysis. USA: OECD-PISA.

Oye, N.F, et. al. (2012). “ICT Literacy among University Academician: A case of Nigerian Public University”. ARPN Journal of Science and Technology. 2. (2). 98-110.

Partnership for 21st century, (2011). Framework of 21st century skills. www.p21.0org/overview/skills-framework. (diunduh 27 Agustus 2012). Pernia. E. (2008), Strategy Framework for Promoting ICT Literacy in The

Asia-Pacific Region, Bangkok: UNESCO Bangkok, Asia and Asia-Pacific Regional Bureau for Education.

Prihanto, D. (2010). Hubungan Antara Tingkat Literasi TIK Dan Tingkat Ketersediaan Fasilitas TIK Dengan Tingkat Pemanfaatan TIK Pada Guru SMK Di Kabupaten Malang. http://library.um.ac.id.

Roestiyah. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rustaman N., Firman H., dan Kardiawarman. (2004). Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sain. PUPESDIK.


(38)

90

Setiono. (2007). Berpikir Kritis. Tersedia : http://wordpress.com (20 Maret 2012).

Shwartz, Y., et. al. (2006). “The Use Of Scientific Literacy For Assessment The Development Of Chemical Literacy Among High-School Student”. Journal of Chemistry Education Research and Practice. 7(4) 203-225. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta :

Rineka Cipta.

Subhan. (2010). Penggunaan multi media interaktif berbasis literasi sains dan teknologi pada pembelajaran IPA terpadu dengan tema pengaruh zat adiktif dan psikotropika. Tesis pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan

R&D. Bandung : Alfabeta.

Sulistyorni, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar Dan Penerapannya Dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suwondono. (2008). Model Pembelajaran MMI Gelombang Elektromagnetik Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampian Berpikir Rasional Siswa. Tesis pada PPS. UPI. Bandung.

Toharudin, U. (2010). Membangun Literasi Sains Siswa: Panduan Praktis daam bahan Ajar Sains. SPS UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.

Tresnawati, C. (2009) Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Pada konsep Sistem Pernafasan untuk meningkatkan kemampuan Konseptual,


(39)

91

Prosedural, dan sikap Ilmiah siswa SMA. SPS. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wahyono, SB dan Pujiriyanto. (2010). Analisis Jalur Terhadap Tingkat Melek Teknologi Informasi Dan Komunikasi (ICT Literacy) Pada Mahasiswa FIP UNY, Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogykarta. Tidak diterbitkan.

West, et.al. (2002). “Science Literacy: Is Classroom Instruction enough?”. National Forum Teacher Education Journal. 20 (3) 1-66.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Womble, (1999). “Anatomy and Computer a New Twist to teaching the oldest Medical Course”. Bioscience. 25 (1). 55-66.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adolphus, et. al. (2012). ”Improving Scientific Literacy among Secondary School Student through Integration of Information and Communication Technology”. ARPN Journal Of Science and Technology. 2. (5) 444-448. Allum, N. (2009). Science literacy: Encyclopedia of science and technology

communication. Sage Publication.

Ambarsari. (2011). Pembelajaran berbasis TIK http://ambarsari_blog/-ipa-berbasis-tik.html

Ariani, N. dan Haryanto, D. (2010). Pembelajaran Multi Media di Sekolah. Jakarta: Pretasi Pustaka.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standarisasi Nasional Pendidikan. (2006). Pedoman Penyusunan Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

British Educational Research Association. (2002), “Professional User Review of UK research undertaken for BERA: Does ICT Improve Learning and

Teaching in School?”. United Kingdom.

Bybee, R.W. (2009). Pisa’s 2006 Measurement Of Scientific Literacy: An

Insider’s Perspective For US. Tersedia: www.bybee_NCES_PISA.html

Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung : PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.


(2)

DeBoer, G.E. (2000). “Scientific Literacy: Another Look at Its Historical and Contemporary Meaning and Its Relationship to science Education Reform”. Journal of Research In science Teaching. 37. (6) 582-601. DEPKOMINFO. (2007). Kode Etik Konten Multimedia Indonesia. FCIT.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara.

Dlaifi, I. (2009) Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Komputer pada Anak Usia Dini. Tesis Pada Pendidikan Dasar. UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Donnelly, R. & McSweeney, F. (2009), Applied E-Learning and E-Learning in

higher Education. New York: Information science Reference. Imprint IGI Global.

Educational Testing Service. (2002), Digital Transformation A Framework for ICT Literacy: A Report of the International ICT Literacy Panel, ETS: New Jersey, p.iii.

Ekohariadi. (2009). Perkembangan Kemampuan Sains Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun Data Studi PISA. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Eshach, H. (2006). “Science Literacy in Primary School and Preschools”. Eurasia Journal Math Science and Technology. 3(2) 167-169.

Firman, H dan Widodo, A. (2008). Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.


(3)

Hackling, M. (2002). ”Assessment of primary student scientific literacy”. Australian Primary and Junior Science Journal. 18 (3), 6-7.

Iswari, Y. (2010). Kegiatan laboratorium berbasis Pemecahan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan untuk meningkatkan literasi sains siswa. Tesis IPA. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Katz, I. R dan Macklin, A.S. (2007). “Information and Communication Technology (ICT) Literacy: Integration and Assessment in Higher education”. Journal of Systemic, Cybernetics an Informatics. 5 (4), 50-55. Katz, I. R. (2007) ETS Research Finds Colledge Students Fall Short In

Demonstrating ICT Literacy. C&R News, 35-37. Tersedia:

www.ets.org./ictlitercy/prelimfindings.html.

Laugksch, R. C. (2000). Scientific Literacy: A Conceptual Overview. John Wiley and Sons, Inc. 71-91.

Lee, A. T., et. al. (2002). “Using A Computer Simulation to Teach Science Process Skill To College Biology And Elementary Education Majors”. Bioscience. V(l). 28.

Mahyuddin. (2007). Pembelajaran Asam Basa Dengan Pendekatan Konstektual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan.

Manitoba Education. (2006). A continuum model for literacy with ICT across the curriculum. Manitoba Building For Future.


(4)

Mclelland, D. and Crawford, J., (2004). “The Drumchapel Project: a study of ICT by school pupils and teachers in a secondary school in a deprived area of Glasgow”. Journal of Librarianship and Information Science. 36 (2). 55-66.

Munadi, Y. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: GP Press.

OECD. (2011). PISA 2009 Result: Student On Line, VI, OECD Publishing: Paris. OECD-PISA. (2006). Science Competencies For Tomorrow’s World vol. 1

analysis. USA: OECD-PISA.

Oye, N.F, et. al. (2012). “ICT Literacy among University Academician: A case of Nigerian Public University”. ARPN Journal of Science and Technology. 2. (2). 98-110.

Partnership for 21st century, (2011). Framework of 21st century skills. www.p21.0org/overview/skills-framework. (diunduh 27 Agustus 2012). Pernia. E. (2008), Strategy Framework for Promoting ICT Literacy in The

Asia-Pacific Region, Bangkok: UNESCO Bangkok, Asia and Asia-Pacific Regional Bureau for Education.

Prihanto, D. (2010). Hubungan Antara Tingkat Literasi TIK Dan Tingkat Ketersediaan Fasilitas TIK Dengan Tingkat Pemanfaatan TIK Pada Guru SMK Di Kabupaten Malang. http://library.um.ac.id.

Roestiyah. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rustaman N., Firman H., dan Kardiawarman. (2004). Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sain. PUPESDIK.


(5)

Setiono. (2007). Berpikir Kritis. Tersedia : http://wordpress.com (20 Maret 2012).

Shwartz, Y., et. al. (2006). “The Use Of Scientific Literacy For Assessment The Development Of Chemical Literacy Among High-School Student”. Journal of Chemistry Education Research and Practice. 7(4) 203-225. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta :

Rineka Cipta.

Subhan. (2010). Penggunaan multi media interaktif berbasis literasi sains dan teknologi pada pembelajaran IPA terpadu dengan tema pengaruh zat adiktif dan psikotropika. Tesis pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan

R&D. Bandung : Alfabeta.

Sulistyorni, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar Dan Penerapannya Dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suwondono. (2008). Model Pembelajaran MMI Gelombang Elektromagnetik Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampian Berpikir Rasional Siswa. Tesis pada PPS. UPI. Bandung.

Toharudin, U. (2010). Membangun Literasi Sains Siswa: Panduan Praktis daam bahan Ajar Sains. SPS UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.


(6)

Prosedural, dan sikap Ilmiah siswa SMA. SPS. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wahyono, SB dan Pujiriyanto. (2010). Analisis Jalur Terhadap Tingkat Melek Teknologi Informasi Dan Komunikasi (ICT Literacy) Pada Mahasiswa FIP UNY, Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogykarta. Tidak diterbitkan.

West, et.al. (2002). “Science Literacy: Is Classroom Instruction enough?”. National Forum Teacher Education Journal. 20 (3) 1-66.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Womble, (1999). “Anatomy and Computer a New Twist to teaching the oldest Medical Course”. Bioscience. 25 (1). 55-66.