PENGARUH PELATIHAN MATERI SAINS BERBASIS ICT TERHADAP PENINGKATAN SCIENTIFIC LITERACY DAN ICT LITERACY GURU SEKOLAH DASAR.

(1)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMAKASIH ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

A.LatarBelakangMasalah ... B. RumusanMasalah ... C. Pertanyaan Penelitian ... D. Batasan Masalah ... E. TujuanPenelitian ... F. ManfaatPenelitian ... G.DefinisiOperasional ……….

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

A. HakikatPembelajaranIPA ... B. Scientific Literacy...

i ii iii v viii ix

1 7 7 8 8 8 9

10 11 13


(2)

C.ICTdanICT Literacy ...

1.PelatihanKonten Sains Berbasis ICT ...

D. Materi Air ………..

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. MetodedanDesainPenelitian ... B. Subyek Penelitian ... C. VariabelPenelitian ... D. InstrumenPenelitian... E. Uji Keterandalan Instrumen ...

1. ValiditasButir Soal ... 2. ReliabilitasButir Soal ... 3. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 4. Daya Pembeda Butir Soal ... F. ProsedurPenelitian

1.TahapPersiapan ... 2.TahapPelaksanaan ... 3.TahapAnalisis Data danPenyusunanLaporan ... 4.Alur Penelitian ... G. Pengolahan dan analisis data ... H. Analisis data kualitatif ...

15 17 19 23 23 23 25 25 26 27 28 29 29 31 32 32 33 34 36


(3)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PelatihanKonten Sains Berbasis ICT dan Scientific LiteracyGuru... 1. Konten Sains ... 2. Proses Sains ... 3. Sikap Sains ... B. PelatihanKonten Sains Berbasis ICT danICT Literacy...

1. Access ...

2. Manage ...

3. Integrate ...

4. Evaluate ...

5. Create ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN

38 38 42 48 55 56 59 61 64 66

73 74 76


(4)

DAFTAR TABEL

Hal 3.1 Deskripsi Guru yang Mengikuti Pelatihan materi Sains Berbasis

ICT ...……….. 3.2 KategoriValiditasButirSoal………....

3.3KategoriReliabilitasButirSoal ……….

3.4Kategori Tingkat Kesukaran……….

3.5KategoriDayaPembeda ………

3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, danValiditasSoalScientific Literacy

………...……….

3.7 Kisi-kisiScientific Literacy ………..

3.8 Kisi-kisiICT Literacy ………

4.1 RekapitulasiPretestdanPostestKontenScientific Literacy……. 4.2 PersentasePenguasaanAspekKemampuan

ProsesScientificLiteracy Guru

………...………

4.3 PersentaseHasilSkalaSikap (Attitudes) Scientific Literacy Guru SD ………. 4.4 PerubahanPolaPenekananPembelajaranSains………... 4.5 RekapitulasiKomponenAccesspada ICT Literacy Guru ……… 4.6 RekapitulasiKomponenManagepada ICT Literacy Guru …….. 4.7 RekapitulasiKomponenIntegratepada ICT Literacy Guru ……. 4.8 RekapitulasiKomponenEvaluatepada ICT Literacy Guru ……. 4.9 RekapitulasiKomponenCreatepada ICT Literacy Guru ………. 4.10 Rekapitulasi Kemampuan Scientific Literacy danICT Literacy

Guru ………

24 27 28 29 30 30 34 36 38 42 49 53 57 59 62 64 66 69


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal A.1 Kisi-Kisi Soal Scientific Literacy ……….

A.2 Kisi-Kisi SoalICT Literacy ……….

A.3 Format Observasi………..

A.4 Format Portofolio ………..

B.1 Soal Scientific Literacy (Konten dan Proses Sains) ………...

B.2 KunciJawaban ………...

B.3 SoalSkalaSikapScientific Literacy ……….. C.1 RekapAnalisisButirValidasiSoalScientific Literacy ……… D.1 Pretest-Postest Scientific Literacy (Konten dan Proses sains) …... D.2 Analisis Hasil Skala Sikap Scientific Literacy ………...

80 82 83 84 85 91 92 106 109 111


(6)

(7)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke 21 dunia pendidikan Indonesia masih mengalami masalah yaitu masih rendahnya mutu pendidikan (Muhaimin, 2001).Hal ini disebabkan oleh belum meratanya pembangunan di Indonesia dalam berbagai aspek dan keadaan geografis Indonesia yang masih sulit dijangkau sehingga pembangunan dunia pendidikan masih tertinggal dan terjadi kesenjangan pendidikan daerah perkotaan dan pedesaan. Dengan kenyataan tersebut, dikhawatirkan Indonesia akan gagal memasuki pasar bebas pada tahun 2020. Indikasi ke arah tersebut telah nampak pada beberapa kompetisi akademik dan kenyataan di masyarakat. Pada tahun 2003, studi PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke 38 dari 41 negara peserta pada bidang Scientific Literacy. Sedangkan pada TIMSS (Trend Internasional in Mathematics and Science Study), Indonesia menduduki urutan ke 34 dari 45 negara peserta(Ali, 2006).

Kemampuan Scientific Literacyyang lemah merupakan salah satu temuan hasil studi komparatif yang dilakukan PISA(Firman, 2006). Berdasarkan hasil studi PISA tahun 2003, bahwa siswa Indonesia yang berumur 15 tahun menduduki peringkat ke 38 dari 41 negara peserta. Hasil PISA bidang Scientific Literacysiswa Indonesia yang dianalisis Tim Literasi sains Puspendik tahun 2004 terungkap bahwa: 1) Komposisi jawaban siswa mengindikasikan lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dasar sains yang sebetulnya telah diajarkan, sehingga mereka tidak mampu mengaplikasikannya untuk menginterprestasi data, menerangkan hubungan kausal, serta memecahkan masalah sederhana sekalipun; 2) Lemahnya


(8)

tabel, diagram, dan bentuk penyajian lainnya; 3) Adanya keterbatasan kemampuan siswa mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan; 4) Ketelitian siswa membaca masih rendah, siswa tidak terbiasa menghubungkan informasi-informasi dalam teks untuk dapat menjawab soal dan 5) Kemampuan nalar ilmiah masih rendah.

Hasil studi PISA tahun 2006, menunjukkan bahwa siswa Indonesia menduduki peringkat ke 53 dari 57 negara peserta.Keadaan ini menggambarkan bahwa kemampuan Scientific

Literacysiswa Indonesia masih di bawah rata-rata, dan tidak memperlihatkan adanya

peningkatan. Menurut Hayat, 2003 (Darliana, 2005),pada tingkat kemampuan ini siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta, terminologi, dan hukum sains, serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum dalam mengambil dan mengevaluasi kesimpulan. Selain itu, kajian hasil tes PISA 2006 juga menemukan beberapa kelemahan siswa Indonesia pada literasi sains yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan, dan memahami penggunaan peralatan sains. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan beberapa tindakan, yaitu 1) peningkatan pembelajaran sains yang mengarah pada kemampuan mengidentifikasi masalah, menggunakan fakta, memahami sistem kehidupan, dan memahami penggunaan peralatan sains, 2) penyediaan alat pembelajaran sains, 3) penggunaan sumber belajar sesuai dengan konteks kompetensi, dan 4) peningkatan kemampuan guru sains (Balitbang, 2007).

Rendahnya scientific literacy siswa Indonesia dapat pula disebabkan oleh peserta didik yang hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum.Keadaan tersebut diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Dalam satu topik pembelajaran,


(9)

merupakan jumlah bidang kajian yang tercakup di dalamnya(Depdiknas, 2006).

Perubahan peradaban menuju masyarakat berpengetahuan (knowledge society) menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT Literacy Skills). Pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan, yaitu : (1) melek teknologi dan media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berfikir kritis; (4) memecahkan masalah; (5) berkolaborasi. Terdapat kesepakatan umum bahwa

information and communication technologies (ICT) adalah baik untuk pengembangan dunia

pendidikan. Bank Dunia menggarisbawahi bahwa para pendidik dan para pengambil keputusan sepakat bahwa ICT merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan pendidikan dalam era Milenium. ICT mampu membangun kemampuan jaringan informasi dan pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi pendidikan dengan kualitas standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan efektivitas kebijakan administrasi pendidikan.

Menurut kurikulum sains SD, sains merupakan cara mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis untuk meguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah.Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.Idealnya, pembelajaran sains digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan.ICT mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pembelajaran sains.Dalam


(10)

langsung kepada siswa. Sehingga dengan ICT diharapkan dapat membantu siswa memberikan pemahaman yang lebih mendalamdan dapat mengubah konsep yang abstrak menjadi lebih konkret.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses pembelajaran. Pengembangan komputer sebagai media pembelajaran telah lama dilakukan.Berbagai kelebihan yang dimiliki komputer membuat komputer merupakan media yang menarik untuk digunakan dan dikembangkan (Suwondo, 2008).

Scientific Literacydan ICT Literacydapat dijadikan sebagai kajian untuk mempersiapkan

generasi muda dalam menghadapi tantangan di abad pengetahuan. Rendahnya kemampuan

scientific literacy siswa merupakan salah satu tugas guru untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan ICT dalam proses pembelajaran. Sehingga diharapkan ketika seorang guru SD dapat menggunakan ICT sebagai media pembelajaran, guru dapat membelajarkan kepada siswa untuk mencari lebih luas lagi konten/ isi materi sains yang bisa diunduh melalui internet sebagai bahan ajar yang menarik karena bahan ajar yang dicari tidak hanya berupa teks, tetapi juga bisa berupa gambar, animasi, video dan film. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran sains dengan Scientific Literacydan ICT Literacy, diperlukan guru yang mampu menggunakan ICT dengan baik dalam proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan penelitian terdahulu (Prihanto,2010) disimpulkan bahwa: (1) guru memiliki tingkat literasi TIK yang tinggi, namun tingkat ketersediaan fasilitas TIK masih rendah, sehingga tingkat pemanfaatan TIK sebagai alat bantu pembelajaran masih berada pada kategori sedang; (2) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat literasi TIK guru dengan tingkat


(11)

signifikan antara tingkat ketersediaan fasilitas TIK untuk guru dengan tingkat pemanfaatan TIK sebagai alat bantu pembelajaran guru, dan (4) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat literasi TIK guru dan tingkat ketersediaan fasilitas TIK untuk guru secara simultan terhadap tingkat pemanfaatan TIK sebagai alat bantu pembelajaran guru "Artinya semakin tinggi tingkat literasi TIK dan tingkat ketersediaan fasilitas TIK untuk guru, maka akan semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan TIK sebagai alat bantu pembelajaran guru SMK di Wilayah Kabupaten Malang".

Berdasarkan penelitian terdahulu (Retmana, 2009) disimpulkan bahwa Pembelajaran berbasis multimedia interaktifdapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMP pada tema penggunaan bahan kimia pada makanan terhadap sistem pencernaan manusia. Hal ini bisa dilihat dari rerata indeks N-Gain yang diperoleh pada kedua multimedia interaktif. Penggunaan multimedia interaktif I dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMP pada tema pembelajaran penggunaan bahan kimia pada makanan terhadap sistem pencernaan manusia dengan N-Gain sebesar 0,24 yang termasuk kategori rendah.multimedia interatif II dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMP pada tema pembelajaran penggunaan bahan kimia pada makanan terhadap sistem pencernaan manusiadengan N-Gain sebesar 0,34 yang termasuk kategori sedang.

Berdasarkan penelitian British Educational Research Association (BERA, 2002), Penelitian menunjukkan bahwaICT dapatmembuat perbedaanuntuk belajarmurid sekolah dasar.Dalampenelitian besarada hubunganpositif antarapenyediaanatau penggunaan sumber

dayaICTdan pencapaianmurid.Analisisintervensi yang


(12)

terstruktur danterintegrasisecara efektif.

Menurut Bingimlas (2009) menjelaskan tentang hambatan yang dirasakan oleh guru dalam mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan sains. Penelitian ini menunjukkan bahwa guru memiliki keinginan yang kuat untuk mengintegrasikan ICTke dalam pembelajaran, tetapi mereka mengalami banyak hambatan. Hambatan utama adalah kurangnya rasa percaya diri, kompetensi, dan akses dalam menggunakan ICT.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai mengenai “Pengaruh Pelatihan materi Sains Berbasis ICT terhadap peningkatan Scientific Literacy dan ICT Literacy Guru Sekolah Dasar”. Studi ini akan melihat bagaimana pengaruh pelatihan materi sains berbasisi ICT terhadap peningkatan Scientific

Literacy dan ICT Literacy Guru SD sebelum dan sesudah pelatihan ICT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pelatihan materi sains berbasis ICT berpengaruh terhadap

Scientific Literacy dan ICTLiteracy Guru SD?”.

C. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah dioperasionalkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian berikut ini: 1. Bagaimana pengaruhpelatihan materi sains berbasis ICT terhadap peningkatan Scientific

Literacy Guru SD?


(13)

D.Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini terfokus pada hal yang diharapkan, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut ini:

1. PISA 2006 mengidentifikasi tiga dimensi besar scientific literacy, yakni konten sains(knowledge about science), proses sains (knowledge of science)dan sikap sains (attitudes).

2. Lima komponen ICT Literacy yang dikembangkan menurut Unesco yaitu access,

manage, integrate, create, dan evaluate.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan dan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan dan menganalisis kemampuanScientific Literacy Guru SD sebelum

dan sesudah pelatihan materi sains berbasis ICT.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan ICTLiteracy Guru SD selamapelatihan materi sains berbasis ICT.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi praktisi pendidikan, bisa dijadikan masukan dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD berbasisICT.

2. Untuk guru, menemukan solusi dalam mengatasi masalah proses pembelajaran di kelas berbasis ICTsesuai dengan perkembangan teknologi.


(14)

berbasis ICT dapat meningkatkan kemampuan Scientific Literacy danICT Literacy Guru sehingga menemukan solusi dalam mengajarkan konsep-konsep yang sifatnya abstrak. Temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan penelitian selanjutnya yang lebih dalam.

G. Definisi Operasional

1. PISA, Scientific Literacydidefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, untuk mengidentifikasi permasalahan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas tumbuhan (Priatna, 2009). PISA 2006 mengidentifikasi tiga dimensi dasar Scientific Literacy, yakni konten sains (knowledge

about science), proses sains (knowledge of science), dan sikap sains (attitudes).

2. Teknologi informasi diartikan sebagai suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, merekayasa data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Lima komponen

ICT Literacy yang dikembangkan menurut Unesco yaitu access, manage, integrate, create, dan evaluate.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Experimenl Sugiyono,(2008).Penelitian ini dilakukan pada satu kelompok guru yang diberikan perlakuan berupa pelatihan materi sains berbasisICTuntuk melihat dan menganalisis kemampuan Scientific Literacy dan ICT Literacy pada guru sains Sekolah Dasar.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakanThe One

GroupPrestest-Posttest Design. Pada desain ini, kelompok tunggal diukur atau

diobservasi sebelum dan setelah eksperimen dilakukan (prestest dan

posttest).Eksperimen yang dilakukan berupa pelatihan materi sains berbasisICTberupa pengoperasian komputer dan internet, sebelum dan sesudah pelatihan akan dilihat bagaimana kemampuan Scientific Literacy dan ICT

Literacyguru-guru sains tersebut.

B. Subyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 5 guru IPA SD Kelas V di Kota Cimahi yangmerupakan sekolah yang mempunyai fasilitas untuk mendukung pembelajaran sains dengan menggunakan ICT.Teknik pengambilan subjek dalam

0 X O Prestest Perlakuan Posttest


(16)

penelitian ini menggunakan purposive random sampling, yaitu peneliti membagi populasi menjadi kelompok berdasar karakter spesifik. Guru yang dijadikan dalam sampel penelitian ini didasarkan pada kualifikasi latar belakang subjek yang hampir sama dan dapat dikatakan homogen, dimana berlatarbelakang dari guru yang berasal dari sekolah yang mempunyai fasilitas yang menunjang pembelajaran dengan ICT, guru yang mengajar pada tingkatan kelas yang sama yaitu kelas 5, berlatarbelakang sarjana pendidikan, dan mengajar pada standar sekolah yang sama. Kelima guru tersebut dideskripsikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Deskripsi Guru yang Mengikuti Pelatihan materi Sains Berbasis ICT.

NO Nama Guru

Tempat Mengajar

Pengalaman

Mengajar Pendidikan Terakhir

Pelatihan ICT yang Pernah Diikuti

Sebelumnya

1. G1 SDN Cimahi

Mandiri 2 25 Tahun

S2 STIE Pasundan / Jurusan Manajemen

Belum pernah mengikuti pelatihan

ICT

2. G2 SDN Melong

Mandiri 1 Cimahi 5 Tahun

S1 IKIP Bandung / Jurusan Pendidikan IPS

Belum pernah mengikuti pelatihan

ICT

3. G3 SDN Cimahi

Mandiri 1 13 Tahun

S1 Universitas Terbuka / Jurusan PGSD

Pernah mengikuti pelatihan pendidikan

teknologi dasar

4. G4 SDN Melong

Mandiri 3 Cimahi 30 Tahun

S1 Universitas Terbuka / Jurusan PGSD

Belum pernah mengikuti pelatihan

ICT

5. G5 SDN Melong

Mandiri 2 Cimahi 29 Tahun

S1 STKIP IBNU KHOLDUN Bogor/ Jurusan

Filsafat dan Sosiologi

Belum pernah mengikuti pelatihan


(17)

C. Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini adalahvariabel terikat kemampuan Scientific Literacy dan ICT Literacy guru SD sedangkan Variabel bebas dalam penelitian adalahpelatihan materi sains berbasisICTdengan menggunakan Multimedia Interaktif.

D. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:tes tertulis

Scientific Literacy, pedoman observasi ICT Literacy dan Portofolio

1. Tes Scientific Literacy

Tes ini mengandung 3 domain yaitu, yakni konten sains(knowledge about

science), proses sains (knowledge of science)dan sikap sains (attitudes).

Konten sains dan proses sains yang dibuat dalam bentuk tes obyektif dengan model pilihan ganda dengan empat pilihan. Setiap soal dibuat untuk menguji

Scientific Literacy guru terhadap konsep-konsep yang tercakup dalam

temaair.Tes ini dilakukan dua kali, yaitu saat pretest untuk melihat kemampuan awal Scientific Literacy guru, yang kedua postest untuk mengukur Scientific Literacyguru sebagai hasil pelatihan materi sains berbasis ICT dengan menggunakan multimedia interaktif pada tema air yang mencakup pengertian, daur air, pencemaran air dan bencana alam yang diakibarkan oleh air. Sedangkan sikap sains dibuat dalam bentuk skala sikap yang diberikan kepada guru setelah pelatihan dilakukan untuk melihat


(18)

sejauhmana sikap guru dalam menyikapi gejala, isu, fenomena yang berhubungan dengan sains.

2. Observasi

Pedoman Observasi ICT Literacydigunakan untuk memperoleh informasi berupa aktivitas guru terhadap indikator ICT Literacy yang tercapai atau tidak tercapai selama pelatihan materi sains berbasis ICT dilakukan. Bentuk observasi yang dilakukan dengan membubuhkan tanda ceklist pada hasil pengamatan, dengan pertimbangan ya dan tidak, dilakukan atau tidak.

3. Portofolio

Penilain portofolio digunakan peneliti untuk melihat dan mengukur sejauhmana kemampuan guru dalam membuat bahan presentasi yang baik yang menggunakan aspek ICT yang telah diberikan selama pelatihan. Penilaian yang dilakukan berupa slide powerpoint yang telah dibuat oleh guru yang berisi materi air yang dilengkapi dengan gambar, animasi, dan indikator portofolio yang lainnya.

E. Uji Keterandalan Instrumen

Uji keterandalan Instrumen dilakukan untuk memastikan suatu tes yang baik dalam pengumpulan data yang dilakukan. Tes yang baik harus memenuhi kriteria tingkat kesukaran yang layak, daya pembeda yang baik, validitas cukup, dan reliabitas tinggi. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut, maka sebelum dipergunakan seyogyanya tes tersebut diuji coba untuk mendapatkan gambaran tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas, dan


(19)

reliabilitasnya. Uji keterandalan tes yang dikonstruksi menggunakan software Anates versi 4.0. Secara umum kegiatan ini akan menghitung validitas, realibilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal yang dibuat. Instrumen

Scientific Literacy yang berjumlah 30 butir soal pilihan berganda diujicobakan

kepada 30guru kelas V SD di Kota Cimahi.

1. Validitas Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir terhadap skor total.Untuk menuju validitas setiap butir soal,skor-skor yang pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan besar terhadap skor total.

Uji validitas kriteria dihitung dengan menggunakan bantuan program analisis butir soal Anates. Interpretasi besarnya koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2

Kategori Validitas Butir Soal(Arikunto, 2005)

Koefisien Kategori

0.80 < rxy≤ 1.00 Sangat Tinggi

0.60 < rxy≤ 0.80 Tinggi

0.40 <rxy≤ 0.60 Cukup


(20)

0.00 < rxy≤ 0.20 Sangat Rendah

Hasil perhitungan validitas soal tes scientific literacy guru yang berjumlah 30 soal diperoleh 30 butir soal yang valid yaitu:1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 25, 27, 28, 29, dan 30. Berdasarkan hasil ujicoba validitas butir soal tes scientific literacy guru dari 30 item soal didapatkan 6 soal yang tidak valid karena daya pembeda yang kurang dan tidak memiliki signifikansi korelasi.

2. Reliabilitas Butir Soal

Uji reabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji realibilitas instrumen ini dihitung dengan menggunakan bantuan program ANATES (Arikunto, 2005).

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dibandingkan dengan rtabel dengan

kaidah keputusan; jika r11>rtabel berarti reliabel dan jika r11 <rtabel berarti tidak

reliabel. Kemudian hasil perhitungan tersebut ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti Tabel 3.3.

Tabel 3.3Kategori Reliabilitas Butir Soal

Koefisien Kategori

0,80 <r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 <r11 ≤ 0,80 Tinggi

0,40 <r11 ≤ 0,60 Cukup

0,20 <r11 ≤ 0,40 Rendah


(21)

Hasil perhitungan reliabilitas tes soal kemampuan inkuiri guru diperoleh nilai r11 sebesar 0.90sehingga soal tes yang akan diujikan pada guru dalam

penelitian adalah sangat reliabel

3. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Uji tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah serta dihitung dengan menggunakan bantuan program ANATES.

Untuk tes scientific literacydengan tingkat kesukaran yang diperoleh menggunakan anates 4.0.berdasarkan hasil analisis yang dilakukan (Arikunto, 2005).

Tabel 3.4Kategori Tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < TK≤ 0,30 Sukar

0,30 < TK≤ 0,70 Sedang

0,70 < TK≤ 1,00 Mudah

4. Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda butir soal dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan kemampuan antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah, dihitung dengan menggunakan program analisis butir soal ANATES. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi test atau daya pembeda (D).Kategori daya pembeda (Arikunto,


(22)

Tabel 3.5Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < DP≤ 0,20 Jelek (poor)

0,20 < DP≤ 0,40 Cukup (satisfactory) 0,40 < DP≤ 0,70 Baik (good)

0,70 < DP≤ 1,00 Baik sekali (excellent)

Untuk tesscientific literacyberjumlah 30 butir dengan daya pembeda yang diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan ANATES 4.0 disajikan dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran dan ValiditasSoal scientific

literacy

No Daya

Pembeda(%)

Tingkat Kesukaran

Validitas Sign. Korelasi

1 Baik Sedang 0,429 Signifikan

2 Baik sekali Sedang 0,484 Sangat Signifikan

3 Baik sekali Sedang 0,725 Sangat Signifikan

4 Baik Mudah 0,763 Sangat Signifikan

5 Cukup Sangat Mudah 0,646 Sangat Signifikan

6 Baik sekali Sedang 0,738 Sangat Signifikan

7 Baik Mudah 0,622 Sangat Signifikan

8 Baik sekali Sedang 0,639 Sangat Signifikan

9 Baik Sukar 0,546 Sangat Signifikan

10 Baik Sukar 0,460 Sangat Signifikan

11 Baik Sedang 0,496 Sangat Signifikan

12 Baik sekali Sedang 0,714 Sangat Signifikan


(23)

14 Kurang Sangat Mudah NAN NAN

15 Baik sekali Sedang 0,707 Sangat Signifikan

16 Baik Sedang 0,490 Sangat Signifikan

17 Cukup Sangat Sukar 0,293 -

18 Kurang Sedang 0,385 Signifikan

19 Baik Sedang 0,447 Signifikan

20 Baik sekali Sedang 0,657 Sangat Signifikan

21 Kurang Sedang 0,084 -

22 Baik Mudah 0,698 Sangat Signifikan

23 Cukup Sedang 0,266 -

24 Kurang Sedang 0,183 -

25 Baik Sedang 0,465 Sangat Signifikan

26 Cukup Sedang 0,209 -

27 Baik Mudah 0,588 Sangat Signifikan

28 Cukup Sedang 0,385 Signifikan

29 Baik sekali Sedang 0,472 Sangat Signifikan

30 Baik sekali Sedang 0,713 Sangat Signifikan

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan beberapa butir soal yang tidak memiliki signifikansi korelasi dan daya pembeda yang kurang. Sehingga untuk keterandalan uji instrumen, butir soal yang tidak memiliki signifikansi korelasi dan daya pembeda yang kurang tidak digunakan dalam penelitian.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian melalui tiga tahap berikut:

1. Tahap Persiapan

1) Mempelajari standar isi mata pelajaran IPA SD pada tema air


(24)

3) Melakukan studi kepustakan mengenai Multimedia interaktif 4) Menentukan topik dan subjek penelitian.

5) Menyusun kisi-kisi instrumen yang terdiri dari tes kemampuan Scientific

Literacy dan ICT Literacy sebelum dan sesudah pelatihan materi sains

berbasisICT, pedoman observasi dan portofolio 6) Validasi instrumen.

7) Perbaikan instrumen.

8) Mempersiapkan instrumen dan mengurus surat ijin penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

1) Mengumpulkan guru-guru untuk bersedia mengikuti pelatihan materi sains berbasisICT.

2) Menentukan jadwal pelaksanaan pelatihan materi sains berbasisICT. 3) Melaksanakan tes kemampuan Scientific Literacy dan ICT Literacy

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

1) Melakukan analisis yaitu mengkategorikan informasi yang diperoleh ke dalam komponen Scientific Literacy dan ICT Literacy baik tes kemampuan guru tentang Scientific Literacy dan ICT Literacymaupun melalui portofolio yang dibuat oleh guru setelah pelatihan materi sains berbasisICT.

2) Dari hasil observasiakan diperoleh informasi dari guru seputar pelatihan konten sains berbasisICTdalam pembelajaran sains. Kemudian faktor pendukung dan penghambatnya dianalisis.


(25)

4. Alur Penelitian

Gambar3.1 Alur Penelitian Studi Pendahuluan

Kajian materi tentang komponen-komponen kemampuan Scientific Literacy

dan ICT Literacy. Kajian materi tentang hakikat

pembelajaran IPA dan kemampuan

Scientific Literacy dan ICTLiteracyguru SD Kelas V

Menentukan subjek penelitian, pembuatan tes kemampuan guru, pedoman observasi,

dan penilaian portofolio.

Judgement dan Ujicoba (soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total)

Pelaksanaan Pelatihan materi sains berbasisis ICT

Observasi dengan guru

Analisis data dan menarik kesimpulan Temuan Masalah


(26)

G. Pengolahan dan analisis data

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil kemampuan scientific literacy guru dalam bentuk skor nilai dan merupakan data utama yang digunakan dalam menguji hipotesis, sedangkan data kualitatif merupakan data pendukung yang dianalisis dengan cara deskriptif yaitu berupa data kemampuan ICT literacy guru.

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif.Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui besarnya peningkatan scientific literacysetelah dilakukan pelatihan materis sains berbasis ICT.Data utama yang dipakai untuk melihat peningkatan scientific literacyadalah data hasilpretest maupun posttest.Data tersebut dianalisis untuk melihat skor hasil tes.Selanjutnya hasil tes tersebut dihitung rata-ratanya.Berikut ini adalah kisi-kisi soal scientific literacy, yaitu :

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Scientific Literacy

NO.

Aspek Literasi

Sains

Ketegori Kemampuan Scientific Literacy

1. Konten Sains

Pengetahuan yang berkisar tentang sains (knowledge

about science)

Inkuiri ilmiah Penjelasan Ilmiah 2. Proses

Sains

Menggunakan Bukti Ilmiah

Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan.

Mengidentifikasi asumsi, bukti dan alasan berdasarkan kesimpulan. membuat refleksi implikasi sosial dari perkembangan sains dan teknologi. Menjelaskan

fenomena ilmiah

Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan.


(27)

fenomena ilmiah dan memprediksi perubahannya.

Mengidentifikasi, deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang sesuai.

Mengidentifikasi isu-isu ilmiah

Mengenal isu-isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah

Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah. Mengenal fitur-fitur (ciri khas) penyelidikan ilmiah

3. Sikap

Mendukung inquiry sains

1. Menyatakan pentingnya

mempertimbangkan perbedaan perspektif sains dan argument

2. Mendukung penggunaan

informasi factual dan ekplanasi 3. Menunjukkan kebutuhan untuk

proses logis dan ketelitian dalam menarik kesimpulan.

Bertanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alam

1. Menunjukkan rasa bertanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan

2. Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan akibat perilaku manusia.

3. Menunjukkan kemauan untuk mengambil sikap menjaga sumber alam.

Ketertarikan terhadap sains

1. Menunjukkan rasa ingin tahudalam ilmu pengetahuandan ilmuyang berhubungan denganisu-isu

2. Menunjukkankeinginanuntuk memperoleh

pengetahuanilmiahdan

keterampilantambahan, dengan menggunakan berbagai sumber belajar dan metode

3. Menunjukkankemauan

untukmencari informasi

danmemiliki kepentinganyang sedang berlangsungdalam ilmu pengetahuan,termasuk

pertimbanganilmu


(28)

H. Analisis data kualitatif

Analisis secara kualitatif pada penelitian ini dilihat aspek ICT Literacydari hasil observasi, dan portofolio yang telah dibuat guru. Data hasil observasi diolah dalam bentuk persentase, dan portofolio guru diolah dengan dideskripsikan.

Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen tentang ICT Literacy yang dikembangkan yaitu :

Tabel 3.8 Kisi-Kisi ICT Literacy

NO ASPEK ICT

LITERACY

INDIKATOR

1 Access 1. Mengidentifikasi bagian-bagian komputer seperti monitor, CPU, Keyboard, Printer, Mouse, USB Flash Drive, CD Room.

2. Membuka program window microsoft office 3. Membuka program internet explorer

4. Mengambil kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film.

2 Manage 1. Mengedit kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet

2. Mengorganisasikan data dan folder dalam bentuk elektronik

3. Menemukan cara yang efisien dalam menggunakan websites

3 Integrate 1. Menggabungkan informasi yang diperoleh berupa kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet

2. Membandingkan kelebihan dan kekurangan dari setiap informasi yang didapatkan dari program


(29)

komputer atau internet

4 Evaluate 1. Mengaplikasikan fungsi dari program MS.Office dan internet explorer

2. Mengidentifikasi manfaat yang diperoleh dari aplikasi MS.Office dan internet explorer 5 Create 1. Membuat file tampilan berupa animasi, suara,

rangkaian kata dan film tentang materi yang akan dipelajari.

2. Menghimpun file tampilan dalam bentuk file atau folder.

3. Memindahkan file atau folder ke dalam bentuk CD atau Flash Disk

4. Membuat email


(30)

(31)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelatihan materi Sains Berbasis ICTdan Peningkatan Scientific LiteracyGuru

Scientific Literacyterdiri dari 3 domain yaitu, konten sains (knowledge about science),

proses sains (knowledge of science) dan sikap sains (attitudes).

1. Konten Sains

Hasil penelitian mengenai peningkatan konten Scientific Literacyguru SD terhadap materi air diperoleh dari hasil pretest dan posttest. Nilai Pretest dan Postest masing-masing guru disajikan dalam tabel di bawah ini untuk melihat sejauh mana kemampuan konten Scientific

Literacyguru yang diberikan pelatihan materi sains berbasis ICT. Rekapitulasi data hasil pretest

dan postest disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pretestdan PostestKonten Scientific Literacy

GURU

Konten Scientific Literacy

Pretest Posttest Peningkatan Rata-rata

Peningkatan

1 50 50 0 0

2 75 75 0 0

3 25 50 25 25

4 75 75 0 0

5 50 100 50 50

Rata-rata 55 70 15 15

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kemampuan KontenScientific Literacy yang berisi indikator knowledge about science dari 5 orang guru yang diteliti memiliki hasil yang


(32)

berbeda-guru-guru yang diteliti sudah mengalami peningkatan khususnya guru 3 dan 5, yang memiliki peningkatan masing-masing kemampuan kontenScientific Literacy sebesar 25% dan 50%. Sedangkan untuk ketiga guru yang lainnya tidak mengalami peningkatan pada inkuiri ilmiah dan penjelasan ilmiah, artinya guru belum bisa menangkap sejumlah konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia.

Tidak adanya peningkatan indikator knowledge about science ini, mungkin dapat disebabkan oleh kebiasaan pembelajaran sains yang bersifat konvensional, dimana biasanya pembelajaran yang bersifat konvensional mengabaikan pentingnya kemampuan membaca dan menulis sains yang seharusnya menjadi salah satu kompetensi yang dimiliki siswa setelah mempelajari sains. Kurikulum sains hendaknya menyediakan pengetahuan dan pemahaman terhadap sains untuk menjadikan siswa berkemampuan dalam memahami artikel dan bahan bacaan sains.

Pada indikator knowledge about science memiliki aspek dimana guru harus menguasai kemampuan inkuiri dan penjelasan ilmiah. Joe ( Megawati, 2005. 64) menyatakan bahwa

“Inkuiri ini diartikan sebagai mencari kebenaran, informasi dan pengetahuan dengan bertanya

atau mencari tahu”, dari kelima guru terdapat 3 guru yang kemampuan inkuirinya tidak mengalami peningkatan. Hal ini bisa disebabkan karena guru belum terbiasa dengan mencari kebenaran, informasi dan pengetahuan dengan bertanya atau mencari tahu sendiri. Ini juga didukung dengan pernyataan National Science Education Standars bahwa sesuatu yang penting dikuasai guru dalam pelaksanaan pembelajaran sains yang berbasis inkuiri adalah kemampuan inkuiri (NRC, 2000). Kemungkinan yang lain adalah guru belum terbiasa mencari informasi


(33)

pelatihan ini sehingga guru masih mengalami kesulitan dalam mengoperasikan komputer dan internet. Hal ini diperkuat karena guru yang menjadi sampel penelitian ini tidak semuanya mengoperasikan komputer dan internet dengan baik tetapi kebanyakan dari guru yang diteliti baru mengenal dan belum bisa mengoperasikan komputer dan internet.

Melihat kemampuan rata-rata guru yang diteliti hanya mengalami peningkatan sebesar 15% maka kemampuan kontenScientific Literacy ini masih perlu ditingkatkan. Upaya peningkatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya secara teoritis melalui pelatihan atau kegiatan-kegiatan lain tentang kontenScientific Literacy, kemudian membiasakan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan ICT sehingga dapat menambah wawasan guru dan variatif pembelajaran bagi siswa. Dengan adanya pengetahuan serta pemahaman yang jelas serta ditunjang oleh praktik yang baik, maka akanmemberikan konstribusi yang baik terhadap peningkatan kemampuan konten Scientific Literacy.

Selain itu, beberapa faktor yang dapat meningkatkan kesulitan belajar seseorang yaitu dengan cara instruksi secara eksplisit, pembelajaran dengan menggunakan teknologi, dengan mengintensifkan bimbingan dan menggunakan strategi dalam konteks yang autentik,

sebagaimana yang dikemukakan “....Primary attention is given to instructional factors that have been shown to affect literacy outcomes for adults with learning disabilities. These factors include the use of explicit instruction, instructionaltechnology, and intensive tutoring in skills and strategies embedded in authentic contexts” Michael (2012). Selain itu, dikemukakan dalam penelitiannya di Dhaka University bahwa terbatasnya kemampuan seseorang dalam menggunakan ICT karena kompetensi ICT tidak dirumuskan secara intensif di dalam kurikulum akademik (Anwarul, 2010).


(34)

kemampuan kontenScientific Literacy hanya dapat dimiliki jika guru memiliki pengetahuan dan pemahaman secara teoritis terhadap kontenScientific Literacy kemudian ditunjang pula oleh kegiatan praktik merencanakan dan melaksanakan kontenScientific Literacy ketika mengajar dikelas.Pelatihan materi sains berbasis ICT memiliki tujuan dimana guru memiliki literasi sains dan teknologi secara bersamaan, yaitu guru dapat menggunakan konsep-konsep sains, keterampilan proses dan nilai mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru dapat memenuhi sebagian besar konsep-konsep sains, hipotesis, teori dan mampu menggunakannya serta dapat menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang dimilikinya (Poedjiaji, 2005).

2. Proses Sains

Hasil penelitian mengenai peningkatan prosesScientific Literacyguru SD terhadap materi air diperoleh dari hasil pretest dan posttest. Nilai Pretest dan Postest masing-masing guru disajikan dalam tabel di bawah ini untuk melihat sejauh mana kemampuan proses Scientific

Literacyguru yang diberikan pelatihan materi sains berbasis ICT. Rekapitulasi data hasil pretest

dan postest disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.2

Persentase Penguasaan AspekKemampuan Proses Scientific Literacy Guru

Guru

Proses Scientific Literacy

Menggunakan Bukti Ilmiah Menjelaskan Fenomena Ilmiah Mengidentifikasi Isu-isu Ilmiah Rata-rata Peningkatan


(35)

1 20 80 60 25 87,5 62,5 33,3 66,7 33,4 52,0

2 20 60 40 75 100 25 66,7 66,7 0 21,7

3 20 40 20 12,5 87,5 75 33,3 66,7 33,4 42,8

4 40 80 40 50 100 50 0 100 100 63,3

5 40 40 0 62,5 100 37,5 100 100 0 12,5

Rata-rata 28 60 32 45 95 50 46,7 80,02 33,36 38,45

Pada Tabel 4.2 terlihat dari kelima guru yang diteliti memiliki rata-rata peningkatan kemampuan Proses Scientific Literacyyang berbeda-beda. Pada indikator menggunakan bukti ilmiah mengalami peningkatan sebesar 32%, pada indikator menjelaskan fenomena ilmiah sebesar 50%, dan indikator mengidentifikasi isu-isu ilmiah sebesar 33,36%. Selain itu setiap guru memiliki peningkatan kemampuan proses scientific literacyyamg berbeda-beda, guru 1 memiliki rata-rata peningkatan kemampuan proses scientific literacysebesar 52%, guru 2 sebesar 21,7%, guru 3 sebesar 42,8%. Guru 4 sebesar 63,3 dan guru 5 sebesar 12,5%.

Pada indikator menggunakan bukti ilmiah terdapat 4 guru mengalami peningkatan dengan persentase masing-masing adalah guru 1 60%, guru 2 40%, guru 3 20%, dan guru 4 40%. Artinya guru yang mengalami peningkatan yang sudah bisa menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan,mengidentifikasi asumsi, bukti dan alasan berdasarkan kesimpulan serta membuat refleksi implikasi sosial dari perkembangan sains dan teknologi. Kemudian, terdapat indikator yang mengalami peningkatan di semua guru yang diteliti yaitu menjelaskan fenomena ilmiah dengan persentase peningkatan masing-masing guru adalah guru 1 62,5%, guru 2 25%, guru 3 75%, guru 4 50%, daan guru 5 37,5%. Artinya kelima guru sudah bisa mengaplikasikan


(36)

sesuai. Kedua indikator ini merupakan aspek proses sains yang bisa diperoleh dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Aspek lain yang terdapat pada kemampuan Proses Scientific Literacy adalah mengidentifikasi isu-isu ilmiah yang terdiri dari mengenal isu-isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah, dan Mengenal fitur-fitur (ciri khas) penyelidikan ilmiah. Dari kelima guru yang diteliti hanya tiga guru saja (guru 1,3 dan 4) yang mengalami peningkatan, artinya ketiga guru tersebut sudah bisa melakukan identifikasi isu-isu ilmiah yang terjadi di lingkungan sekitar, dan mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi. Guru sudah terbiasa mengamati isu-isu ilmiah yang terjadi di alam untuk dilakukan penyelidikan dan dianalisis hasilnya, dan guru tidak terpaku pada isu-isu yang sudah ada sehingga pengetahuan guru berkembang terhadap isu-isu lain yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman terhadap suatu konsep tidak dipengaruhi oleh kapasitas berpikir saja, tetapi juga oleh motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar (Sukaryati,2004).

Adanya peningkatan kemampuan proses scientific literacy ini dipengaruhi karena guru dapat mengikuti pelatihan materi sains berbasis ICT, dimana selama pelatihan materi sains berbasis ICT guru diberikan keterampilan untuk mencari materi yang menarik dan variatif melalui media internet. Dalam pelatihan materi sains berbasis ICT, guru dibimbing oleh tutor untuk mencari materi mana yang cocok yang dapat disampaikan dan dimenegerti oleh siswa ketika dilakukan pembelajaran di kelas. Selain itu, materi konten sains yang dicari harus variatif dan tidak tepaku ke dalam teks, tetapi lebih kepada gambar, animasi naratif, video pembelajaran bahkan film yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Peran tutor dalam


(37)

yang interaktif, karena dengan adanya tutor guru dapat dibantu dan bertanya secara langsung ketika ada kesulitan dalam mencari materi maupun dalam mengunduh materi yang berkaitan. Selain itu tutor dapat berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi guru selama pelatihan materi sains berlangsung.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama pelatihan materi sains berbasis ICT berlangsung, dengan terbiasanya guru mencari informasi melalui internet menjadikan pelatihan materi sains berbasis ICT ini berjalan dengan baik, karena guru merasa nyaman dan antusias untuk mencari bahan ajar sehingga berdampak pada peningkatan kemampuan proses scientific

literacy guru. Hal lain yang yang menunjang adanya peningkatan kemampuan proses scientific literacy adalah keberadaan komputer / laptop sebagai media yang digunakan dalam pelatihan

materi sains berbasis ICT. Disadari atau tidak bahwa media ini sangat membantu guru dalam menyimpan berbagai materi dan informasi yang diunduh guru dengan kecepatan yang tinggi, komputer juga mampu menyajikan sebuah tampilan yang variatif dan multidimensional yang dapat memberikan keleluasaan untuk memilih, mensintesis dan mengelaborasi pengetahuan-pengetahuan yang ingin dipahaminya (Herlanti, 2005).

Pada tahap aspek proses scientific literacy guru sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan. Pembelajaran yang dimaksud berupa pelatihan materi sains berbasis ICT karena dalam pelatihan ini guru diajak untuk mencari informasi dan fenomena seluas-luasnya sehingga guru dapat mendeskripsikan, menafsirkan, mengidentifikasi serta membuat kesimpulan dengan menggunakan fasilitas internet yang dapat menjembatani kesulitan guru menjadi kemudahan dalam pencapaian suatu indikator. Hal ini senada dengan pendapat Halbrook (1998) bahwa


(38)

konstruktivisme yaitu penerimaan seseorang tergantung pada pemikiran ketika melakukan, dan mendapatkan pengalaman pembelajaran yang dikaitkan dengan pemahaman konsep yang dimiliki sebelumnya. Walaupun tidak dapat dipungkiri, kebelumterbiasaan guru dalam mengoperasikan komputer bisa menjadi faktor penghambat bagi guru dalam memperluas pengetahuan konten sains.

Peningkatan kemampuan proses scientific literacyguruyang terjadi dimungkinkan karena pelatihan materi sains berbasis ICTmerupakan bentuk pelatihan yang khas, dimana guru dapat belajar secara langsung dengan tutor dan mengembangkan kemamapuan ICT yang dimilikinya. Selain itu pemanfaatan internet juga berpengaruh besar terhadap peningkatan scientific

literacyyang dimiliki oleh guru. Dimana guru dapat menambah dan memperluas wawasan

mereka dengan mengunduh konten sains dalam bentuk sumber belajar yang variatif, seperti teks, gambar,animasi video bahkan film yang berhubungan dengan materi air ini. Hal ini, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Vermaat (2004) bahwa proses dinamis ini akan lebih baik divisualisasikan dengan animasi daripada dengan gambar statis. Selain itu O’Day, (2007) mengemukakan bahwa animasi dapat menghasilkan retensi jangka panjang yang lebih baik, lebih efektif karena murid banyak melibatkan diri dalam pengamatan animasi serta menyediakan satu cara komunikasi kompleks menjadia sangat jelas dan komunikatif.Dalammengembangkan animasi untuk setiap pembelajaran penting untuk mempertimbangkan ciri-ciri pedagogis yang efektif. Tercatat bahwa animasi yang disertai narasi lebih efektif daripada animasi tanpa narasi(Lowe, 2003).

Selain unsur di atas, adanya peningkatan proses scientific literacyadalah konsep-konsep yang lebih aktif dicari sendiri oleh guru, sehingga terjadi proses pembelajaran sesuai dengan


(39)

guru aktif membangun konsep baru materi air yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Ibrahim, 2004) yang mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan.Bahkan, perkembangan kognitif bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.Hal ini juga sejalan dengan pendapat Bruner yang menyatakan dengan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainyaakan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989).

3. Sikap Sains

Selain konten dan proses sains, aspek Scientific Literacylain yang dikembangkan adalah aspek sikap (attitudes). Sikap sains diteliti untuk melihat aspekscientific literacyyang tidak di test kan kepada guru, dimana akan dilihat bagaimana guru bisa menciptakan pembelajaran yang mendukung inquiry sains, bertanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alamdan guru dapat menciptakan pembelajaran sehingga siswa bisa tertarik untuk belajar sains.. Sains sebagai ilmu pengetahuan alam haruslahdiperoleh melalui cara ataulangkah atau metode yang teratur dan terkontrol, sehinggadisebut dengan metode ilmiah. Beberapa sikap ilmiah yang perlu dikembangkanantara lain sikap ingin tahu yang biasanya ditandai dengan tingginya minat


(40)

mendahulukan bukti, mata pelajaran sains memiliki sisi yaitusebagai proses merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untukmenguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imajinatif, dan gagasan akan tetap sebagai gagasan imajinatif selamabelum mampu menyajikan sejumlah bukti. Penggunaan bukti sangat berartidalam kegiatan sainsdi sekolah, dan sikap luwes (tidak kaku), konsep yang dibangun seseorang senantiasaberubah sejalan dengan penambahanpengalaman dan bukti. Pemahaman konsep ilmiah berlangsung secara bertahap.Kondisi ini memerlukan sikap luwes untukmembangun gagasan baru yang lebih ilmiah.Hasil penelitian mengenai sikap Scientific Literacyguru SD diperoleh dari pengolahan skala sikapScientific Literacy.Data tentanghasil skala sikap guru SD setelah dilaksanakan pelatihan materi sains berbasis ICT disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persentase Hasil Skala Sikap(Attitudes) Scientific Literacy Guru SD

NO Aspek Sikap Indikator Persentase

Indikator

Persentase Aspek

1 Mendukung

inquiry sains

Menyatakan pentingnya

mempertimbangkan perbedaan perspektif sains dan argument

78,75

83,75

Mendukung penggunaan informasi

factual dan ekplanasi 85

Menunjukkan kebutuhan untuk proses logis dan ketelitian dalam menarik kesimpulan. 87,5 2 Bertanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alam

Menunjukkan rasa bertanggung jawab secara personal untuk

memelihara lingkungan 62,5

70,60

Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan akibat perilaku manusia

72,5 Menunjukkan kemauan untuk

mengambil sikap menjaga sumber alam.


(41)

Menunjukkan keinginan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dan keterampilan tambahan, dengan menggunakan berbagai sumber belajar dan metode

77,5

Menunjukkan kemauan untuk mencari informasi dan memiliki

kepentingan yang sedang

berlangsung dalam ilmu

pengetahuan, termasuk pertimbangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan karir

80

Rata-rata 75,88%

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa guru yang telah diberikan pelatihan ICT mempunyai rata-rata skala sikap Scientific Literacy sebesar 75,88%. Aspek mendukung inquiry sains sebesar 83,75 % merupakan aspek yang paling tinggi dicapai oleh guru, dimana guru telah dapat menyatakan pentingnya mempertimbangkan perbedaan perspektif sains dan argument,mendukung penggunaan informasi factual dan ekplanasi dan mampu menunjukkan kebutuhan untuk proses logis dan ketelitian dalam menarik kesimpulan. Aspek keterkaitan terhadap sains merupakan aspek kedua tertinggi setelah mendukung inquiry sains sebesar 75% yang telah dicapai oleh guru, aspek ini meliputi menunjukkan rasa ingin tahu dalam ilmu pengetahuan dan ilmu yang berhubungan dengan isu-isu, menunjukkan keinginan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dan keterampilan tambahan, dengan menggunakan berbagai sumber belajar dan metode serta menunjukkan kemauan untuk mencari informasi dan memiliki kepentingan yang sedang berlangsung dalam ilmu pengetahuan, termasuk pertimbangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan karir. Aspek yang terakhir adalah bertanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alam mencapai 70,6%.


(42)

guru, dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1

DiagramHasil Skala Sikap(Attitudes)Scientific Literacy Setiap Guru

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kemampuan AttitudesScientific Literacy dari lima orang guru yang sudah melaksanakan pelatihan materi sains berbasis ICT berbeda-beda. Dalam hal ini rata-rata persentase penguasaan kemampuan AttitudesScientific Literacy guru pada indikator mendukung inquiry sains adalah 76,5%, pada indikator bertanggung jawab terhadap seumber dan lingkungan alam adalah 71,64% dan indikator ketertarikan terhadap sains sebesar 75%. Angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan AttitudesScientific Literacy guru-guru yang mengikuti pelatihan materi sains berbasis ICT sudah baik. Meskipun

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Guru 1 Guru 2 Guru 3 Guru 4 Guru 5 Rata-rata

75 70 77.5 75 85 76.5

72.2 69.4 72.2

66.7 77.7 71.64 79.2 70.8 75 66.7 83.3 75 P e rs e n ta se S ko r (% )

Mendukung inquiry sains

Bertanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alam Ketertarikan terhadap sains


(43)

cara misalnya secara teoritis melalui pelatihan atau kegiatan-kegiatan lain tentang Scientific

Literacy, kenudian membiasakan guru belajar merencanakan dan melaksanakan sains secara Scientific Literacy khususnya untuk kelas V SD. Karena adanya kegiatan pengenalan baik dalam

merencanakan serta praktek melakukan Scientific Literacy pada proses pembelajaran sains maka akan memberikan pengetahuan dan pemahaman yang jelas terhadapScientific Literacy khususnya di kelas V SD.

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan sains masih terpaku pada pembelajaran bahwa sains sebagai pengetahuan. Ada 5 hal yang merupakan learning gaps (Light and Cox,2001) yang perlu diubah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran, yaitu dari :(1) hafalan menjadi pemahaman; (2) pemahaman menjadi kemampuan (kompetensi); (3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan; (4)keinginan untuk melakukan menjadi secara nyata melakukan; (5) secara nyata melakukan menjadi dalam proses berubah/ selalu berubah.Seiring dengan berlangsungnya perubahan cara belajar tersebut, maka belajarsains juga harus mengubah paradigma. Perubahan paradigma belajar sains yaitu dari belajar sains menjadi berpikir melalui sains, yang akhirnya menjadi berpikir sains.Belajar sains yang sedang berlaku masa kini juga bervariasi kadarnya.Dari rentang yangpaling rendah yaitu belajar sains melalui hafalan sains.Sangat disadari bahwa belajar sains seperti ini sangatlahsukar, mengingat konten sains sangat banyak dan bervariasi.Hal ini menyebabkan banyak peserta didik segan belajar sains, karena dianggap sangat sulit. Padahal di pihaklain sains sangat diperlukan yang dikenal dengan science for all,karena seluruh aspekkehidupan tidak dapat lepas dari sains. Ini merupakan tantangan yang harus segera dijawab oleh pendidikan sains untuk berubah dalam rangka pencapaian scientific literacy.Realisasi jawaban terhadap permasalahan terseebut adalah


(44)

berubah terusmenjadi berpikir sains. Banyak model-model pembelajaran sains seperti “sains

sebagai cara menyelidiki” serta “sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat”. Menurut standar pendidikan sains NSES perubahan pola pembelajaran sainsperlu mengikuti pola yang terdapat dalam tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perubahan Pola Penekanan Pembelajaran Sains (NSES,1996)

Pola Lama Pola Baru

Mengenal informasi dan fakta sains Memahami konsep sains dan

mengembangkan kemampuan inkuiri Mempelajari materi subjek disiplin-disiplin

sains (fisika, biologi, kimia,IPBA) untuk kepentingannya masing-masing

Mempelajari materi subjek disiplin-disiplin sains dalam konteks inkuiri, teknologi, sains dalam pandangan pribadi dan sosial, sejarah dan hakikat sains)

Memisahkan produk dan proses sains Mengintegrasikan semua aspek materi sains

Mempelajari banyak topik sains Mempelajari sedikit konsep sains

yangfundamental dipelajari Menerapkan inkuiri pada seperangkatproses

sains

Menerapkan inkuiri sebagai

strategipembelajaran, kemampuan, dan ide yang dipelajari

PISA 2006 mendefinisikan literasi (melek) sains sebagai pengetahuan ilmiah seseorang dan penggunaan pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan gejala ilmiah dan untuk menggambarkan bukti-bukti yang didasarkan pada kesimpulan tentang isu yang terkait dengan sains.


(45)

baik. Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan multimedia dalam pembelajaran adalah Dale’s cone of experience/kerucut pengalaman Dale (Dale, 1969 dalam Depdiknas, 2003) bahwa pengalaman seseorang diperoleh melalui pengamatan langsung yang konkrit, sampai pada lambang kata yang abstrak. Semakin ke atas semakin abstrak sifat media penyampai informasi itu. Semakin abstrak maka semakin sedikit jenis indra yang turut terlibat dalam penerimaan isi materi pembelajaran.

Peningkatan scientific literacy guru ini juga dipengaruhi oleh media komputer / laptop. Penggunaan media belajar ini masih asing digunakan dalam pembelajaran IPA di SD. Hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan ICT guru SD, sehingga mereka tidak berani melakukan pembelajaran dengan menggunakan ICT. Dengan adalanya Pelatihan materi sains berbasis ICT ini diharapkan dapat mengubah paradigma guru SD untuk melek ICT. Sehingga guru SD tidak ada hambatan lagi ketika harus melakukan pembelajaran dengan menggunakan media komputer/laptop.

B. Pelatihan MateriSains Berbasis ICTdanICT Literacy

Data tentang ICT Literacy guru diperoleh dari hasil observasi selama pelatihan materi sains berbasis ICT belangsung dan portofolio yang telah dibuat oleh guru setelah pelatihan materi sains berbasis ICT. Guru yang mengikuti pelatihan materi sains berbasis ICT berasal dari guru yang beraneka ragam. Ada guru yang benar-benar tidak tahu tentang ICT, ada guru yang tahu sedikit tentang ICT dan ada juga guru yang sudah tahu tentang ICT. Sehingga pelatihan materi sains berbasisICT dilakukan dari materi yang paling dasar, sehingga dapat memfasilitasi


(46)

dalam skala yang tidak terlalu besar. Perilaku yang diamati disini adalah perilaku guru yang melaksanakan pelatihan ICT dengan melihat dan mengamati apakah guru tersebut melakukan indikator ICT Literacy yang telah dibuat dalam pedoman ICT Literacy dan dilakukan oleh observer. Ketercapaian atau tidaknya indikator ICT Literacy akan menjawab apakah guru tersebut telah memenuhi ICT Literacy atau belum. Bentuk observasi yang dilakukan dengan membubuhkan tanda ceklist pada hasil pengamatan, dengan pertimbangan ya dan tidak, dilakukan atau tidak.

Penilaian ICT Literacy tidak hanya dilihat dari hasil observasi, tetapi juga menggunakan penilaian portofolio yang dibuat oleh guru setelah selesai pelatihan materi sains berbasis ICT. Menurut Porter dan Cleland (dalam Neiman. 1999:2) portofolio sebagai suatu koleksi artifak (barang-barang hasil kecerdasan manusia) yang dibarengi dengan seluruh narasi reflektif, yang tidak hanya membantu pembelajar memahami dan mengembangkan pembelajaran. Penilain portofolio ICT Literacy Guru dilakukan untuk mengambil data tentang kemampuan guru dalam membuat media presentasi yang baik dengan menggunakan aspek ICT dan indikator penilaian portofolio yang mengacu pada komponen ICT Literacy yang telah ditentukan sebelumnya

1. Access

Access merupakan salah satu komponen ICT Literacy yang dikembangkan selama

pelatihan materi sains berbasis ICT, dimana komponen ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana guru mengumpulkan atau mengambilsuatu infromasi. Komponen ini merupakan komponen dasar yang harus dikuasai oleh guru, sehingga dalam pelatihan materi sains berbasis ICT guru benar-benar diperkenalkan aspek-aspek komponen ini secara rinci dan mendalam


(47)

observasi yang dilakukan guru pada komponen accessdisajikan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rekapitulasi Komponen Access pada ICT Literacy Guru

Aspek ICT Literacy

Item Pernyataan

Skor Total

% (Item)

% (Aspek)

G1 G2 G3 G4 G5

Access

1 1 1 1 1 1 5 100

84

2 1 1 1 1 0 4 80

3 1 1 1 1 0 4 80

4 1 1 1 1 0 4 80

5 1 1 1 1 0 4 80

Rata-rata 100 100 100 100 20

Keterangan:

1. Mengidentifikasi bagian-bagian komputer seperti monitor, CPU, Keyboard, Printer, Mouse, USB Flash Drive, CD Room.

2. Membuka program window microsoft office 3. Membuka program internet explorer.

4. Mengenal nama-nama websites yang berhubungan dengan materi seperti google, youtube, dan yahoo.

5. Mengambil kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film.

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata kemampuan guru dalam komponen access sebesar 84%. Hal ini dapat diidentifikasi dari kemampuan 4 orang guru yang dapat melakukan setiap item komponen access sebesar 100% , sedangkan sisanya yaitu 1 guru hanya dapat melaksanakan 20% dari seluruh item access yang ada. Kemampuan rata-rata guru


(48)

komponen access dengan baik, maka guru tersebut dapat memenuhi kemampuan kontens

scientific literacy dengan baik pula.

Berdasarkan tabel 4.5 terdapat satu guru yang mencapai 20% dari semua aspek access yang harus dicapai. Artinya guru ini hanya bisa mengidentifikasi bagian-bagian komputer seperti monitor, CPU, Keyboard, Printer, Mouse, USB Flash Drive, CD Room. Sedangkan komponen lainnya seperti membuka program window microsoft office, membuka program internet explorer, mengenal nama-nama websites yang berhubungan dengan materi seperti google, youtube, dan

yahoo serta mengambil kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film belum tercapai.

Ketidaktercapaian ini dapat dijadikan ukuran bahwa belum tentu semua guru yang sudah mengalami pelatihan materi sains berbasis ICT dapat mengambil sumber belajar dari internet. Sehingga diharapkan pelatihan materi sains berbasis ICT ini dapat berlanjut dan ditindaklanjuti oleh sekolah khususnya supaya guru dalam mengintegrasikan ICT dalam pembelajaran sains. Hal ini senada dengan

Journal of Librarianship and Information Science (Korobili,S dan Malliari, A, 2011)yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru tidak menggunakan sumber elektronik dalam mencapai tingkat literasi informasi. Ditemukan juga bahwa guru dengan gelar Master dan guru dengan pengalaman mengajar yang cukup lebih mungkin untuk menjadi pengguna sumber elektronik / multimedia. Oleh karena itu, disarankan bahwa guru harus menghadiri pelatihan literasi informasi. Penelitian ini dititikberatkan pada penentuan tingkat keterampilan literasi informasi guru-guru SMA, dengan tujuan mempersiapkan program studi yang kompeten dan menambah literatur tentang literasi informasi dari guru-guru SMA dan mahasiswa. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyarankan kepada Departemen Pendidikan untuk menerapkan


(49)

ditemukan bahwa sebagian besar guru tidak menggunakan sumber, khususnya e-sumber, dan mereka kecil kemungkinan untuk membantu mencapai tingkat literasi informasi pada siswanya.

2. Manage

Manage merupakan kemampuan guru dalam mengidentifikasi dan menerapkan informasi

yang relevan. Setelah guru dapat memenuhi kriteria access dengan baik, tahapan selanjutnya adalah guru harus bisa memenuhi tahapan manage. Adapaun hasil observasi komponen manage dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Rekapitulasi Komponen Manage pada ICT Literacy Guru

Aspek ICT Literacy

Item Pernyataan

Skor

Total % (Item)

% (Aspek) G1 G2 G3 G4 G5

Manage

6 1 1 1 1 1 5 100

86,7

7 1 1 1 1 0 4 80

8 1 1 1 1 0 4 80

Rata-rata 100 100 100 100 33

Keterangan:

6. Mengedit kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet.

7. Mengorganisasikan data dan folder dalam bentuk elektronik. 8. Menemukan cara yang efisien dalam menggunakan websites.

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata kemampuan guru dalam komponen manage sebesar 86,7%. Hal ini dapat diidentifikasi dari kemampuan 4 orang guru yang dapat melakukan setiap item komponen managesebesar 100% , sedangkan sisanya yaitu 1


(50)

memiliki kemampuan access yang baik akan memiliki kemampuan manage yang baik pula. Pada tahapan ini guru tidak hanya mencari informasi melalu media internet saja, tetapi guru harus bisa mengedit teks , mengorganisasikan data dan menemukan cara yang tepat dalam mencari informasi dengan menggunakan internet. Sehingga ketika seorang guru sudah menemukan cara yang cepat dalam menemukan konten sains maka guru tersebut akan lebih banyak mendapatkan konten sains yang berpengaruh pada semakin banyaknya pengetahuan, teori dan fenomena alam yang didapatkannya.

Selain observasi, kemampuan guru dalam komponen manage dapat dilihat dari hasil portofolio yang telah dibuat guru setelah pelatihan materi sains berbasis ICT. Pada indikator penilaian portofolio yaitu tentang mengedit kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet, dan menghimpun file tampilan dalam bentuk file atau folder sebanyak 100% guru sudah melaksanakannya dengan baik. Hal ini merupakan motivasi yang bisa dijadikan alasan seseorang untuk melakukan pembelajaran menggunakan ICT.

Dalam pembelajaran dengan memanfaatkan portofolio guru terpacu untuk mencari hal-hal yang mendukung pembelajaran, sesuai dengan pendapat Afiatin (2006) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang membantu menjelaskan individu mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda dan cara yang berbeda. Salah satu dari prinsip tersebut adalah yaitu faktor afektif pengaruh motivasi instrinsik dalam suatu pembelajaran. Individu pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu dan menikmati pembelajaran, tetapi pemikiran dan emosi yang negatif (misalnya perasaan tidak aman, takut gagal, malu, ketakutan mendapat hukuman atau pelabelan/stigmatisasi) dapat mengancam antusiasme mereka. Prinsip yang lain yaitu prinsip


(51)

kreativitas, dan berfikir tingkat tinggi dapat distimulasi melalui tugas-tugas yang relevan dan autentik yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.

3. Integrate

Integrate merupakan kemampuan guru dalam menafsirkan dan mewakili informasi untuk

melibatkan, meringkas, membandingkan dan menjelaskan informasi. Komponen ini merupakan gabungan dari access dan manage, sehingga guru diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mendapatkan informasi yang telah didapatkan dan menggabungkan informasi yang telah didapatkan menjadi informasi yang akurat dan disajikan dengan menarik dan interaktif. Adapun hasil observasi komponen integrate dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7 Rekapitulasi Komponen Integratepada ICT Literacy Guru

Aspek ICT Literacy

Item Pernyataan

Skor

Total % (Item)

% Aspek) G1 G2 G3 G4 G5

Integrate 9 1 1 1 1 0 4 80 60

10 0 0 1 1 0 2 40

Rata-rata 50 50 100 100 0

Keterangan:

9. Menggabungkan informasi yang diperoleh berupa kata dan angka, gambar, suara, animasi dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet.

10. Membandingkan kelebihan dan kekurangan dari setiap informasi yang didapatkan dari program komputer atau internet


(52)

komponen yang sebelumnya. Berdasarkan tabel diatas, rata-rata kemampuan integrateguru sebesar 60%. Seorang guru yang memiliki kemampuan integrateyang baik akan mempengaruhi kemampuan proses scientific literacy, karena kemampuan guru dalam menggabungkan informasi berupa angka, gambar, animasi, dan film dapat memudahkan seseorang untuk menjelaskan feomena ilmiah dan mengidentifikasi isu-isu ilmiah. Banyak fenomena alam dan isu-isu ilmiah yang tidak dapat dijelaskan secara langsung, sehingga diperlukan media pembelajaran yang interaktif dan menarik untuk memudahkan seseorang dalam memahami suatu fenomena atau isu-isu ilmiah yang dapat mengubah konsep yang abstrak menjadi lebih konkret.

Selain observasi, kemampuan guru dalam komponen integratedapat dilihat dari hasil portofolio yang telah dibuat guru setelah pelatihan materi sains berbasis ICT. Pada indikator penilaian portofolio yaitumenggabungkan informasi yang diperoleh berupa kata dan angka, gambar, suara, animasi, dan film yang telah diunduh dari program komputer atau internet sebesar 45% dan membuat file tampilan berupa animasi, suara, rangkaian kata dan film tentang materi yang akan dipelajari sebesar 60%. Pada komponen integrate melibatkan berbagai organ tubuh mulai dari telinga (audio), mata (visual) dan tangan (kinetik). Sehingga diharapkan guru dapat lebih mandiri dan interaktif menggali pemahaman mereka terhadap sebuah konsep.Pelibatan berbagai organ ini membuat informasi lebih mudah untuk dimengerti. De Porter mengungkapkan bahwa manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30% dan yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%.


(53)

siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan; (2) pengalaman belajar yang autentik dan bermakna merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap dan kebutuhan belajar benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran; (3) adanya lingkungan sosial yang kondusif; (4) adanya dorongan agar pembelajar bisa mandiri; (5) adanya usaha mengenalkan tentang dunia ilmiah dimana sains bukan hanya produk, namun juga mencakup proses dan sikap.

4. Evaluate

Evaluate merupakan kemampuan membuat penilain tentang kualitas, relevansi,

kegunaan, dan efisiensi informasi. Hasil observasi komponen evaluate dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Rekapitulasi Komponen Evaluatepada ICT Literacy Guru

Aspek ICT Literacy

Item Pernyataan

Skor Total

% (Item)

% (Aspek)

G1 G2 G3 G4 G5

Evaluate 11 1 1 0 1 1 4 80 90

12 1 1 1 1 1 5 100

Rata-rata 100 100 50 100 100

Keterangan:

11.Mengaplikasikan fungsi dari program MS.Officedan internet explorer

12.Mengidentifikasi manfaat yang diperoleh dari aplikasi MS.Office dan internet explorer.

Berdasarkan tabel diatas, kemampuan guru dalam mengaplikasikan fungsi dan mengidentifikasi manfaat yang diperoleh dari aplikasi MS.Office dan internet explorer sebesar


(54)

komponen dari aplikasi MS.Office dan internet explorer. Ketersediaan internet sebagai hasil perkembangan dunia teknologi informasi memungkinkan guru untuk megakses informasi tanpa terkendala tempat, jarak dan waktu. Keadaan inilah yang meyebabkan internet menjadi lebih unggul dibandingkan dengan sumber informasi yang lainnya.Keunggulan internet berupaketersediaan informasi yang tak terbatas memungkinkan guru dapat mengkaji materi atau suatu permasalahan dari berbagai referensi dan disesuaikan dengan konsep yang akan dibahas.

Peran ICT dalam pelatihan ini yaitu sebagai sumberrujukan tak terbatas terhadap materi yang sedang dikaji.Informasi maupun data yang tersedia di internet senantiasa berkembang danselalu mengikuti perkembangan isu-isu yang terkini (up to date). Hal inilah yangmemungkinkan internet sebagai salah satu referensi atau rujukan bagi guru dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran Sains di sekolah. Isu-isu yangterkini ini menjadikan internet sebagai sumber bahanrujukan bagi siapapunyang ketersediaannya tak terbatas.

Dari sejumlah studi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwainternet memang bisa dipergunakan sebagai media pembelajaran, seperti studitelah dilakukan oleh (Pujianto, 2009) menyimpulkan bahwa peranICT khususnya media internet dalam penyelenggaraan pendidikan Sainsmenggunakan PBL di sekolah yaitu sebagai sarana sumber belajar tak terbatas. Internet juga dapat digunakan sebagai bahan rujukan/referensi dalam menganalisis permasalahan atau fakta sains dalam PBL. Penerapan model pembelajaran PBL berbasis internet memungkinkan ditingkatkannya motivasi siswa dalam belajar sains, meningkatnya keterampilan berpikir kritis dan global serta keterampilan siswa dalam pemprosesan informasi.


(1)

Guru memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan pelatihan materi sains berbasisICT, sebagian guru merasa lebih mudah mengakses bahan ajar dengan menggunakan ICT karena mereka mempunyai pilihan untuk memilih bahan ajar yang akan digunakan. Kendala yang dihadapi oleh guru terhadap pelatihan ICT, diantaranya adalah koneksi internet yang tidak selalu berjalan dengan baik, sehingga sesekali guru harus menunggu lama untuk mengunduh data dari internet.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai masukan kepada Dinas Pendidikan pada khususnya untuk menyelenggarakan pelatihan materi sains berbasis ICTdalam rangka memfasilitasi guru-guru SD untuk melek sains dan melek ICT, sehingga guru-guru SD dapat memberikan jenis pembelajaran yang bervariasi kepada siswa. Selain itu, sekolah mempunyai peran penting untuk senantiasa memberikan kesempatan keapada guru dalam mempraktikkan pembelajaran berbasis ICT, sehingga ICT bukan hal yang awam lagi ketika digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Pelatihan materi sains berbasisICT bertujuan untuk meningkatkan Scientific Literacy dan ICT Literacy guru sehingga perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sains di SD sehingga diharapkan guru dapat melek sains dan melek ICT. Untuk penelitian lebih lanjut, dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan, diharapkan dapat mengembangkan penelitian sejenis dengan melihat dari kekurangan yang ada, misalnya dalam hal waktu disarankan penelitian selanjutnya ini dilaksanakan dalam waktu yang lebih lama tidak hanya satu kali pertemuan saja.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin,T. (2006). Pembelajaran Berbasis Student Centered Learning. Tersedia: [on-line] :http://www.imparamentric.com.

Anwarul, M. (2010). “Assessing information literacy competency of Information Science and Library Management graduate students of Dhaka University”. Journal International Federation of Library Associations and Institutions.36(4) 300–316.

Arikunto, . (2000). Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Badan Standarisasi Nasinal Pendidikan, (2006). Pedoman Penyusunan

Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Balitbang

Depdiknas.

Bingimlas, A.K. (2009). “Barriers to the Successful, Integration of ICT in Teaching andLearningEnvironments:A Reviewof the Literature”. EurasiaJournal of Mathematics, Science & Technology Education, 5(3), 235-245.

British Educational Research Association, (2002), Professional User Review of UK research undertekan for BERA : Does ICT Improve Learning and Teaching in School?. United Kingdom.

Dahar.R.W. (1989).Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga

Depdiknas.(2006). Kurikulum 2006 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.


(3)

Dwi,P.(2010). Hubungan antara Tingkat Literasi TIK dan Tingkat

Ketersediaan Fasilitas TIK dengan Tingkat Pemanfaatan TIK pada Guru SMK di Kabupaten Malang. Malang: Tesis, Program

Studi Pendidikan Kejuruan PPS Universitas Negeri Malang".

Educational Testing Service, (2007), Digital Transformation A Framework

for ICT Literacy: A Report of the International ICT Leteracy Panel, ETS: New Jersey, p.iii.

Firman,H dan Widodo, A. (2008). Panduan Pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Hock, F,Michael. (2012). “Effective Literacy Instruction for Adults With Specific Learning Disabilities: Implications for Adult Educators”. Journal.45(1) 64 –78.

Hoolbrok, J. (1998). “A Resource Book For Teacher of Science Subjects”.

UNESCO.

Ibrahim,M. (2004).Kumpulan Makalah Pengenalan Strategi Pembelajaran

Biologi di Perguruan Tinggi.Pekanbaru. Universitas Riau.

Korobili, Stella and Malliari, Aphrodite. (2011). “A paradigm of information literacy for Greek high school teachers”. Journal of Librarianship and Information Science, 43(2) 78 –87.

Lowe.R.K. (2003).Animation and Learning Selective Processing of

Informations in Dynamics Graphics “Learning and Instructure”,

13,157-156.

Megawati, R., (2005). Pendidkan Holistik.Bogor : Indonesia Heritage Foundation.


(4)

Mc. Millan, James H. Dan Sally Schumacher (2001)Research In Education. New York: Longman.

Munir.(2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.Bandung : Alfabeta.

National Research Council .(2000). Inquiry and The National Science

Education Standards : A Guide For Teaching and Learning

Washington DC: National Academy Press. Tersedia: http://books.nap.edu/html/inquiadd eddum/notice.html.

Nentwig, P. et al. (2002). “Chemie In Context-from Situated Learning In Relevant Context To A Systematic Development Of Basic Chemical Concepts”. Makalah Simposium Internasioal IPN -UYSEG, Oktober 2002, Kiel Jerman.

Norkhotiah, S dan Kamari.(2005). Pengaruh Pendidikan dan Literasi Sains Teknologi Terhadap Masyarakat. Jurnal Pendidikan-Maret 2005. [on-line]. Tersedia: http;//www.depdiknas.go.id. [17 Juni 2012].

O’Day,H.D. (2007). “The Value Of Animations In Biology Teaching A Study Of Long-Term Memory Retention”. CBE-Life Science Education, 5:217-223.

OECD, (2011), PISA 2009 Result : Student On Line, Volume VI, OECD Publishing: Paris.

Pernia,E.(2008), Strategy Framework for Promoting ICT Leteracy in The

Asia-Pacific Region, Bangkok: UNESCO Bangkok, Asia and

Pacific Regional Bureau for Education.

Poedjiaji,A. (2005). Kumpulan Makalah Tentang Literasi Sains dan


(5)

Pujianto (2009). “Pemanfaatan ICT Sebagai Sumber Belajar Sains (Current Science Issue References) Dalam Penerapan Problem Based Learning Di Sekolah”.Seminar Nasional UNY (25 Juli 2009).

Rosyada, Dede. (2009). Media Pembelajaran. Bandung: GP Press

Retmana,L.(2009). “Penggunaan Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP“. Bandung: Tesis Program Studi Pendidikan IPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Roestiyah,W.K. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rhineka Cipta.

Rustaman, N. (2006). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003, Bandung : FPMIPA UPI Bandung.

Sugiyono, (2008).Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan

R&D, Bandung : Alfabeta.

Sukaryati, (2004).Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari

Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Pusat Pengembangan

Penataran Guru (LPPG) Matematika.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Wahyono, SB dan Pujiriyanto, (2010), Analisis Jalur Terhadap Tingkat

Melek Teknologi Informasi Dan Komunikasi (ICT Literacy) Pada Mahasiswa Fip UNY, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogykarta, Tidak diterbitkan.

Widodo.A. (2007).Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.064. Tahun ke 13,91-1-5.


(6)

Widyaningtyas, R. (2008). Pembentukan Pengetahuan Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pandangan Pendidikan IPA. [on-line]. Tersedia: http://educare.e-fkipunla.net.[22 Juni 2012]