IMPLEMENTASI PRINSIP DEMOKRASI DAN NOMOK

IMPLEMENTASI PRINSIP DEMOKRASI DAN NOMOKRASI DALAM STRUKTUR
KETATANEGARAAN RI PASCA AMANDEMEN UUD 1945
Martha Pigome
Fakult as Ilmu Sosial dan Ilmu Polit ik Universit as Sat ya Wiyat a Papua
E-mail: pigomemart ha@yahoo. co. id

Abst ract
The pr i nci pl e of democr acy and nomocr acy as st at e i n t he Const it ut ion 1945 i s t he embodi ment of t he
st at e t hat based on civi l soverei gnt y and st at e char act er i st i cs t hat uphol d t he l aw. Impl ement ion of
t hose t wo pr i nci pl es changes t he st r uct ure of t he st at e t hat est abl i shed t he Const it ut ional Court . Thi s
i nst it ut ion known as t he guar di an of democr acy of any pr ocess of pol i t i cal democat izat ion and l egal
pol i cy. The consit ut ional Court pl ays an impor t ant r ole i n maint aini ng t he st at e const it ut i on
(Const i t ut i on 1945). Const it ut ional Cour t have an aut hori t y t o solve di sput e elect ions and gener al
el ect ion. Thi s i nst i t ut ion al so have a rol e t o j udi ci al r eview of any st at ut e t hat not synchr oni ze wi t h
t he Const it ut ion 1945.
Keywor ds : Demor at i zat i on, Rul e of Law, Const it ut ion and Legal Pol i cy
Abstrak
Prinsip demokrasi dan nomokrasi sebagaimana t ert uang dalam UUD 1945 merupakan perwuj udan dari
ciri negara yang berdasarkan at as kedaulat an rakyat dan ciri negara yang menj unj ung t inggi hukum
at au berdasarkan at as hukum. Dalam implement asi kedua prinsip diat as mempengaruhi perubahan
dalam st rukt ur ket at anegaraan dimana t erbent uknya lembaga Mahkamah Konst it usi (MK). Lembaga

negara ini bert uj uan
sebagai Pengawal Demokrasi dan Penegak Konst it usi dari set iap proses
demokrat isasi dan Polit ik Hukum (Nasional). Mahkamah Konst it usi berperan pent ing dalam
mempert ahankan konst it usi negara (UUD 1945). Mahkamah Konst it usi sebagai pengawal demokrasi
berwenang menyelesaikan dan memut uskan sengket a Pemilu dan Pemilukada. Sebagai penegak
konst it usi, lembaga ini berperan melakukan j udicial review t erhadap set iap produk undang-undang
yang bert ent angan dengan UUD 1945.
Kat a Kunci : Demokrat isasi, Negara Hukum, Konst it usi dan Polit ik Hukum

Pendahuluan
Lahirnya Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan wuj ud dari
Ref ormasi Polit ik dan Ref ormasi Konst it usi yang
berj alan secara demokrat is. Era Ref ormasi
dit andai dengan dilakukannya ref ormasi Polit ik
dan Ref ormasi Konst it usi. Secara t eorit is, suat u

t idak demokrat isnya negara Indonesia selama
ini. Per t ama, UUD 1945 membangun sist em polit ik yang execut i ve heavy dengan memberi
porsi yang sangat besar kepada kekuasaan
Presiden t anpa adanya mekanisme checks and

bal ance yang memadai; kedua, UUD 1945 t erlalu banyak memberi at ribusi dan delegasi ke-

konst it usi dapat diubah dalam rangka penyempurnaan. Upaya penyempurnaan at as kekurangan yang t erdapat dalam suat u konst it usi, dapat
dilakukan melalui f ormal amandement , const i t ut ional convent ion at aupun yudi ci al i nt er pr et at ion .
Ref ormasi konst it usi dilakukan karena
t erdapat beberapa aspek kelemahan yang t erdapat dalam UUD 1945 sehingga menyebabkan

wenangan kepada Presiden unt uk mengat ur lagi
hal-hal pent ing dengan Undang-Undang maupun
Perat uran Pemerint ah; ket i ga, UUD 1945 memuat beberapa pasal ambi gu at au mult it af sir
sehingga bisa dit af sirkan dengan bermacammacam t af sir t et api t af sir yang harus dit erima
adalah t af sir yang dibuat oleh Presiden; dan
keempat , UUD 1945 lebih mengut amakan semangat penyelenggaraan negara dari pada sis-

336 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

t emnya. Dalam mengat asi kelemahan-kelemahan UUD 1945 maka sej ak ref ormasi t elah dilakukan perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat )
kali yait u perubahan pert ama dilakukan oleh
Maj elis Permusyawarat an Rakyat (MPR) pada

t anggal 9 Okt ober 1999, perubahan kedua dilakukan oleh MPR pada t anggal 18 Agust us
2000, perubahan ket iga dilakukan oleh MPR pada t anggal 9 Nopember 2001, perubahan keempat dilakukan oleh MPR pada t anggal 10

unt uk kepent ingan kelompok t ert ent u at au
kepent ingan penguasa yang akan melahirkan
negara hukum yang t ot alit er.
Hukum t ert inggi di sebuah negara adalah
produk hukum yang paling mencerminkan kesepakat an dari seluruh rakyat , yait u konst it usi.
Dengan demikian, at uran dasar penyelenggaraan negara yang harus dilaksanakan adalah
konst it usi. Bahkan, semua at uran hukum lain
yang dibuat melalui mekanisme demokrasi t i-

Agust us 2002.
Demokrasi sebelum amandemen UUD
1945, dit andai dengan kedaulat an yang berada
di t angan rakyat dan dij alankan oleh MPR t et api sebagaimana t erdapat dalam Pasal 1 ayat
(2), kedaulat an t ert inggi berada di t angan rakyat dan dij alankan berdasarkan UUD. Demikian
halnya dengan nomokrasi, Pasal 1 ayat (3) berbunyi negara Indonesia adalah negara hukum.
Sebelumnya, yang dikenal adalah negara berdasarkan at as hukum (Recht sst aat ). Konsep ini
merupakan penj abaran dari konsep Rul e of Law

(ROL), dengan berpedoman pada sist em hukum
Eropa Cont i nent al .
Negara hukum yang demokrat is ant ara
demokrasi dan nomokrasi, j ika dianut bersamasama dalam sebuah negara akan melahirkan
konsep negara hukum yang demokrat is. Dari sisi

dak boleh bert ent angan dengan konst it usi. Hal
ini karena at uran hukum yang dibuat dengan
mekanisme demokrasi t ersebut adalah produk
” mayorit as rakyat ” , sedangkan konst it usi adalah produk ” seluruh rakyat ” . Dengan demikian,
dalam konsep negara hukum yang demokrat is
t erkandung makna bahwa demokrasi diat ur dan
dibat asi oleh at uran hukum, sedangkan subst ansi hukum it u sendiri dit ent ukan dengan caracara yang demokrat is berdasarkan konst it usi.
Demokrasi dan nomokrasi menyat ukan pendekat an kuant it at if dalam mekanisme demokrasi
dan pendekat an logika kebenaran dan keadilan
hukum berdasarkan kehendak seluruh rakyat
yang t ert uang dalam konst it usi.
Indonesia sebagai Negara Hukum yang Demokrat is, menganut kedaulat an rakyat sekaligus kedaulat an hukum. Sebagai negara hukum,

pemahaman kedaulat an rakyat , kekuasaan t ert inggi dalam suat u negara berada di t angan

rakyat . Kekuasaan t ert inggi di t angan rakyat it u
dibat asi oleh kesepakat an yang mereka t ent ukan sendiri secara bersama-sama yang dit uangkan dalam at uran hukum yang berpuncak pada
rumusan konst it usi sebagai produk kesepakat an
t ert inggi dari seluruh rakyat .
Proses inilah yang secara t eoret is disebut
kont rak sosial ant ara seluruh rakyat . At uran
hukum membat asi dan mengat ur bagaimana
kedaulat an rakyat it u disalurkan, dij alankan,
dan diselenggarakan dalam kegiat an kenegaraan dan pemerint ahan. Inilah yang kemudian
berkembang menj adi dokt rin negara hukum.
Sebaliknya hukum harus mencerminkan kepent ingan dan perasaan keadilan rakyat . Oleh

segala t indakan penyelenggara negara dan warga negara harus sesuai dengan at uran hukum
yang berlaku. Hukum dalam hal ini adalah
hierarki t at anan norma yang berpuncak pada
konst it usi, yait u UUD 1945. Dengan demikian,
pelaksanaan demokrasi j uga harus berdasarkan
pada at uran hukum yang berpuncak pada UUD
1945. Sebagai pelaksanaan dari konsepsi negara
hukum yang demokrat is, dit erapkan prinsip

saling mengimbangi dan mengawasi ant ara
lembaga negara ( check and bal ances syst em).
Berdasarkan uraian diat as, maka t ulisan
ini dimaksudkan unt uk menj elaskan t ent ang
prinsip demokrasi dan nomokrasi dalam Amandemen UUD 1945 dan implement asi dari prinsip
demokrasi dan nomokrasi dalam st rukt ur ket at anegaraan pasca amandemen UUD 1945.

karena it u, hukum harus dibuat dengan mekanisme demokrat is. Hukum t idak boleh dibuat

Pembahasan

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 337

Konsep Demokrasi, Nomokrasi Dan Politik
Hukum Nasional
Konsep ‘ nomocr acy’ yang berasal dari
perkat aan ‘ nomos’ dan ‘ cr at os’ . Perkat aan nomokrasi dapat dibandingkan dengan ‘ demos’
dan ‘ cr at os’ / ‘ kr at ien’ dalam demokrat is. ‘ Nom
os’ berart i norma, sedangkan ‘ cr at os’ adalah
kekuasaan sebagai f akt or penent u dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma at au

hukum. Oleh karena it u, ist ilah nomokrasi ber-

cara langsung oleh rakyat , dari rakyat dan
unt uk rakyat maka kepala negara yang sebelum
Amandemen dipilih oleh MPR RI, t elah berubah
dimana dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan presiden dan wakil presiden bahkan
kepala daerah (pemilukada). Demokrat isasi
bert uj uan unt uk mencipt akan keadilan dalam
berpolit ik. Di samping it u demokrasi dapat
mewuj udkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia baik dibidang polit ik, ekonomi dan

kait an erat dengan ide kedaulat an hukum at au
prinsip hukum sebagai kekuasaan t ert inggi.
Demokrasi t idak dapat dibicarakan secara
t erpisah at au t anpa mengait kannya dengan
konsep negara hukum, karena negara hukum
merupakan salah sat u negara demokrat is, dan
demokrat is merupakan salah sat u cara paling

aman unt uk mempert ahankan kont rol at as negara hukum (negara hukum yang berdemokrat is). Gagasan dari negara hukum adalah bahwa
hukum negara harus dij alankan dengan baik
dalam art i sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh masyarakat t erhadap hukum) dan adil
(karena maksud dasar dari hukum adalah
keadilan). 1 Secara subst ansial, makna demokrasi dari kaca mat a hukum ada dua yakni berkait an dengan norma berupa cara memperoleh
kekuasaan dan bagaimana melaksanakan ke-

lain-lain. Demokrasi dibidang ekonomi disebut
demokrasi ekonomi. 3 Demokrasi polit ik dan
demokrasi ekonomi oleh Bung Karno di sebut
sebagai Socio-Demokrasi. 4
Sej ak berlakunya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2007 t ent ang Penyelenggara Pemilihan Umum (pemilu), dan UU No. 10 Tahun
2008 t ent ang Pemilihan Umum Anggot a Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pemilihan
kepala derah secara langsung (pemilukada)
dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga

secara resmi bernama "pemi-lihan umum kepala
daerah dan wakil kepala daerah". Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pesert a
pemilukada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh part ai polit ik at au gabungan part ai

kuasaan. 2
Kedaulat an rakyat (demokrasi) sebagaimana diat ur dalam pasal 1 Ayat (2) dan kedaulat an hukum (nomokrasi) diat ur dalam Pasal
1 Ayat (3) UUD 1945 merupakan dua hal yang
mempunyai hubungan ket erkait an dan t idak
bisa dipisahkan dalam negara demokrat is yang
menj unj ung t inggi hukum dan keadilan sepert i
Indonesia.

polit ik. Ket ent uan ini diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyat akan
bahwa pesert a pemilukada j uga dapat berasal
dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sej umlah orang. Undang-undang ini
menindaklanj ut i keput usan Mahkamah Konst it usi yang membat alkan beberapa pasal menyangkut pesert a Pemilukada dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 dengan beberapa
perubahan pasal-pasal dalam UU ke dalam UU
No. 12 Tahun 2008 t ent ang Pemerint ahan Dae-


Sistem Demokrasi atau Demokratisasi
Set elah adanya perubahan sist em demokrasi sebagaimana t erdapat dalam Pasal 1 Ayat
(2) UUD 1945, dit andai dengan demokrasi se1

2

Arief Hi dayat , Ber negar a It u Ti dak Mudah (Dal am
Per spekt i f Pol i t i k Dan Hukum) , Pi dat o Pengukuhan
Guru Besar Dal am Il mu Hukum FH Undi p Semar ang, 4
Februari 2010, hl m. 30
Zul f ir man, “ Ont ol ogi Demokr asi” , Jur nal Hukum 14 (2)
Juni 2006, FH Universit as Sul t an Agung (UNISULA)
Semar ang, hl m. 137-138

3

4

Novit a Dewi Masyit hoh, “ Kebi j akan Pemerint ah Daerah
Dal am Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sebagai

perwuj udan Ekonomi Ker akyat an (St udi Kel ompok
Wanit a Tani Ngal iyan Kecamat an Limpung Kabupat en
Bat ang)” , Jur nal Law Ref or m Pembahar uan Hukum, 3
(2) Okt ober 2007, Program Magi st er Il mu Hukum
Semar ang, hl m. 41
Dj auhar i, “ Konsep Negara Kesej aht eraan Pra Kemer dekaan RI” , Jur nal Hukum 16 (2), Juni 2006, FH
UNISULA Semarang, hl m. 323

338 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

rah. Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam,
pesert a Pilkada j uga dapat diusulkan oleh part ai polit ik lokal. Dengan adanya perubahan
sist em demokrasi dan nomokrasi sebagaimana
t ercant um dalam UUD 1945, maka t elah
membawa konsekuensi perubahan dalam sist em
ket at anegaraan.
MPR RI sebelum Amandemen UUD 1945
sebagai lembaga t ert inggi negara namun dalam
t rukt ur ket at anegaraan baru kedudukan MPR

negara yang akhirnya melahirkan UUD 1945. 5
UUD 1945 menj adi sumber t ert ib hukum. Art inya bahwa dalam pembuat an maupun pemberlakuan perat uran perundang-undangan t idak
boleh bert ent angan dengan UUD 1945 bahkan
dij adikan sebagai sumber at au dasar hukum
dari suat u produk perat uran.
Indonesia t elah memiliki ciri-ciri sebagai
negara hukum. Pert ama, supremasi hukum (supr emacy of l aw ) diat ur dalam Pasal 1 ayat (3)

sama dengan lembaga t inggi lainnya disamping
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konst it usi,
Presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Salah sat u t ugasnya adalah melant ik dan memberhent ikan presiden dan/ at au wakil Presiden hasil
pemilu secara langsung oleh rakyat berdasarkan
UU No. 42 Nomor 2008 t ent ang Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden. Lembaga yang menyelenggarakan Pemilu Anggot a Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan
oleh KPU sebagai lembaga independen yang
t erlepas dari pengaruh pemerint ah. Sebelum
berlakunya UU No. 12 t ahun 2003, Pemilu dilaksanakan oleh Pemerint ah dalam hal ini Ment eri

UUD 1945; kedua, keset araan dihadapan hukum
( equal i t y bef ore t he l aw) diat ur dalam Pasal 27
ayat (1) UUD 1945, dan penegakan hukum dengan cara yang t idak bert ent angan dengan hukum ( due process of l aw ) diat ur dalam pasal 24
UUD 1945. Prinsip negara hukum yang dianut
oleh Negara Kesat uan Republik Indonesia (NKRI)
adalah “ Negara Hukum Pancasila” yang bersif at
prismat ik dan int egrat if , yait u prinsip negara
hukum yang mengint egrasikan at au menyat ukan
unsur-unsur yang baik dari beberapa konsep
yang berbeda (r echt sst aat , t he r ul e of l aw ,
konsep negara hukum f ormil dan mat eriil) dan
diberi nilai keindonesiaan (sepert i kekeluargaan, kebapakan, keserasian, keseimbangan dan
musyawarah merupakan akar dari budaya hukum Indonesia) sehinga menj adi prinsip “ Negara Hukum Pancasila” .

Dalam Negeri (Depdagri). Tet api set elah berlakunya UU No. 12 t ahun 2003 penyelenggara
Pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum
sampai sekarang.

Konsekuensi sebagai negara hukum, secara mut at i s mut andi s memunculkan kewaj iban
bagi negara, unt uk melaksanakan prinsip keadilan. Prinsip keadilan dalam negara hukum
t ersebut , berusaha unt uk mendapat kan t it ik
t engah ant ara dua kepent ingan, memberikan
kesempat an kepada negara unt uk menj alankan
pemerint ahan dengan kekuasaannnya, t et api
pada sisi lain masyarakat harus mendapat perlindungan at as hak-haknya melalui prinsip keadilan hukum. 6 Dengan masuknya Indonesia
sebagai negara hukum dalam dalam pasal UUD
1945 memperkuat posisi UUD 1945 sebagai

Negara Hukum (Nomokrasi)
Adanya perkembangan negara hukum modern yang bercirikan r ul e of l aw (ROL) dan perkembangan hukum yang mempengaruhi Indonesia bukan saj a yang berasal dari r echt sst aat
t et api j uga r ule of l aw maka dalam rangka keadilan subst ant if yang digali dari nilai-nilai
masyarakat oleh hakim/ yuris maka negara hukum yang t erdapat dalam Pasal 1 Ayat (3)
Amandmen UUD 1945 menggabungkan ant ara
r echt sst aat dan r ul e of l aw. Konst it usi (UUD)
sebagai landasan bersama berbangsa dan ber-

5

6

Fat khurohman, “ Memahami Pembubaran Part ai Pol it ik
Era Orde Lama Di Indonesia” , Jur nal Medi a Hukum 16
(2) Desember 2009, FH Univer sit as Muhammadi yah
Yogyakart a, hl m. 319
Yos Johan Ut ama, Membangun Per adi l an Tat a Usaha
Negar a Yang Ber wi bawa, Pi dat o Pengukuhan Guru Besar
Dal am Il mu Hukum Undip Semarang, 4 Februari 2010,
hl m. 5

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 339

Politik Hukum Nasional
Set elah melewat i proses Pemilu, maka
DPR diberi kewenangan legislasi oleh UUD. Pemerint ah dapat membuat RUU unt uk kemudian
diaj ukan ke DPR unt uk dibahas dan dit et apkan

Hal t ersebut sangat dipengaruhi oleh penguasa yang ada saat it u. Penguasa yang
memimpin akan menent ukan polit ik hukum apa
yang dapat digunakan dalam set iap l egal pol i cy . 8 Namun art i sepert i ini polit ik hukum harus
berpij ak pada t uj uan negara dan sist em hukum
yang berlaku yang t erkandung dalam pembukaan UUD 1945, khususnya Pancasila sebagai dasar negara yang secara konkt rit t ercant um
dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945.

menj adi UU disahkan dalam lembaran negara.
Oleh karena it u UU merupakan hasil produk
polit ik.
Polit ik hukum secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai kebij aksanaan hukum ( l egal
pol i cy ) yang akan at au t elah dilaksanakan secara nasional oleh pemerint ah; mencakup pula
pengert ian t ent ang bagaimana polit ik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konf igurasi
kekuat an yang ada dibelakang pembuat an dan
penegakan hukum it u. Di sini hukum t idak
dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal
yang bersif at imperat if at au keharusan-keharusan yang bersif at das sol l en, melainkan
harus dipandang sebagai sub sist em yang dalam
kenyat aan ( das sei n) bukan t idak mungkin sangat dit ent ukan oleh polit ik, baik dalam perumusan mat eri dan pasal-pasalnya maupun

Polit ik hukum adalah “ kebij akan hukum
( l egal pol i cy ) yang hendak dit erapkan at au dilaksanakan secara nasional oleh suat u pemerint ah negara t ert ent u” at au “ kebij akan dasar
penyelenggara negara dalam bidang hukum
yang akan sedang dan t elah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat unt uk mencapai t uj uan negara yang
dicit a-cit akan". 9 Dalam melihat dan mengkaj i
hukum dan polit ik sangat t ergant ung dari cara
pandang bagaimana melihat nya. Bagi yang
memandang hukum dari sudut das sol l en (keharusan) bahwa hukum harus merupakan pedoman dalam segala t ingkat an hubungan ant ar
anggot a masyarakat t ermasuk kegiat an polit ik.
Bagi yang memandang hukum dari sudut das
sei n (kenyat aan) produk hukum sangat dipengaruhi oleh polit ik, bukan saj a dalam pem-

dalam implement asi dan penegakannya. Menurut Mahf ud MD, Polit ik hukum adalah l egal
pol i cy at au arah hukum yang akan diberlakukan
oleh negara unt uk mencapai t uj uan negara
yang bent uknya dapat berupa pembuat an
hukum baru dan penggant ian hukum lama. 7
Kebij aksanaan hukum ( l egal pol i cy ) inilah
yang menj adi t empat berlangsungnya kegiat an
polit ik hukum. Dalam l egal pol i cy t erdapat
pihak-pihak yang mempunyai kepent ingan t erut ama berkait an dengan pembuat an suat u perat uran perundang-undangan, dalam hal ini
adalah eksekut if dan legislat if yang diberi
kewenangan oleh UUD sebagai pembuat dan
pembent uk UU.

buat annya t et api j uga dalam kenyat aan empirisnya bahwa kegiat an legislat if (pembuat
UU) dalam kenyat aanya memang lebih banyak
membuat keput usan-keput usan polit ik dibanding dengan menj alankan pekerj aan hukum
yang sesungguhnya lebih-lebih j ika pekerj aan
hukum it u dikait kan dengan masalah prosedur.
Apabila selama proses polit ik hukum it u,
menyimpang dari UUD 1945 dan merugikan hakhak orang lain at au kepent ingan masyarakat
maka dapat dilakukan j udi ci al r eview pada
lembaga Mahkamah Konst it usi. Dengan pengert ian lain bahwa polit ik hukum it u harus ber-

konst it usi negara yang harus dipert ahankan dan
dit egakkan. Di sinilah peran dari lembaga j udisial yakni Mahkamah Konst it usi dalam menegakkan konst it usi (UUD 1945) t ersebut .

8

9
7

Moh. Mahf ud MD, 2006, Membangun Pol i t i k Hukum Menegakkan Konst i t usi , Jakart a: Pust aka PL3ES Indonesia,
hl m. 5

Lihat dan bandingkan dengan Hasnat i, “ Pert aut an
Kekuasaan Pol it ik dan Negar a Hukum” , Jur nal Hukum
Respubl i ca 3 (1) Tahun 2003, Fakul t as Hukum
Uni versit as Lancang Kuning Pekanbaru hl m. 102-113
Tundj ung H. Sit abuana, “ Pol it ik Hukum Penyel esai aan
Masal ah Ci na Di Indonesia Pada Era Gl obal ” , Jur nal
Masal ah-Masal ah Hukum 37 (1) Maret 2008, FH
Uni versit as Di ponegoro, hl m. 66-67

340 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

dasarkan pada dasar negara yait u Pancasila,
t uj uan negara dan UUD 1945 dan dalam set iap
membuat polit ik hukum (UU) lebih mengut amakan kepada peningkat an kesej aht eraan seluruh masyarakat Indonesia dengan meilhat unsur
kenasionalan. Art inya UU yang dibuat harus
mengakomodir kepent ingan seluruh daerah dan
masyarakat Indonesia (kenasionalan).

Implementasi Prinsip Demokrasi dan Nomo-

segenap polit ik hukumnya, harus disandarkan
kembali secara konsist en pada konst it usi. Tanpa kecuali, semua at uran hukum yang dibuat
melalui
meka-nisme demokrasi t idak
boleh
bert ent angan dengan konst it usi. Dengan kat a
lain negara Indonesia adalah negara hukum
sehingga set iap kegiat an polit ik baik it u
demokrasi secara langsung dalam Pemilihan
Umum (Pemilu) maupun proses pembuat an
Undang-Undang dan implement asinya t idak bo-

krasi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen Uud 1945
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan
bahwa demokrasi yang merupakan manif est asi
kedaulat an rakyat berupa penyerahan kepada
rakyat unt uk mengambil keput usan-keput usan
polit ik dalam hidup bernegara. Sement ara, ayat
(3) menyat akan mengenai konsep nomokrasi
berupa penyerahan kepada hukum unt uk menyelesaikan berbagai pencederaan t erhadap
demokrasi dan hak-hak rakyat . Dengan mengacu ket ent uan yang demikian it u, adalah sebuah
keniscayaan unt uk membangun dan menegakkan hukum berlandaskan demokrasi dan nomokrasi secara seimbang. Memang, ant ara demokrasi dan nomokrasi berbicara pada aspek yang
berbeda namun bukan berart i t idak dapat
diseimbang-kan. Demokrasi akan selalu bicara

leh bert ent angan dengan konst it usi at au Undang-Undang Dasar 1945. Bila t ernyat a dalam
kenyat aannya Undang-Undang t ersebut bert ent angan degan konst it usi maka undang-undang
it u akan dilakukan j udicial review oleh Mahkamah Konst it usi. Hal ini dimaksudkan supaya
konst it usi t et ap dit egakkan sehingga Mahkamah
Konst it usi disebu sebagai lembaga pengawal
at au penegak konst it usi.
Amandemen UUD 1945 berusaha memberdayakan rakyat yang direkonst ruksi dari berbagai aspek, yakni per t ama, aspek penguat an
lembaga perwakilan; kedua, aspek eksekut if
(proses pemilihan langsung presiden); ket i ga,
aspek Yudikat if (munculnya MK); at aupun
keempat , aspek yang t erkait dengan HAM. 10 Dalam st rukt ur ket at angeraan lahirlah lembaga
baru yang dinamakan Mahkamah Konst it usi.

aspek polit ik bagaimana menegakkan kedaulat an rakyat , sedangkan nomokrasi berbicara
pada per-spekt if hukum. Oleh karenanya, kedaulat an rakyat t anpa dikawal hukum dipast ikan akan mengarah pada kondisi t idak t idak
seimbang.
Demokrasi harus dibangun dalam bat asbat as nomokrasi, sebab demokrasi t idak mungkin diwuj udkan t anpa adanya r ul e of l aw. Demokrasi membut uhkan at uran main yang j elas dan dipat uhi secara bersama. Tanpa at uran
main, demokrasi t idak akan pernah mencapai
t uj uan-t uj uan subst ansialnya. Dalam implement asi prinsip nomokrasi maka konsep negara
hukum demokrat is, demokrasi diat ur dan dibat asi oleh at uran hukum, sedangkan hukum it u
sendiri dit ent ukan melalui cara-cara demokra-

Lembaga ini hadir sebagai lembaga penyeimbang ant ara prinsip demokrasi dan nomokrasi
dan disebut
sebagai lembaga pengawal
demokrasi dan penegak konst it usi.
Terdapat 4 (empat ) perubahan pent ing
dalam kekuasaan j udikat if at au kekuasaan kehakiman. Pert ama, apabila sebelum perubahan
UUD 1945 j aminan kekuasaan kehakiman hanya
t erdapat dalam penj elasannya maka set elah
perubahannya j aminan t ersebut secara eksplisit
disebut kan dalam Bat ang Tubuh UUD 1945; kedua, Mahkamah Agung dan lain-lain t idak lagi
menj adi sat u-sat unya pelaksaan kekuasaan kehakiman ( j udi ci al power ), karena di sampingnya ada Mahkamah Konst it usi yang j uga ber-

t is berdasarkan konst it usi. Dengan demikian,
at uran dasar penyelenggaraan negara, dengan

10

Sept i Nur Wij ayant i, “ St udi Eval uasi Terhadap
Amandemen UUD 1945 (Amandemen Sebagai Upaya
Pemenuhan Kebut uhan Hukum Masyar akat Indonesi a)” ,
Jur nal Medi a Hukum 16 (2) Desember 2009, FH
Uni versit as Muhammadiyah Yogyakart a, hl m. 232-233

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 341

f ungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman; 11
ket i ga, adanya lembaga baru yang bersif at
mandiri dalam st rukt ur kekuasaan kehakiman
yait u Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkat an Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menj aga
dan menegakkan kehormat an, keluhuran mart abat sert a perilaku hakim; 12 dan keempat ,
adanya wewenang kekuasaan kehakiman dalam
hal ini dilakukan oleh Mahkamah Konst it usi
unt uk melakukan penguj ian UU t erhadap UUD,
memut us sengket a kewenangan
lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD, memut us pembubaran Part ai Polit ik, dan
memut us perselisihan t ent ang hasil pemilihan
umum.
Berdasarkan hal di at as, perubahan UUD
1945 (1999-2002) t elah membawa semangat
baru dalam sist em ket at anegaraan Indonesia,
baik dalam Legi sl at i ve Power sebagai kekuasaan pembuat UU), kekuasaan eksekut if ( execut i ve power sebagai kekuasaan pelaksaan UU
maupun kekuasaan Yudikat if ( j udi ci al power
sebagai kekuasaan kehakiman yang mempert ahankan dan menegakkan UU). Dalam sist em
kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan Peradilan umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Milit er dan lingkungan Peradilan Tat a
Usaha Negara, t elah muncul lembaga negara
baru yait u Mahkamah Konst it usi dan Komisi
Yudisial sebagai implikasi t erhadap perubahan
UUD 1945.
Menurut Af iuka Hadj ar, dan kawan-kawan 13, t erdapat 4 (empat ) hal yang melat arbelakangi pembent ukkan Mahkamah Konst it usi.
11

12

13

Bandingkan dengan Winahyu Erwiningsing, “ Mahkamah
Konst i t usi (Tel aah Terhadap Put usan Mahkamah
Konst i t usi dan Fungsi Mahkamah Konst it usi dal am
Ref ormasi Hukum)” , Jur nal Il mu Hukum, 9 (1) t ahun
2006, Fakul t as Hukum UMS Surakar t a, hl m. 89
Muhammad Fauzan, “ Eksi st ensi Komisi Yudi si al Dal am
St rukt ur Ket at anegar aan Republ ik Indonesi a dan Yang
Seharusnya Diat ur
Dal am
Perat uran Perundangundangan ” , Jur nal Di nami ka Hukum 8 (1) t ahun 2008,
Fakul t as Hukum UNSOED Purwokert o, hl m. 91
Af i uka Hadj ar dal am Suri pt o “ Wewenang Mahkamah
Konst i t usional menguj i UUD (j udici al review)” , Jur nal
Negar awan , 21 j uni 2007, Sekret ar is Negara Republ ik
Indonesi a.

Per t ama, Paham Konst it usionalisme, adalah
suat u paham yang menganut adanya pembat asan kekuasaan. Paham ini memiliki dua esensi
yait u sebagai konsep negara hukum bahwa
hukum mengat asi kuasaan negara, hukum akan
melakukan kont rol t erhadap polit ik sert a konsep hak-hak sipil warga negara menyat akan
bahwa kebebasan warga negara dan kekuasaan
negara dibat asi oleh konst it usi; kedua, sebagai
mekanisme check and bal ance, dimana sebuah
sist em pemerint ahan yang baik ant ara lain
dit andai dengan adanya mekanisme check and
bal ance dalam penyeleggaraan kekuasaan .
Check and bal ance memungkinkan adanya saling kont rol ant ara cabang-cabang keuasaan
yang ada dan menghindari t indakan-t indakan
mengenai t iran dan desent ralisasi kekuasaan
unt uk menj aga agar t idak t erj adi t umpang t indih ant ar kewenangan yang ada. Dengan mendasar pada prinsip negara hukum maka sist em
kot rol yang relevan adalah sist em kont rol
j udi ci al . Ket i ga, Penyelenggaraan negara yang
bersih, bilamana sist em pemerint ahan yang
baik meniscayakan adanya penyelenggaraan
negara yang bersih; keempat , perlindungan hak
asasi manusia yang menegaskan bahwa kekuasaan yang t idak t erkont rol, seringkali melakukan t indakan semena-mena dalam penyelenggaraan dan t idak melakukan hak asasi
manusia.
Beberapa
pert imbangan
dibent uknya
Mahkamah Konst it usi sebagaimana dit egaskan
dalam UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang
Mahkamah Konst it usi adalah sebagai berikut .
Per t ama, bahwa negara kesat uan RI merupakan
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 bert uj uan unt uk mewuj udkan t at a
kehidupan bangsa dan negara yang t ert ib, bersih, makmur dan berkeadilan. Kedua, bahwa
Mahkamah Konst it usi sebagai salah sat u pelaksana kekuasaan kehakiman mempunyai peranna
pent ing dalam usaha menegakkan konst it usi
dan prinsip negara hukum sesuai dengan t ugas
dan wewenangnya sebagaimana dit ent ukan
dalam UUD 1945. Ket i ga, bahwa berdasarkan
ket ent uan pasal 24C ayat (6) UUD 1945 perlu
mengat ur t ent ang pengangkat an dan pember-

342 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

hent ian hakim konst it usi, hukum acara, dan ket ent uan lainnya t ent ang Mahkamah Konst it usi.
Keempat , bahwa berdarkan pert imbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan huruf c sert a unt uk melaksanakan ket ent uan pasal
III At uran Peralihan UUD 1945, perlu membent uk UU t ent ang Mahkamah Konst it usi.
Mahkamah Konst it usi diat ur dalam pasal
24 Amandemen UUD 1945 kemudian selanj ut nya diat ur dalam UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang

Dalam melindungi hak-hak warga negara
dalam Pemilu maupun Pemilukada Mahkamah
t elah memut uskan bahwa calon it u selain dari
Part ai Polit ik bisa j uga dari ‘ Independen’ yang
berasal dari t okoh agama, t okoh adat dan
pimpinan organisasi t ert ent u yang mempunyai
pengaruh dalam masyarakat . Demikian halnya
dengan put usan Mahkamah Konst it usi t ent ang
penambahan syarat -syarat seorang pemilih
yait u bisa menggunakan KTP, SIM at au t anda

Mahkamah Konst it usi. Dibent uknya Mahkamah
Konst it usi merupakan perwuj udan demokrasi
secara adil dalam menegakkan Konst it usi. Adapun peran Mahkamah Konst it usi dalam menegakkan prinsip nomokrasi dan demokrasi adalah
sebagai berikut .

Mahkamah Konstitusi
Sebagai
Pengawal
Demokratis
Demokrat isasi merupakan penj abaran dari
Sila ke-4 Pancasila yang kemudian dit uangkan
kedalam pasal-pasal UUD 1945. Hal inilah yang
harus dipert ahankan oleh Mahkamah Konst it usi
agar pelaksanaan demokrasi dapat berj alan
sesuai asas Luber yait u langsung, umum, bebas
dan rahasia.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh UUD dalam pasal 24C t ent ang memut us

pengenal lain asal yang bersangkut an dapat
mengikut i pest a demokrasi t ersebut .
Ini merupakan langkah luar biasa yang
Mahkamah Konst it usi buat dalam rangka
melindungi hak asasi warga negara dalam
mengikut i pest a demokrasi.
Salah sat u t onggak baru ref ormasi UU
adalah dengan dit et apkannya UU No. 4 Tahun
2004 dimana t elah diat ur Prolegnas yang
kemudian diat ur lebih lanj ut dengan PP No. 61
Tahun 2005 t ent ang t at a cara penyusunan dan
pengelolaan Prolegnas. Pasal 15 UU No. 10
Tahun 2004 menet ukan bahwa perencanaan UU
dan Perda dilakukan dalam sust u Prolegnas dan
Prolegda.
Pasal 1 Angka 9 UU No. 10 Tahun 2004
menyebt kan bahwa Prolegnas adalah inst rumen
perencanaan pembent ukkan UU yang disusun

pembubaran part ai polit ik, dan memut us
perselisihan t ent ang hasil pemilihan umum dan
perselisihan hasil
Pemilukada ini sudah
membukt ikan bahwa Mahkamah Konst iusi
t erut ama sebagai pengawal demokrasi.
Part ai polit ik adalah pesert a dalam Pemilu
dimana anggot anya duduk menj adi anggot a di
kursi DPR. Dalam hal ini Mahkamah Konst it usi
harus mampu melindungi hak asasi manusia
seluruh warga negara.
Bila pesert a anggot a legislat if , Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden dan
pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur/
Walikot a dan Wakil Walikot a/ pasangan calon
Bupat i dan Wakil Bupat i, keberat an at as hasil
penet apan oleh KPU maka dapat diselesaikan di
Mahkamah Konst it usi unt uk mendapat kan

secara berencana, t erpadu dan sist emat is yang
memuat pot ret perencanaan hukum dalam
periode t ert ent u disert ai prosedur yang harus
dit empuh dalam pembent ukkannya.
Prolegnas memuat daf t ar dan skala
priorit as program legislasi j angka menengah
dan t ahunan yang disusun secara berencana,
t erpadu dan sist emat is oleh DPR RI bersama
dengan
Pemerint ah
sesuai
dengan
perkembangan kebut uhan hukum masyarakat
dalam mencapai t uj uan negara pada t ahap dan
periode t ert ent u.
Secara operasional Prolegnas memuat
daf t ar RUU yang disusun berdasarkan met ode
dan paramet er t ert ent u sert a dij iwai oleh visi
dan misi pembanguan hukum nasional.
Keharusan adanya Prolegnas dan Prolegda

keadilan dalam hak-hak berdemokrasi.

dimaksudkan agar semua UU dan Perda yang
dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaian

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 343

dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui
perencanaan dan pembahasan mat ang. Didalam
Prolegnas dan Prolegda diat ur pula mekanisme
pembuat an UU maupun Perda yang t idak boleh
dilanggar. Misalnya dalam membuat RUU maka
agar supaya layak unt uk diaj ukan ke DPR
sebagai priorit as Prolegnas dari Pemerint ah,
harus memuat Pert ama, Naskah Akademik;
Kedua, t elah disusun dalam bent uk RUU;
Ket i ga, t elah diharmonisasikan yait u dibahas

at au subst ansi dari UU t ersebut . Keput usan
j udi ci al oleh Mahkamah Konst ut usi dapat
membat alkan pemberlakukan UU dimaksud.
Dengan demikian Prolegnas dan Prolegda
menj adi penyaring isi (penuangan) Pancasila
dan UUD 1945, dimana UU dan Perda
mempunyai 2 (dua) f ungsi yait u pert ama,
sebagai pot ret rencana hukum unt uk mencapai
t uj uan negara yang sesuai dengan Pancasila,
UUD 1945 dan sist em hukum nasional selama

dalam f orum ant ara Depart emen.
Prolegnas merupakan
Polit ik
Hukum
Nasional. Peran Mahkamah Konst it usi sebagai
pengawal dalam Prolegnas adalah melakukan
Judi ci al r eview t erhadap UU yang t idak
memenuhi syarat f ormal yakni t idak sesuai
dengan mekanisme pembuat an UU yang
t erdapat dalam pasal 17 ayat (1) UU No. 10
Tahun 2004 bahwa set iap RUU baik yang dari
DPR maupun Pemerint ah harus disusun di dalam
Prolegnas. Mahkamah Konst it usi dapat menguj i
secara f ormal UU t ersebut dan bila mat eri
muat ahnnya bert ent angan dengan Pancasila
dan UUD 1945 maka Mahkamah Konst it usi dapat
melakukan j udi ci al r eview t erhadap UU
t ersebut . Keput usan Mahkamah Konst it usi
berkait an dengan
uj i f ormal maupun uj i
mat eriil dari sebuah UU adalah membat alkan

lima t ahun. Disini rencana isi hukum dapat
dibicarakan lebih dulu agar sesuai dengan
Pancasila
dan
Kaidah-kaidah
penunt un
hukumnya. Kesalahan isi perat uran perundangundangan dalam art i Prolegnas yang pert ama
dapat dibat alkan dengan penguj ian j udi ci al
melaui uj i mat eriil; Kedua, sebagai mekanisme
at au
prosedur
pembuat an
perat uran
perundang-undangan agar apa yang t elah
dit et apkan sebagai rencana dapat dilaksanakan
dengan prosedur dan mekanisme yang benar.
Kesalahan dalam prosedur pembent ukkan
perat uran perundang-undangan dalam art i
Prolegnas yang kedua ini dapat dibat alkan
dengan penguj ian j udi ci al melalui uj i f ormal.
Oleh karena it u peran Mahkamah konst it usi
dalam mewuj udkan dan mempert ahankan
Pancasila dan UUD 1945 dalam Prolegnas sangat

pemberlakukan UU t ersebut .
Pengecualian syarat f ormal dengan alasan
t ert ent u Prolgenas dapat disisipi dengan RUU
baru j ika ada alasna-alasan yang kuat yait u
karena ada put usan Mahkamah Konst it usi yang
menyebabkan t erj adinya kekosongan hukum
yang bharus segera diisi karena ada Perpu yang
mau at au t idak mau harus dibahas pada
persidangan DPR berikut nya, kart ena ada
perj anj ian
Int ernasional
yang
harus
diret if ikasikan dalam wakt u singkat dan karena
keadaan luar biasa, keadaan konf lik at au
bencana alam sert a karena alasan keadaan
t ert ent u lainnya yang memast ikan adanya
urgensi nasional at as suat u RUU baru yang
dapat diset uj ui bersama oleh Badan Legislat if
DPR dan MenHuk-Ham.

besar dengan cara melakukan j udi ci al revi ew
secara f ormal maupun secara mat eriil dari
sebuah UU.

Alasan diat as secara f ormal t idak akan di
j udi ci al r evi ew hanya saj a diuj i secara m at eri

beri put usan at as pendapat DPR bahwa Presiden dan/ at au Wakil Presiden diduga t elah

Mahkamah Konstitusi sebagai Penegak Konstitusi
Berdasar kewenangan Mahkamah Konst it usi sebagaimana t ercant um dalam Pasal 24C
ayat (1) UUD 1945 dan UU No. 12 Tahun 2008,
maka Mahkamah Konst it usi berwenang mengadili pada t ingkat pert ama dan t erakhir yang
put usannya bersif at f inal unt uk menguj i UU
t erhadap UUD 1945, memut us sengket a kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945, memut us pembubaran part ai polit ik, memut us perselisihan t ent ang
hasil pemilu dan Pemilukada dan waj ib mem-

344 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianat t erhadap negara, korupsi, penyuapan,
t indaka pidana berat lainnya, t au perbuat an
t ercela, dan/ at au t idak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/ at au Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 (pasal 6
UUD 1945). Selain it u Mahkamah Konst it usi memerlukan kewenangan unt uk menangani pengaduan konst it usional ( const it ut ional compl ai nt )
dalam rangka membangun sist em ket at anegara-

diat ur dalam Tap MPR No. II/ MPR/ 2000 t ent ang
sumber t ert ib hukum dan t at a urut an perat uran
perundang-undang dan UU No. 10 Tahun 2004
t ent ang pembent ukkan perat uran perundangundangan bahwa hierarkhis perat uran perundang-undangan adalah sebagai berikut : UUD
1945, Ket et apan MPR, UU/ Perpu, Perat uran
Pemerint ah, Perat uran Presiden, dan Perat uran
Daerah
Jika dihubungkan dengan t eori Hart

an berdasarkan konst it usi yang pat uh pada
landasan hukum demokrat is. 14
Penyelesaian permohonan perkara yang
diaj ukan kepada Mahkamah Konst it usi oleh
pemohon, bila ada keput usan Hakim yang berkekuat an hukum t et ap t idak ada upaya hukum
lain yang dit empuh sepert i yang dikenal pada
kekuasaan kehakiman dibawah Mahkamah
Agung. Hal ini menunj ukan bahwa Mahkamah
Konst it usi sebagai peradilan ket anegaraan t et ap mempert ahankan eksist ensi konst it usi (UUD
1945) sebagai hukum negara yang t ert inggi
karena di dalam UUD 1945 mengat ur t ent ang
Pancasila sebagai dasar negara, t uj uan negara,
bent uk negara dan sist em pemerint ahan, Hak
Asasi Manusia dan kewenangan lembaga-lembaga negara dan hubungannya ant ara sat u sama
lain.

t ent ang Ul t imat e Rul es of Recognit i on bahwa
pet unj uk at au norma pengenal yang paling
akhir ( ul t i mat e Rul es of Recognit ion ) menj adi
norma dasar dalam pembent ukkan perat uran
perundang-undangan dit ent ukan dalam UUD15.
Oleh karena it u yang menj adi norma dasar
adalah UUD 1945. Dari uraian diat as UUD 1945
sebagai norma dasar harus t erus dipert ahankan
eksist ensinya karena didalamnya t ercant um
dasar negara yakni Pancasila sehingga dalam
hal ini Mahkamah Konst it usi berf ungsi unt uk
menegakkan UUD 1945 dengan melakukan j udi ci al r eview at as UU yang bert ent angan t erhadap UUD 1945 maupun dalam melakukan kewenangan lainnya sebagai pengawal polit ik hukum nasional, pengawal konst it usi dan sebagai
penaf sir t unggal pasal-pasal UUD 1945 demi
t egaknya hukum dan keadilan.

Pancasila secara konkrit t erdapat dalam
pembukaan UUD 1945. Hal ini bila dikait kan dengan t eori Hans Kelsen t ent ang Gr undnorm dan
St uf enbaund Theory, maka Gr undnorm adalah
Pancasila sebagai cit a-cit a moral bangsa yang
berada diluar sist em norma hukum yang berf ungsi sebagai konst i t ut i f regul at ive t erhadap
norma-norma yang ada dalam sisit em hukum
sedangkan Pancasila sebagai dasar negara ( St aat sf undament al nor m ) t ercant um dalam pembukaan UUD 1945 dan St uf enbaund Theory (bangunan berj enj ang) kemudian dikembangkan
oleh Hans Nawiasky dengan Theory von St uf enbaund der Recht ssor dnung bila dikait kan dengan t at a urut an perat uran perundang-undangan dalam sist em hukum Indonesia sebagaimana

Mahkamah Konst it usi sebagai penegak
konst it usi j uga sebagai lembaga negara pengawal konst it usi at au The Guar di an and t he
i nt er pr et er of t he const it ut ion . 16 Berkait an dengan masa depan lembaga Mahkamah Konst it usi, maka t erdapat 2 (dua) hal yang sangat
urgen sehingga Mahkamah Konst it usi benarbenar dapat menj adi lembaga penegak Konst it usi yakni Mahkamah Konst it usi sebagai Pemegang Kekuasaan Kehakiman yang melakukan
j udi ci al r evi ew at as UU dan Mahkamah Konst i-

14

Moh Mahf ud MD, 2010, Mendesak Kewenangan
Konst i t usional MK, ht t p: / / regional . kompas. com/ r ead
/ 2010/ 10/ 23034852/ Mendesak. . kewenangan. konst i t usio
nal . MK, diakses pada t anggal 4 Februari 2011

15

16

Lihat H. L. A. Hart , 1972, The Concept of Law , London:
Oxf ord Univer sit y Press, hl m. 25, dal am Theo Huij bers,
1982, Fi l saf at Hukum Dal am Li nt asan sej ar ah ,
Yogyakart a : Kani si us, hl m. 43
Pan Mohamad Faiz Kusumaw ij aya, 2006, Mahkamah
Konst i t usi: The Guar di an and The Int er pr et er of t he
Const i t ut i on,
ht t p: / / j urnal hukum. bl ogspot . com/
2006/ 09/ mahkamah-konst iusi -ri. ht ml , di akses t anggal 4
Februari 2011

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 345

t usi sebagai Lembaga Penegak Hukum Konst it usi Dalam Mencapai Keadilan Subst ansi yang
Progresif .

Mahkamah Konstitusi sebagai Pemegang Kekuasaan Kehakiman yang Melakukan Judicial
Review atas UU
Kewenangan j i duci al r eview dalam kekuasaan kehakiman dilakukan oleh dua lembaga
yait u Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah
Agung. Judi ci al r evi ew UU t erhadap UUD 1945
menj adi kewenangan Mahkamah Konst it usi sedangkan Judi ci al Review perat uran perundangan dibawah UU menj adi kewenangan Mahkamah
Agung. Judi ci al review dilakukan baik secara
f ormal dan mat eriil. Hak menguj i f ormal adalah
kewenangan unt uk menilai perat uran perundang-undangan t erhadap UUD sedangkan hak
menguj i mat eriil adalah hak yang dimiliki oleh
hakim, dan lembaga negara lain sepert i eksekut if dan legislat if .
Pada int inya, Judi ci al r eview dilakukan
t erhadap semua perat uran perundang-undangan
dengan melihat apakah bert ent angan dengan
perat uran set ingkat diat asnya dimana at uran
t ersebut pada akhirnya di j udi ci al r eview apakah bert ent angan dengan UUD at aukah t idak.
Kewenangan unt uk melakukan j udi ci al revi ew
dalam kekuasaan kehakiman yang dilakukan
oleh 2 (dua) lembaga t inggi negara yakni Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah Agung harus
diserahkan pada salah sat u lembaga t inggi
negara agar lembaga t ersebut dalam mej udi ci al
r eview benar-benar dilakukan dengan melihat
apakah perat uran daerah bert ent angan dengan
UU at au UU bert ent angan dengan UUD. Berkait an dengan hal diat as maka yang menj adi
lembaga pemegang kekuasaan kehakiman unt uk
melakukan j udi ci al r eview adalah Mahkamah
Konst it usi sedangkan Mahkamah Agung hanya
berwenang menyelesaikan kasus-kasus perdat a,
pidana yang berkait an dengan orang/ badan
hukum perdat a/ lembaga dan yang merugikan
kepent ungan umum/ pribadi.
Hal yang mendasar dari Mahkamah Konst it usi sebagai sat u-sat unya pemegang kekuasaan j udi ci al r evi ew adalah sebagai berikut . Per -

t ama, UU dan Perat uran daerah masuk dalam
Prolegnas dan Prolegda sebagai perwuj udan sist em polit ik hukum Indonesia dimana Mahkamah
Konst it usi sebagai pengawal polit ik hukum mulai dari proses inisiat if , pembuat an, perancangan, naskah akademik sampai RUU dan Raperda
diaj ukan ke DPR/ DPRD unt uk dimasukkan ke
dalam Prolegnas dan Prolegda sampai kepada
pembahasan dan penet apan menj adi UU dan
Raperda dan implement asinya oleh penegak
hukum. Bila selama proses t ersebut t idak sesuai
dengan UUD maka Mahkamah Konst it usi dapat
melakukan j udi ci al r eview secara uj i f ormal
maupun uj i mat eriil t erhadap UU dan Perat uran
Daerah. Kedua, set elah ot onomi daerah di
mana kewenangan penuh diserahkan kepada
daerah Kabupat en/ Kot a, banyak Perda yang
dibuat yang bert ent angan dengan UUD 1945
bahkan mengancam disint egrasi bangsa. Cont ohnya Perda di Papua yang mengharuskan
dalam pasangan calon Bupat i dan wakil bupat i
adalah Orang asli Papua Ras Melanesia. hal
sepert i ini sebaiknya dilakukan Judi ci al Revi ew
oleh Mahkamah Konst it usi karena dia diberi
kewenangan unt uk mempert ahankan dan menegakkan Konst it usi (UUD 1945), karena kalau
dilakukan di Mahkamah Agung harus melakukan
j udi ci al r eview Perda t erhadap UU dan sampai
disit u dan it u memakan wakt u yang lama sehingga kalau dit angan Mahkamah Konst it usi maka Judi ci al Revi ew dilihat apakah pemberlakuan Perda bert ent angan dengan UUD dengan
proses hukum yang cepat , t epat dan biaya
murah.
Ket i ga, sekedar melihat sej arah pembent ukkan Mahkamah Konst it usi dimana meskipun Indonesia t idak mengenal pemisahan kekuasan negara ant ara eksekut if , legislat if dan
yudikat if sepert i t eori Tr ias Pol i t i ca dari Arist ot eles, namun karena pert imbangan meningkat nya maf ia Peradilan dan Maf ia penegak hukum
dan adanya penaf siran ganda t erhadap Konst it usi maka unt uk mengat asi hal it u dibent uklah
Mahkamah Kost it usi. Berart i Mahkamah Agung
belum bisa memperbaiki maf ia peradilan yang
selama ini ada sehingga memunculkan ket idak
percayaan masyarakat pada lembaga Mahkamah

346 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 11 No. 2 Mei 2011

Agung oleh karena it u lebih baiknya berkait an
dengan j udi ci al revi ew UU dan Perat uran Daerah di berikan kepada kewenangan Mahkamah
Konst it usi sebagai penegak konst it usi. Keempat , unt uk menghindari t umpang t indih kewenangan t ent ang Judi ci al Revi ew yang ada pada
Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah Agung agar
supaya kewenangan t ersebut diberikan hanya
pada Mahkamah Konst it usi. Kel ima, agar supaya
dalam melakukan j udi ci al r eview Mahkamah

lenggarakan peradilan inilah guna menegakkan
hukum dan keadilan inilah yang menunj ukan
lembaga negara Mahkamah Konst it usi sebagai
lembaga penegak hukum konst it usi disamping
penegak hukum yang lainnya sepert i Mahkamah
Agung, KPK, Komisi Yudisial, Kepolisian, Kaj aksaan dan Advokat .
Kehadiran Mahkamah Konst it usi sebagai
lembaga penegak hukum adalah dit uj ukan kepada warga negara yang mencari keadilan

Konst it usi akan melihat secara runt un t erhadap
UU dan Perda yang bert ent angan dengan UUD
1945.
Unt uk mewuj udkan Mahkamah Konst it usi
sebagai sat u-sat unya pemegang kekuasaan
kehakiman yang berkait an dengan j udi ci al
r eview, maka perlu diwuj udkan adanya Amandemen Ke-V UUD 1945. Beberapa hal t ersebut
di at as dapat menj adi pert imbangan dalam
perubahan kewenangan Mahkamah Konst it usi
dan Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman sebagaimana diat ur dalam
Pasal 24 UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Penegak Hukum Konstitusi Dalam Mencapai Keadilan Substansi yang Progresif
Banyak nama yang diberikan kepada Mah-

karena hak-hak asasinya dilanggar oleh berlakunya suat u UU. Keadilan yang diperoleh oleh
pencari keadilan adalah keadilan subst ansi bukan keadilan prosedural. Keadilan subst ansi inilah yang dit erapkan oleh Mahkamah Konst it usi
dalam set iap put usan perkara yang menj adi
kewenangannya.
Berdasar pada put usan-put usan Mahkamah Konst it usi maka keadilan subst ansilah yang
diut amakan dari keadilan prosedural yang hanya berpedoman pada t eks at au bunyi pasalpasal UU. Mahkamah Konst it usi dalam set iap
put usannya t elah menerapkan hukum progresif
it u dengan lebih memut uskan perkara at au
sengket a berdasarkan moral dan hat i nurani.
Jadi, dalam set iap put usannya sudah keluar
dari kont eks posit ivist ik dan lebih melihat pada
keadilan subst ansi. Cont oh kasus adalah put us-

kamah Konst it usi sepert i sebagai pengawal
polit ik hukum nasional, pengawal konst it usi,
pengawal demokrasi, Penaf sir t unggal pasalpasal UUD 1945. Namun dalam t ulisan ini penulis lebih melihat Mahkamah Konst it usi sebagai penegak hukum kont it usi. Dasar pemikirannya adalah sebagai berikut . Per t ama, sebagai
penegak hukum bukan saj a Mahkamah Konst it usi melakukan j udi ci al revi ew t et api memut us perkara lain yang menj adi kewenangannya yait u memut us sengket a ant ar lembaga,
memut us sengket a hasil Pemilu dan Pemilukada
dan kewaj ibannya memut us pendapat DPR at as
Presiden dan Wakil Presiden yang berkait an
dengan i mpeachment . Kedua, Mahkamah Konst it usi merupakan salah sat u lembaga negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman yang

an Mahkamah Konst it usi t ent ang Pemilukada
Kab. Puncak Jaya dimana pemungut an suara
menggunakan sist em “ noken” dan it u mereka
bahwa pola demokrasi sepert i it u adil dan Mahkamah Konst it usi menolak gugat an pemohon
dan menangkan t ermohon yakni KPUD yang
menangkan sist em pemilihan suara dalam bent uk “ noken” . Cont oh lain adalah menambah
syarat -syarat sebagai pemilih t et ap dalam Pemilu dan Pemilukada yait u pemilih bisa menggunakan KTP at au Paspor yang sebenarnya t idak
diat ur dalam UU Pemilu.
Mahkamah Konst it usi sebagai pangawal
demokrat is dan penegak konst it usi t elah membuat keseimbangan ant ara demokrat is (kedaulat an rakyat ) dan nomokrasi (kedaulat an hukum). Bila t erj adi ket idakseimbangan ant ara

merdeka unt uk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Menye-

keduanya dimana dalam proses demokrasi baik
Pemilu maupun polit ik hukumnya bert ent angan

Impl ement asi Pri nsip Demokrasi dan Nomokrasi … 347

dengan Pancasila dan UUD 1945, maka Mahkamah Konst it usilah yang berperan dalam menj alankan kewenangannya unt uk melakukan j udi ci al r eview . Hal ini dimaksudkan agar demokrasi dan polit ik hukumnya t idak melenceng
dari Pancasila dan UUD 1945.
Terdapat beberapa Put usan MK selama
2009 yang mencerminkan MK sebagai lembaga
pengawal demokrasi dan penegak keadilan
subst ant if ant ara lain sebagai berikut . (a)

Penuangan prinsip dem