Implementasi Prinsip Demokrasi Dalam Tahapan Pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Provinsi Sumatera Barat 2010.

ABSTRAK
Wenni Fanni, 0810832015. Implementasi Prinsip Demokrasi Dalam Tahapan
Pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Provinsi Sumatera Barat 2010.
Dibimbing oleh, Dr. Asrinaldi, M.Si, dan Tengku Rika Valentina, S.IP., MA.
Skripsi ini terdiri dari x+115 halaman dengan referensi 12 buku teori, 3
buku metodelogi, 1 skripsi, 6 laporan penelitian dan jurnal, 9 media cetak,
dan 1 situs internet.
Pemilu Kada Gubernur hanya dijadikan euforia politik pasca reformasi. Hal ini
tidak banyak memberikan pendidikan politik untuk masyarakat, dan bukan tujuan
arah demokrasi. Di Sumatera Barat pada pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur
2010, para calon berasal dari elit, birokrat, dan pengusaha. Proses pelaksanaan
berlangsung tanpa konflik fisik, namun ini belum menjamin bahwa demokrasi
telah terlaksana dengan baik dalam Pemilu Kada Gubernur 2010 di Sumatera
Barat. Maka dari itu, skripsi ini meninjau bagaimana penerapan prinsip demokrasi
dalam tahapan pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Sumatera Barat 2010.
Teori Demokrasi Prosedural menurut Dahl, menjadi landasan skripsi ini.
Prinsip demokrasi prosedural ini terdiri dari: Pertama, ketersediaan konstitusi
sebagai jaminan demokrasi dengan indikator legitimasi, penegakan rule of law,
dan kesetaraan politik. Kedua, sistem pemilihan dan partai yang digunakan
sebagai mobilitas demokrasi dengan indikator responsibilitas, transparansi dan
akuntabilitas. Ketiga pelembagaan politik mengandung 6 unsur lembaga politik

yang tidak aboslut dalam penerapannya di tingkat lokal, indikator terdiri dari
kontrol agenda, partisipasi, dan pemahaman yang cerah.
Skripsi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus instrumental, serta tipe penelitian deskriptif. Kemudian data
dianalisa berdasarkan tipe analisis data eksplanasi. Informan dipilih dengan teknik
purpossive sampling, dan pengumpulan informasi dengan wawancara mendalam,
dari masing-masing pihak yang terkait dalam Pemilu Kada Gubernur Sumatera
Barat 2010.
Pada pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur di Sumatera Barat 2010 lalu, sudah
terlaksana sesuai dengan prinsip demokrasi. Dari aspek konstitusi, Pemilu Kada
Gubernur Sumatera Barat 2010 telah dilindungi oleh konstitusi yang menjamin
penerapan prinsip demokrasi, yaitu legitimasi, penegakan rule of law, dan
kesetaraan politik. Seperti halnya di aspek sistem pemilihan dan partai politik,
nilai responsibilitas serta transparansi dan akuntabilitas sudah mulai ada dalam
pelaksanaan tahapan Pemilu Kada Gubernur Sumatera Barat 2010. Hal tersebut
juga didukung dengan pelembagaan politik yang hampir mendekati indikator
dalam unsur-unsur lembaga politik di pemerintahan lokal yang demokratis.
Penemuan dari penelitian ini terdapat penerapan prinsip demokrasi yang tidak
maksimal, dan praktik yang berbeda. Faktor dari hal tersebut adalah multi tafsir
dalam pemaknaan demokrasi pada konstitusi. Kemudian, hal ini berdampak pada

kelancaran jalannya sistem pemilihan dan dinamika partai di lokal. Oleh karena

1

itu, perlu ada pelembagaan politik di daerah sebagai mobilisasi dua aspek tersebut
dalam praktik demokrasinya.
Kata kunci : Pemilu Kada Gubernur, Demokrasi Lokal, dan Demokrasi.

2

ABSTRACT
Wenni Fanni, 0810832015. Implementation of Democracy Principle in
Governor Election Stage of West Sumatera Province, 2010. The supervisor
are Dr. Asrinaldi, M.Si, and Tengku Rika Valentina, S.IP., MA. This thesis
consists of x+115 pages with references; 12 book of theory, 3 book of
metodelogy, a thesys, 6 research reports and journals, 9 newspapers, and an
internet site.
The Governor election is used as an euphoria of the post-reform politics. It is
not much in giving political education to the community, and it’s not the purpose
of democracy. This is had happened in West Sumatera in Governor Election 2010,

the contestan’s from political elite, beureaucrat, and investor. The process had
happening without physical conflict, but doesn’t mean its guarantee that
democracy has been well implemented in West Sumatra Governor Election 2010.
of West Sumatera. Therefor, this thesis is looking at how the implementation of
democracy principle in West Sumatera Governor Election 2010 stage’s.
Dahl's Procedural of Democracy theory, became the foundation of this
research. The priciple of democracy,consisted of: First, constitution availability as
a warranty of democracy with legitimationindicators, the establishment rule of
law, and political equality. Second, election system and party that been used as
mobilityof democracy with responsibility and transparency and accountibility as
indicators. Third, the political institutionalization contained of 6 elements of non
absolute political institution for implementation in local level, there are control of
process, participation, and a good understanding as indicators.
The research thesis use qualitative approach with type of instrumental case
study, as well as the type of description research. The data analysis use
explanatory data analysis type. Informants selected by purpossive sampling
techniques, and the collection of information with in-depth interviews, of each
party involved in the election of West Sumatra Governor 2010.
At the passed Governor election 2010 in West Sumatra, has been implemented
in accordance with the principles of democracy. From the aspect of the

constitution, West Sumatra Governor elections 2010 has been protected by a
constitution that guarantees the application of the principles of democracy, which
are the legitimacy, the rule of law establishment, and political equality. As well as
the aspects of the electoral system and political parties, the responsibility and
transparency and accountability already existed in the implementation of West
Sumatra Governor Election 2010 stage’s. This is also supported by a close
political institutionalization of indicators in the elements of political institutions in
democratic local government. The findings from this study are the application of
the principle of democracy that is not maximal, and different practices. The Factor
of it, is the meaning of democracy in a multi-interpretation on the constitution.
Then, it’s affected for the smooth running of the electoral system and party in the
local dynamics. Therefore, there should be political institutionalization in the
region as two aspects of the mobilization in democratic practices.
3

Key words : Governor election, Local Democracy, and Democracy.

BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang Permasalahan
Reformasi membawa perubahan pada sistem politik di Indonesia seperti
sistem pemilu, sistem kepartaian, sistem hubungan pusat dan daerah. Perubahan
tersebut dikenal dengan transisi demokrasi.1 Tujuan dari transisi demokrasi adalah
merubah rezim otoritarian murni menuju demokrasi murni atau penyelenggaran
negara yang demokratis. Pada tahun 2005 penerapan demokrasi hingga ke tingkat
lokal, didukung dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung
(Pemilu Kada). Pemilu Kada diselenggarakan agar kepala daerah yang terpilih
adalah tokoh dari daerah tersebut yang memiliki kapabel, kredibel, dan aspiratif
sesuai keinginan rakyat. Selain itu, Pemilu Kada berfungsi mengaktifkan
partisipasi dan kompetisi di daerah. Pada tahun 2010, Pemilu Kada mengalami
perbaikan dengan muncul Undang-undang 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Undang-undang 32 Tahun 2004 untuk membuka kompetisi politik dari calon
independen.
Akan tetapi, momen ini justru menimbulkan bentuk penyimpangan seperti
money politic dalam kampanye dilakukan para kandidat, ada juga bentuk
pelanggaran seperti black campaign, atau pada teknis masih terjadi juga
Gambaran transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia merupakan pergeseran konsep hubungan
pemerintahan pusat ke daerah, dengan menciptakan konsep desentralisasi sebagai kerangka
demokratisasi oleh para penyusun konsep demokrasi. Anies Baswedan, Kata Pengantar dalam

Henk Schulte Nordholt, & Gerry Van Klinken (editor) dibantu oleh Ireen Karang-Hoogenboom,
2007, Politik Lokal Di Indonesia, Jakarta; YOI, hal X.
1

5

pelanggaran administrasi baik dalam pemutakhiran data pemilih, tahapan
pendaftaran dan penetapan pasangan calon, maupun dalam teknis penghitungan
dan pemungutan suara, serta masih banyak lagi contoh permasalahan yang
muncul selama berlakunya Pemilu Kada tersebut.2 Selain itu, hasil Pemilu Kada
ini secara keseluruhan hanya didominasi oleh partai politik besar.3 Partai politik
besar yang mempunyai akses luas ke birokrasi dan sumber-sumber logistik yang
tidak terbatas.
Fenomena lain pasangan kandidat berasal dari dua partai politik besar yang
melakukan koalisi. Contoh tersebut seperti ada partai politik yang beda ideologi
namun melakukan koalisi dalam Pemilu Kada.4 Mayoritas calon yang diusung
partai politik merupakan bukan seorang kader, sedangkan salah satu fungsi intern
partai politik adalah menciptakan pemimpin politik untuk masyarakat. Faktanya,
calon berasal dari kalangan pengusaha direkrut sebagai calon kandidat pada salah


Abdullah, Rozali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung, Jakarta; Raja Grafindo Persada. hal 3.
2

Pemilu Kada secara langsung digambarkan seperti suatu turunan dari oligarki pusat ke dalam
bentuk oligarki lokal. Di dalamnya terdapat tokoh pengusaha, mantan birokrat, mantan militer,
atau elite parpol.
3

Pencalonan Gamawan Fauzi pada Pilkada calon Gubernur secara langsung di Provinsi Sumatera
Barat pada tahun 2005, merupakan hasil koalisi PBB yang tidak ingin berkoalisi dengan partai
kristen namun pada saat itu justru berkoalisi dengan PDIP dalam pencalonan Gamawan tersebut.
Pada pemilihan Gubernur Jabar 2008, Ahmad Heryawan yang dicalonkan sebagai gubernur oleh
PKS dan Dede Yusuf dari Partai Amanat Nasional sebagai calon wakil gubernur. Sebelumnya,
PKS memasangkan Ahmad Heryawan dengan beberapa calon dari partai lain. PKS bahkan sempat
berkoalisi dengan gubernur petahana, Danny Setiawan, yang dicalonkan kembali oleh Partai
Golkar. Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang kerap dipersepsikan berbeda latar
ideologi, juga tak masalah saat bergandengan di panggung politik lokal. Partai Demokrat
berpasangan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang kerap berseberangan
dalam diskursus politik di tingkat pusat. Demokrat merupakan representasi partai pemerintah,

sedangkan PDI-P dikenal oposisi. Sumber berita; Kompas, Opini, diakses 11 November 2011.
4

6

satu partai politik besar yang bukan merupakan kader dari partai tersebut.5 Hal ini
diperkirakan telah disiapkan untuk momentum politik elektoral.
Provinsi Sumatera Barat termasuk daerah yang memiliki data konflik rendah
dalam pelaksanaan Pemilu Kada tahun 2010. Istilah “Badunsanak” pada Pemilu
Kada Sumbar sebagai jargon untuk menggalangkan kesatuan dan menekan
terjadinya konflik. Pemerintah menilai indikator Pemilu Kada yang demokratis
sebatas suksesnya penyelenggaraan dengan minimnya angka konflik. Hal ini yang
jelas menyatakan bahwa Provinsi Sumatera Barat masih mencari jati diri dari
demokrasi berwawasan lokal. Keberadaan istilah “Badunsanak” tidak memiliki
konsep perbaikan terhadap lemahnya aturan dalam penyelenggaraan Pemilu Kada
Sumbar 2010. Akan tetapi, dapat diakui bahwa Sumatera Barat berhasil mencoba
Pemilu Kada serentak dengan jargon ‘badunsanak’, selain dapat menekan angka
konflik juga menghemat dana penyelenggaraan.
Di sisi lain, pelaksanaan tahapan, Pemilu Kada Gubernur Provinsi Sumatera
Barat tahun 2010, masih ditemukan kemunculan beberapa kendala dan masalah.

Karena dengan munculnya penyakit politik justru akan berdampak pada
Pencalonan Endang Irzal dari pejabat PT Semen Padang pada Pemilu Kada calon Gubernur
secara langsung di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 yang menjadi saingan dari pasangan
Calon Irwan Prayitno, sebelumnya Endang ditawarkan untuk masuk PAN karena PAN merupakan
partai dengan basis besar di Padang, namun Endang lebih memilih Partai Demokrat ketimbang
partai ini merupakan partai besar di pusat. Contoh kandidat dari tataran birokrat atau elite politik,
pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Banten Ratu Atut Chosiyah yang merupakan
gubernur incumbent dan memilih berpasangan dengan Rano Karno diusung oleh koalisi 11 parpol
yang yang memiliki kursi di DPRD Banten antara lain Partai Golkar, PDIP, Hanura, Gerindra,
PKB, PAN, PBB, PPNUI, PKPB, PDS, dan PPD dengan jumlah kursi mereka sebanyak 38 dari
total 85 kursi DPRD. Kalimantan Selatan, Jambi, dan Bengkulu misalnya, proses Pilkada
cenderung diwarnai praktik persekongkolan politik dan bisnis di antara para elite partai dan
birokrasi di satu pihak dan elite pengusaha atau bisnis di pihak lain. Dalam kaitan ini,
seorang kandidat yang gagal dalam pilkada di Kabupaten Bima, NTB, daerah yang relatif
minus secara ekonomi untuk berbagai jenis pengeluaran, mulai dari “setoran” ke gabungan
partai pengusung, biaya kampanye, dan biaya operasional lainnya. Laporan Penelitian P2E LIPI,
Bisnis dan Politik di Tingkat Lokal: Pengusaha, Penguasa dan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Pasca-Pilkada, 2006.
5


7

pendidikan politik terhadap masyarakat di daerah. Hal ini bertolakbelakang
dengan tujuan dari demokrasi lokal. Maka dari itu, penelitian ini dianggap penting
demi membantu pemerintah dalam memaknai demokrasi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan prinsip
demokrasi yang merupakan bagian dari landasan pelaksanaan negara dalam
Undang-undang Dasar 1945. Penelitian dilakukan pada pelaksanaan tahapan
Pemilu Kada Gubernur 2010 di provinsi Sumatera Barat.

I.2 Rumusan Masalah
Kendala dan masalah yang dimaksud pada latarbelakang adalah kemunculan
dari berbagai pihak. Oleh peneliti kendala tersebut terbagi menjadi tiga sumber,
yaitu: pemerintah, elti politik, dan masyarakat. Pemerintah yang dimaksud adalah
lembaga yang dibawah kontrol dan dibentuk oleh pemerintah contoh pihak
pemerintah pada penyelenggaraan Pemilu Kada adalah pihak penyelenggara
(KPU) dan pihak pengawas (Panwaslu). Permasalahan yang muncul dari pihak
pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilu Kada antara lain: lemahnya penegakan
hukum ataupun aturan yang dibuat untuk mengatur dan mengontrol jalannya
Pemilu Kada; minimnya kontrol pemerintah terhadap perpolitikan di masyarakat;

minimnya transparansi, relasi, dan komunikasi pemerintah terhadap masyarakat.
Kemudian kendala atau permasalahan yang muncul dari pihak elit parpol
juga ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu Kada. Elit politik yang dimaksud
diantara lain para birokrat, atau pun anggota/ tokoh/ partisipan partai politik.
Contoh kendala yang muncul seperti: Money Politic, Black Campaign, pencarian

8

kekuasaan dengan memanfaatkan masyarakat sebagai basis massa untuk suara;
Mendominasi kepentingan rakyat; Rendahnya penerapan kode etik dalam
berpolitik. Sikap seperti ini yang akan menjadi penyakit politik di masyarakat dan
akan berdampak buruk pada pendidikan politik di masyarakat.
Selain itu, faktor dari masyarakat yang ditemukan juga beberapa kendala
antara lain: Rendahnya pemahaman mengenai konsolidasi demokrasi; Rendahnya
partisipasi politik; Rendahnya responsitas Pemilu Kada. Berbanding terbalik pada
tujuan penyelenggaraan Pemilu Kada yaitu untuk mengefektifkan partisipasi
masyarakat dalam kebebasan politik. Pada Pemilu Kada terdapat peluang untuk
berkompetisi dengan tersedianya keterbukaan politik.
Oleh karena itu, Pemilu Kada ini merupakan momentum yang tepat untuk
mentransformasi energi spontan menjadi energi politik oleh rakyat. Pada
pelaksanaan Pemilu Kada ini, rakyat seharusnya mengetahui hak dan
kewajibannya dalam berpartisipasi, dan peluang untuk berkompetisi. Agenda
politik ini membuat rakyat tidak lagi didominasi oleh kekuatan politik oligarki.6
Kemudian, mewujudkan masyarakat yang membudayakan prinsip demokrasi.
Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang memiliki otonomi dan
kedewasaan. Otonomi dan kedewasaan yang dimaksud adalah terwujudnya
masyarakat yang memiliki hak dasar politik dan pendidikan politik yang
memadai. Akhirnya, masyarakat turut berpatisipasi dan berkompetisi dalam
perpolitikan demi membangun daerahnya.
Kelompok politik yang diisi oleh para elit politik yang telah memiliki hak istimewa dalam ranah
politik. Pemilu Kada cenderung dikuasai oleh oligarki, terkadang oligarki di pusat dan daerah
memiliki latarbelakang yang sama seperti pengusaha, elite parpol, atau mantan militer. Wilson,
2005, Wacana edisi 21 Tahun VI, Demokrasi dan Social Progress, Yogyakarta: Insist Press. hal 4.
6

9

Pada demokrasi, sebuah partisipasi publik atau masyarakat menjadi faktor
utama. Menurut Schumpeter bahwa memaknai demokrasi adalah dengan
tersedianya tiga syarat, yaitu; partisipasi, kompetisi, dan kebebasan politik
masyarakat sipil. Maka untuk memobilisasi partisipasi tersebut muncul sistem
election. Selanjutnya, Dahl memaknai demokrasi dengan poliarki, artinya
demokrasi itu mengandung unsur partisipasi dan kompetisi. Partisipasi dalam
demokrasi tanpa diskriminasi kelas seperti pemikiran Marx yang menolak adanya
perwalian dalam pemerintahan. Habermas memaknai partisipasi masyarakat
dalam konsolidasi demokrasi berdasarkan jiwa, kultur, dan ideologi bagi
masyarakat tersebut.
Indikator implementasi dalam penyelenggaraan negara yang demokrasi di
negara berkembang adalah partisipasi politik. Partisipasi politik oleh rakyat ini
diterapkan pada keterlibatan dalam pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi
politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan
diri dalam kegiatan kenegaraan, begitu juga sebaliknya pada tingkat partisipasi
yang rendah. Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan dalam
sikap golput dalam pemilu. Begitu juga Pemilu di daerah seperti Pemilu Kada,
partisipasi harus bisa menyeluruh di masyarakat daerah. Seperti pendapat Dahl
bahwa, “Semakin kecil unit demokrasi, maka semakin besar kemungkinan untuk
partisipasi warga negara dan semakin sedikit kebutuhan warga negara untuk
menyerahkan keputusan-keputusan pemerintahan kepada para wakilnya”.
Pada pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Sumatera Barat 2010 bahwa
partisipasi masyarakat hanya sekedar memberikan angka-angka suara dan sebagai

10

massa kampanye. Hal ini terbukti ketika melihat angka golput saat pelaksanaan
Pemilu Kada pemilihan gubernur 2010. Tiga faktor masyarakat golput; Pertama
golput teknis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih, berhalangan
hadir ke tempat pemungutan suara. Namun, alasan teknis sudah cukup bagi
peneliti untuk menunjukkan bahwa masyarakat menganggap proses pemilihan
tersebut bukan hal yang penting bagi mereka. Apabila hal itu dinilai penting
apalagi bisa memberikan harapan untuk perbaikan, tentu masyarakat akan
beramai-ramai menuju TPS. Kedua alasan politis, yakni mereka yang merasa
tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa Pemilu
Kada akan membawa perubahan dan perbaikan. Ketiga, golput ideologis, yakni
mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi pada Pemilu Kada karena
menganggap bahwa perubahan menuju perbaikan hanya mungkin dilakukan
dengan mengubah ideologi yang saat ini dengan ideologi yang diyakini sebagai
landasannya.7
Berikut beberapa hambatan yang muncul selama pelaksanaan Pemilu Kada
Gubernur Sumatera Barat 2010, data diperoleh dari Data KPU provinsi Sumatera
Barat 2010:

7 Irtanto, Opini Publik Terhadap Pelaksanaan Pilkada Langsung Kabupaten Banyuwangi, KomMTi

Volume 3, No. 8

Agustus 2009. Surabaya: Balitbang. Pdf.

11

Tabel 1.1 Data Permasalahan Pemiilu Kada Gubernur Provinsi Sumatera Barat
2010.8
Permasalahan

Definisi masalah

Pemilihan

a.Angka Golput di provinsi Sumbar masih tetap 36,38%.
b.Pemaksaan hak masyarakat untuk memilih pasangan atau kandidat
tertentu, terjadi pada Pemilu Kada Badunsanak.

Masa Persiapan

a.Minimnya tenaga pengawas Pemilu Kada
b.Minimnya waktu pembentukan Panwas, PPK, PPS, dan KPPS

Kampanye

a.Curi start kampanye
b.Money politics
c.Transparansi dana kampanye
d.Black campaign
e.Pengrusakan atribut kampanye
f. Ketidak tertiban atribut kampanye dan pelaksanaan kampanye

Penandatanganan
Hasil Pilkada

Pencalonan
(elit politic)

Saksi menolak
dari dua menandatangani
pasangan calon hasil
Gubernur
dan Wakil
Barat
rekapitulasi
hasilGubernur
pemilihan.Sumatera
Saksi
dari pasangan Golkar, Marlis Rahman-Aristo Munandar, dan pasangan
Ediwarman-Husni Hadi itu menilai ada pelanggaran dalam proses
pemilihan.
Adanya
relasi calon Gubernur Sumbar dengan pengusaha yang bukan
kader
partai.

Kode Etik

Kota Solok, terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Penyelenggara
Pemilu terhadap proses dan tahapan Pemilu Kada.

Pengamanan
(Penertiban)

Bahwa gangguan
ketentraman
ketertiban
Pemilu
Kada, karena
belum dan
adanya
aturanumum
main dalam
yang pelaksanaan
pas oleh
pemerintah.

Permasalahan di tabel 1.1 hanya sebagian yang masuk ke dalam data KPU
provinsi Sumatera Barat. Permasalahan yang terjadi cenderung akibat lemahnya
penegakan aturan dan kontrol terhadap pelaksanaannya. Selain itu, aturan Pemilu
Kada

8

yang

ambigu

sehingga

membuat

penerapan

yang

rancu

atau

Data KPU provinsi Sumatera Barat 2010.

12

membingungkan pelaksana.9 Kemudian, Pemilu Kada yang dijadikan momen oleh
oknum sebagai eforia politik semata dalam mencari kekuasaan. Berawal untuk
mewujudkan pemilihan kepala daerah secara demokratis justru menghasilkan
penyakit politik yang terdesentralisasi. Lalu bagaimana implementasi prinsip
demokrasi dalam tahapan pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Provinsi Sumatera
Barat 2010?

I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan penerapan
prinsip demokrasi dalam pelaksanaan tahapan Pemilu Kada Gubernur Provinsi
Sumatera Barat 2010. Penerapan prinsip demokrasi ini meliputi pada konstitusi,
sistem pemilihan dan partai, serta unsur pelembagaan politiknya.

I.4 Signifikansi Penelitian
Penelitian ini merupakan civitas akademika sebagai proses pendidikan,
pembelajaran, pencarian, dan penemuan kebenaran ilmiah. Serta pengembangan
ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Penelitian dasar dan
empirik, dilakukan sesuai dengan kompetensi dan potensi dari peneliti yang
diharapkan menghasilkan luaran yaitu:

Seperti pelanggaran money politic atau black campaign yang terjadi akibat adanya celah dari
aturan penertiban kampanye yang cacat. Dalam aturan pernyataan pelanggaran money politic atau
black campaign berlaku untuk tim sukses, tidak termasuk partisipan partai atau calon.

9

13

a) Mengembangkan ilmu politik serta memperkaya pembelajaran dan hazanah
ilmu politik, terutama pada teori demokrasi prosedural dan menjadi
referensi peneliti berikutnya yang relevan;
b) Sebagai indikator tingkat kemajuan pendidikan perguruan tinggi, serta
tingkat kemajuan peradaban bangsa terutama dalam bidang politik
khususnya penerapan demokrasi prosedural.

14