MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI REACT.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN ... . ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Hipotesis Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis ... 13

1. Pemahaman Matematis ... 14

2. Penalaran Matematis ... 16

B. Pembalajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivisme 21 C. Pembelajaran dengan Menggunakan Strategi REACT... 25

D. Pembelajaran Geometri dengan Strategi REACT ... 34

1. Luas Permukaan Prisma dan Limas ... 34

2. Volume Prisma dan Limas ... 36

E. Sikap Siswa terhadap Matematika ... 40

F. Definisi Operasional ... 42


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ... 46

B. Subyek Peneltian ... 47

C. Waktu Penelitian ... 48

D. Instrumen Penelitian ... 50

1. Tes Matematika ... 50

a. Analisis Validitas Tes ... 53

b. Analisis Reliabilitas ... 56

c. Analisa Taraf Kesukaran ... 58

d. Analisa Daya Pembeda ... 59

2. Skala Sikap ... 61

3. Observasi ... 62

E. Prosedur Penelitian ... 62

F. Pengolahan data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 66

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 67

1.1 Kemampuan Awal ... 67

a. Uji Normalitas Skor Pretes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 69

b. Uji Homogenitas Skor Pretes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 70

c. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Pretes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 71

1.2 Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Setelah Proses Belajar Mengajar ... 74

a. Statistik Deskriptif Skor Postes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 74


(3)

b. Uji Normalitas Skor Postes Siswa Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 76

c. Uji Homogenitas Skor Postes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 77

d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Postes Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 78

1.3 Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematis Siswa Setelah Proses Belajar Mengajar ... 80

a. Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 80

b. Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 84

c. Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 85

d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 87

2. Analisis Skala Sikap ... 91

a. Sikap Siswa terhadap Matematika ... 93

b. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT ... 96

c. Sikap Siswa terhadap Soal-soal Pemahaman dan Penalaran Matematis ... 99

3. Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 101

B. Pembahasan Hasil Peneltian ... 103

1. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa ... 104

2. Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 107


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN A ... 117

LAMPIRAN B ... 176

LAMPIRAN C ... 195

LAMPIRAN D ... 204


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan landasan dan kerangka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat seseorang harus menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan analisa dan perhitungan. Pola pikir matematika dipandang dapat membuat orang berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta mampu bekerjasama.

Dalam kehidupan sehari-hari, konsep dan prinsip matematika banyak digunakan dan diperlukan, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam perkembangan matematika itu sendiri. Dengan kata lain matematika mempunyai peranan yang penting untuk ilmu lain terutama sains dan teknologi. Hal ini dipertegas oleh Hudoyo (1990) bahwa matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu yang lain.

Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang, dengan melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2003).


(6)

Tujuan tersebut mengarahkan siswa untuk bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di atas, secara rinci para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa dari tingkat dasar sampai menengah. Kelima kemampuan matematis yang terdapat pada dokumen kurikulum 2006 tersebut adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. (Depdiknas, 2007).

Menurut Sumarmo (2007) kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematis atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematika berkaitan dengan karakterisitik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analog dan generalisasi, bernalar secara logis, menyelesaikan masalah, berkomunikasi dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.

Pengertian tentang karakteristik matematika di atas mangarahkan tujuan matematika pada dua arah pengembangan. Pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian


(7)

Yang kedua adalah matematika dapat memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis dan cermat. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika.

Kemampuan pemahaman dalam pembelajaran matematika merupakan suatu yang penting, karena melalui pemahaman siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya, yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Turmudi (2009) menyatakan siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, membangun pengetahuan baru secara aktif dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Belajar Matematika dengan pemahaman akan menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika.

Selain pemahaman, penalaran juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru, karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Kegiatan bernalar dalam pembelajaran matematika membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan dan prosedur kepada kemampuan pemahaman (Sumarmo, 1987). Untuk dapat mengantar siswa pada kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.

Dengan kegiatan bernalar diharapkan siswa tidak hanya mengacu pada pencapaian kemampuan ingatan belaka, tetapi lebih mengacu pada pemahaman


(8)

pengertian, kemampuan aplikasi, dan kemampuan analisis. Priatna (2003) menyatakan bahwa melalui kegiatan bernalar matematika diharapkan siswa dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Oleh karena itu penalaran dalam pembelajaran perlu dikembangkan.

Untuk mendukung proses belajar yang meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan pada kesadaran tentang pengetahuan dan proses berpikir siswa. Kemampuan yang diharapkan dikuasai seorang pendidik khususnya di bidang matematika adalah bagaimana membelajarkan siswa dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

Seorang guru bukan sekedar menguasai materi matematikanya saja, akan tetapi guru yang cermat selalu mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di dalam kelas. Salah satunya diperlukan pengalaman aktif melalui manipulasi benda-benda kongrit atau semi kongkrit berupa gambar atau diagram, begitu pula penguasaan dalam penggunaan, metode, pendekatan, strategi pembelajaran, mengusahakan dan menggunakan alat peraga sesuai pembelajaran, dan memperhatikan tingkat berpikir siswa, serta model-model pembelajaran yang sesuai dan tepat. Berdasarkan analisis tes National Assessment of Educational Progress (NAEP) tahun 1996, data dari dua sampel negara yang melibatkan

15.000 siswa tingkat 8, disebutkan bahwa siswa yang gurunya aktif memberikan pengajaran melalui proses kerja dalam aktifitas pembelajaran menghasilkan


(9)

prestasi belajar matematika lebih dari 70% dan 40% untuk sains. (Wenglinsky, dalam Crawford 2001).

Menurut Bell (1978) matematika secara garis besar dibagi ke dalam empat cabang yaitu : aritmatika, aljabar, geometri dan analisis. Di antara empat cabang matematika tersebut geometri merupakan cabang matematika yang perlu dikuasai siswa, karena banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian seharusnya pelajaran geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah.

Para peneliti telah mencatat bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dan menunjukkan kinerja yang buruk di dalam pembelajaran geometri baik sekolah menengah maupun sekolah tinggi. Usiskin (Halat, 2008) menyatakan bahwa Banyak siswa gagal memahami konsep-konsep kunci dalam geometri, dan meninggalkan pelajaran geometri tanpa belajar terminologi dasar. Demikian juga yang disampaikan oleh Burger dan Shaughnessy (1986) siswa sering salah mengidentifikasi gambar dalam pembelajaran geometri, dan kesulitan pada masalah pembuktian suatu teorema pada bangun geometri. Demikian pula halnya dengan hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) 2000/2001 (Suwaji, 2008) yang menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk.

Berdasarkan hasil Training Need Assessment (TNA), Calon Peserta Diklat Guru Matematiika SMP yang dilaksanakan PPPPTK Matematika tahun 2007 dengan sampel sebanyak 268 guru SMP dari 15 provinsi menunjukkan bahwa materi luas permukaan dan volume balok, kubus, prisma dan limas, 43,7% guru


(10)

menyatakan sangat memerlukan untuk pelatihan pembelajaran tersebut (Suwaji, 2008).

Informasi di atas mengindikasikan bahwa guru mengalami kesulitan dalam memberikan pembelajaran materi geometri yang ditandai dengan kurang mampunya siswa memahami dan penggunaan nalar dalam memecahkan masalah geometri. Sebagai ilustrasi kadang-kadang siswa tidak mampu mengidentifikasi gambar limas persegi hanya karena penyajian dalam gambar mengharuskan bentuk persegi menjadi bentuk jajargenjang.

Berdasarkan hasil tanya jawab peneliti dengan siswa di sejumlah sekolah SMP di Pekanbaru sebagai observasi awal ditemukan bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari geometri di antaranya karena siswa hanya sekedar menghafal rumus. Hal senada juga disampaikan oleh Gunawan (2006) biasanya geometri hanya diajarkan sebagai hafalan dan perhitungan semata. Siswa tidak mengetahui proses dan penemuan rumus itu sendiri, tidak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan dan tidak dapat mentransfernya kedalam konteks yang baru. Kurangnya pemahaman siswa dalam materi geometri disebabkan oleh metode pembelajaran yang konvensional, dengan guru sebagai pusat dan sumber belajar yang mengakibatkan siswa-siswa cenderung untuk mendengar dan menghafal tanpa ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Ini dikarenakan guru hanya menuliskan rumus-rumus tersebut, memberikan contoh-contoh soal kemudian memberikan tugas. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam proses dan penemuan rumus tersebut.

Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara


(11)

optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian kreatifitas siswa tidak termotivasi, dan akhirnya akan muncul perasaan bosan belajar matematika pada diri siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sesaat karena pengetahuan tersebut sifatnya hanya hafalan dan tidak dikonstruksi sendiri oleh siswa. Pernyataan diatas sesuai dengan Stipek (Halat, 2008) guru lebih berpengaruh pada motivasi siswa dalam belajar matematika daripada yang lakukan orangtua, karena berdasarkan fakta bahwa siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah.

Keberhasilan pembelajaran matematika pada siswa tidak dapat diukur dengan sejauh mana ingatan siswa atau prosedur pengerjaan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Keberhasilan pembelajaran matematika di dalam kelas diawali dengan sikap siswa terhadap matematika, sejauh mana siswa menyadari bahwa matematika merupakan ilmu yang bermakna dan dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap matematika, maka pembelajaran di dalam kelas harus banyak melibatkan siswa.

Pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja oleh guru kepada siswa, karena pengetahuan bukanlah barang jadi, tetapi suatu proses yang berkembang terus menerus. Siswa sendirilah yang mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya bukan sekedar memperoleh dengan menghafal. Peran guru adalah memberikan motivasi, mengarahkan, membimbing dan mendukung siswa tentang ide matematika dalam penemuan konsep baru.


(12)

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat dipahami secara mendalam dan lebih bermakna bagi siswa, karena setiap siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri bukan menerima langsung dari orang lain. Clements dan Batttista (2001) mengatakan pengetahuan secara aktif dibuat atau diciptakan oleh anak, bukan pasif yang diterima dari lingkungan. Dan anak-anak menciptakan pengetahuan matematika baru dengan merenungkan tindakan fisik dan mental mereka, ide yang dibangun atau dibuat bermakna ketika anak mengintegrasikan pengetahun ke dalam struktur pengetahuan yang ada pada mereka. Menurut Reigeluth (Johnson, 2009) belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan aktif dan bukan sebagai penyerapan pengetahuan pasif. Ini sesuai dengan hasil penelitan yang dilakukan Halat (2008) bahwa kurikulum berbasis konstruktivisme, jika dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, telah menunjukan dampak yang lebih positif terhadap motivasi siswa secara keseluruhan dalam belajar geometri pada tingkat kelas enam.

Jadi proses membangun pengetahuan inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar, para peneliti juga menggambarkan strategi pengajaran yang didasarkan pada keyakinan, bahwa siswa belajar dengan baik ketika mereka memperoleh pengetahuan melalui eksplorasi dan belajar aktif. Strategi ini termasuk menggunakan kegiatan tangan, mendorong siswa untuk berpikir dan menjelaskan alasan mereka bukan hanya menghafal dan membaca fakta, dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara tema dan konsep-konsep.

Dalam ruang kelas, siswa lebih mungkin untuk berdiskusi tentang ide-ide mereka dengan siswa lain dalam memecahkan masalah. Mereka lebih cenderung bekerja secara kooperatif dalam kelompok kecil saat mereka membentuk dan


(13)

merumuskan konsep, daripada mempraktekkan keterampilan secara diam-diam di kursi mereka.

Selain dari konsep pembelajaran seperti yang diterangkan di atas, respon siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan oleh guru juga merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap terlaksana dan berhasilnya suatu pembelajaran, seperti yang disampaikan oleh Stiles et al. (2008) sikap siswa terhadap matematika sangat penting karena dengan kepercayaan diri siswa terhadap matematika maka mereka akan menghargai dan menikmati matematika yang berkaitan erat dengan kesiapan mereka untuk belajar matematika dan prestasi siswa berikutnya dalam matematika. Menurut Callahan (Bergeson, 2000) siswa mengembangkan sikap positif terhadap matematika ketika mereka melihat matematika sebagai sesuatu yang berguna dan menarik. Demikian pula sebaliknya, siswa akan mengembangkan sikap negatif terhadap matematika ketika mereka tidak melakukannya dengan baik atau melihat matematika sebagai sesuatu yang tidak menarik.

Dengan demikian sikap siswa ternyata sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pembelajaran. Apabila sikap siswa sudah tidak suka terhadap matematika maka sulit bagi siswa untuk memahami matematika yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasinya. Oleh karena itu guru mempunyai peran yang sangat penting untuk menumbuhkan sikap positif atau sikap negatif siswa terhadap matematika. Jika guru memberikan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi bosan, maka akan berkembanglah sikap negatif terhadap matematika, sebaliknya jika guru dapat mengemas pembelajaran dengan suatu yang bermakna maka akan berkembang sikap positif.


(14)

Respon positif dari siswa memungkinkan pembelajaran akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran dengan hasil yang maksimal. Respon positif akan terjadi apabila guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak ada paksaan dan tekanan dalam pembelajaran, sehingga siswa bebas bertanya, mengemukakan pendapat, dan berdiskusi. Respon positif ini ditandai dengan sikap siswa dalam menerima pembelajaran yaitu rasa senang dalam belajar, antusias, aktif dan kreatif.

Berdasarkan uraian di atas pembelajaran matematika dapat lebih bermakna bagi siswa apabila guru mampu menciptakan suatu strategi pembelajaran yang membuat siswa senang , belajar dalam suasana kehidupan nyata, belajar dalam konteks eksplorasi dan penemuan, menerapkan suatu konsep untuk mendapatkan konsep yang baru, belajar dalam kelompok kecil sehingga terciptanya suasana berbagi pengetahuan, menanggapi dan berkomunikasi dengan siswa lain. Bentuk pembelajaran seperti ini merupakan ciri-ciri dari strategi relating, experiencing applying, cooperating, dan transferring yang disingkat

dengan strategi REACT. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis serta respon positif siswa dalam menguasai matematika khususnya geometri. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti pembelajaran dengan strategi REACT ini dengan judul “Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP pada Pembelajaran Geometri dengan Menggunakan Strategi REACT.”


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut ;

1. Apakah pembelajaran dengan strategi REACT dapat meningkatkan pemahaman siswa SMP pada pembelajaran geometri lebih baik dari pembelajaran konvensional ?

2. Apakah pembelajaran dengan strategi REACT dapat meningkatkan penalaran matematis siswa SMP pada pembelajaran geometri lebih baik dari pembelajaran konvensional ?

3. Apa respon siswa SMP kelas VIII terhadap pembelajaran dengan strategi REACT pada pembelajaran geometri ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakangdan rumusan masalah diatas , maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengembangkan pembelajaran dengan strategi REACT yang dapat meningkatkan pemahaman matematis siswa pada pembelajaran geometri siswa SMP kelas VIII.

2. Untuk mengembangkan pembelajaran dengan strategi REACT yang dapat meningkatkan penalaran matematis siswa pada pembelajaran geometri siswa SMP kelas VIII.

3. Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII SMP terhadap pembelajaran geometri dengan menggunakan strategi REACT .


(16)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alternatif pembelajaran dan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam upaya meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis peserta didik tentang geometri SMP kelas VIII, khususnya materi prisma dan limas.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kemampuan Pemahaman matematis siswa yang menggunakan pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional (biasa).


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain penelitian

Seperti yang telah diterangkan pada latar belakang masalah, bahwa tujuan penelitan ini adalah Untuk mengembangkan pembelajaran dengan strategi REACT yang dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa pada pembelajaran geometri khususnya luas dan volume bangun ruang sisi datar prisma dan limas di kelas VIII SMP. Dalam penelitian ini penggunaan strategi REACT sebagai salah satu model pembelajaran matematika. Strategi REACT diduga dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain “kelompok kontrol non-ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk kuasi-eksperimen”. Pada Kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subyek apa adanya, (Ruseffendi, 2005). Penelitian dengan menggunakan desain eksperimen ini dilakukan dengan mempertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.

Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT. Kelompok pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua yang


(18)

merupakan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional)

A : O X O

A : O - O Keterangan :

A : Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu

O : Pretes dan postes ( tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis) X : Pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT

B. Subyek Penelitian

Sugiono (2011) mengatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Subyek dari Penelitian ini dilakukan pada siswa suatu SMP di Pekanbaru kelas VIII. Pembelajaran yang akan dilakukan tidak mengganggu program sekolah yang telah dirancang sebelumnya.

Berdasarkan analisis pendahuluan yang dilaksanakan peneliti pada tanggal 23 Pebruari 2011 dengan memberikan soal-soal pemahaman dan penalaran matematik kepada siswa, diperoleh nilai rata-ratanya masih rendah (siswa yang dapat menjawab soal dengan benar sekitar 25,87%). Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa di SMP sehingga siswa dapat menggunakan kemampuan pemahaman dan daya nalarnya dalam menyelesaikan soal-soal matematika.


(19)

Di SMP tempat peneliti melakulan penelitian terdapat 7 rombongan belajar kelas VIII, dari ke 7 rombongan belajar tersebut dipilih 2 kelas sebagai sampel dalam penelitan ini, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dipilih dari kelas paralel yang ada. Karena desain penelitian menggunakan desain “Kelompok Kontrol Non-Eksperimen”, maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik “Purposive sampling” yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan kepala sekolah, wali kelas dan guru bidang studi matematika yang mengajar, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa tiap kelas merata ditinjau dari segi kemampuan akademiknya.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan dari pertengahan Februari sampai Maret 2011 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan dengan Kegiatan : a. Akhir januari 2011, seminar proposal.

b. Awal Pebruari 2011 perbaikan proposal yang telah diseminarkan, membuat bahan ajar dan instrumen penelitian.

c. Pertengahan Pebruari 2011 melakukan observasi disekolah tempat penelitian. d. Pengamatan terhadap pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru

bidang studi matematika dikelas VIII SMP.


(20)

f. wawancara dengan guru bidang studi matematka yang mengajar pada semester sebelumnya untuk mendapatkan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kelas sampel untuk melakukan uji coba instrumen.

g. Penghitungan uji perbedaan rata-rata untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen, kelas kontrol dan kelas untuk melakukan uji coba instrumen.

h. Penetapan kelas eksperimen, kelas kontrol dan kelas untuk melakukan uji coba instrumen.

i. Akhir Pebruari 2011, pelaksanaan uji coba instrumen dan melakukan analisis dari hasil uji coba instrumen.

2. Tahap perlakuan eksperimen

Awal Maret sampai dengan akhir Maret 2011, dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Melakukan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

c. Melakukan observasi pada setiap pertemuan di kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

d. Melakukan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. e. Melakukan pengumpulan data melalui pada kelas eksperimen.

3. Tahap pengolahan data

Pengolahan data analisis data, dan penulisan laporan penelitian. dilakukan dari awal april 2011.


(21)

D. Instrumen Penelitian

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa SMP pada pembelajaran geometri dengan menggunakan strategi REACT, dan untuk mengetahui bagaimanakah sikap siswa selama mengikuti pembelajaran matematika dengan mengunakan strategi REACT.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tiga macam instrumen, yang terdiri dari tes matematika, format observasi selama proses pembelajaran berlangsung dan skala sikap mengenai pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan mengunakan strategi REACT.

1. Tes matematika

Tes matematika digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, yang dilakukan sebelum perlakukan penelitian (pretes) maupun setelah melakukan penelitian (postes). Penyusunan soal tes pemahaman dan penalaran matematis dalam penelitian ini mengacu pada materi pelajaran matematika kelas VIII SMP/MTs KurikulumTingkat Satuan Pendidikan 2006, yang digunakan oleh pihak sekolah. Perangkat soal pada soal pretes dan postes terdiri atas 10 soal uraian, dengan rincian 5 soal untuk pemahaman dan 5 soal untuk soal penalaran matematis. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mengacu pada kurikulum, yaitu mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar yang diukur dan indikator. Kisi-kisi dan soal pemahaman dan penalaran matematis dapat dilihat pada lampiran.


(22)

Setelah penyusunan dan pelaksanaan tes selesai, maka soal diperiksa dan dilakukan pemberian skor terhdap hasil pekerjaan siswa, Adapun kriteria pemberian skor untuk setiap butir soal merujuk pada pemberian skor untuk soal tes uraian. Menurut Arikunto (2010) tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian, jawaban yang diperoleh selalu beragam dari siswa, oleh karena itu penentuan skor tiap butir soal dilakukan penentuan seperti tabel 3.1 dan tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Soal Pemahaman Matematis No.

Soal Penilaian

Sub Skor

Skor total 1 Dapat menentukan banyaknya :

a. Sisi b. Rusuk

c. Diagonal bidang d. Bidang diagonal

1 1 1 1

4

2 a. menuliskan rumus b. menghitung tinggi limas

1

3 4

3 a. menghitung sisi miring segitiga dengan menggunakan Pythagoras

b. menghitung luas sisi tegak prisma c. Menentukan luas terpal yang dibutuhkan

1

1 2

4

4 a. Membuat sketsa limas beserta ukurannya b. Menghitung garis tinggi sisi tegak limas c. Menghitung luas permukaan limas

1 1 2

4

5 a. Menghitung luas alas prisma yang berbentuk trapesium

b. Menghitung volume kolam dalam liter

2

2

4


(23)

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Soal Pemahaman Matematis No.

Soal Penilaian

Sub Skor

Skor total 6 a. Menghitung volume limas sebelum rusuk alasnya

diperpanjang

b. Menghitung luas alas limas setelah rusuknya diperpanjang

c. Menghitung volumelimas setelah rusuknya diperpanjang

d. Menghitung selisih volume

1

1

1

1

4

7 a. Menghitung limas P.ABCD b. Menghitung limas T.ABCD c. Menghitung limas T.ADP

1 1 2

4

8 a. Menghitung AD

b. Menghitung volume limas T.ABCD c. Menghitung volume T.PQRS d. Menghitung volume bak sampah

1 1 1 1

4

9 a. Menghitung volume limas

b. Menghitung pertambahan tinggi air

c. Menghitung tinggi air dalam prisma setelah limas dimasukkan

1 2

1 4

10 a. Menunjukkan bahwa alas dan tinggi limas Q.ABC sama dengan limas B.PQR

b. Menunjukkan bahwa alas dan tinggi limas Q.APR sama dengan limas Q.ACR

c. membuat kesimpulan bahwa jika luas alas dan tinggi suatu limas sama maka volumenya juga akan sama

1

1

2

4


(24)

a. Analisis Validitas Tes

Alat ukur yang akan digunakan dalam sebuah penelitian, harus memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas yang baik, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan. Sejalan dengan itu Arikunto (2010) menyatakan bahwa suatu alat ukur (tes) yang baik adalah alat ukur yang memenuhi kriteria: validitas, reliabilitas, obyektivitas, praktibilitas, dan ekonomis.

Dengan demikian validitas merupakan salah hal yang penting dalam menentukan instrumen penelitian. menurut Miller (2008) validitas didefinisikan sebagai sejauh mana penilaian instrumen mampu mengukur suatu kebijakan yang seharusnya diukur. Menurut Suherman (2003) suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Sedangkan Menurut Ruseffendi (2005) suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur.

Dengan demikian sebelum diuji cobakan kepada obyek penelitian , maka tiap butir soal tes matematika diukur validitas susunan isinya. Sebagai penimbang adalah tiga orang mahasiswa pendidikan matematika S3/PPS/UPI dan dua orang mahasiswa pendidikan matematika S2/PPS/UPI. Hasil pertimbangan yang diberikan para penimbang berkaitan dengan validitas susunan isi tes, ditampilkan dalam tabel 3.3 berikut :


(25)

Tabel 3.3

Hasil Pertimbangan Instrumen tentang Validtas Susunan Isi Tes

Jenis Tes No Soal

Penimbang

A B C D E

Kemampuan Pemahaman matematis 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Kemampuan Penalaran Matematis 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Keterangan: 1 berarti valid dan 0 tidak valid

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas penimbang memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa seluruh susunan isi dan tampilan soal adalah valid, ini berarti bahwa susunan kalimat atau kata-kata dalam soal jelas pengertiannya.

Tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini, telah di ujicobakan terlebih dahulu kepada siswa SMP/MTs kelas IX pada hari Rabu, 9 Pebruari 2011. Dari hasil uji coba instrumen akan diperoleh nilai validitas, nilai reliabilitas, nilai daya pembeda, dan nilai indeks kesukarannya yang akan dijadikan ukuran kelayakan digunakannya instrumen penelitian yang dibuat.


(26)

Untuk menguji validitas setiap item tes, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan valdtas item tes dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Arikunto, 2010) yaitu :

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Dengan : realibililas korelasi antara variabel X dan Y banyaknya sampel

skor item skor total

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2002) seperti pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Interpretasi koefisien korelasi validitas

Koefisien korelasi Interpretasi

0,80 1,00 Sangat tinggi

0,60 0,80 Tinggi

0,40 0,60 Cukup

0,20 0,40 Rendah

0,00 0,20 Kurang

Berdasarkan perhitungan validitas item soal, diperoleh nilai validitas seperti tabel 3.5 berikut :


(27)

Tabel 3.5

Korelasi antara Skor Masing-masing Item Soal dengan Skor Total No. Soal Korelasi Pearson kategori

1 0,57 Cukup

2 0,79 Tinggi

3 0,67 Tinggi

4 0,71 Tinggi

5 0,73 Tinggi

6 0,72 Tinggi

7 0,85 Sangat tinggi

8 0,70 Tinggi

9 0,84 Sangat tinggi

10 0,94 Sangat tinggi

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas, disimpulkan bahwa nilai korelasi masing-masing item termasuk ke dalam kategori cukup (sebanyak 10%), kategori tinggi (60%) dan kategori sangat tinggi (30%). Perhitungan secara terperinci dapat dilihat pada bagian lampiran A

b. Analisis Reliabilitas

Selain validitas, reliabilitas juga mempengaruhi terhadap pemilihan instrumen. Reliabilitas suatu instrumen menunjukkan kekonsistenan suatu instrumen yang digunakan. Seperti yang didefinisikan oleh Miller (2008) reliabilitas didefinisikan sebagai sejauh mana kuesioner, tes, pengamatan atau pengukuran prosedur menghasilkan hasil yang sama pada uji coba ulang.


(28)

Dengan demikian reliabilitas tes adalah tingkat kekonsistenan, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan suatu skor yang konsisten (tidak berubah-ubah). Menurut Ruseffendi (2005) reliabilitas adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu, artinya ketetapan pada perhitungan dari suatu instrumen ke instrumen lainnya dan dari satu materi ke materi lainnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus alpha (Arikunto, 2010) yaitu :

1 1 ∑

σ ! Dengan : reliabilitas tes secara keseluruhan

banyak butir soal ∑σ varians skor setiap item

σ varians skor total yang diperoleh siswa

Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (Suherman, 2003), seperti pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6

Interpretasi koefisien korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

0,70 0,90 Reliabilitas tinggi

0,40 0,70 Reliabilitas sedang

0,20 0,40 Reliabilitas rendah


(29)

Dari uji coba instrumen dengan rumus alpa, diperoleh reliabilitas tes kemampuan pemahaman secara keseluruhan r11 = 0,72 (Kategori reliabilitas tinggi) dan reliabilitas tes kemampuan penalaran matematis secara keseluruhan r11 = 0,86 (Kategori reliabilitas tinggi). Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka tes ini tergolong baik karena mempunyai reliabilitas tinggi. Perhitungan yang lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran A.

c. Analisa Taraf kesukaran

Menurut Arikunto (2010) soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk meningkatkan daya nalar dan kemampuan dalam memecahkan suatu persoalan, sebaliknya soal yang sukar akan membuat siswa menjadi putus asa dan malas mengerjakan persoalan matematika yang pada akhirnya siswa akan membenci matematika, dan menjadikan matematika sesuatu yang menakutkan.

Bermutu atau tidaknya butir-butir soal pada instrumen dapat diketahui dari derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir soal tersebut.

Tingkat kesukaran pada masing-masng butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

$% &$'

'

Dengan :

$% = indeks kesukaran

Sr = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir yang diolah. Ir = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu butir soal itu.


(30)

Hasil perhitungan indeks kesukaran diklasifikasikan dengan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003 ) yaitu pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Klasifikasi indeks kesukaran

Indeks kesukaran Klasifikasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 $% 0,30 Sukar

0,30 ) 0,70 Sedang

0,70 ) 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu mudah

Berdasarkan perhitungan data yang diperoleh prosentase indeks kesukarannya adalah soal mudah (20%), dan soal sedang (80%) Perhitungan secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran A.

d. Analisa Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal yang membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Suatu soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat mengerjakannya dengan baik, sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan rendah tidak dapat mengerjakannya dengan baik.


(31)

Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus : *) &+ $ &,

+

Keterangan :

DP = daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar SB = Jumlah skor kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang dipilih

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian dinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003) seperti pada tabel 3.8 berikut :

Tabel 3.8

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP 0,00 Terlalu rendah

0,00 *) 0,20 Rendah

0,20 *) 0,40 Cukup/Sedang

0,40 *) 0,70 Baik

0,70 *) 1,00 Sangat baik

Dari hasil pengujian instrumen yang dilakukan oleh peneliti, dengan memperhatikan nilai validitas soal, nilai reliabilitas soal, Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang dibuat cukup baik untuk digunakan dalam penelitian.


(32)

2. Skala Sikap

Sikap siswa terhadapa pembelajaran merupakan salah satu tujuan pendidikan yang harus diketahui, karena sikap diperkirakan berkorelasi positif dengan variabel-variabel lain, misalnya prestasi belajar. Tetapi pengukuran aspek afektif (sikap) tidaklah semudah mengukur aspek kognitif, karena sikap seseorang terhadap sesuatu hal dalam dua keadaan yang berbeda cendrung tidak sama. Hal ini bisa terjadi karena dalam menentukan sikap tingkat subyektivitasnya tinggi. Misalnya dalam keadaan senang siswa akan merasa nyaman dalam belajar, tetapi dalam keadaan resah siswa akan merasa bosan dalam belajar. Disamping itu untuk menentukan sikap siswa terhadap matematika secara universal tidaklah mudah, karena matematika memiliki banyak jenis seperti yang disampaikan oleh Leder (1987) sikap siswa terhadap matematika bukanlah membangun satu-dimensi. Seperti halnya ada berbagai jenis matematika, sehingga berpotensi beragam sikap siswa terhadap setiap jenis matematika.

Menurut Suherman (2003) pembentukan aspek afektif (sikap) sebagai hasil belajar, relatif lebih lambat daripada pembentukan aspek kognitif dan psikomotorik, karena perubahan sikap memerlukan waktu yang lama dan merupakan akibat dari pembentukan pada aspek kognitif dan psikomotorik. Aspek afektif yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan. Untuk mengukur sikap dan minat siswa terhadap pendekatan pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT, diedarkan angket skala sikap, angket adalah sekumpulan pernyataan atau

pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi


(33)

kalimat dengan jalan mengisi. Angket skala sikap terdiri 30 pernyataan bersifat positif dan negatif untuk direspon siswa yang mencakup sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Skala instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, dengan pilihan jawaban SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju).

Untuk mengetahui validitas isi dari angket skala sikap yang digunakan, peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai isi dari angket sehingga angket yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan, dan akan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.

3. Observasi

Observasi digunakan untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa diamati oleh peneliti dan pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati dikelas selama kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas siswa dan aktivitas peneliti sebagai pengajar selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan oleh peneliti, dan seorang guru matematika yang membantu dalam penelitian ini, dengan menggunakan lembar observasi pengamatan .

E. Prosedur Penelitian

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan prosedur pelaksanaan penelitian, yaitu:

a. Mengidentifikasi masalah dan tujuan pembelajaran b. Penyusunan Instrumen dan bahan ajar.


(34)

d. Menganalisis hasil uji coba instrumen. e. Melakukan perbaikan instrumen.

f. Melakukan observasi disekolah tempat penelitian dilaksanakan untuk menentukan kelas parallel yang mempunyai kemampuan setara untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

g. Melakukan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diberikan selama perlakuan dilaksanakan.

h. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT dikelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

i. Melakukan observasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disetiap pembelajaran.

j. Melakukan tes akhir (postes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

k. Memberikan angket kepada siswa sesudah pembelajaran selesai pada kelas eksperimen.

l. Menganalisa data dan membuat kesimpulan.

F. Pengolahan data

Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, peneliti menganalisis data hasil tes dengan rumus gain ternormalisasi (Indeks Gain), yaitu membandingkan skor pretes dan postes. Rumus yang digunakan adalah:

Gain ternormalisasi (g) = -./' 0/- 2-./' 0'1

1--./' 314521--./' 0'1 1- (Meltzer, 2002)


(35)

Tabel 3.9

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi Skor Gain Interpretasi

6 7 0,7 Tinggi

0,3 6 0,7 Sedang

6 0,3 Rendah

Pengolahan dan analisis data hasil tes matematika dengan menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Untuk menguji hipotesis dilakukan pengolahan data secara statistik. Data yang diperoleh diolah melalui tahapan berikut :

a. Menguji Normalitas data skor hasil tes, dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-smirnov (K-S) pada software SPSS 17.0 for windows dengan kriteria pengujian terima H0, jika Asymp Sig.(2-tailed) > α, sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikan α = 0,05.

b. Menguji Homogentas Varians, dengan menggunakan uji homogenitas varians pada software SPSS 17.0 for windows dengan kriteria pengujian terima H0, jika Asymp Sig.(2-tailed) > α, sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikan α = 0,05.

c. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menguji perbedaan dua rata-rata (uji – t) dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows, setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen. dengan kriteria pengujian terima H0, jika Asymp Sig.(2-tailed) > α, sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikan α = 0,05.


(36)

Jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian data dilakukan dengan uji Mann-Withney U pada program SPSS17.0 for windows.

Jika data berdistribusi normal tetapi varians tidak homogen maka pengujian perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t’ yaitu

89 :;<2:;=

> @<?<=!A @=?==!

, (Sudjana, 1986)

dengan kriteria pengujian adalah : Terima H0 jika B<B<AB= =

<AB= 8

9 B<<AB= =

B<AB= Dengan C D<=

E< ; C

D==

E= 8 8F 2 G HI, E<2

8 8F 2 G HI, E =2

Nilai 8 dan 8 diperoleh dari tabel distribusi t dengan peluang (1 – ½α) dan dk = (ni – 1).

d. Data yang diperoleh melalui angket dianalisa dengan menggunakan cara pemberian skor butir skala sikap model Likert. Untuk menentukan validitas butir pertanyaan digunakan uji t. Selanjutnya validitas butir pertanyaan diestimasi dengan membandingkan nilai 8J KEL dengan 8 4M15.

e. Dari data observasi akan dianalisa aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung, analisa dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata.


(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama penelitian, mengenai kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa pada pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT dan dengan pembelajaran konvensional maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran dengan strategi REACT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan startegi REACT menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

3. Pembelajaran dengan strategi REACT memunculkan sikap berani, aktif dan kreatif bagi serta mampu bekerjasama dengan baik antar sesama siswa, terutama dalam penemuan konsep baru melalui percobaan dan mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan temannya sesama kelompok, dan siswa berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru.


(38)

adalah positif, Siswa menyatakan senang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT, dan menyatakan lebih mudah untuk memahami konsep.

Pembelajaran ini juga membuat siswa merasa senang, tertarik, tertantang, terbantu dan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar oleh kegiatan kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga terlihat tidak bosan belajar. Hal ini terlihat dari antusias dan semangat belajarnya meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Saran

Peneliti menyarankan agar pihak sekolah, terutama guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran dengan strategi REACT ini, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, strategi REACT ternyata dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa.

Kepada guru matematika SMP, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif. Siswa dapat saling bekerja sama dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Disamping itu diharapkan siswa di biasakan mempresentasikan


(39)

berkomunikasi dan mengemukakan pendapat.

Kepada guru matematika yang menerapkan pembelajaran dengan strategi REACT hendaknya membuat dan menggunakan LKS serta alat peraga yang sangat


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara, Jakarta.

Bell F. H. (1978), Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Wm. C. Brown Company Publishers.

Bergeson, T. (2000), Teaching And Learning Mathematics. Using Research to Shift From the Yesterday Mind to the Tomorrow Mind. Resource Center, Office Superintendent of Public Instruction, Olympia. USA. March 2000.

Burger, W.F and Shaughnessy, J.M. (1986), “Characterizing The Van Hiele levels of Development in Geometry”. Journal for Research in Mathematcs Education, 1986, Vol 17, No. 1, 31-48.

Cord (1999), Teaching mathematics Contextually: The Cornerstone of Tech Prep. CORD Communications, Inc

Crawford, L.M. (2001). Teaching Contextually, Research, Rationalc, and Techniques for Improving Student Motivation and Achivement in Mathematic and science. Waco, Texas CCI Publishing, Inc.

Christou, C and Papageorgiou, E. (2007) A Framework of mathematics Induktive Reasoning. Learning and Instruktion 17 (2007) 55-56, Elsevier.

Clements, DH. & Battista, M.T. (2001). Constructivist Learning and Teaching (Online)http://www.artemisillustration.com/assets/text/Constructivist %20Learning.htm. di download pada tanggal 26 Desember 2010. Dahlan, J. A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung.

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Badan penelitian dan pengembangan pusat kurikulum 2007.

_________ (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi mata Pelajaran matematika tingkat SMP. Departemen Pendidikan Nasional 2003.

_________ (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen pendidikan Nasional, (online) www. Kamus Bahasa Indonesia.org


(41)

Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Eriadi. (2008). Penerapan pendekatan Pendidikan matematika Realistik untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman matematis Siswa SMP. Tesis PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Gunawan, H., dkk. (2006) Kemampuan Matematika Siswa 15 Tahun di Indonesia. Jakarta, Puspendik Depdiknas.

Halat, E. (2008). “Reform-Based Curriculum and Motivation in Geometry.” Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2008, 4(3), 285-292.

Hamers, J.H.M (1998). Inductive Reasoning in Third Grade: Intervention Promises and Constraints. Contemporary educational psychology 23, 132–148 (1998) Article no. Ep980966.

Hudojo, H. (1990). Strategi Belajar mengajar Matematika. Malang:IKIP Malang. Johnson, G. M (2009). “Instructionism and Constructivism: Reconciling Two

Very Good Ideas.” International Journal of Special Education Vol 24 No 3 2009.

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gain in Physics.” American Journal of Physics. Vol. 70. Page. 1259-1268.

Miller, M. J. (2008) Reliability and Validity, Western International University RES 600: Graduate Research Methods.

Pollatsek A., Lima S. dan Well A.D. (1981) Concept or Computation : Student’s Understanding of The Mean. Education Studies in Mathematics, Vol. 12, No. 2 (May, 1981), pp. 191-204

Priatna, N. (2010). Penalaran Matematika. Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori /D - FPMIPA/JUR. PEND. MATEMATIKA/196303311988031 - NANANG PRIATNA/Penalaran Matematika.pdf [15 oktober 2010] Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

_________ (1993), Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, Dirjen Pendidikan Tinggi, PPTK Pendidikan Tinggi.


(42)

_________ (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. Tarsito Bandung.

Zan, R dan Di Martino, P. (2007), “Attitude Toward Mathematics: Overcoming The Positive/Negative Dichotomy.” The Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Monograph 3, pp.157-168

Shadiq Fadjar, M. App. Sc. (2004) Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran matematika. Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika, Yogyakarta 2004. Departemen Pendidikan Nasional.

Sobel, M. A. (2001). Mengajar Matematika. Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, dan Strategi. Erlangga, Jakarta.

Stiles D. A., Adkisson J. L., Sebben D., Tamashiro R. (2008) “Pictures of Hearts and Daggers: Strong Emotions Are Expressed in Young Adolescents’ Drawings of their Attitudes towards Mathematics.” World Cultures eJournal, 16(2) UC Irvine.

Stylianides, A.J dan Stylianides, G.J. (2007) “Learning mathematics with Understanding: A Critical Consideration of the Learning Principle in the Standards for Scholl Mathematics.” The Montana Mathematics Enthusiast (TMME), ISSN 1551-3440, Vol. 4, no. 1, pp.103-114. 2007.

Sudjana (1986) Metode Statistika, edisi ke IV. Tarsito bandung.

Subagiyana (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. FMIPA-JICA UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Sugiyono (2011). Statistika untuk Penelitian. Alfabeta Bandung

Sumarmo, U. ((1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logic Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. PPS UPI Bandung.

____________ (2007). Pembelajaran matematika : Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia Press 2007


(43)

Skemp. R. R. (1976). Relational Understanding and Instrumental Understanding, First published in Mathematics Teaching, 77, 20-26, (1976).

Suwaji, U.T. (2008). Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan Alternatif Pemecahannya. P4TKM Yokyakarta Departemen Pendidikan Nasioal.

Suhena, E. (2009). Pengaruh strategi REACT dalam pembelajaran Matematika terhadap peningkatan kemampuan pemahaman, penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Disertasi PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Thompson, T. (2008). “Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy.” International Electronic Journal of Mathematics Education. Volume 3, Number 2, July 2008

Turmudi (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. Leuser Cita Pustaka, Jakarta.


(1)

111

4. Tanggapan atau respon siswa terhadap pembelajaran dengan strategi REACT adalah positif, Siswa menyatakan senang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT, dan menyatakan lebih mudah untuk memahami konsep.

Pembelajaran ini juga membuat siswa merasa senang, tertarik, tertantang, terbantu dan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar oleh kegiatan kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga terlihat tidak bosan belajar. Hal ini terlihat dari antusias dan semangat belajarnya meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Saran

Peneliti menyarankan agar pihak sekolah, terutama guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran dengan strategi REACT ini, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, strategi REACT ternyata dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa.

Kepada guru matematika SMP, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif. Siswa dapat saling bekerja sama dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Disamping itu diharapkan siswa di biasakan mempresentasikan


(2)

112

hasil kerjanya di depan kelas untuk memupuk kepercayaan dirinya dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat.

Kepada guru matematika yang menerapkan pembelajaran dengan strategi REACT hendaknya membuat dan menggunakan LKS serta alat peraga yang sangat membantu dan memudahkan siswa dalam memahami konsep.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara, Jakarta.

Bell F. H. (1978), Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Wm. C. Brown Company Publishers.

Bergeson, T. (2000), Teaching And Learning Mathematics. Using Research to Shift From the Yesterday Mind to the Tomorrow Mind. Resource Center, Office Superintendent of Public Instruction, Olympia. USA. March 2000.

Burger, W.F and Shaughnessy, J.M. (1986), “Characterizing The Van Hiele levels of Development in Geometry”. Journal for Research in Mathematcs Education, 1986, Vol 17, No. 1, 31-48.

Cord (1999), Teaching mathematics Contextually: The Cornerstone of Tech Prep. CORD Communications, Inc

Crawford, L.M. (2001). Teaching Contextually, Research, Rationalc, and Techniques for Improving Student Motivation and Achivement in Mathematic and science. Waco, Texas CCI Publishing, Inc.

Christou, C and Papageorgiou, E. (2007) A Framework of mathematics Induktive Reasoning. Learning and Instruktion 17 (2007) 55-56, Elsevier. Clements, DH. & Battista, M.T. (2001). Constructivist Learning and Teaching

(Online)http://www.artemisillustration.com/assets/text/Constructivist %20Learning.htm. di download pada tanggal 26 Desember 2010. Dahlan, J. A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung.

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Badan penelitian dan pengembangan pusat kurikulum 2007.

_________ (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi mata Pelajaran matematika tingkat SMP. Departemen Pendidikan Nasional 2003. _________ (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen


(4)

114

Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Eriadi. (2008). Penerapan pendekatan Pendidikan matematika Realistik untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman matematis Siswa SMP. Tesis PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Gunawan, H., dkk. (2006) Kemampuan Matematika Siswa 15 Tahun di Indonesia. Jakarta, Puspendik Depdiknas.

Halat, E. (2008). “Reform-Based Curriculum and Motivation in Geometry.” Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2008, 4(3), 285-292.

Hamers, J.H.M (1998). Inductive Reasoning in Third Grade: Intervention Promises and Constraints. Contemporary educational psychology 23, 132–148 (1998) Article no. Ep980966.

Hudojo, H. (1990). Strategi Belajar mengajar Matematika. Malang:IKIP Malang. Johnson, G. M (2009). “Instructionism and Constructivism: Reconciling Two

Very Good Ideas.” International Journal of Special Education Vol 24 No 3 2009.

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gain in Physics.” American Journal of Physics. Vol. 70. Page. 1259-1268.

Miller, M. J. (2008) Reliability and Validity, Western International University RES 600: Graduate Research Methods.

Pollatsek A., Lima S. dan Well A.D. (1981) Concept or Computation : Student’s Understanding of The Mean. Education Studies in Mathematics, Vol. 12, No. 2 (May, 1981), pp. 191-204

Priatna, N. (2010). Penalaran Matematika. Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori /D - FPMIPA/JUR. PEND. MATEMATIKA/196303311988031 - NANANG PRIATNA/Penalaran Matematika.pdf [15 oktober 2010] Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

_________ (1993), Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan, Dirjen Pendidikan Tinggi, PPTK Pendidikan Tinggi.


(5)

115

_________ (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. Tarsito Bandung.

Zan, R dan Di Martino, P. (2007), “Attitude Toward Mathematics: Overcoming The Positive/Negative Dichotomy.” The Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Monograph 3, pp.157-168

Shadiq Fadjar, M. App. Sc. (2004) Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran matematika. Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika, Yogyakarta 2004. Departemen Pendidikan Nasional.

Sobel, M. A. (2001). Mengajar Matematika. Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, dan Strategi. Erlangga, Jakarta.

Stiles D. A., Adkisson J. L., Sebben D., Tamashiro R. (2008) “Pictures of Hearts and Daggers: Strong Emotions Are Expressed in Young Adolescents’ Drawings of their Attitudes towards Mathematics.” World Cultures eJournal, 16(2) UC Irvine.

Stylianides, A.J dan Stylianides, G.J. (2007) “Learning mathematics with Understanding: A Critical Consideration of the Learning Principle in the Standards for Scholl Mathematics.” The Montana Mathematics Enthusiast (TMME), ISSN 1551-3440, Vol. 4, no. 1, pp.103-114. 2007.

Sudjana (1986) Metode Statistika, edisi ke IV. Tarsito bandung.

Subagiyana (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. FMIPA-JICA UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Sugiyono (2011). Statistika untuk Penelitian. Alfabeta Bandung

Sumarmo, U. ((1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logic Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. PPS UPI Bandung.

____________ (2007). Pembelajaran matematika : Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia Press 2007


(6)

116

Skemp. R. R. (1976). Relational Understanding and Instrumental Understanding, First published in Mathematics Teaching, 77, 20-26, (1976).

Suwaji, U.T. (2008). Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan Alternatif Pemecahannya. P4TKM Yokyakarta Departemen Pendidikan Nasioal.

Suhena, E. (2009). Pengaruh strategi REACT dalam pembelajaran Matematika terhadap peningkatan kemampuan pemahaman, penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Disertasi PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Thompson, T. (2008). “Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy.” International Electronic Journal of Mathematics Education. Volume 3, Number 2, July 2008

Turmudi (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. Leuser Cita Pustaka, Jakarta.