PENERAPAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

[Type text]

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Koneksi matematis ... 9

B. Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT ... 11

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 16


(2)

[Type text]

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

C. Variabel Penelitian ... 20

D. Instrumen Penelitian ... 20

1. Instrumen Pembelajaran ... 21

a. Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) ... 21

b. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 21

2. Instrumen Pengumpul Data ... 21

a. Tes Tertulis ... 21

1. Uji Validitas ... 22

2. Uji Reliabilitas ... 23

3. Uji Daya Pembeda ... 25

4. Uji Indeks Kesukaran ... 26

b. Lembar Observasi ... 27

c. Jurnal harian Siswa ... 28

d. Angket Minat ... 28

E. Prosedur Penelitian ... 29

F. Teknik Analisis Data ... 30

1. Analisis Data Kuantitatif ... 31


(3)

[Type text]

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis

Siswa ... 34

c. Ketuntasan Belajar Siswa ... 37

2. Analisis Data Kualitatif ... 37

a. Lembar Observasi ... 37

b. Jurnal Harian Siswa ... 38

c. Angket Minat ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 41

1. Analisis Data Kuantitatif ... 41

a. Analisis Data Pretes ... 41

1. Uji Normalitas Data Pretes ... 42

2. Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa ... 43

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 43

1. Uji Normalitas Data Gain ... 45

2. Uji Perbedaan Gain ... 45

c. Ketuntasan Belajar Siswa ... 46

2. Analisis Data Kualitatif ... 46

a. Analisis Data Lembar Observasi ... 46

b. Analisis Jurnal harian Siswa ... 48


(4)

[Type text]

B.Pembahasan ... 55 1. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 55 2. Ketuntasan Belajar Siswa ... 56 3. Minat Siswa terhadap pembelajaran dengan strategi REACT .... 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 58 B.Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(5)

[Type text]

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Butir Soal Instrumen ... 22

Tabel 3.2 Validitas Butir Soal Instrumen ... 23

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 24

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Butir Soal Instrumen... 25

Tabel 3.5 Daya Pembeda Butir Soal Instrumen ... 25

Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran Butir Soal Instrumen ... 26

Tabel 3.7 Indeks Kesukaran Butir Soal Instrumen ... 27

Tabel 3.8 Rekapitulasi Analisis Data Hasil Uji Instrumen ... 27

Tabel 3.9 Kriteria Ketercapaian Komponen REACT ... 31

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Gain ... 37

Tabel 3.11 Interpretasi Persentase Angket ... 38

Tabel 3.12 Sistem Penilaian Angket ... 39

Tabel 3.13 Interpretasi Minat Belajar Siswa Model ARCS ... 39

Tabel 4.1 Ketercapaian Komponen REACT... 40

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Pretes ... 41

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 42

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa ... 43

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi ... 44

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi ... 45


(6)

[Type text]

Tabel 4.8 Perhatian Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT ... 49 Tabel 4.9 Relevansi Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT... 50 Tabel 4.10 Rasa Percaya Diri Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi

REACT ... 52 Tabel 4.11 Kepuasan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT... 53


(7)

[Type text]

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. INSTRUMEN PEMBELAJARAN

1. RPP Kelas Eksperimen ... 62

2. RPP Kelas Kontrol ... 77

3. Lembar Kerja Siswa I ... 89

4. Lembar Kerja Siswa II ... 94

5. Lembar Kerja Siswa III ... 98

LAMPIRAN B. HASIL UJI COBA INSTRUMEN 1. Reliabilitas Tes ... 103

2. Kelompok Unggul dan Asor ... 104

3. Daya Pembeda ... 105

4. Tingkat Kesukaran ... 105

5. Korelasi Skor Butir dengan Skor Total ... 105

6. Rekap Analisis Butir Soal ... 116

LAMPIRAN C. INSTRUMEN PENGUMPUL DATA 1. Kisi-kisi Instrumen Pretes-Postes Kompetensi Koneksi Matematis 107 2. Soal Pretes dan Postes ... 109

3. Kunci Jawaban Pretes/Postes ... 111

4. Format Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 113

5. Format Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 114


(8)

[Type text]

7. Kisi-kisi Angket Minat ... 117

8. Format Angket Minat ... 118

LAMPIRAN D. HASIL DATA 1. Contoh Jawaban Pretes ... 120

2. Contoh Jawaban Postes ... 123

3. Daftar Nilai Postes Kelas Eksperimen ... 128

4. Contoh Jawaban Lembar Observasi ... 129

5. Data Observasi Aktivitas Guru Secara Umum ... 138

6. Data Observasi Aktivitas Siswa Secara Umum ... 139

7. Contoh Jawaban Jurnal Harian ... 140

8. Contoh Jawaban Angket ... 141

9. Interpretasi Minat Belajar Siswa ... 147

10.Outpur Uji Data Pretes ... 149

11.Output Uji Data Gain Ternormalisasi ... 151

LAMPIRAN E. DOKUMEN SURAT

Surat Izin Uji Instrumen dan Penelitian


(9)

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan penting bagi kemajuan peradaban manusia. Matematika telah dikembangkan oleh para matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno. Pada zaman tersebut matematika dipelajari, dikembangkan, dan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, seperti masalah perdagangan, pengukuran tanah, pelukisan, konstruksi, dan astronomi. Sampai sekarang pun matematika masih digunakan, baik untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan atau membantu dalam mengembangkan disiplin ilmu lain.

Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari perannya dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, dengan mempelajari matematika seseorang terbiasa berpikir secara sistematis, ilmiah, menggunakan logika, kritis, serta dapat meningkatkan daya kreativitasnya. Fathani (2009) menyatakan bahwa matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan), sebagai pembentuk sikap maupun sebagai pembimbing pola pikir. Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat tak terkecuali siswa sekolah sebagai generasi penerus.


(10)

Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika, tetapi terdapat juga keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan dalil pengaitan Bruner (Suherman et all., 2001) yang menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang disampaikan. Selanjutnya, kaitan antar topik dalam matematika, matematika dengan ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan sehari-hari disebut koneksi matematis. Dengan demikian, apabila seseorang mempelajari matematika, ia akan belajar mengoneksikan matematika.

Koneksi matematis penting untuk dikuasai, sebagaimana diungkapkan oleh NCTM (Rohansyah, 2008) bahwa koneksi matematis membantu siswa untuk memperluas perspektifnya, memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi daripada sebagai sekumpulan topik, serta mengenal adanya relevansi dan aplikasi baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Menurut Ruspiani (2000) kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri, konsep matematika dengan bidang ilmu lain atau pun konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematis, siswa tidak diberatkan dengan konsep matematika yang begitu banyak. Siswa mempelajari matematika dengan mengaitkan antara konsep baru dan konsep lama yang sudah dipelajarinya.

Survey yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 (dalam Rokhaeni, 2011) menemukan bahwa


(11)

3

69% siswa Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah, tetapi tidak mampu menemukan keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterkaitan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah koneksi antara tema masalah dengan segala pengetahuan yang ada. Hasil serupa didapat dari penelitian Pujiati (2007) yang menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah.

Berdasarkan hasil observasi prapenelitian di SMPN 26 Bandung, sebagian besar siswa memiliki kemampuan koneksi matematis yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kekurangmampuan siswa dalam menyelesaikan soal terkait dengan koneksi matematika, seperti berikut.

Beberapa jawaban siswa:

Berdasarkan beberapa jawaban ini, dapat terlihat siswa belum mengenali representasi konsep alas dan tinggi dari suatu bangun datar. Kelemahan siswa terletak ketika menentukan alas jika tingginya adalah SY. Begitu juga untuk soal berikut, siswa belum mengenali keterkaitan konsep panjang/keliling dengan konsep aljabar. Kelemahan siswa terletak ketika mengaitkan antara panjang


(12)

dengan aljabar, sehingga tidak dapat menentukan panjang sisi yang belum diketahui.

Beberapa jawaban siswa:

Rendahnya kemampuan matematis (koneksi matematis) siswa pada umumnya dapat disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, faktor internal siswa, dalam hal ini adalah minat belajar matematika siswa yang masih rendah. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Cockroft (Alkrismanto, 2003) bahwa banyak siswa tumbuh tanpa menyukai matematika sama sekali, mereka merasa tidak senang dalam mengerjakan tugas-tugas dan merasa bahwa matematika itu sulit, menakutkan, dan tidak semua orang dapat mengerjakannya. Kedua, faktor eksternal siswa, salah satunya adalah cara guru dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil survey IMSTEP-JICA pada tahun 1999 (dalam Marthen, 2009) menyimpulkan bahwa rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa SMP disebabkan oleh proses pembelajaran matematika itu sendiri, guru terlalu


(13)

5

berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang bersifat prosedural dan mekanistis. Selain itu, Mulyana (2008) juga mengungkapkan bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di Indonesia adalah pembelajaran yang digunakan dan disenangi guru-guru sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional.

Meninjau konsep yang terdapat dalam matematika, seperti yang diungkapkan Suherman (2001) bahwa pada tahap awal, konsep terbentuk dari pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari, kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah dan disintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep. Berdasarkan hal ini, salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata atau yang sering dialami siswa. Pemikiran siswa tidak langsung tertuju pada konsep matematika yang abstrak, tetapi diantarkan terlebih dahulu melalui permasalahan nyata yang selanjutnya diubah ke dalam konsep abstrak.

Salah satu strategi pembelajaran kontekstual adalah REACT. REACT merupakan strategi pembelajaran yang memunculkan lima strategi yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring. Relating berarti menghubungkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki siswa, Experiencing berarti memberikan pengalaman belajar siswa melalui kegiatan membangun dan menemukan pengetahuannya sendiri. Applying berarti


(14)

menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Cooperating berarti saling berbagi, saling merespon, dan berkomunikasi dengan sesama teman, Transferring berarti menggunakan pengetahuannya pada konteks permasalahan baru (Crawford, 2001).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa melalui strategi REACT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan strategi REACT dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?”

Secara khusus, masalah ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT berdasarkan nilai kriteria ketuntasan minimal?

3. Bagaimana minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan strategi REACT ?


(15)

7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui strategi REACT dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui bagaimana ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT.

3. Mengetahui bagaimana minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan strategi REACT.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat teoritis:

Bagi peneliti, sebagai sarana pembelajaran mengenai perkembangan ilmu matematika khususnya dalam bidang pendidikan, sarana pembelajaran, pengembangan wawasan dan pengaktualisasian dari ilmu yang telah dipelajari dalam bidang pendidikan matematika.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi siswa, memperkaya pengalaman belajarnya dan menumbuhkan minat belajar matematika.

b. Bagi guru, diharapkan dapat memperkaya wawasan tentang strategi pembelajaran. Lebih jauh, dapat dijadikan alternatif pembelajaran.


(16)

c. Bagi sekolah, diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembang kurikulum untuk mempertimbangkan strategi ini sebagai alternatif pembelajaran.

E. Definisi Operasional

1. Strategi REACT adalah strategi pembelajaran kontekstual yang menekankan pada aspek pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya (Relating), belajar melalui eksplorasi, penyelidikan, penemuan (Experiencing), menerapkan konsep (Applying), saling berbagi, saling merespon, dan berkomunikasi (Cooperating), penggunaan konsep ke dalam situasi baru (transferring).

2. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan koneksi matematika. Kemampuan tersebut dilihat dari perolehan nilai dalam mengerjakan soal. 3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran langsung dengan metode

ekspositori dimana guru menyampaikan materi yang dilanjutkan dengan latihan soal.


(17)

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Koneksi Matematis

Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antartopik dalam matematika saja, tetapi juga keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut koneksi matematis.

Kemampuan seseorang untuk mengaitkan antartopik dalam matematika, mengaitkan matematika dengan ilmu lain, dan dengan kehidupan ini disebut kemampuan koneksi matematis. Sesuai dengan pendapat Kusuma (2008) yang menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang meliputi: koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Pembagian ini diperkuat lagi oleh pendapat Mikovch dan Monroe (dalam Ruspiani, 2000), „ In mathematics, at least three kinds of connections are particularly beneficial: connection within mathematics, across the curriculum, and with real world contexts.‟

Kemampuan koneksi matematis diperlukan oleh siswa dalam mempelajari topik matematika yang saling terkait. Menurut Ruspiani (2000), jika suatu topik diberikan secara tersendiri, pembelajaran akan kehilangan satu momen dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa dalam matematika secara umum.


(18)

Tanpa kemampuan koneksi matematis, siswa akan mengalami kesulitan mempelajari matematika.

Menurut Sarbani (2008) koneksi matematik merupakan kegiatan yang meliputi:

a. Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur. b. Memahami hubungan antar topik matematik.

c. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.

d. Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.

e. Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. f. Mengajukan koneksi antar topik matematika, dan antar topik

matematika dengan topik lain.

Indikator kemampuan koneksi matematis yang dikemukakan oleh Kusuma (2008) adalah:

a. Memahami representasi ekuivalen dari konsep yang sama.

b. Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen.

c. Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan di luar matematika.

d. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan indikator kemampuan koneksi menurut NCTM (dalam Hardianty, 2012) adalah:


(19)

11

a. Mengenal dan menggunakan keterhubungan diantara ide-ide matematika.

b. Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.

c. Mengenal dan menggunakan metamatika dalam konteks di luar matematika.

B. Pembelajaran Matematika dengan strategi REACT

Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata atau yang sering dialami siswa. Dalam pembelajaran ini, pemikiran siswa tidak langsung tertuju pada konsep matematika yang abstrak, tetapi diantarkan terlebih dahulu melalui permasalahan nyata yang selanjutnya diubah ke dalam konsep abstrak.

Melalui pembelajaran kontekstual, guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan guru lebih banyak membantu siswa agar dapat memahami keterkaitan antar konsep yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikemukakan oleh Jhonson (dalam Suhena, 2009) bahwa CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan membantu para siswa melihat makna dalam bahan pembelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannnya dengan konteks kehidupan sehari-hari. Banyak ahli menggambarkan bahwa strategi pembelajaran yang sesuai dengan keyakinan bahwa siswa belajar ketika mereka memperoleh pengetahuan melalui eksplorasi


(20)

dan pembelajaran aktif. Strategi ini mendorong siswa untuk berfikir dan menjelaskan penalaran mereka daripada sekedar mengingat fakta, membantu siswa untuk melihat hubungan antara berbagai tema dan konsep (Crawford, 2001). Center for Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan lima strategi pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT, yakni Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring. Lebih jauh, Crawford (2001) memberikan penjelasan untuk setiap strategi tersebut.

1. Relating (keterkaitan)

Relating adalah belajar dalam konteks pengalaman hidup atau pengetahuan yang sudah siswa miliki sebelumnya (Cord, 1999). Hal ini berarti dalam pembelajaran, konsep yang akan dipelajari dikaitkan terlebih dahulu dengan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Dalam memulai pembelajaran, guru yang menggunakan strategi relating mengawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalaman hidupnya di luar kelas (Crawford, 2001). Hal ini sejalan dengan topik yang ada dalam matematika seperti yang diungkapkan oleh Suherman (2001) bahwa pada awalnya matematika itu berasal dari kehidupan sehari-hari, dan sejalan dengan dalil pengaitan dari J. Bruner yang mengatakan bahwa matematika itu antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat.

Terdapat tiga sumber utama untuk mengetahui pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki siswa sebelumnya (Crawford, 2001), yaitu:


(21)

13

a. pengalaman, yaitu pengalaman guru dan siswa yang memiliki latar belakang serupa atau dari pengalaman kolektif guru dan para koleganya,

b. penelitian, dari bukti yang didokumentasikan tentang gagasan-gagasan yang dipegang oleh siswa secara umum.

c. Penyelidikan dari suatu bentuk pertanyaan atau tugas yang mengungkapkan pengetahuan dan keyakinan siswa sebelumnya.

2. Experiencing (mengalami)

Belajar dengan bereksplorasi hingga siswa menemukan sendiri merupakan jantung dari pembelajaran kontekstual. Menurut Cord (1999), dalam membangun suatu konsep yang baru dipelajari siswa, mereka akan mendasarkan pada pengalaman-pengalaman yang mereka temui di dalam kelas. Experiencing menitikberatkan pembelajaran kepada keaktifan siswa. Crawford (2001) menyatakan bahwa strategi experiencing dapat membantu siswa untuk membangun konsep baru dengan cara mengkonsentrasikan pengalaman-pengalaman yang terjadi di dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian, dan penemuan. Pengalaman ini bisa mencakup penggunaan manipulasi yang dapat membantu siswa membangun konsep abstrak secara jelas, pemecahan masalah yang mengajari siswa keterampilan memecahkan masalah, berpikir analisis, berkomunikasi serta berinteraksi dengan kelompok.

Suatu ilustrasi pembelajaran tentang luas persegi panjang. Guru memerintahkan siswa untuk menggunting kertas berukuran 1 cm x 1 cm sebanyak


(22)

40 unit. Kemudian siswa menyusun potongan kertas tadi sedemikian rupa sehingga membentuk persegi panjang, selanjutnya siswa mengisi tabel berikut.

No Gambar susunan

potongan kertas

Banyaknya potongan

kertas pada sisi panjang

Banyaknya potongan kertas pada sisi lebar

Banyak potongan

kertas semuanya

1 3 2 6

2 ……… ……… ……… ………

3 ……… ……… ……… ………

Ulangi kegiatan menyusun potongan kertas, sehingga membentuk persegi panjang yang lain, begitu seterusnya sampai beberapa persegi panjang diperoleh. Dengan memperhatikan pola hubungan antara banyaknya potongan kertas pada sisi panjang, sisi lebar, dan banyak potongan kertas semuanya, diharapkan siswa dapat menemukan rumus luas persegi panjang. Setelah tanya jawab, diskusi kelompok, dan sebagian besar siswa memahami makna dari ilustrasi, guru memfasilitasi siswa membuat kesimpulan, yaitu rumus luas persegi panjang adalah panjang (�) kali lebar (�).

3. Applying (menerapkan)

Strategi applying didefinisikan sebagai strategi pembelajaran dengan menerapkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Penerapan ini dapat dilakukan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, baik melalui LKS, latihan penugasan, maupun kegiatan lain yang melibatkan keaktifan siswa (Crawford, 2001). Strategi applying dalam pembelajaran kontekstual merupakan strategi untuk mengembangkan pemaknaan dalam pembelajaran sehingga siswa mengerti tujuan mempelajari konsep matematika tersebut. Hal ini sejalan dengan belajar bermakna


(23)

15

dari teori Ausubel. Pada belajar bermakna, konsep yang telah diperoleh diterapkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti (Suherman, 2001).

Apabila terdapat kondisi sebagian siswa mengalami kesulitan dalam penyelesaian masalah, maka langkah pembelajaran yang dipilih adalah guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok atau individu untuk mengemukakan pendapatnya. Guru memberikan respon dengan memberikan pertanyaan pemicu dengan maksud memotivasi siswa menemukan jawaban, atau dapat juga memberikan petunjuk tambahan yang terarah. Apabila siswa belum juga menemukan jawabannya, guru memunculkan masalah sejenis dengan penyelesaiannya agar siswa lebih termotivasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

4. Cooperating (bekerja sama)

Ketika memecahkan sebuah masalah, kadang siswa tidak mampu untuk menyelesaikannya secara individu. Hal ini justru dapat membuat siswa menyerah jika guru tidak langsung membimbingnya. Tetapi dengan pembelajaran kelompok dapat meminimalisir terjadinya hal tersebut.

Melalui kerjasama, siswa dapat berdiskusi, saling berbagi, dan merespon dengan sesama temannya. Crawford (2001) mengungkapkan, strategi cooperating merupakan pembelajaran dalam konteks saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi dengan sesama temannya. Dalam pembelajaran ini mereka lebih siap mengutarakan pemahaman konsep mereka pada temannya. Bersama


(24)

temannya, mereka belajar merevisi dan merumuskan pemahaman mereka sendiri. Pembelajaran dengan strategi ini akan lebih berhasil jika siswa memiliki kesempatan untuk mengutarakan idenya dan mendapat umpan balik dari sesama temannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2010) yang memberi pengertian bahwa dalam belajar kooperatif, siswa belajar bersama, saling menyumbang pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar, secara individu maupun kelompok.

5. Transfering (mentransfer)

Transferring merupakan strategi pembelajaran dimana siswa menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks baru yang belum pernah siswa lakukan di dalam kelas. Pembelajaran ini merupakan pengembangan dari aspek relating. Namun pada kegiatan ini, masalah yang disajikan tidak hanya mengaitkan pengalaman hidup dengan materi yang akan dipelajari, tetapi lebih pada penerapan (aplikasi). Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan baru dengan menggunakan konsep yang telah diperolehnya. Melalui pengajuan masalah seperti ini, diharapkan pembelajaran berlangsung dengan menekankan pada aspek kerjasama untuk mengembangkan pengetahuan. Kegiatan berlangsung melalui diskusi, baik kelompok ataupun kelas.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain:


(25)

17

1. Penelitian Suhena (2009) yang berjudul Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa SMP, menyimpulkan bahwa strategi REACT dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman, penalaran, dan komunikasi matematis siswa SMP.

2. Penelitian Marthen (2009) yang berjudul Pengembangan Kemampuan Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan REACT, menyimpulkan bahwa Pendekatan REACT dapat meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa SMP

3. Penelitian Rahayu (2012) yang berjudul Penerapan Model Problem-Based Insruction untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa SMP, menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat model pembelajaran PBI lebih baik daripada siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional.

4. Penelitian Rokhaeni (2011) yang berjudul Penerapan Model Core dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa, menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat model pembelajaran CORE lebih baik daripada siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional.

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan penelitian relevan yang diungkapkan di muka, hipotesis dalam penelitian ini adalah “Peningkatan


(26)

kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.”


(27)

[Type text]

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen karena pengambilan sampel tidak secara acak. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design). Pada desain ini digunakan dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT, sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

O X O O O

Keterangan:

O : pretes atau postes

X : Pembelajaran dengan strategi REACT B. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP kelas VIII. Pemilihan jenjang pendidikan tersebut dikarenakan siswa SMP kelas VIII memiliki umur pada kisaran 13 tahun. Menurut Piaget, jenjang kognitif seseorang dengan umur 11 tahun ke atas berada dalam tahap berfikir operasional formal, sehingga pembelajaran kontekstual cocok untuk dilakukan pada siswa dengan umur tersebut.


(28)

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 26 Bandung. Pemilihan sekolah ini dilakukan karena setelah peneliti melakukan observasi prapenelitian, diperoleh bahwa kemampuan koneksi matematis siswa di sekolah tersebut masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kekurangmampuan siswa dalam menyelesaikan soal terkait dengan koneksi matematika.

Dari populasi tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian yang selanjutnya satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Selanjutnya terpilihlah kelas VIII J sebanyak 38 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII G sebanyak 40 siswa sebagai kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran matematika dengan strategi REACT, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan koneksi matematis siswa.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk menunjang penelitian dan mendapatkan data serta informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen yang terdiri dari instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpul data.


(29)

21

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran adalah instrumen yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini. Instrumen pembelajaran terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran dan lembar kerja siswa.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar.

b. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan sebagai bahan ajar untuk menunjang pembelajaran dengan strategi REACT. LKS ini digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi siswa.

2. Instrumen Pengumpul Data

Instrumen pengumpul data adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Instrumen pengumpulan data tersebut terdiri atas tes tetulis, lembar observasi, jurnal harian, dan angket minat.

a. Tes tertulis

Tes tertulis ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa, yang meliputi pretes dan postes. Pretes digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan. Postes digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir koneksi matematis siswa kedua kelas tersebut setelah diberi perlakuan.


(30)

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian. Tes tipe ini dipilih karena dengan tipe uraian dapat terlihat alur berfikir siswa dalam mengerjakan tes.

Alat evaluasi berupa tes ini sebelum diberikan kepada siswa yang menjadi sampel penelitian, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing, kemudian diujicobakan kepada siswa di luar sampel penelitian. Setelah data hasil uji coba terkumpul, kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya.

1. Uji Validitas

Suherman (2003) mengungkapkan bahwa suatu alat evaluasi disebut valid jika alat tersebut dapat mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Untuk menghitung validitas suatu soal, dihitung dengan koefisien validitas ( ) dengan mengunakan rumus:

= −

2 2 2 2

Keterangan

: Koefisien Korelasi N : Banyaknya siswa X : Skor tiap butir soal Y : Skor total

Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan ke dalam klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford (Suherman, 2003), yaitu:

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Butir Soal Instrumen Koefisien validitas () Kriteria


(31)

23

Koefisien validitas () Kriteria 0,70 < 0,90 Tinggi

0,40 < 0,70 Sedang

0,20 < 0,40 Rendah

0,00 < 0,20 Sangat rendah

< 0,00 Tidak valid

Untuk menghitung validitas tiap butir soal, peneliti menggunakan bantuan program Anates V4. Selain itu, dari daftar nilai kritis Pearson dengan derajat kebebasan ( ) = 39−2 = 37, diperoleh = 0,316 . Validitas tiap butir soal disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Validitas Butir Soal Instrumen No.

Soal

Koefisien Validitas

Perbandingan dengan

�� �� = .� � Interpretasi

1 0,582 Valid Validitas sedang

2 0,758 Valid Validitas tinggi

3 0,846 Valid Validitas tinggi

4 0,605 Valid Validitas sedang

5 0,583 Valid Validitas sedang

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama atau ajeg atau konsisten (Suherman, 2003). Suatu alat ukur disebut reliabel jika hasil pengukuran suatu alat evaluasi itu sama atau relatif sama, tidak terpengaruh oleh subjeknya maupun situasi dan kondisinya. Untuk menghitung koefisien reliabilitas pada soal bentuk uraian digunakan rumus Alpha (Suherman, 2003), sebagai berikut.

11 =

1 1−

� 2 2


(32)

Keterangan

n : banyak butir soal (item)

2 : jumlah varians skor tiap soal 2 : varians skor total

Sedangkan untuk menghitung varians adalah

�2

=

2 2

Keterangan

S²(n) : Varians tiap butir soal

2 : Jumlah kuadrat skor tiap item : Jumlah skor tiap item

: Jumlah Siswa

Selanjutnya koefisien reliabilitas yang diperoleh diinterpretasikan ke dalam klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 2003), yaitu:

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas Instrumen

Peneliti juga menggunakan bantuan program Anates V4 untuk menghitung reliabilitas. Berdasarkan hasil Anates, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,71. Nilai ini menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori tinggi.

Koefisien Reliabilitas Interpretasi 0,90  r11  1,00 Sangat Tinggi 0,70  r11 < 0,90 Tinggi 0,40  r11 < 0,70 Sedang 0,20  r11 < 0,40 Rendah


(33)

25

3. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2003). Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal, digunakan rumus berikut (Komarudin, 2010).

��= −

� Keterangan

DP : Daya pembeda

A

X : Rata-rata skor siswa kelompok atas

B

X : Rata-rata skor siswa kelompok bawah SMI : Skor maksimal ideal

Selanjutnya koefisien daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria berikut (Suherman, 2003).

Tabel 3.4

Kriteria Daya Pembeda Butir Soal Instrumen Daya pembeda (DP) Kriteria

DP 0,00 Sangat jelek 0,00 < �� 0,20 Jelek

0,20 <�� 0,40 Cukup 0,40 <�� 0,70 Baik 0,70 <�� 1,00 Sangat baik

Dalam hal ini peneliti juga menggunakan bantuan program Anates V4. Berdasarkan hasil pengolahan, daya pembeda tiap butir soal disajikan dalam Tabel 3.5.


(34)

Tabel 3.5

Daya Pembeda Butir Soal Instrumen No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,23 Cukup

2 0,44 Baik

3 0,58 Baik

4 0,24 Cukup

5 0,38 Cukup

4. Uji Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran sebuah soal. Untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut (Komarudin, 2010).

�=

� Keterangan

IK : Indeks kesukaran X : Rata-rata skor tiap soal SMI : Skor maksimal ideal

Selanjutnya indeks kesukaran yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria berikut (Suherman, 2003).

Tabel 3.6

Kriteria Indeks Kesukaran Butir Soal Instrumen Indeks kesukaran (IK) Kriteria soal

IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < � 0,30 Soal sukar

0,30 < � 0,70 Soal sedang 0,70 < �< 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Berdasarkan pengolahan hasil uji coba instrumen tes dengan menggunakan bantuan software Anates V4 untuk uraian, diperoleh indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.7.


(35)

27

Tabel 3.7

Indeks Kesukaran Butir Soal Instrumen No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,42 Sedang

2 0,49 Sedang

3 0,51 Sedang

4 0,25 Sukar

5 0,23 Sukar

Secara umum, analisis data hasil pengujian instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.8. Berdasarkan hasil uji instrumen tersebut, maka seluruh soal pada uji instrumen digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.8

Rekapitulasi analisis data hasil uji instrumen No.

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Keterangan 1 Sedang

Tinggi

Cukup Sedang Soal digunakan

2 Tinggi Baik Sedang Soal digunakan

3 Tinggi Baik Sedang Soal digunakan

4 Sedang Cukup Sukar Soal digunakan

5 Sedang Cukup Sukar Soal digunakan

b. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat bagaimana keadaan pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi dalam penelitian ini terdiri dari dua buah lembar observasi yaitu lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa yang isinya memuat aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan pada proses pembelajaran.


(36)

c. Jurnal harian siswa

Jurnal harian ini diberikan kepada kelas eksperimen dengan maksud untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Jurnal harian diisi oleh siswa di akhir kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan. Dalam jurnal harian ini, siswa diminta untuk memberikan komentar terhadap pembelajaran yang telah dilakukan sebagai umpan balik dan perbaikan untuk proses pembelajaran yang akan datang.

d. Angket Minat

Crow and Crow (dalam Kusumah, 2009) berpendapat bahwa minat erat hubungannya dengan daya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda atau bisa juga sebagai pengalaman efektif yang dipengaruhi oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain minat dapat menjadi sebab kegiatan dan sebab partisipasi dalam kegiatan itu. Skinner (dalam Kusumah, 2009) berpendapat bahwa minat sebagai motif yang menunjukkan arah perhatian individu terhadap obyek yang menarik atau menyenangkannya, maka ia cenderung akan berusaha aktif dengan obyek tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar merupakan kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan pembelajaran.

Dalam penelitian ini, untuk melihat minat belajar siswa terhadap pembelajaran REACT, digunakanlah angket sebagai instrumen dalam mengumpulkan data yang diberikan kepada seluruh siswa kelas eksperimen. Angket yang digunakan adalah model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) menurut John Keller (1987) dengan modifikasi untuk disesuaikan


(37)

29

dengan pembelajaran yang dilakukan. Angket siswa yang dibuat ini menghendaki siswa untuk menyatakan responnya dalam bentuk: SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), atau STS (sangat tidak setuju). Pilihan R (ragu-ragu) atau N (netral) tidak digunakan untuk mendorong kecenderungan pilihan siswa dan menghindari jawaban aman.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan arahan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian dari awal sampai akhir. Dalam penelitian ini, peneliti membagi prosedur penelitian menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan a. Observasi lapangan.

b. Menentukan topik permasalahan. c. Menyusun proposal.

d. Melaksanakan seminar proposal. e. Membuat instrumen penelitian.

f. Mengurus perizinan uji instrumen dan penelitian. g. Menguji instrumen penelitian.

h. Merevisi instrumen penelitian.

i. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

2. Tahap Pelaksanaan


(38)

b. Menerapkan pembelajaran matematika dengan strategi REACT di kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

c. Pengisian lembar observasi pada setiap pertemuan oleh observer untuk kelas eksperimen.

d. Memberikan jurnal harian kepada siswa kelas eksperimen pada setiap akhir pertemuan.

e. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

f. Pengisian angket pada kelas ekperimen setelah seluruh kegiatan pembelajaran berakhir.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif. b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif. c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif.

F. Teknik Analisis Data

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu pemberian soal pretes dan postes, lembar observasi, serta pengisian jurnal harian dan angket minat. Data tersebut dikatagorikan menjadi dua jenis yaitu data kuantitatif serta kualitatif. Data kuantitatif terdiri dari data hasil pretes dan postes, sedangkan data kualitatif terdiri dari data hasil lembar observasi, jurnal harian serta angket. Selain itu, ketercapaian aspek relating, applying, dan transferring pada REACT dilihat berdasarkan persentase banyaknya siswa yang dapat


(39)

31

menjawab tes dengan lengkap untuk kemudian diinterpretasikan berdasarkan kriteria berikut:

Tabel 3.9

Kriteria Ketercapaian komponen REACT Persentase Data Keterangan

1% - 25% Kurang

26% - 50% Cukup

51% - 75% Baik

76% - 100% Baik Sekali

Sedangkan untuk komponen experiencing dan cooperating dijelaskan secara deskriptif. Data yang diperoleh diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data pretes dan postes. Pengolahan data menggunakan bantuan software MINITAB versi16 dengan taraf signifikansi 5% untuk semua uji. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data kuantitatif.

a. Analisis Data Pretes

Data pretes yang dianalisis adalah data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis siswa pada kedua kelas. Analisis data ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menganalisis data secara deskriptif

Hal ini dilakukan untuk mengetahui mean, standar deviasi, dan variansi dari data yang telah diperoleh.


(40)

2. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji Shapiro-Wilk dengan perumusan hipotesisnya:

� : populasi berdistribusi normal, � : populasi tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka � diterima;

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka � ditolak. 3. Uji homogenitas

Apabila data pretes kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas varian kelas. Sedangkan, jika data pretes salah satu kelas berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka langsung dilakukan uji kesamaan kemampuan awal siswa kedua kelas dengan pengujian non-parametrik Mann-Whitney. Uji homogenitas yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah uji F dengan perumusan hipotesisnya:

� : �12=�22 � : �12≠ �22 Keterangan:

�12: Variansi data pretes kelas eksperimen, �22: Variansi data pretes kelas kontrol.


(41)

33

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka � diterima;

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka � ditolak. 4. Uji kesamaan Kemampuan Awal Siswa

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas dapat dikatakan sama atau tidak. Untuk data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, pengujiannya menggunakan uji t (Two Smple T-Test), sedangkan untuk data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal namun tidak homogen, pengujiannya menggunakan uji t’. Untuk data yang tidak berdistribusi normal, pengujian kesamaan kemampuan awal siswa kedua kelas dilakukan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. Perumusan hipotesis untuk uji t atau uji t’ sebagai berikut:

� : �1=�2

� : �1≠ �2 Keterangan:

�1: rata-rata skor pretes kelas eksperimen, �2: rata-rata skor pretes kelas kontrol.

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka � diterima;

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka � ditolak.

Perumusan hipotesis apabila yang digunakan adalah uji Mann-Whitney adalah sebagai berikut:


(42)

� : �1=�2

� : �1≠ �2 Keterangan:

1: median skor pretes kelas eksperimen, �2: median skor pretes kelas kontrol.

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

Apabila hasil uji kesamaan kemampuan awal kedua kelas tidak berbeda secara signifikan, maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa adalah data postes, tetapi jika hasil uji kesamaan kemampuan awal kedua kelas tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis adalah gain ternormalisasi.

Data gain ternormalisasi diperoleh dengan menggunakan rumus Normalize Gain (Meltzer dalam Sopandi, 2010):

= � � − � �

� � �愠

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.

1. Menganalisis data secara deskriptif

Hal ini dilakukan untuk mengetahui mean, standar deviasi, dan variansi dari data yang telah diperoleh.

2. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data postes atau gain kedua kelas dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidak. Uji


(43)

35

normalitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji Shapiro-Wilk dengan perumusan hipotesisnya:

� : populasi berdistribusi normal, � : populasi tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka � diterima;

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka � ditolak. 3. Uji homogenitas

Apabila data postes atau gain kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas varian kelas. Sedangkan, jika data postes atau gain salah satu kelas berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka langsung dilakukan uji perbedaan postes atau gain kedua kelas dengan pengujian non-parametrik Mann-Whitney. Uji homogenitas yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah uji F dengan perumusan hipotesisnya:

� : �12=�22 � : �12≠ �

22 Keterangan:

�12: Variansi data postes atau gain kelas eksperimen, �22: Variansi data postes atau gain kelas kontrol. Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka � diterima;


(44)

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka � ditolak. 4. Uji perbedaan Postes atau Gain

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan akhir kedua kelas berbeda secara signifikan. Untuk data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, pengujiannya menggunakan uji t (Two Smple T-Test), sedangkan untuk data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal namun tidak homogen, pengujiannya menggunakan uji t’. Untuk data yang tidak berdistribusi normal, pengujian dilakukan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. Perumusan hipotesis untuk uji t atau t’ sebagai berikut:

� : �1=�2

� : �1>�2

Keterangan:

�1: rata-rata skor postes atau gain kelas eksperimen, �2: rata-rata skor postes atau gain kelas kontrol. Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka 0diterima;

2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka 0ditolak.

Perumusan hipotesis apabila yang digunakan adalah uji Mann-Whitney adalah sebagai berikut:

� : �1=�2

� : �1>�2


(45)

37

�1: median skor postes atau gain kelas eksperimen, �2: median skor postes atau gain kelas kontrol.

Selain itu, indeks gain juga akan digunakan untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake (Sopandi, 2010) yang disajikan dalam Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Gain

G Keterangan

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Menurut Depdikbud (Sarwono, 2007) seorang siswa dinyatakan tuntas apabila memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65, dan suatu kelas dinyatakan tuntas belajar apabila 85% dari seluruh siswa di kelas tersebut telah memperoleh nilai lebih dari atau sama degan 65 pada sebuah tes yang dilakukan. Dengan demikian, ketuntasan belajar setiap siswa dilihat dengan membandingkan nilai postes yang diperoleh dengan 65, jika lebih dari atau sama dengan 65, maka dikatakan siswa tersebut telah tuntas. Selain itu dilihat pula ketuntasan kelasnya.

2. Analisis Data Kualitatif a. Lembar Observasi

Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran matematika melalui strategi REACT. Dalam lembar observasi, data yang diperoleh adalah data kualitatif, oleh karena itu


(46)

analisis terhadap lembar observasi dilakukan dengan membuat uraian yang mendeskripsikan hasil pengamatan observer.

b. Jurnal Harian Siswa

Data yang terkumpul dalam jurnal harian dianalisis secara deskriptif. c. Angket Minat

Data yang diperoleh disajikan ke dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui persentase dan frekuensi masing-masing alternatif jawaban serta memudahkan dalam membaca data. Hasil angket dipersentasekan sebelum dilakukan penafsiran menggunakan rumus berikut:

�= × 100%

Keterangan:

� : Persentase jawaban : frekuensi jawaban : banyaknya responden

Setelah diperoleh persentase dari jawaban setiap pernyataan, kemudian data tersebut diinterpretasikan untuk melihat seberapa banyak siswa yang memilih jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Interpretasi jawaban angket siswa disajikan dalam Tabel 3.11.

Tabel 3.11

Interpretasi Persentase Angket Persentase Data Interpretasi

� = 0% Tak seorang pun

0% <� < 25% Sebagian kecil

25% � < 50% Hampir setengahnya

� = 50% Setengahnya

50% <� < 75% Sebagian besar

75% � < 100% Hampir seluruhnya


(47)

39

Kemudian, data angket yang diperoleh dinilai berdasarkan kategori yang disajikan dalam Tabel 3.12 untuk menghitung rata-rata skor angket setiap siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar minat siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Tabel 3.12

Sistem Penilaian Angket Jenis Pernyataan Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Sebelum melakukan penafsiran, terlebih dahulu data yang diperoleh dihitung nilai rata-ratanya untuk kemudian hasil rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi diinterpretasikan sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel 3.13.

Tabel 3.13

Interpretasi Minat Belajar Siswa Model ARCS

Skor rata-rata Keterangan 1,00 – 1,49 Tidak baik 1,50 – 2,49 Kurang baik 2,50 – 3,49 Cukup Baik

3,50 – 4,49 Baik


(48)

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data tersebut diperoleh dari hasil pretes dan postes yang diberikan pada masing-masing kelas dengan skor ideal 50. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil lembar observasi, jurnal harian dan hasil angket minat yang diberikan kepada kelas eksperimen.

Ketercapaian aspek relating, applying, dan transferring disajikan dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1

Ketercapaian Komponen REACT

Aspek Experiencing

Aspek ini dilihat dari pengerjaan LKS dan diskusi kelas. Melalui masalah dan pertanyaan terarah yang disajikan, siswa dapat menjawabnya untuk mengantarkan pada konsep yang akan dipelajari. Namun, masih terdapat beberapa kelompok yang masih kurang tepat dalam membuat kesimpulan berdasarkan keterangan/contoh yang diberikan. Kemudian, perbedaan pendapat/kesimpulan

Komponen REACT Persentase Keterangan

Relating 60,5% Baik

Applying 60,5% Baik


(49)

41

didiskusikan dalam sesi diskusi kelas dengan menampilkan perwakilan beberapa kelompok.

Aspek Cooperating

Aspek ini dilihat dari lembar observasi aktivitas siswa. Pada pertemuan pertama, terdapat beberapa siswa yang kurang kooperatif dalam kegiatan diskusi, beberapa kelompok hanya mengandalkan satu atu dua orang, dan siswa kurang berani dalam mengemukakan pendapat. Namun, pada pertemuan selanjutnya hal ini dapat diminimalisir.

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi hasil pretes dan postes. Berikut ini adalah hasil analisis data kuantitatif yang diperoleh.

a. Analisis Data Pretes

Analisis data pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan statistik deskriptif data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif Data Pretes

Statistik kelas eksperimen N Mean Std. Deviation Variance 38 12.868 4.055 16.442 Kelas kontrol N Mean Std. Deviation Variance 40 10.125 3.667 13.446 Skor maksimal ideal 50


(50)

Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa rata-rata skor pretes kelas eksperimen adalah 12,868 dan rata-rata skor pretes kelas kontrol adalah 10,125. Dari Tabel 4.1 terlihat pula standar deviasi yang diperoleh masing-masing kelas tersebut adalah 4,055 dan 3,667. Berdasarkan deskripsi data tersebut dapat diprediksi bahwa kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Akan tetapi, untuk melihat apakah kemampuan awal koneksi matematis siswa kedua kelas berbeda secara signifikan, maka dilakukan uji statistik sebagai berikut.

1. Uji Normalitas Data Pretes

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dapat dikatakan memiliki distribusi normal atau tidak. Adapun data hasil uji normalitas Ryan-Joiner (similar to Shapiro-Wilk) disajikan dalam tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Data Pretes

Kelas P-Value

Eksperimen 0.036

Kontrol >0.100

Berdasarkan Tabel 4.3, nilai signifikansi kelas eksperimen adalah 0,036 dan nilai signifikansi kelas kontrol >0.100, sehingga berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, H0 ditolak untuk kelas eksperimen, sedangkan untuk kelas

kontrol, H0 diterima. Dengan demikian, dikatakan bahwa data pretes kelas

eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, sedangkan data pretes kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Karena data pretes salah satu kelas tidak berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji


(51)

43

kesamaan kemampuan awal kedua kelas dengan pengujian non-parametrik Mann-Whitney.

2. Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas sama atau tidak. Pengujian dilakukan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. Hasil Uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi 5 % disajikan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Hasil Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa

Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat dalam Tabel 4.4, diperoleh bahwa nilai signifikansi sebesar 0,0017. Karena nilai signifikansinya kurang dari 0,05 maka menurut kriteria pengujian hipotesis, H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa median skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Dengan kata lain, kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan.

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

Berdasarkan hasil analisis data pretes yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, diperoleh bahwa kemampuan awal koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang

Mann-Whitney Test and CI: pretes kls eksperimen, pretes kls kontrol

N Median pretes kls eksperimen 38 14.000 pretes kls kontrol 40 11.000

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0018 The test is significant at 0.0017 (adjusted for ties)


(52)

memperoleh pembelajaran matematika dengan strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dilakukan analisis terhadap data gain ternormalisasi.

Berikut ini adalah statistik deskriptif data gain ternormalisasi kedua kelas yang disajikan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5

Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi

Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen adalah 0,5451 yang menunjukkan bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan strategi REACT berada dalam kategori sedang. Sedangkan rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol adalah 0,2743, sehingga diperoleh bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional tergolong rendah. Data hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Akan tetapi untuk melihat apakah perbedaan tersebut cukup berarti atau tidak, maka dilakukan uji statistik sebagai berikut.

Statistik kelas eksperimen

N Mean

Std. Deviation Variance

38 0.5451 0.1930 0.0373 Kelas kontrol

N Mean

Std. Deviation Variance

40 0.2743 0.1523 0.0232


(53)

45

1. Uji Normalitas Data Gain

Uji normalitas dilakukan serupa dengan uji normalitas untuk data pretes, yaitu menggunakan uji Ryan-Joiner (similar to Shapiro-Wilk) dengan taraf signifikansi 5 %. Berikut ini adalah output dari hasil uji normalitas yang disajikan dalam tabel 4.6.

Tabel 4.6

Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi

Kelas P-Value

Eksperimen <0.010 Kontrol <0.010

Berdasarkan Tabel 4.6, nilai signifikansi kelas eksperimen dan kontrol <0,010, sehingga berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, H0 ditolak untuk kedua

kelas. Dengan demikian, dikatakan bahwa data gain kedua kelas tidak berdistribusi normal. Karena data gain salah satu kelas tidak berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji perbedaan gain dengan pengujian non-parametrik Mann-Whitney.

2. Uji Perbedaan Gain

Pengujian untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dilakukan dengan uji non-parametrik Mann-Whitney dengan taraf signifikansi 5%. Hasil Uji Mann-Whitney disajikan dalam Tabel 4.7 berikut.


(54)

Tabel 4.7

Hasil Uji Perbedaan Gain

Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat dalam Tabel 4.7, diperoleh bahwa nilai signifikansi sebesar 0,0000. Karena nilai signifikansinya kurang dari 0,05, maka menurut kriteria pengujian hipotesis, H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa median gain ternormalisasi kelas eksperimen lebih tinggi daripada median gain ternormalisasi kelas kontrol. Dengan kata lain, peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol.

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Hal ini dilakukan untuk melihat banyaknya siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar berdasarkan nilai kriteria ketuntasan minimal. Berdasarkan nilai postes yang diperoleh, siswa yang telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 30 dari 38 orang (78,95%), sehingga secara kelas dikatakan belum tuntas. Daftar lengkap nilai siswa disertakan dalam lampiran D halaman 128.

2. Analisis Data Kualitatif

a. Analisis Data Lembar Observasi

Data hasil observasi diperoleh dari pengisian format lembar observasi oleh observer yaitu mahasiswa yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen

Mann-Whitney Test and CI: gain kls eksperimen, gain kls kontrol

N Median gain kls eksperimen 38 0.5588 gain kls kontrol 40 0.2564

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0000 The test is significant at 0.0000 (adjusted for ties)


(55)

47

sebanyak tiga pertemuan. Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran melalui strategi REACT berjalan dengan baik. Untuk lebih jelasnya, hasil observasi disertakan dalam lampiran D halaman 129. Adapun penjelasannya hasil observasi aktivitas guru dan siswa sebagai berikut.

1. Hasil Observasi Aktivitas Guru

Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas guru dalam pembelajaran melalui strategi REACT, dapat disimpulkan bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, peneliti atau guru telah melaksanakan fungsinya dengan baik, yaitu menjadi fasilitator yang mengarahkan siswa, mengamati serta membimbing kegiatan siswa, baik ketika berdiskusi dengan teman satu kelompok maupun diskusi kelas. Namun, pada awal pertemuan masih terdapat komponen-komponen yang terlewatkan dalam proses pembelajaran, yaitu guru tidak melakukan review pembelajaran. Hal ini disebabkan guru kurang mengefektifkan waktu, sehingga kegiatan tersebut tidak terlaksana. Tetapi, ketidakterlaksanaan kegiatan dalam pembelajaran pada pertemuan pertama dilaksanakan dalam pertemuan kedua dan ketiga. Sementara untuk kegiatan lainnya dapat terlaksana.

2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Secara umum aktivitas siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran melalui strategi REACT tergolong baik. Namun pada pertemuan pertama, mereka masih kurang dalam mengemukakan pengetahuan awalnya, hal ini kemungkinan siswa lupa dengan materi himpunan, tepatnya cara menyajikan himpunan, dan terdapat beberapa siswa yang kurang kooperatif dalam kegiatan diskusi. Ketika diskusi kelas, siswa kurang mengungkapkan pendapatnya, hal ini karena mereka


(56)

belum terbiasa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep. Meskipun demikian, kegiatan ini dapat terlaksana pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. b. Analisis Jurnal harian Siswa

Berdasarkan hasil analisis data hasil jurnal harian siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga, pada umumnya siswa memberikan kesan yang positif. Sebagian besar siswa mengatakan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan menyenangkan. Selain itu, beberapa siswa juga ada yang mengatakan bahwa pembelajaran yang telah mereka lakukan seru, melatih bekerja sama, semangat karena belajar dalam kelompok. Beberapa saran yang diajukan siswa adalah guru lebih tegas dalam menegur siswa yang ribut, soal-soal latihan jangan sulit, tapi terdapat beberapa siswa juga yang memberi saran agar soal-soal latihannya lebih menantang.

c. Analisis Angket Minat

Angket yang digunakan untuk mengukur minat belajar siswa terhadap pembelajaran dalam penelitian ini adalah model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Berikut ini disajikan hasil data angket untuk setiap kondisi terhadap pembelajaran melalui strategi REACT.

1. Attention (Perhatian)

Pernyataan yang menunjukkan perhatian siswa terhadap pembelajaran melalui strategi REACT adalah nomor 1 dan 12 sebagai pernyataan positif, sedangkan nomor 5, 7, 13, dan 15 sebagai pernyataan negatif.


(57)

49

Tabel 4.8

Perhatian Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT

No Pernyataan

Banyaknya Respon

Total SS S TS STS

% % % %

1 Pembelajaran yang telah saya ikuti menarik

18 19 1 0 38

47,4 50 2,6 0 5

Pembelajaran seperti ini tidak ada bedanya dengan pembelajaran yang biasa dilakukan

1 5 20 12 38

2,6 13,2 52,6 31,6 7 Pembelajaran seperti ini

membosankan

0 5 25 8 38

0 13,2 65,8 21 12 Pembelajaran seperti ini

mendorong saya untuk lebih aktif

20 14 4 0 38

52,6 36,8 10,5 0 13 Saya tegang atau gugup selama

pembelajaran

0 2 30 6 38

0 5,3 78,9 15,8 15

Saya kurang berpartisipasi dalam diskusi dan saya tidak berani mengeluarkan pendapat berupa jawaban, pertanyaan, dan sanggahan

1 4 28 5 38

2,6 10,5 73,7 13,2 Interpretasi dari Tabel 4.8 adalah sebagai berikut.

1. Hampir seluruh (97,4%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran yang baru diikuti menarik dan sebagian kecil (2,6%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran yang baru diikuti tidak menarik.

2. Hampir seluruhnya (84,2%) siswa menyatakan tidak setuju bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT tidak ada bedanya dengan pembelajaran yang lain dan sebagian kecil (15,8%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT tidak ada bedanya dengan pembelajaran yang lain.

3. Hampir seluruh (86,8%) siswa menyatakan tidak setuju bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membosankan dan sebagian kecil


(58)

(13,2%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika mealui strategi REACT membosankan.

4. Hampir seluruh (89,4%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran metematika melalui strategi REACT mendorong siswa untuk lebih aktif sedangkan sebagian kecil (10,5%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran metematika melalui strategi REACT tidak mendorong siswa untuk lebih aktif.

5. Hampir seluruh (94,7%) siswa tidak merasa tegang atau gugup selama pembelajaran matematika melalui srategi REACT sedangkan sebagian kecil (5,3%) siswa masih merasa tegang atau gugup selama pembelajaran matematika melalui srategi REACT.

6. Hampir seluruh (86,9%) siswa tidak setuju bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam diskusi dan siswa tidak berani mengeluarkan pendapat berupa jawaban, pertanyaan, dan sanggahan sedangkan sebagian kecil (13,1%) siswa merasa kurang berpartisipasi dalam diskusi dan tidak berani mengeluarkan pendapat berupa jawaban, pertanyaan, dan sanggahan.

2. Relevance (Relevansi)

Pernyataan yang menunjukkan relevansi siswa terhadap pembelajaran melalui strategi REACT adalah nomor 3 sebagai pernyataan positif, sedangkan nomor 11 dan 14 sebagai pernyataan negatif.

Tabel 4.9

Relevansi Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT

No Pernyataan

Banyaknya Respon

Total SS S TS STS

% % % %

3

Pembelajaran seperti ini memperkaya wawasan saya mengenai manfaat matematika dalam kehidupan

21 12 5 0 38


(59)

51

No Pernyataan

Banyaknya Respon

Total SS S TS STS

% % % %

11

Dengan pembelajaran seperti ini saya tidak mampu menentukan konsep apa yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah

0 8 29 1 38

0 21 76,4 2,6

14 Saya tidak merasakan manfaat dengan pembelajaran seperti ini

0 4 14 20 38

0 10,5 36,8 52,6 Interpretasi dari Tabel 4.9 adalah sebagai berikut.

1. Hampir seluruh (86,8%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT dapat memperkaya wawasan siswa mengenai manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari sedangkan sebagian kecil (13,2%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT tidak dapat memperkaya wawasan siswa mengenai manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2. Hampir seluruh (79%) siswa tidak setuju bahwa dengan pembelajaran matematika melalui strategi REACT, siswa tidak mampu menentukan konsep apa yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah sedangkan sebagian kecil (21%) siswa menyatakan bahwa dengan pembelajaran matematika melalui strategi REACT, siswa tidak mampu menentukan konsep apa yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah.

3. Hampir seluruh (89,4%) siswa tidak setuju bahwa siswa tidak merasakan manfaat dengan pembelajaran matematika melalui strategi REACT sedangkan sebagian kecil (10,5%) siswa menyatakan bahwa siswa tidak merasakan manfaat dengan pembelajaran matematika melalui strategi REACT.


(60)

3. Confidence (Percaya Diri)

Pernyataan yang menunjukkan percaya diri siswa terhadap pembelajaran melalui strategi REACT adalah nomor 4, 8, dan 10 sebagai pernyataan positif.

Tabel 4.10

Rasa Percaya Diri Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT

No Pernyataan

Banyaknya Respon

Total SS S TS STS

% % % %

4 Pembelajaran seperti ini membuat saya yakin akan kemampuan yang saya miliki

8 25 5 0 38

21 65,8 13,2 0 8

Pembelajaran seperti ini membuat saya tidak takut dan ingin sering tampil di depan kelas

3 25 10 0 38

7,9 65,8 26,3 0 10

Pembelajaran seperti ini membuat saya

mampu memecahkan masalah

matematika

7 25 6 0 38

18,4 65,8 15,8 0 Interpretasi dari Tabel 4.10 adalah sebagai berikut.

1. Hampir seluruh (86,8%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membuat siswa yakin akan kemampuan yang dimilikinya sedangkan sebagian kecil (13,2%) siswa menyatakan tidak setuju bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membuat siswa yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

2. Sebagian besar (73,7%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membuat siswa tidak takut dan ingin sering tampil di depan kelas sedangkan hampir setengahnya (26,3%) siswa menyatakan tidak setuju bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membuat siswa tidak takut dan ingin sering tampil di depan kelas.

3. Hampir seluruh (84,2%) siswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi REACT membuat siswa mampu memecahkan masalah


(1)

kontrol. Berdasarkan hasil pengujian, disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi secara signifikan daripada kelas kontrol. Hasil interpretasi indeks gain menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan untuk kelas kontrol tergolong rendah.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan strategi REACT

dalam pembelajaran matematika mengindikasikan potensi yang baik untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT

lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional, hal ini dikarenakan dengan menggunakan strategi REACT, konsep yang dipelajari diantarkan terlebih dahulu melalui pengalaman atau pengetahuan sebelumnya, yang dilanjutkan dengan berdiskusi untuk membangun konsep baru. Setelah konsep baru dipahami, dilanjutkan dengan penerapannya dalam bentuk pemecahan masalah.

Lain halnya dengan pembelajaran konvensional yang lebih memposisikan siswa untuk pasif, hanya mendengarkan guru yang menjelaskan materi. Pembelajaran seperti ini menjadikan siswa hanya menjadi pendengar dan menerima konsep yang ada.

2. Ketuntasan Belajar Siswa

Hasil analisis ketuntasan belajar siswa menunjukkan bahwa siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar minimal sebanyak 30 dari 38 orang (78,95%), sehingga secara kelas dikatakan belum tuntas. Hal ini disebabkan oleh beberapa


(2)

57

faktor, diantaranya siswa kesulitan dalam menghadapi soal betipe transferring, sulitnya manajemen kelas dan waktu untuk pembelajaran yang terbatas. Hal ini dapat dirasakan peneliti ketika melaksanakan proses pembelajaran. Untuk aspek

relating dan applying tergolong baik, hal ini dilihat dari banyaknya siswa yang dapat menjawab soal tes bertipe relating dan applying. Aspek transferring

tergolong cukup, dilihat dari jumlah siswa yang hanya sebagian kecil dapat menjawab soal tes bertipe transferring. Hal ini berkaitan dengan aspek

cooperating dalam pembelajaran, sebagian kelompok hanya mengandalkan satu atau dua orang saja, sehingga memungkinkan siswa tidak mendiskusikan LKS secara optimal. Untuk aspek experiencing, siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS yang diarahkan untuk membangun konsep.

3. Minat Siswa terhadap Pembelajaran dengan Strategi REACT

Hasil angket menunjukkan bahwa minat belajar siswa terhadap pembelajaran

REACT tergolong baik. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis skor rata-rata angket seluruh siswa yang menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa memiliki minat belajar yang baik. Selain itu, hal tersebut diperkuat pula dengan hasil analisis jurnal harian siswa yang menyatakan bahwa siswa lebih senang belajar dalam kelompok.


(3)

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh beberapa kesimpulan berkaitan dengan penerapan strategi REACT untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 26 Bandung sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Selain itu, peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan untuk kelas kontrol tergolong rendah.

2. Hampir seluruh siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi

REACT telah mencapai nilai kiteria ketuntasan minimal.

3. Minat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi REACT

tergolong baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:


(4)

59

1. Saran Praktis:

a. Pembelajaran matematika dengan strategi REACT menunjukkan hasil yang baik. Oleh karena itu pembelajaran matematika dengan strategi

REACT dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika di sekolah.

b. Apabila strategi REACT akan digunakan, mengoptimalkan aspek

cooperating dan transferring, tanpa mengesampingkan aspek lain. 2. Saran Teoritis:

Peneliti menyarankan agar penelitian ini dilanjutkan pada kajian yang lebih luas, misalnya pada materi, populasi ataupun kompetensi matematis lainnya.


(5)

[Type text]

Ady Sulton Maulana, 2013

Penerapan Strategi React Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alkrismanto. (2003). Beberapa teknik, model, dan strategi dalam pembelajaran matematika. Yogyakarta: P3G Matematika.

Cord. (1999). Teaching mathematics Contextually. The Cornerstone of Tech Prep. CORD Communications, Ins

Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics Sciense. Texas: CCI Publishing, Ins.

Fathani, A. H. (2009). Matematika, Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hardianty, Hanny. (2012). Pengembangan Model Bahan Ajar Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif (Cognitive Conflict) untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA: tidak diterbitkan.

Keller, J. 1987. ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Tersedia [Online]: http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2010/04/bagaimana-cara-mengukur-minat-dan.html [20 September 2012, 11.00]

Komarudin, (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Collaborative Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Kusuma, D. A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme. Tersedia [Online]: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/meningkatkan-kemampuan-koneksi-matematika.pdf. [21 Desember 2011].

Kusumah, W. (2009). Apakah Minat Itu?. Tersedia [Online]: http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/apakah-minat-itu/ [20 September 2012].

Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Alanitik SIntetik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI: tidak diterbitkan.

Pujiati, L. (2007). Kemampuan Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 29 Bandung dalam Koneksi Matematik dengan Menggunakan Metode IMPROVE. Tesis PPS UPI: tidak diterbitkan.


(6)

61

Rahayu, Risniawati N. (2012). Penerapan Model Problem-Based Insruction untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan

Rohansyah, W. (2008). Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Diskursus dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Rokhaeni, A. (2011). Penerapan Model Core dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa. Skripsi. UPI: tidak diterbitkan.

Ruspiani, (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika.

Tesis PPS UPI: tidak diterbitkan.

Sarbani. (2008). Standar Proses Pembelajaran Matematika. Tersedia [Online]: http://bambangsarbani.blogspot.com/2008/10/standar-proses-pembelajaran-matematika.html [9 Januari 2012].

Sarwono. (2007). Mengingkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran dalam kelompok dengan Strategi Mastery Learning.

Tesis PPS UPI: tidak diterbitkan.

Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik.

Bandung: Nusa Media

Sopandi, A. (2010). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMP Melalui Pemodelan Berbasis Pembelajaran Matematika Realistik. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Suhena, Ena. (2009). Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematikaterhadap Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Disertasi Jurdikmat FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suherman, E., dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA

Suherman, E., dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI.

Tapilouw, Marthen. (2009). Pengembangan Kemampuan Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan REACT. Disertasi Jurdikmat FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh strategi pembelajaran react dengan teknik scaffolding terhadap kemampuan koneksi matematik siswa di SMP Negeri 11 Depok

1 9 248

PENERAPAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

1 16 46

PENERAPAN STRATEGI REACT DENGAN BERBANTU APLIKASI GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA SISWA SMP.

0 1 37

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

0 0 43

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KONEKSI MATEMATIS PADA SISWA SMP.

0 0 52

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH DASAR.

0 1 9

Penerapan Model Probing-Prompting Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

0 0 9

Pembelajaran melalui strategi REACT untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa sekolah menengah kejuruan

0 0 6

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh : Reni Citrawati 148060007 ABSTRAK - PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMEC

0 0 21

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Oleh : Reni Citrawati 148060007 ABSTRAK - PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI, PEMEC

0 0 21