PENINGKATAN KESADARAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BAGI MAHASISWA FAKULTAS HUKUM : Studi Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Padjadjaran Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……… ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.LatarBalakangMasalah ... 1

B.IdentifikasidanPerumusanmasalah ... 11

C.TujuanPenelitianManfaat / SignifikansiPenelitian ... 12

D.ManfaatPenelitian... 12

E. MetodePenelitian ... 14

F. KerangkaPemikiran ... 20


(2)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 26

A.PeningkatanKesadaranHukum ... 26

B. Pengertian dan Ruang lingkup HakKekayaan Intelektual ... 30

C.Hak Kekayaan Intelektual DalamPerdagangan Internasional.. .. 36

D.Penjelasan Secara Umum Mengenai Hak Kekayaan Intelektual ... 41

E. Teori dan Sejarah Hak Atas Kekayaan Intelektual ... 45

F. PendidikanKewarganegaraan sebagai Wahana PembangunanWatak dan Peradaban bangsa Indonesia ... 51

G.AlasanPerlunyaPendidikanKewarganegaraan ... 55

H.TujuanPendidikanKewarganegaraan ... 56

I. SubstansiMateriPendidikanKewarganegaraan ... 58

J. MetodePembelajaranPendidikanKewarganegaraan ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 62

A.PenentuanLokasidanSubjekPopulasiPenelitian ... 62

B. PendekatandanDesainMetodePenelitian ... 63

C.PenggunaanMetodePenelitian ... 65

D.DefinisiOperasionaldanSumber Data ... 65

E. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data ... 66

F. Proses PengembanganInstrumendanKeabsahan Data ... 68

G.TeknikPengumpulan Data danAlasanRasionalnya ... 70


(3)

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 84 A. DeskripsiHasilPenelitian ... 84

1. Masalah-masalah yang dihadapiolehPemerintah Indonesia dalam meningkatkanpenegakan hokum HKIdi Indonesia .. 84 2. Proses penegakanhukumHakKekayaanIntelektualdi

Indonesia ... 90

3. Upaya yang

dilakukanPemerintahuntukmelindungiparapemegangHakk

ekayaanIntelektualinidariparapembajak ... 92 4. UpayaPendidikanKewarganegaraandalamturutsertamengat

asipenegakanhukum HKI ini ... 94 B. PembahasanHasilPenelitian ... 100

1. Masalah-masalahdan mencarikan solusi-solusi apa saja yang dapat membantuPemerintah Indonesia dalam meningkatkan penegakanhukum HKI di Indonesia ... 97 2. Proses penegakanhukumHakKekayaanIntelektualdi

Indonesia ... 104 3. Upayayang

dilakukanPemerintahuntukmelindungiparapemegangHakk

ekayaanIntelektualinidariparapembajak ... 106 4. UpayaPendidikanKewarganegaraandalamturutsertamengat


(4)

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. KesimpulanUmum ... 114

B. KesimpulanKhusus ... 115

C. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 124

CURRICCULUM VITAE ... 128


(5)

CURRICULUM VITAE NAMA : DICKY MAULANA, SH

NIM : 1007140 AGAMA : ISLAM

NO HP : (022) 91772847 PENDIDIKAN :

1. SEKOLAH DASAR NEGERI ( SDN ) SUKAPURA DI KOTA BANDUNG( 1991 )

2. SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ( SMPN ) NEGERI 1

UJUNGBERUNG DI KOTA BANDUNG( 1993 )

3. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI ( SMAN ) 3 BANDUNG ( 1995 )

4. FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN ( UNPAD )( 1995 )

5. FPIPS IKIP BANDUNG( 1996 )

6. LC INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ITB( 2008 )

7. HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN ( UNPAD )( 2009 )

8. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN

INDONESIA ( UPI )( 2012 )

PRESTASI-PRESTASI :

1. MAHASISWA BARU TERBAIK SE-IKIP BANDUNG DAN MASUK 5 BESAR.


(6)

DAFTAR TABEL Tabel

3.1ContohInstrumenPenelitianKualitatif………... 73 3.2KarakteristikMetodePenelitianKualitatif ………... 75


(7)

Motto :

“ Seluruh ( Manusia ) kepadajalanTuhanmu

Denganhikmahdanpelajaran yang baikdan Bantulahmerekadengancara yang lebihbaik, SesungguhnyaTuhanmuDialah yang lebih Mengetahuitentangsiapa yang tersesatdari Jalan-NyadanDialah yang lebihmengetahui

Orang-orang yang mendapatpetunjuk “.( An-Nahl : 125 ).

“ Dimanaadakemauan, di situ pastiadajalan “

“ Learning Today, Leading Tomorrow “ ( DICKY MAULANA, SH )

TesisIniKupersembahkanKepada:

“KeduaOrangtuakuAyahandaTercintaSyamAmi rullahPriatnadanIbundaTercintaDra.

Hj.TienKartini, SP.d, M.Pd, yang

telahmemberikudukunganbaikmoril, maupunmateril,


(8)

DAFTARLAMPIRAN– LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

Lampiran1 SuratHasilUjianKomprehensif yang dinyatakan Lulus ... 129

Lampiran 2.SuratPermohonanMenempuhUjianTahap I ... 130

Lampiran 3 SuratKeputusanPengangkatanPembimbingPenulisanTesis ... 131

Lampiran 4 SuratPermohonanPembimbingTesis ... 133

Lampiran 5 SuratRevisiPerbaikan Proposal Tesis ... 134

Lampiran 6 SuratPermohonanIzinmelakukanStudiLapangan / Observasi ... 135


(9)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBINGDAN PENGUJI:

Pembimbing I,Pembimbing II,

Prof.Dr.Drs.AstimRiyanto,SH.,MH. Prof.DrIdrusAffandi,SH. NIP.194904021976031001 NIP.195404041981011002

Penguji I, Penguji II,

Prof.Dr.Suwarma Al Muchtar, SH.,M.Pd.Dr. Sunatra,SH.,M.Si. NIP.195302111978031002

Diketahuioleh

Ketua Program StudiPendidikanKewarganegaraan

Prof.Dr.H. Sapriya, M.Ed. NIP. 196308201988031001


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peningkatan Kesadaran Hukum

Di negara manapun peranan hukum sangat penting bagi kita semua karena itulah sudah sepantasnyalah kita mulai sekarang mentaati hukum positif yang berlaku di negara kita agar segala urusan kita menjadi lancar, sehingga kita dapat melakukan segala kegiatan kita tanpa gangguan dan hambatan yang diakibatkan oleh hukum itu sendiri.

Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu bertindak tegas dan tanpa diskriminasi sehingga apabila terjadi benturan-benturan diantara individu dengan individu maka hal itu dapat ditekan sekecil-kecilnya. Dimana perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, dalam suatu lalu lintas kepentingan, hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak lain.

Hak Kekayaan Intelektual saat ini sedang menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan. Hal ini semakin marak dengan banyaknya kasus piracy atau pembajakan karya – karya cipta seniman tanah air sampai pemalsuan barang produksi. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat didefinisikan sebagai suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan gagasannya telah dituangkan ke dalam bentuk suatu karya cipta (berwujud).


(11)

Karya cipta yang telah berwujud tersebut merupakan suatu hak individu dan atau kelompok yang perlu dilindungi secara hukum, apabila suatu temuan (inovasi) tersebut didaftarkan sesuai dengan persyaratan yang ada.

Dalam hal ini karya cipta yang berwujud dalam cakupan kekayaan intelektual yang dapat didaftarkan untuk perlindungan hukum, yaitu seperti karya kesusastraan, artistik, ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan, kaset, penyiaran audio visual, penemuan ilmiah, desain industri, merek dagang, nama usaha, dan lain-lain. HKI juga merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan berwujud. Jadi, HKI melindungi pemakaian ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi. Jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di

masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara

Indonesia tanpa terkecuali. Ada beberapa pendapat yang dapat dikutip sebagai suatu patokan mengenai perlindungan hukum, yaitu : Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.


(12)

Menurut Setiono (2004 : 19) “ perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh

penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban, keadilan, dan ketentraman sehingga

memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia”. Sedangkan menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan

untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia. (Satjipto Rahardjo, 2000: 121) dan menurut Hetty Hasanah, perlindungan

hukum, yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya

kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan

hukum. Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi yang lebih tegas.

Adapun manfaat dan tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya ketegasan hukum yang memberikan perlindungan kepada semua orang tanpa diskriminasi. Karena itulah hukum harus adil dan bisa memberikan perlindungan kepada semua orang tanpa kecuali.


(13)

Adapun arti kata tujuan hukum disini, maksudnya adalah : kita harus dapat berusaha agar tercapainya pada tiga tujuan hukum, yakni; Pertama, kepastian hukum artinya dengan dilindunginya HKI akan sangat jelas siapa sesungguhnya pemilik atas hasil karya intelektual (HKI); Kedua, kemanfaatan, mengadung arti bahwa dengan HKI dilindungi maka akan ada manfaat yang akan diperoleh terutama bagi pihak yang memiliki Hak itu seperti Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri, dengan memberikan lisensi bagi pihak yang memegang hak paten dengan cara mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal HKI dan bagi para pemegang hak cipta mereka akan mendapatkan pembayaran royalti sesuai dengan banyaknya buku yang

berhasil terjual di setiap toko buku yang menjual secara resmi. dan Ketiga, keadilan, adalah dapat memberikan kesejahteraan bagi pihak

yang berkepentingan khususnya dalam wujud peningkatan pendapatan dan bagi kas negara yang dapat menaikan devisa negara. Hal ini dikemukakan oleh Warasih dalam bukunya Pranata Hukum. (Warasih,2005: 17). Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta menyebutkan, hak cipta sebagai hak eksklusif bagi para pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk melakukan hal tersebut sesuai batasan hukum yang berlaku. Selain itu hak cipta memberikan izin kepada pemegang Hak Cipta untuk mencegah pihak lain untuk memperbanyak sebuah ciptaan tanpa izin. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR). Organisasi Internasional yang


(14)

Istilah yang sering digunakan dalam berbagai literatur untuk Hak Kekayaan Intelektual : Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Intellectual

Property Rights (IPR), Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu

kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak

umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai

ekonomis.

B. Pengertian Dan Ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Sutopo mengatakan Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak

yang diberikan kepada orang orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah

pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. (Sutopo, 1998 : 34 ). Berbeda dengan pandapat Atmaja, Buah pikiran tersebut dapat

terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan

desain yang digunakan dalam kegiatan komersil.(Atmaja, 2003: 23). Dalam hal ini karya cipta yang berwujud dalam cakupan kekayaan

intelektual yang dapat didaftarkan untuk perlindungan hukum yaitu seperti karya kesusastraan, artistik, ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan, kaset, penyiaran audio visual, penemuan ilmiah, desain industri, merek dagang, nama usaha, dan lain-lain. Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:


(15)

1. Hak Cipta

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum: Undang-undang No. 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta. Hak cipta mengandung beberapa unsur, yaitu : hak moral, contohnya: lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang diakui menjadi ciptaan saya, hak ekonomi hak ekomoni berhubungan dengan bisnis atau nilai ekonomis.

contohnya: mp3, vcd, dvd. Sifat hak cipta : hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud hak cipta dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian, bila dialihkan harus tertulis (bisa di notaris atau di bawah tangan) hak cipta tidak dapat disita, kecuali jika diperoleh secara melawan hukum. Ciptaan tidak wajib didaftarkan karena pendaftaran hanya alat bukti bila ada pihak lain ingin mengakui hasil ciptaannya di kemudian hari. Sedangkan Jangka waktu perlindungan hak cipta: Selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. 50 tahun sejak diumumkan/diterbitkan untuk program komputer, sinematografi, fotografi, data base dan karya hasil pengalih wujudan, perwajahan karya tulis, buku pamflet, dan hasil karya tulis yang dipegang oleh badan hukum. Tanpa batas waktu: untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta. Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah


(16)

untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas. Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk: karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karta-karya referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar, fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis. Kategori ini mencakup karya-karya literatur dan artistik seperti novel, puisi, karya panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi dan patung, serta desain arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta termasuk artis-artis yang beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram dalam rekamannya, dan penyiar-penyiar di program radio dan televisi.

2. Hak Paten

Sesuai dengan Undang-Undang No.14 Tahun 2001, Hak Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru. Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasanya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta. Sedangkan Hak Atas Kekayaan Industri Patent (Hak Paten) adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau


(17)

memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dasar hukum: UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Jangka waktu paten: 20 tahun, sedangkan untuk paten sederhana: adalah :10 tahun. Paten tidak diberikan untuk invensi: yang bertentangan dengan UU, moralitas agama, ketertiban umum, kesusilaan, metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan, teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, makhluk hidup dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan. contohnya: Ballpoint, untuk masalah teknologi tinta.

3. Hak Merek

Sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu barang atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.

4. Hak Kekayaan Industri

Kategori ini mencakup penemuan (paten), merek, desain industri, dan indikasi geografis. Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya yang termasuk dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.


(18)

2. Desain Industri

Desain industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda. Desain tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna. Desain industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur arsitektural; dari desain tekstil hingga barang-barang hiburan. Agar terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata. Hal ini berarti desain industri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000.

3. Indikasi Geografis

Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfungsinya suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen. (Salman, 2005: 23).


(19)

4. Rahasia Dagang

Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang

memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial.

Namun, langkah-langkah yang rasional harus ditempuh

sebelumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah

memperoleh persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau pertanian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurangan perdagangan. Hal sesuai dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2000. (Maulana, 1997: 25).

5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi konduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik. Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang UU No. 32 Tahun 2000, tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.


(20)

C. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam Perdagangan Internasional

Pemikiran dan pengetahuan merupakan bagian penting dari perdagangan sebab buah pemikiran dan pengetahuan tersebut dapat menghasilkan suatu ciptaan yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, hak kekayaan intelektual menyentuh juga aspek industri dan perdagangan. Sebagian besar dari nilai yang dikandung oleh jenis obat-obatan baru dan produk-produk berteknologi tinggi berada pada banyaknya penemuan, inovasi, riset, desain dan pengetesan yang dilakukan. Film-film, rekaman musik, buku-buku dan piranti lunak komputer serta jasa online dibeli dan dijual karena informasi dan kreativitas yang terkandung. Biasanya bukan karena plastik, metal atau kertas yang digunakan untuk membuatnya. Produk-produk yang semula diperdagangkan sebagai barang-barang berteknologi rendah kini mengandung nilai penemuan dan desain yang lebih

tinggi sehingga meningkatkan nilai jual produk-produk tersebut. Dalam hal penciptaan atas produk-produk tersebut, pencipta dapat

diberikan hak untuk mencegah pihak lain memakai penemuan mereka, desain atau

karya lainnya dan pencipta dapat menggunakan, memakai, dan mengalihkan hak tersebut untuk menegosiasikan pembayaran sebagai ganti atas penggunaan hasil ciptaannya itu oleh pihak lain. Inilah yang dimaksud dengan ”hak kekayaan intelektual”. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, kekayaan intelektual ini bentuknya bisa beragam, seperti buku-buku, lukisan dan film-film di bawah hak cipta; penemuan dapat dipatenkan; merek dan logo produk dapat didaftarkan sebagai merek; dan sebagainya.


(21)

Dalam perkembangannya, perlindungan serta penerapan atas hak kekayaan intelektual ini bervariasi di seluruh dunia. Sebagaimana kesadaran akan pentingnya HKI dalam perdagangan semakin tinggi, maka perbedaan-perbedaan antar berbagai pihak di dunia menjadi sumber perdebatan dalam hubungan ekonomi internasional. Adanya suatu peraturan perdagangan internasional yang disepakati atas HKI dipandang sebagai cara untuk menertibkan dan menjaga konsistensi serta mengupayakan agar perselisihan dapat diselesaikan secara lebih sistematis.

Menyadari HKI sebagai faktor penting dalam perdagangan internasional, maka dalam kerangka sistem perdagangan multilateral, kesepakatan mengenai HKI (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights / TRIPS) dinegosiasikan untuk pertama kalinya

dalam perundingan WTO, yaitu Uruguay Round pada tahun 1986-1994. Uruguay Round berhasil membuahkan kesepakatan TRIPS Agreement

sebagai suatu jalan untuk mempersempit perbedaan yang ada atas perlindungan HKI di dunia dan menaunginya dalam sebuah peraturan internasional. TRIPS Agreement menetapkan tingkat minimum atas perlindungan HKI yang dapat dijaminkan terhadap seluruh anggota WTO. Hal yang penting adalah ketika terjadi perselisihan perdagangan yang terkait dengan HKI, maka sistem penyelesaian persengketaan WTO kini tersedia. Kesepakatan TRIPS ini meliputi 5 (lima) hal, yaitu: Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan intelektual, Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual, Bagaimana negara-negara


(22)

harus menegakkan hak kekayaan intelektual sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri, Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara-negara anggota WTO, Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru diperkenalkan. Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan notifikasi kepada Dewan TRIPS. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPS untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang

mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI.

Perjanjian TRIPS yang berlaku sejak 1 Januari 1995 ini merupakan perjanjian multilateral yang paling komprehensif mengenai HKI. TRIPS ini sebetulnya merupakan perjanjian dengan standar minimum yang memungkinkan negara anggota WTO untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terhadap HKI. negara-negara Anggota dibebaskan untuk menentukan metode yang paling memungkinkan untuk menjalankan ketetapan TRIPS ke dalam suatu sistem legal di negaranya. Salah satu isu dalam HKI yang menarik untuk dibahas adalah pemalsuan. Pemalsuan merupakan masalah yang sedang berkembang yang menciptakan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Oleh karena itu, perjanjian TRIPS juga mencakup penerapan prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian internasional yang relevan dengan masalah HKI, termasuk pemalsuan. Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan notifikasi kepada Dewan TRIPS. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPS untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI.


(23)

Selain itu, negara anggota yang akan memanfaatkan beberapa ketentuan yang tercakup dalam Perjanjian dan berhubungan dengan kewajiban harus memberikan notifikasi kepada Konsul. Konsul telah menetapkan prosedur dan arahan mengenai notifikasi. Sebagai tambahan, negara anggota juga telah setuju untuk melakukan notifikasi atas hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian. Dalam perkembangannya, perlindungan serta penerapan atas hak kekayaan intelektual ini bervariasi di seluruh dunia. Indonesia sangat peduli sekali pada hukum Hak Kekayaan Intelektual ini hal ini terbukti dari aktifnya pemerintah Indonesia mengikuti segala perubahan kesepakatan mengenai HKI ini dengan semua negara di dunia internasional salah satunya adalah pemerintah Indonesia mengikuti beberapa konvensi internasional seperti konvensi Represion of Unfair Competition Practices (Penanggulangan Praktik Persaingan Curang).

Adapun beberapa konvensi Internasional yang telah diratifikasi Indonesia adalah :

TRIP’S (Trade Related Aspecs of Intelectual Property Rights) (UU No. 7

Tahun 1994)

Paris Convention for Protection of Industrial Property (Keppres No. 15 TAHUN 1997)

PCT (Patent Cooperation Treaty) and Regulation Under the PCT (Keppres No. 16 Tahun 1997)

Trademark Law Treaty (Keppres No. 16 Tahun 1997)

Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Keppres No. 18 Tahun 1997)


(24)

Meskipun demikian tidak semua negara mengikuti konvensi internasional bidang Hak Kekayaan atas Intelektual ini sebagai contoh negara Cina merupakan salah satu negara yang sangat terkenal akan pembajakannya. Barang-barang buatan Cina, relatif murah harganya karena tidak membayar royalti.

Negara ini tidak ikut konvensi Internasional khusus HKI, karena itu negara-negara lain tidak bisa menuntut / menghukum Cina. Di Indonesia kita mengenal beberapa Undang-undang yang mengatur mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual ini adapun Undang-Undang HKI di Indonesia itu adalah :

1. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

2. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

3. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

4. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 5. UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.

6. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

7. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Dalam konvensi Internasional, tidak boleh bertentangan dengan tujuan negara. Salah satu tujuan negara Indonesia: mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, mendownload artikel; software (dan meng-kopy atau menggandakan atau memperbanyak); photo kopy buku-buku; dsb untuk tujuan pendidikan, tidak melanggar HKI.

Indonesia sangat peduli sekali pada hukum Hak Kekayaan Intelektual ini hal ini terbukti dari aktifnya pemerintah Indonesia mengikuti segala perubahan kesepakatan mengenai HKI ini dengan semua negara di dunia internasional salah


(25)

satunya adalah pemerintah Indonesia mengikuti beberapa konvensi internasional seperti konvensi Represion Of Unfair Competition Practices (Penanggulangan Praktik Persaingan Curang).

D. Penjelasan Secara Umum Mengenai Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Sedangkan dimaksud dengan hak milik menurut Saleh adalah “ bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah “ HKI “ terdiri atas tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. ( Saleh, 1990:26 ). Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual “. Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan Istilah ”Hak Kekayaan Intelektual” merupakan istilah pengganti dari Hak Milik Intelektual yang selama ini digunakan oleh semua orang di semua negara. Menurut Bambang Kesowo, “istilah Hak Milik Intelektual belum


(26)

menggambarkan unsur-unsur pokok yang membentuk pengertian Intellectual Property Right, yaitu hak kekayaan dan kemampuan Intelektual” ( Kesowo, 1990:45). Istilah “Hak Milik Intelektual” (HMI) masih banyak digunakan, karena dianggap logis untuk memilih langkah konsisten dalam kerangka berpikir yuridis normatif. Istilah “HMI” ini bersumber pada konsepsi Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 499, 501, 502, 503, 504. (Kesowo, 2000) intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan” (ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned). Secara luas konsep “kepemilikan” dan “kekayaan” apabila dikaitkan dengan “hak”, maka ditinjau dari segi hukum, dikenal hak yang menyangkut kepemilikan dan hak yang menyangkut kebendaan. Pada dasarnya hak kebendaan meliputi juga hak kepemilikan karena kepemilikan senantiasa berhubungan dengan benda tertentu baik secara materiil maupun immaterial. Pada bidang milik intelektual terdiri dari hak milik perindustrian (industrial right) yang khusus berkenaan dengan bidang industri, serta hak cipta yang meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni dan kesusastraan. Menurut W.R. Cornish, “hak milik intelektual melindungi pemakaian idea dan informasi yang mempunyai nilai komersiil atau nilai ekonomi”. Pemilikannya tidak berupa hasil kemampuan intelektual manusianya yang baru berupa idea tertentu. Hak milik intelektual ini baru ada, bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis. (Cornish, 2007:


(27)

106) Hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya, karsa, cipta manusia atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaan intelektualitas manusia. Hasil kreasi tersebut, dalam masyarakat beradab diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkannya. Kreasi sebagai milik berdasarkan hak milik dalam arti

seluas-luasnya yang juga meliputi milik yang tak berwujud. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) timbul atau lahir karena adanya

intelektualitas seseorang sebagai inti atau obyek pengaturannya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap hak ini pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari intelektualitas manusia. Definisi Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) menurut World Intellectual Property Organization (WIPO) adalah sebagai berikut : “The legal rights which result from intellectual activity in the industrial, scientific, literaryor artistic fields.” (Pound, 1982: 21) Sedangkan menurut Thomas W. Dunfee dan Frank F. Gibson dalam bukunya : “Modern Bussiness Law as Introduction to Government and Bussiness”, mengemukakan bahwa intellectual property adalah suatu manifestasi fisik suatu gagasan praktis kreatif atau artistik serta cara tertentu dan mendapatkan perlindungan hukum. Memahami HKI merupakan hal yang mendasar dibutuhkan


(28)

oleh semua pihak yang mempunyai minat untuk memanfaatkan dan mengembangkan HKI bagi kegiatan usaha. Apalagi memanfaatkan dan mengembangkan HKI tersebut untuk tujuan meningkatkan nilai produktifitas usaha. Secara konseptual HKI mengandung arti sebagai sarana untuk melindungi penuangan ide dan gagasan yang telah diwujudkan secara riil, dimana penuangan ide ini mempunyai implikasi pada munculnya nilai ekonomi terhadap hasil penuangan ide dan gagasan. Sebagaimana dikatakan oleh David Brainbridge, dalam wacana hukum, HKI dapat diartikan, sebagai : ”…that area of law which concerns legal rights associated with creative effort or commercial reputation and goodwill.” Paparan ini memberikan pemahaman bahwa HKI adalah masuk wilayah hukum yang mana pusat perhatiannya pada hak hukum yang diasosiasikan dengan upaya kreatif atau reputasi dan good will yang bernilai komersial. Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni,


(29)

sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.

Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia, Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.( Rasjidi dan Sidartha, 1994: 34 ).

E. Teori dan Sejarah Hak atas Kekayaan Intelektual

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud


(30)

tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia adalah : Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914.

Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD NRI 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta),


(31)

namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.

Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.

Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.

10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.

Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.


(32)

Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.

Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.

Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations,


(33)

yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu Undang-undang Hak Cipta 1987 dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1982,

Undang-Undang Paten Tahun 1989 dan Undang-Undang Merek Tahun 1992. Akhir tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru dibidang HKI, yaitu :

(1) Undang No. 30 Tahun 2000, tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000, tentang Desain Industri, dan Undang-Undang-Undang-Undang

No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Untuk menyelaraskan dengan persetujuan TRIPS (Agreement on Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan Undang No 14 Tahun 2001, tentang Paten, Undang-undang No 15 Tahun 2001, tentang Merek, Kedua Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya. Pada tahun 2000 pula disahkan Undang-Undang No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.

Sebagaimana dikatakan oleh Abdulkadir (2001 : 35) bahwa “ruang lingkup HKI secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :Hak Cipta


(34)

(Copyrights), Paten (Patent), Desain Industri (Industrial Design), Merek

(Trademark), Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), rahasia dagang (Trade secret)”,

Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection). Sifat Hukum HKI adalah Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial,

pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia. Menurut Djumhana (2006 : 38) “Di Indonesia kita mengenal adanya Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yaitu orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga

kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Rasjidi mengatakan “dengan dukungan dokumentasi

yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih

lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi”. ( Rasjidi dan Sidartha, 1994: 34 ).


(35)

F. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Watak dan Peradaban bangsa Indonesia

Sebagaimana dikemukakan oleh Hartonian (1996 : 41) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Atau dengan perkataan lain merupakan pendidikan Pancasila dalam praktik. Secara konseptual epistemologis, pendidikan Pancasila dapat dilihat sebagai suatu integrated knowledge system yang memiliki misi menumbuhkan potensi peserta didik agar memiliki "civic intelligence" dan "civic participation" serta "civic responsibility" sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa Indonesia yang ber-Pancasila.

Apakah makna pendidikan Pancasila dalam pembangunan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat ? Untuk menjawab pertanyaan ini, pendidikan Pancasila perlu dilihat dalam tiga tataran, yakni: pendidikan Pancasila sebagai kemasan kurikuler (mata pelajaran atau mata kuliah), sebagai proses pendidikan (praksis pembelajaran), dan sebagai upaya sistemik membangun kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke depan (proses nation’s character building).

Pendidikan Pancasila sebagai Proses Pendidikan: Praksis Pembelajaran Semua proses pendidikan pada akhirnya harus menghasilkan perubahan prilaku yang lebih matang secara psikologis dan sosiokultural. Karena itu inti dari pendidikan, termasuk pendidikan Pancasila adalah belajar atau learning.


(36)

Dalam konteks pendidikan formal dan nonformal, proses belajar merupakan misi utama dari proses pembelajaran atau instruction. Secara normatif, dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dirumuskan bahwa ”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Satuan pendidikan (SD / MI, SMP / MTs, SMA / MA, SMK / MAK, sekolah tinggi, institut, dan universitas) merupakan suatu lingkungan belajar pendidikan formal yang terorganisasikan mengikuti legal framework yang ada. Oleh karena itu proses belajar dan pembelajaran harus diartikan sebagai proses interaksi sosiokultural-edukatif dalam konteks satuan pendidikan, bukan hanya dibatasi pada konteks klasikal mata pelajaran atau mata kuliah.

Pendidikan Pancasila dalam pengertian generik, harus diwujudkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, bukan hanya dalam pembelajaran mata pelajaran/mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Kajian Pancasila.

Oleh karena itu, konsep pembudayaan Pancasila yang menjadi tema sandingan pendidikan Pancasila, menjadi sangat relevan dalam upaya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai ingredient pembangunan watak dan peradaban Indonesia yang bermartabat.

Dalam konteks itu maka satuan pendidikan seyogyanya dikembangkan sebagai satuan sosiokultural-edukatif yang mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan satuan pendidikan yang membudayakan dan mencerdaskan.


(37)

Secara teoretik, konsep civic culture atau budaya Pancasila terkait erat pada perkembangan democratic civil society atau masyarakat madani Pancasila yang mempersyaratkan warganya untuk melakukan proses individualisasi, dalam pengertian setiap orang harus belajar bagaimana melihat dirinya dan orang lain sebagai individu yang merdeka dan sama tidak lagi terikat oleh atribut-atribut khusus dalam konteks etnis, agama, atau kelas dalam masyarakat.

Masyarakat Civil yang demokratis tidak mungkin berkembang tanpa perangkat budaya yang diperlukan untuk melahirkan warganya. Oleh karena itu, pula negara harus mempunyai komitmen untuk memperlakukan semua warga negara sebagai individu dan memperlakukan semua individu secara sama.

Secara spesifik civic culture merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan …a set of ideas that can be embodied effectively in cultural representations for the purpose of shaping civic identities- atau seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi

kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warga negara. Oleh karena itu, Civic culture merupakan salah satu sumber yang sangat bermakna bagi pengembangan dan perwujudan civic education

(http://www.civsoc.com/nature/nature1). Sementara itu, budaya politik atau political culture diartikan sebagai Distinctive and patterned way of thinking about how political and economic life ought to be carried out, atau pemikiran yang khas dan terpolakan tentang bagaimana kehidupan politik dan ekonomi seharusnya diselenggarakan, dalam pengertian diwujudkan (http://www.socialstudies help.com/ APGOV _Notes_WeekFour.).


(38)

Dari kedua pengertian tentang civic culture dan political culture dapat dikatakan bahwa civic culture berada dalam domain sosiokultural yang berorientasi pada pembentukan kualitas personal individual warga negara, jadi bersifat psikososial. Political culture berada dalam domain makro masyarakat negara, jadi bersifat sosiopolitis dalam konteks kehidupan demokrasi. Keduanya memiliki kesamaan yakni sebagai hasil pemikiran yakni civic culture sebagai perangkat gagasan atau set of ideas sedangkan political culture sebagai perangkat pemikiran atau distinctive and patterned way of thinking. Perbedaannya adalah dalam hal civic culture berkenaan dengan proses adaptasi psikososial individu dari ikatan budaya komuniter (keluarga, suku, masyarakat lokal) ke dalam ikatan budaya kewargaan suatu negara/ kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut.

Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide,

nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.


(39)

Ketiga, PKn secara pragramatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.

G. Alasan Perlunya Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam sejarah panjang dunia ini, Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di perguruan tinggi merupakan fenomena yang relatif baru. Ada dua faktor yang mengarahkan hal ini, yaitu faktor pertumbuhan negara-bangsa dan faktor diperkenalkannya pendidikan untuk massa.

Di Afrika, Amerika Latin, dan Asia ada peningkatan di sejumlah negara merdeka. Sebagian terbesar menjalankan bentuk pemerintahan demokratis. Mereka melaksanakan pemilu dan memiliki badan perwakilan. Semuanya memperkenalkan beberapa bentuk persekolahan bagi kebanyakan penduduk (Leigh,, Jurnal Civics volume 1, Nomor 1, Juni 2004).

Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, Jakarta: Sek. Neg. RI, 1998).


(40)

Berkenaan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, pendidikan memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mempersiapkan warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan program pendidikan yang memberikan berbagai kemampuan sebagai seorang warga negara melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship). Keluarga, tokoh-tokoh keagamaan dan kemasyarakatan, media masa, dan lembaga-lembaga lainnya dapat bekerja sama dan memberikan kontribusi yang kondusif terhadap tanggung jawab pendidikan tersebut. Winataputra (2005: 17) memandang Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata kuliah yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

H. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara klasik sering dikemukakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi, pengertian warga negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa-masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa revolusioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo-kolonialisme. Pada masa Orde Baru, warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan, dan sebagainya.


(41)

Sejalan dengan visi pendidikan kewarganegaraan era reformasi, misi mata kuliah ini adalah meningkatkan kompetensi mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Sehubungan dengan itu, Ace Suryadi dan Somardi (2000:5) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan difokuskan pada tiga komponen pengembangan, yaitu (1) civic knowledge, (2) civic skills, dan (3) civic dispositions. Inilah pengertian warga negara yang baik yang diharapkan oleh pendidikan kewarganegaraan di era reformasi.

Pendidikan kewarganegaraan di era reformasi dituntut merevitalisasi diri agar mampu melaksanakan misi sesuai dengan visinya itu. Hingga saat ini mata pelajaran tersebut seakan tidak memiliki vitalitas, tidak berdaya, dan

tidak dapat berfungsi secara baik dalam meningkatkan kompetensi kewarganegaraan.

Dalam penataannya di dalam struktur kurikulum, Belinda Charles dalam Print (1999:133-135), merekomendasikan isi pendidikan kewarganegaraan dapat ditata dalam tiga model, yaitu formal curriculum, informal curriculum, hidden curriculum. Dengan model formal curriculum, implementasi pembelajarannya dapat menembus berbagai mata pelajaran (cross-curriculum). Dengan model informal curriculum dapat diimplementasikan dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, seperti kepanduan, klub-klub remaja, PMR, kegiatan rekreasi, dan olah

raga. Model ini justru efektif dalam pembentukan karakter remaja. Dengan model hidden curriculum, seperti misalnya etika, dapat dikembangkan


(42)

Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk memberikan kompetensi sebagai berikut.

1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bersosialisasi dan

bernegara.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003:3).

I. Substansi Materi Pendidikan Kewarganegaraan

Dilihat dari sudut keilmuan, standar materi mata pelajaan ini tidak sedemikian ketat, cukup fleksibel, dan mudah berubah. Indonesia mempunyai

pengalaman mengenai sering diubahnya isi materi mata kuliah ini seiring dengan pergantian rezim sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Dari sekian banyak mata kuliah/mata pelajaran, tidak ada yang perubahan

materinya sedinamis mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Meskipun demikian, pendidikan kewaganegaraan paradigma baru harus didasarkan pada standar kelayakan materi dengan tetap mengacu kepada Pancasila sebagai dasar negara (Muchson, 2003).


(43)

J. Metode Pembelajaran PKN

1. Pendekatan; menempatkan mahasiswa sebagai subyek serta mitra dalam PBM.

2. Proses Pembelajaran; pembahasan secara kritis analisis, induktif, deduktif serta reflektif melalui dialog kreatif.

3. Bentuk Aktivitas Proses Pembelajaran; kuliah tatap muka secara bervariasi, ceramah, dialog, inquiry, studi kasus, penugasan mandiri, seminar kecil dan berbagai kegiatan akademik lainnya yang lebih ditekankan pada pemupukan pengalaman belajar perserta didik.

4. Motivasi; menumbuhkan kesadaran bahwa pembelajaran pengembangan kepribadian merupakan kebutuhan hidup.

Sedangkan Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melakukan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dalam bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditinjau dari nilai agama, moral, etika, dan budaya.

Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (2) ditetapkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat (i) pendidikan agama, (ii) pendidikan kewarganegaraan, dan (iii) bahasa. Di samping itu, pada Pasal 2 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia.


(44)

Pada Pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh tanggungjawab pada perserta didik dengan perilaku yang (a) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (c) bersikap rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara, serta (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara. Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warganegara mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara secara tepat, rasional, konsisten, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional; menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri. Oleh karena itulah pendidikan kewarganegaraan harus memenuhi tiga aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan (skills), dan pembentukan karakter.


(45)

Menurut Center for Civic Education pada tahun 1994 dalam National Standards for Civics and Government, ketiga komponen pokok tersebut ialah civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions (Margaret S. Bronson, dkk., 1999:8-25).

Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, pengetahuan tentang struktur dan sistem politik dan pemerintahan, nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis, cara-cara kerja sama untuk mewujudkan kemajuan bersama, serta hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat internasional. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic skills mencakup intellectual skills (keterampilan intelektual) dan participation skills (keterampilan partisipasi). Karakter kewarganegaraan (civic dispositions) merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap warga negara untuk mendukung efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya martabat dan harga diri serta kepentingan umum. Karena itulah Pendidikan kewarganegaraan ini harus bisa turut serta dalam membantu semua pihak untuk dapat meningkatkan kesadaran hukum secara umum dan dapat secara khusus turut serta juga dalam membantu pemerintah untuk mensukseskan program peningkatkan kesadaran hukum Hak kekayaan Intelektual bagi semua pihak.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Penentuan Lokasi dan Subjek Populasi Penelitian

Dalam penelitian yang saya lakukan ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berlokasi di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran di kota Bandung, yang merupakan almamater saya sendiri. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat mengenali situs atau lokasi penelitian yang saya amati dengan teliti dan cermat. Adapun yang saya teliti adalah sejauh mana peranan dan kontribusi Hukum Hak Kekayaan Intelektual terhadap mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Padjadjaran.

Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan kriteria subjek penelitian sebagai teknik penentuan apa-apa yang dapat dijadikan subjek peneltian ini dengan maksud agar peneliti dapat sebanyak mungkin mendapatkan informasi dengan segala kompleksitas yang berkaitan dengan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

Huberman (1984 : 56) memandang ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian yakni: latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud dengan latar adalah : situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpul data, yakni di dalam kegiatan belajar dan mengajar di kampus, wawancara di rumah ,dan di kantor, wawancara formal dan informal, berkonunikasi resmi dan tidak resmi.


(47)

B.Pendekatan dan Desain Metode Penelitian

Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi, masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.


(48)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif yaitu suatu cara memperoleh pengetahuan atau memecahkan permasalahan yang dihadapi, dalam hal ini peneliti menggunakan metode deskriptif, karena apabila peneliti bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan atau menerangkan suatu peristiwa. (Arikunto, 1908: 25) secara umum penelitian deskriftif menurut Surachman (1999: 140), memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Pertama memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah yang aktual, kedua data dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis, selanjutnya Nazir ( 2005 : 63 ) : mengemukakan bahwa Metode deskriptif adalah : metode yang dalam meneliti status kelompok manusia atau objek, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang.

Tujuan penelitian deskriftif ini adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau ukuran secara sistematik serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Metode deskriptif menerangkan atau mendeskrifsikan kenyatan sosial tertentu dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel penelitian, oleh karena itu untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya dilakukan dengan sangat mendetil melalui berbagai teknis yang disusun secara sistematis sehingga informasi terkumpul lengkap dan utuh.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif oleh karena itu, instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan sebagaimana yang


(49)

dikatakan oleh Maleong ( 2000 : 103 ) bahwa “bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala bagi proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data analisis, penafsir dan

akhirnya ia menjadi pelapor penelitian “.

C.Penggunaan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan kriteria subjek penelitian sebagai teknik penentuan apa-apa yang dapat dijadikan subjek penelitian ini dengan maksud agar peneliti dapat sebanyak mungkin mendapatkan informasi dengan segala kompleksitas yang berkaitan dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.

Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian yakni: latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process). Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud dengan latar adalah : situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpul data, yakni di dalam kegiatan belajar dan mengajar di kampus, wawancara di rumah, dan di kantor, wawancara formal dan informal, berkonunikasi resmi dan tidak resmi.

D.Definisi Operasional dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Sumber bahan data lapangan meliputi catatan observasi kelas pembelajaran, observasi mata kuliah, observasi mahasiswa dan sebagainya.

b. Sumber bahan cetak (kepustakaan) meliputi, buku teks, dokumen, makalah, kliping tentang hukum HKI dan catatan mengenai pembelajaran di perguruan


(50)

tinggi yang diperoleh dari surat kabar, makalah ilmiah, jurnal, situs internet dan lain-lain.

c. Sumber responden (human resources) yang terdiri atas : Pakar pendidikan kewarganegaraan, Pakar hukum HKI, Pakar pembelajaran pendidikan, Pejabat perguruan tinggi bidang kurikulum, Dosen, Mahasiswa dan lain-lain.

E. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.

Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitivitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden).

Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan


(51)

menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.

2. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007: 115) mengemukakan “beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur”.

Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.

Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus. Beberapa hal yang perlu


(52)

atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.

3. Dokumen

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.

4. Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kalompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.

F. Proses Pengembangan Instrumen dan Keabsahan Data

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan


(53)

observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu:

Kredibilitas Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing, analisis kasus negatif,

membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member check. Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:

Memperpanjang masa pengamatan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri, Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat, Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta


(1)

Hal ini sesuai dengan Pasal 51 Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs ) yang kemudian dikenal sebagai suspension of release by customs. Tindakan penangguhan sementara ini dirasakan

cukup efektif. Terutama, untuk mencegah adanya pelanggaran hak pada

exit atau entry point di kawasan pabean sebelum barang tersebut

masuk ke peredaran. Jika barang dimaksud telah masuk dan tersebar ke jalur distribusi komersial di tingkat retailer, penegak hukum, khususnya

petugas bea cukai dan polisi, akan mengalami kesulitan di lapangan. "Selain lebih rumit, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan

penyelidikan dan penyidikan tentunya lebih mahal. Permohonan penangguhan pengeluaran barang bisa dilakukan dalam dua pilihan,

secara administratif dan judicial. Dalam prosedur administratif, pemohon dapat

langsung mengajukan permohonan kepada Bea Cukai tanpa melalui proses pengadilan. Kemudian, secara judicial, si pemilik hak HKI harus memohon melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan surat perintah pengadilan kepada Bea Cukai untuk melakukan penahanan barang.

Melakukan cara ini harus dengan cara yang bijak dan cepat, karena kecepatan yang dilakukan oleh para penegak hukum akan membuat hukum HKI ini berjalan secara objektif dan hasilnya dapat dirasakan oleh kita semua. Oleh karena itulah mulai saat ini kita harus membantu Pemerintah dalam mengatasi masalah HKI ini, agar semua pihak mendapatkan hak-hak yang diinginkannya sesuai dengan harapan mereka, sehingga hal ini akan menghasilkan karya-karya yang lebih baru dan lebih beragam lagi.


(2)

(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Astim Riyanto. (2003). World Trade Organization. Bandung : Yapemdo Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Group.

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Burhan Ashshofa. (2004). Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta. Budimansyah. (2004). Citizenship Education

Eddy Damian. (2005). Hukum Hak Cipta, Bandung : Alumni.

Esmi Warasih. (2005). Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis,

Semarang : PT. Suryandaru Utama.

H.B. Sutopo. (1998). Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, Surakarta : UNS Press.

Hendra Tanu Atmadja. (2003). Hak Cipta Musik atau Lagu,

Jakarta :UI Fakultas Hukum.

H.B. Sutopo. (1998). Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, Surakarta : UNS Press.

HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto. (2005). Teori Hukum :Mengingat,

Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : PT. Refika Utama, Cet.

Ke-2.

Insan Budi Maulana. (1997). Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Ismail Saleh. (1990). Hukum Ekonomi, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta. (1994). Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi,

Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Lexy J. Moleong. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :Remaja Rosdakarya.

Muhammad Abdulkadir. (2001). Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan


(4)

Muhammad Djumhana. (2006). Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah. (1993). Hak Milik Intelektual :

Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti.

Pipin Syarifin & Dedah Jubaedah. (2004). Peraturan Hak Kekayaan Intelektual

di Indonesia, Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. (2004). Sendi-Sendi Ilmu Hukum

dan Tata Hukum, Bandung : PT Alumni.

Rachmadi Usman. (2003). Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan

dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung : PT. Alumni.

Rahadjo. (1982). Penegakkan Hukum di Indonesia, Bandung: PT Alumni.

Soetandyo Wignjosoebroto. (1974). Penelitian Hukum Sebuah Tipologi dalam

Masyarakat, Tahun Ke I. Nomor 2.

Setiono. ( 2004). Rule of Law Supremasi Hukum Surakarta. Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia.

Sudargo Gautama. (1995) , Segi-segi Hukum Hak Milik Intelektual, Cetakan kedua.Bandung : PT Eresco.

Surakhmad Winarno. (1994). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode

Tekhnik, Bandung : Tarsito.

Tim Lindsey. (2006). dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung : PT. Alumni.

Vira Ardian. (2008). Perlindungan Hukum HKI Dalam Kesenian Tradisional di Indonesia.


(5)

B. Peraturan-Peraturan 1. Ketentuan Internasional

Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works.Convention on Biological Diversity (CBD).

Paris Convention for The Protection of Industrial Property Rights. Trade Related Aspect Intellectual Property Rights, Including Trade in

Counterfeit Goods (TRIPs) 1994. World Intellectual Property Organization

(WIPO).

2. Peraturan Perundang-Undangan Nasional

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia).

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987.

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman). Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan World

Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta


(6)

C. Lain-lain

http://www.hukumonline.org/nim/ind/index2.php.htm http://www.legal.co.id/arc/2007/10/23/Depbudpar- http://www.hki.org

http://khaerulhtanjung.blogster.com http://www.wikipedia.com

http://www.wipo.org http://www.hakcipta.gov.

http://www.socialstudies help.com/ APGOV _Notes_WeekFour. http://www.civsoc.com/nature/nature1.