Makna Demokrasi and Pelaksanaan Pemilu S
MAKNA DEMOKRASI DAN PENYELENGGARAAN PEMILU
SEBAGAI SARANA PERWUJUDAN DEMOKRASI DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Nama
: Alma Nurullita
NIM
: 8111416328
Rombel
: 005
Dosen Pengampu
: Dr. Martitah, M.Hum
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
1
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang Makna
Demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu Sebagai Sarana Perwujudan Demokrasi di
Indonesia.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan isi, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, saya terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga
makalah tentang Demokrasi Dan Pemilihan Umum dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang,
April 2017
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara demokrasi yang sangat memperhatikan kebebasan
berpendapat dan berekspresi rakyatnya. Prinsip-prinsip demokrasi telah tertuang dalam
Pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Demikian juga dalam
memilih pemimpin, kita menggunakan cara yang demokratis yakni melalui Pemilihan
Umum (Pemilu). Baik untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, badan Legislatif, dan
pemimpin lain di bawah Presiden. Pemilu merupakan cara yang paling demokratis
dikarenakan rakyat bebas untuk memilih pemipin sesuai hati nurani dan tanpa paksaan
dari pihak manapun. Namun dalam pelaksanaan Pemilu tak jarang masih ditemukan
berbagai masalah baik dari para pasangan calon, pemilih, maupun dari pihak panitia
penyelenggara.
Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai esensi dari demokrasi itu sendiri,
periodisasinya di Indonesia, serta Pemilu yang merupakan bagian dari demokrasi itu
sendiri. Pemilu yang dimaksud disini adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Selain itu saya
juga akan membahas tentang berbagai permasalahan yang terjadi dalam Pemilu serta
solusi untuk mengatasinya.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari demokrasi dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia?
2) Bagaimana pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?
3) Masalah apa yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia serta bagaimana
solusinya?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi dan pelaksanaannya di Indonesia.
2) Untuk mengetahui pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia.
3) Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia
serta solusinya
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia
Pengertian Demokrasi menurut Hans Kelsen adalah pemerintahan oleh rakyat dan
untuk rakyat. Yang melaksanakan keputusan negara ialah wakil-wakil rakyat yang
terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan
diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman kemerdekaan hingga masa reformasi tahun
1998 telah mengalami beberapa perubahan sistem demokrasi, antara lain :
1) Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar.
Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, Presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga, dengan
maklumat Wakil Presiden, meka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia
untuk masa-masa selanjutnya.
2) Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tiggi
dalam proses politik yang berjalan.
3) Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri : dominasi Presiden, terbatasnya peran
partai politik, berkembangnya pengaruh PKI.
4) Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan
Ir. Soekaro sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa Orde Baru ini
menerapkan demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasannya model
demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuia dengan ideologi negara Pancasila.
5) Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)
4
Sejak runtuhnya Orde Baru, Indonesia memasuki suasana kehidupan
kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan
terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku
sebelumnya.kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD
1945 (bagian batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan
tatanan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
2.2 Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) terdapat dalam Undang-Undang No. 42
Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah
pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden dapat diusung oleh dua atau lebih gabungan partai politik (koalisi),
seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 42 Tahun 2008.
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, tujuan Pemilihan Umum ada 4 yaitu :
a) untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara
tertib dan damai;
b) untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c) untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan;
d) untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
B. Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-wakil rakyat
yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Sistem pemilihan ini sangat
dipengaruhi oleh cara pandang terhadap individu atau masyarakat dalam negara.
apakah mereka dipandang sebagai individu yang bebas memilih wakilnya atau
dipilih sebagai wakil rakyat atau mereka dipandang sebagai satu kesatuan
kelompok sehingga tidak dapat menentukan pilihan atau mencalonkan diri untuk
dipilih. Atas kriteria ini, maka dikenal dua sistem pemilihan yakni sebagai berikut:
5
1) Sistem Pemilihan Mekanis, yang memandang rakyat sebagai massa individuinvidu yang sama sebagai suatu kesatuan otonom dan negara/masyarakat
dipandang sebgai kompleks hubungan-hubungan antar individu. Setiap
individu memiliki hak pilih dan memilih aktif yang mengeluarkan satu suara
dalam setiap pemilihan. Sifat perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan
politik. Sistem ini dibagi menjadi dua yaitu sistem Distrik dan Proporsional.
a. Perwakilan distrik/mayoritas (single member constituencies)
Sistem yang pertama, yaitu sistem distrik,dinamakan juga sistem
single member constituencies atau sistem the winner’s take-all. Dinamakan
demikian, karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan
atau daerah-daerah pemilihan (dapil) yang jumlahnya sama dengan jumlah
anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.
b. Sistem perwakilan berimbang (proportional representation)
Sementara itu, pada sistem yang kedua, persentase kursi di lembaga
perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan
presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik.
2) Sistem Pemilihan Organis, yang menempatkan masyrakat sebagai satu
kesatuan individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam
kesatuan hidup. Kesatuan hidup inilah yang mengendalikan hak untuk
memilih dan dipilih, atau mengutus wakil-wakilnya yang duduk di badan
perwakilan rakyat. Prosedurnya biasanya melalui pengangkatan, sehingga sifat
perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan fungsional.
C. Lembaga Penyelenggara
1) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menentukan bahwa “Pemilihan
umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali”. Dalam Pasal 22E ayat 5 ditentukan pula bahwa
“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional tetap, dan mandiri”. Oleh karena itu, menurut UUD 1945
penyelenggara pemilihan umum haruslah suatu komisi yang bersifat : (i)
nasional, (ii) tetap, dan (iii) mandiri atau independen.
6
2) Mahkamah Konstitusi (MK)
Pasal 24 C Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit mengenai
kewenangan MK, yaitu : (1) menguji UU terhadap UUD, (2) memutus
sengekta kewenangan lembaga Negara yang kewengangaanya diberikan oleh
UUD, (3) memutus pembubaranpartai politik, dan (4) memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
Hasil penetapan final penghitungan suara dalam Pemilu sering kali terjadi
perbedaan pendapat antara peserta Pemilu dan penyelenggara Pemilu, baik
karena kesengajaan atau kelalaian, maupun disebabkan faktor human error.
Jika perbedaan pendapat yang demikian itu menyebabkan kerugian bagi
peserta Pemilu, peserta Pemilu yang dirugikan itu dapat menempuh upaya
hukum dengan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil Pemilu ke
Mahkamah Konstitusi.
Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, semua pihak, termasuk
apalagi kepada pihak KPU selaku lembaga penyelenggara Pemilu dan pihakpihak yang kepentingannya terkait lainnya, sudah diberi kesempatan yang
cukup dan leluasa untuk membantah atau menolak bukti-bukti yang diajukan
oleh pihak pemohon perkara, tetapi karena ternyata bukti-bukti dimaksud tidak
terbantahkan, perkara perselisihan hasil Pemilu itu sudah diputus final dan
mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
2.3 Masalah Tentang Pemilu Dan Solusinya
Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang selalu disambut meriah
oleh rakyat. Masa menjelang Pemilu selalu ramai dengan kegiatan kampanye yang
dilakukan oleh para pasangann calon. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Hingga pada saat berlangsungnya
pemilihan itu sendiri dan perhitungan suara setelahnya, pesta demokrasi lima
tahunan ini selalu diliputi berbagai masalah antara lain :
1) Kegiatan Kampanye Yang Tidak Kondusif
Sebelum kegiatan Pemilu berlangsung, para pasangan calon melakukan
kampanye untuk menyampaikan visi misinya terlebih dahulu. Kampanye juga
bertujuan untuk mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Namun tak
jarang, kampanye sering diwarnai dengan tindakan yang tidak sportif. Seperti
tindakan kampanye hitam atau disebut black campaign. Kampanye hitam
7
dilakukan dengan cara menyebar berita buruk atau bahkan fitnah terhadap lawanlawan politik. Bahkan menyerang secara pribadi. Masalah pada saat kampanye
lainnya adalah sering terjadinya money politics atau politik uang. Para pasangan
calon membagikan sejumlah dana kepada para pendukung, baik kepada para
pejabat maupun rakyat dengan maksud agar mau memberikan dukungan.
Tindakan money politics jelas telah melanggar salah satu asas pemilu yaitu jujur.
Lagipula jual beli suara ini dilakukan dengan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Maka tak jarang sering terjadi tindakan korupsi yang dilakukan oleh
pejabat negara guna membayar semua biaya yang telah dikeluarkan untuk
kampanye.
2) Golongan Putih
Ada banyak hal yang membuat masyarakat melakukan golput (golongan
putih), yaitu tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara untuk memberikan
pilihan, ataupun datang tetapi berupaya untuk membuat suarat suara menjadi tidak
sah. Misalnya mencoblos semua pasangan calon maupun partai-partai politik. Hal
ini tentunya membuat surat suara menjadi tidak sah. Seperti halnya pada Pemilu 4
April tahun 2009, sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu legislatif, diketahui tidak
menggunakan hak pilih (golput). Dari 171.265.442 jumlah pemilih yang terdaftar
sebagai pemilih tetap, hanya 121.288.366 orang yang menggunakan hak pilih.
Dengan demikian terdapat 49.677.076 pemilih yang tidak ikut mencontreng.
Tindakan ini sangat disayangkan karena rakyat tidak menggunakan hak pilih
mereka dengan baik, mengingat Pemilu adalah momen untuk memilih dan
menentukan pemimpin bangsa.
3) Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Permasalahan lain yang sering terjadi adalah banyaknya warga yang tidak
terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal telah memiliki KTP. Entah
disebabkan karena kesalahan pada saat pendataan maupun masalah human error
lain. Hal ini membuat warga yang tidak terdaftar menjadi kehilangan hak
politiknya, yaitu hak untuk memilih dalam Pemilu. Selain masalah tersebut, sering
terdapat pula pemilih ganda, atau pemilih yang tidak memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam permohonan tertanggal 24 Juni 2009 mendalilkan bahwa keberadaan
Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 berpotensi merugikan hak
Konstitusional para Pemohon, khususnya hak memilih (the right to vote). Menurut
8
Pemohon, kesalahan atau kelalaian penyelenggara Pemilu, pada konsteks ini
dalam menyusun DPT, seharusnya tidak ditimpakan akibatnya kepada warga
Negara, karena menyebabkan warga Negara kehilangan hak pilihnya. Hal itu pula
pernah menjadi pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003
tanggal 24 Februari 2004. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MK
menyatakan bahwa hak-hak warga negara untuk memilih telah ditetapkan sebagai
hak asasi manusia dan hak kontitusional warga negara (constitutional rights of
citizen) sehingga oleh karenanya hak konstitusional tersebut tidak boleh dihambat
atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun, dalam
hal ini mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
4) Terlibatnya Aparat Pemerintahan Dalam Pemenangan Calon Tertentu
Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Pasal 41 ayat (2), aparat
pemerintahan seperti PNS, TNI, Polri maupun pejabat pemerintahan lainnya
dilarang untuk ikut serta dalam berkampanye. Mereka harus bersikap netral dan
tidak diperkenankan menjadi tim kemenangan untuk pasangan calon manapun.
Namun tak jarang para pejabat pemerintahan tersebut terlibat aktif dalam kegiatan
kampanye dan menyuruh pemilih untuk memilih calon tertentu.
5) Kecurangan Dalam Perhitungan Suara
Saat penghitungan suara dilakukan, tak jarang beberapa pihak tertentu
mencoba untuk melakukan kecurangan dengan memanipulasi hasil perolehan
suara. Namun hal ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila tidak ada kerjasama
antara panitia, saksi, pemantau dan pengawas Pemilu.
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Tersebut
Berbagai masalah dalam kegiatan Pemilu di atas perlu untuk segera ditangani agar
dapat tercipta suasana Pemilu yang demokratis dan sesuai dengan asas LUBER
JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Beberapa hal yang
dapat kita lakukan antara lain :
1) Sebagai pemilih, tentunya kita akan memilih pasangan calon yang memiliki visi
dan misi yang bagus. Namun kita juga harus selektif dalam menerima berita
apapun yang terkait dengan setiap paslon. Apalagi untuk berita yang terkesan
menjelekkan pihak tertentu. Karena kemungkinan hal itu adalah bagian dari
tindakan kampanye hitam.
9
2) Terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak memiliki pilihan atau
memang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Masalah tersebut antara lain
Karena semua pasangan calon yang ada dirasa tidak sesuai dengan harapan.
Ataupun disebabkan karena sikap skeptis dari masyarakat itu sendiri. Jika kita
mengetahui ada kerabat ataupun teman yang berpotensi golput, kita harus
mengingatkan mereka bahwa hak pilih mereka sangat penting untuk bangsa ini.
3) Masalah money politics, dapat berasal dari para paslon maupun masyarakat. Untuk
mencegah praktek ini terus berlanjut, dapat dilakukan dengan cara menerima saja
uang dari mereka, namun pilih saja paslon yang sesuai dengan pilihan kita. Lama
kelamaan mereka akan bosan untuk membagikan uang karena dirasa tidak sesuai
target. Sedangkan dari masyarakat, karena telah terbiasa menerima uang, mereka
jadi tidak mau memilih jika tidak mendapatkan uang. Dalam hal ini diperlukan
kesadaran yang tinggi dari masyarakat bahwa memilih pemimpin bukan semata
karena uang melainkan demi kepentingan bangsa dan Negara.
4) Pendataan jumlah pemilih tetap harus dilakukan dengan cermat dan teliti oleh
KPU. Jangan sampai warga yang seharusnya berhak memilih menjadi tidak dapat
menggunakan haknya karena tidak terdaftar sebagai DPT.
5) Apabila kita mengetahui ada aparat pemerintahan yang aktif dalam pemenangan
calon tertentu, kita dapat menegurnya secara langsung ataupun melaporkannya
kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) untuk diambil tindakan sebagaimana
mestinya.
6) Untuk mengantisipasi adanya perubahan atau manipulasi hasil perolehan suara,
kita dapat mengamati dengan seksama perolehan suara yang terdapat pada surat
suara dan mencocokkannya dengan hasil rekapitulasi sebelum Berita Acara
Rekapitulasi Penghitungan Suara ditandatangani. Untuk saksi dan pengawas, perlu
meminta salinan Berita Acara beserta lampirannya untuk kemudian dibawa dan
dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Indonesia adalah negara demokrasi yang telah mengalami beberapa kali perubahan sistem
demokrasi yang terbagi menjadi beberapa periode. Dalam negara demokrasi itu sendiri,
terdapat suatu hal yang ditempuh untuk mewujudkan prinsip demokrasi yaitu Pemilu. Yang
dimaksud sebagai Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 adalah untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu dilaksanakan untuk memenuhi tujuan bangsa
dan negara, dengan sistem tertentu, serta diatur dan dilaksanakan oleh lembaga negara yang
berwenang. Namun dalam praktik penyelenggaraan Pemilu sering terjadi permasalahan yang
dapat menghambat pelaksanaan Pemilu secara LUBER JURDIL. Beberapa solusi telah
ditawarkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah tersebut.
Saran
Pemilu adalah sarana untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin bangsa kita ke
depan. Sebagai warga negara yang baik, kita harus bersikap demokratis. Menjunjung tinggi
asas Pemilu yang LUBER JURDIL dan menggunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya. Bagi
para calon, diharapkan dapat menaati semua prosedur yang telah dijelaskan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tidak berbuat curang serta mencalonkan diri dengan cara
yang tidak melanggar hukum. Kemudian bagi para pemilih, diharapkan memiliki kesadaran
yang tinggi untuk dapat memilih pemimpin sesuai dengan keyakinan dan hati nurani masingmasing demi terciptanya kehidupan bangsa dan negara yang demokratis sesuai dengan
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi ‘Dari Negative Legislature ke Positive Legislature?’.
Jakarta: Penerbit Konstitusi Press (Konpress).
Yusa, I Gede, et all. 2016. Hukum Tata Negara. Malang: Setara Press.
Kurniasih, Dwi Ari. “Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres (Pemilihan Presiden
Tahun 2009),” Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang, II (2013), hal. 34.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil
Presiden.
“Pengertian Demokrasi, Macam-macam, Ciri-ciri, Definisi Para Ahli, Prinsip, & Nilai”.
http://artikelsiana.com/2015/08/demokrasi-pengertian-ciri-ciri-macam.html
“Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia Dari Masa Ke Masa”.
http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarahperkembangan-demokrasi-di.html?m=1
“Solusi Mengatasi Konflik Pemilu”. http://www.hukumpedia.com/ltl/solusi-mengatasikonflik-pemilu
12
SEBAGAI SARANA PERWUJUDAN DEMOKRASI DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Nama
: Alma Nurullita
NIM
: 8111416328
Rombel
: 005
Dosen Pengampu
: Dr. Martitah, M.Hum
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
1
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang Makna
Demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu Sebagai Sarana Perwujudan Demokrasi di
Indonesia.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan isi, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, saya terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga
makalah tentang Demokrasi Dan Pemilihan Umum dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang,
April 2017
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara demokrasi yang sangat memperhatikan kebebasan
berpendapat dan berekspresi rakyatnya. Prinsip-prinsip demokrasi telah tertuang dalam
Pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Demikian juga dalam
memilih pemimpin, kita menggunakan cara yang demokratis yakni melalui Pemilihan
Umum (Pemilu). Baik untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, badan Legislatif, dan
pemimpin lain di bawah Presiden. Pemilu merupakan cara yang paling demokratis
dikarenakan rakyat bebas untuk memilih pemipin sesuai hati nurani dan tanpa paksaan
dari pihak manapun. Namun dalam pelaksanaan Pemilu tak jarang masih ditemukan
berbagai masalah baik dari para pasangan calon, pemilih, maupun dari pihak panitia
penyelenggara.
Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai esensi dari demokrasi itu sendiri,
periodisasinya di Indonesia, serta Pemilu yang merupakan bagian dari demokrasi itu
sendiri. Pemilu yang dimaksud disini adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Selain itu saya
juga akan membahas tentang berbagai permasalahan yang terjadi dalam Pemilu serta
solusi untuk mengatasinya.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari demokrasi dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia?
2) Bagaimana pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?
3) Masalah apa yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia serta bagaimana
solusinya?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi dan pelaksanaannya di Indonesia.
2) Untuk mengetahui pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia.
3) Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia
serta solusinya
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia
Pengertian Demokrasi menurut Hans Kelsen adalah pemerintahan oleh rakyat dan
untuk rakyat. Yang melaksanakan keputusan negara ialah wakil-wakil rakyat yang
terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan
diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman kemerdekaan hingga masa reformasi tahun
1998 telah mengalami beberapa perubahan sistem demokrasi, antara lain :
1) Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar.
Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, Presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga, dengan
maklumat Wakil Presiden, meka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia
untuk masa-masa selanjutnya.
2) Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tiggi
dalam proses politik yang berjalan.
3) Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri : dominasi Presiden, terbatasnya peran
partai politik, berkembangnya pengaruh PKI.
4) Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan
Ir. Soekaro sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa Orde Baru ini
menerapkan demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasannya model
demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuia dengan ideologi negara Pancasila.
5) Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)
4
Sejak runtuhnya Orde Baru, Indonesia memasuki suasana kehidupan
kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan
terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku
sebelumnya.kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD
1945 (bagian batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan
tatanan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
2.2 Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) terdapat dalam Undang-Undang No. 42
Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah
pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden dapat diusung oleh dua atau lebih gabungan partai politik (koalisi),
seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 42 Tahun 2008.
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, tujuan Pemilihan Umum ada 4 yaitu :
a) untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara
tertib dan damai;
b) untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c) untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan;
d) untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
B. Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-wakil rakyat
yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Sistem pemilihan ini sangat
dipengaruhi oleh cara pandang terhadap individu atau masyarakat dalam negara.
apakah mereka dipandang sebagai individu yang bebas memilih wakilnya atau
dipilih sebagai wakil rakyat atau mereka dipandang sebagai satu kesatuan
kelompok sehingga tidak dapat menentukan pilihan atau mencalonkan diri untuk
dipilih. Atas kriteria ini, maka dikenal dua sistem pemilihan yakni sebagai berikut:
5
1) Sistem Pemilihan Mekanis, yang memandang rakyat sebagai massa individuinvidu yang sama sebagai suatu kesatuan otonom dan negara/masyarakat
dipandang sebgai kompleks hubungan-hubungan antar individu. Setiap
individu memiliki hak pilih dan memilih aktif yang mengeluarkan satu suara
dalam setiap pemilihan. Sifat perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan
politik. Sistem ini dibagi menjadi dua yaitu sistem Distrik dan Proporsional.
a. Perwakilan distrik/mayoritas (single member constituencies)
Sistem yang pertama, yaitu sistem distrik,dinamakan juga sistem
single member constituencies atau sistem the winner’s take-all. Dinamakan
demikian, karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan
atau daerah-daerah pemilihan (dapil) yang jumlahnya sama dengan jumlah
anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.
b. Sistem perwakilan berimbang (proportional representation)
Sementara itu, pada sistem yang kedua, persentase kursi di lembaga
perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan
presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik.
2) Sistem Pemilihan Organis, yang menempatkan masyrakat sebagai satu
kesatuan individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam
kesatuan hidup. Kesatuan hidup inilah yang mengendalikan hak untuk
memilih dan dipilih, atau mengutus wakil-wakilnya yang duduk di badan
perwakilan rakyat. Prosedurnya biasanya melalui pengangkatan, sehingga sifat
perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan fungsional.
C. Lembaga Penyelenggara
1) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menentukan bahwa “Pemilihan
umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali”. Dalam Pasal 22E ayat 5 ditentukan pula bahwa
“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional tetap, dan mandiri”. Oleh karena itu, menurut UUD 1945
penyelenggara pemilihan umum haruslah suatu komisi yang bersifat : (i)
nasional, (ii) tetap, dan (iii) mandiri atau independen.
6
2) Mahkamah Konstitusi (MK)
Pasal 24 C Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit mengenai
kewenangan MK, yaitu : (1) menguji UU terhadap UUD, (2) memutus
sengekta kewenangan lembaga Negara yang kewengangaanya diberikan oleh
UUD, (3) memutus pembubaranpartai politik, dan (4) memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
Hasil penetapan final penghitungan suara dalam Pemilu sering kali terjadi
perbedaan pendapat antara peserta Pemilu dan penyelenggara Pemilu, baik
karena kesengajaan atau kelalaian, maupun disebabkan faktor human error.
Jika perbedaan pendapat yang demikian itu menyebabkan kerugian bagi
peserta Pemilu, peserta Pemilu yang dirugikan itu dapat menempuh upaya
hukum dengan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil Pemilu ke
Mahkamah Konstitusi.
Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, semua pihak, termasuk
apalagi kepada pihak KPU selaku lembaga penyelenggara Pemilu dan pihakpihak yang kepentingannya terkait lainnya, sudah diberi kesempatan yang
cukup dan leluasa untuk membantah atau menolak bukti-bukti yang diajukan
oleh pihak pemohon perkara, tetapi karena ternyata bukti-bukti dimaksud tidak
terbantahkan, perkara perselisihan hasil Pemilu itu sudah diputus final dan
mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
2.3 Masalah Tentang Pemilu Dan Solusinya
Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang selalu disambut meriah
oleh rakyat. Masa menjelang Pemilu selalu ramai dengan kegiatan kampanye yang
dilakukan oleh para pasangann calon. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Hingga pada saat berlangsungnya
pemilihan itu sendiri dan perhitungan suara setelahnya, pesta demokrasi lima
tahunan ini selalu diliputi berbagai masalah antara lain :
1) Kegiatan Kampanye Yang Tidak Kondusif
Sebelum kegiatan Pemilu berlangsung, para pasangan calon melakukan
kampanye untuk menyampaikan visi misinya terlebih dahulu. Kampanye juga
bertujuan untuk mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Namun tak
jarang, kampanye sering diwarnai dengan tindakan yang tidak sportif. Seperti
tindakan kampanye hitam atau disebut black campaign. Kampanye hitam
7
dilakukan dengan cara menyebar berita buruk atau bahkan fitnah terhadap lawanlawan politik. Bahkan menyerang secara pribadi. Masalah pada saat kampanye
lainnya adalah sering terjadinya money politics atau politik uang. Para pasangan
calon membagikan sejumlah dana kepada para pendukung, baik kepada para
pejabat maupun rakyat dengan maksud agar mau memberikan dukungan.
Tindakan money politics jelas telah melanggar salah satu asas pemilu yaitu jujur.
Lagipula jual beli suara ini dilakukan dengan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Maka tak jarang sering terjadi tindakan korupsi yang dilakukan oleh
pejabat negara guna membayar semua biaya yang telah dikeluarkan untuk
kampanye.
2) Golongan Putih
Ada banyak hal yang membuat masyarakat melakukan golput (golongan
putih), yaitu tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara untuk memberikan
pilihan, ataupun datang tetapi berupaya untuk membuat suarat suara menjadi tidak
sah. Misalnya mencoblos semua pasangan calon maupun partai-partai politik. Hal
ini tentunya membuat surat suara menjadi tidak sah. Seperti halnya pada Pemilu 4
April tahun 2009, sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu legislatif, diketahui tidak
menggunakan hak pilih (golput). Dari 171.265.442 jumlah pemilih yang terdaftar
sebagai pemilih tetap, hanya 121.288.366 orang yang menggunakan hak pilih.
Dengan demikian terdapat 49.677.076 pemilih yang tidak ikut mencontreng.
Tindakan ini sangat disayangkan karena rakyat tidak menggunakan hak pilih
mereka dengan baik, mengingat Pemilu adalah momen untuk memilih dan
menentukan pemimpin bangsa.
3) Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Permasalahan lain yang sering terjadi adalah banyaknya warga yang tidak
terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal telah memiliki KTP. Entah
disebabkan karena kesalahan pada saat pendataan maupun masalah human error
lain. Hal ini membuat warga yang tidak terdaftar menjadi kehilangan hak
politiknya, yaitu hak untuk memilih dalam Pemilu. Selain masalah tersebut, sering
terdapat pula pemilih ganda, atau pemilih yang tidak memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam permohonan tertanggal 24 Juni 2009 mendalilkan bahwa keberadaan
Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 berpotensi merugikan hak
Konstitusional para Pemohon, khususnya hak memilih (the right to vote). Menurut
8
Pemohon, kesalahan atau kelalaian penyelenggara Pemilu, pada konsteks ini
dalam menyusun DPT, seharusnya tidak ditimpakan akibatnya kepada warga
Negara, karena menyebabkan warga Negara kehilangan hak pilihnya. Hal itu pula
pernah menjadi pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003
tanggal 24 Februari 2004. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MK
menyatakan bahwa hak-hak warga negara untuk memilih telah ditetapkan sebagai
hak asasi manusia dan hak kontitusional warga negara (constitutional rights of
citizen) sehingga oleh karenanya hak konstitusional tersebut tidak boleh dihambat
atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun, dalam
hal ini mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
4) Terlibatnya Aparat Pemerintahan Dalam Pemenangan Calon Tertentu
Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Pasal 41 ayat (2), aparat
pemerintahan seperti PNS, TNI, Polri maupun pejabat pemerintahan lainnya
dilarang untuk ikut serta dalam berkampanye. Mereka harus bersikap netral dan
tidak diperkenankan menjadi tim kemenangan untuk pasangan calon manapun.
Namun tak jarang para pejabat pemerintahan tersebut terlibat aktif dalam kegiatan
kampanye dan menyuruh pemilih untuk memilih calon tertentu.
5) Kecurangan Dalam Perhitungan Suara
Saat penghitungan suara dilakukan, tak jarang beberapa pihak tertentu
mencoba untuk melakukan kecurangan dengan memanipulasi hasil perolehan
suara. Namun hal ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila tidak ada kerjasama
antara panitia, saksi, pemantau dan pengawas Pemilu.
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Tersebut
Berbagai masalah dalam kegiatan Pemilu di atas perlu untuk segera ditangani agar
dapat tercipta suasana Pemilu yang demokratis dan sesuai dengan asas LUBER
JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Beberapa hal yang
dapat kita lakukan antara lain :
1) Sebagai pemilih, tentunya kita akan memilih pasangan calon yang memiliki visi
dan misi yang bagus. Namun kita juga harus selektif dalam menerima berita
apapun yang terkait dengan setiap paslon. Apalagi untuk berita yang terkesan
menjelekkan pihak tertentu. Karena kemungkinan hal itu adalah bagian dari
tindakan kampanye hitam.
9
2) Terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak memiliki pilihan atau
memang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Masalah tersebut antara lain
Karena semua pasangan calon yang ada dirasa tidak sesuai dengan harapan.
Ataupun disebabkan karena sikap skeptis dari masyarakat itu sendiri. Jika kita
mengetahui ada kerabat ataupun teman yang berpotensi golput, kita harus
mengingatkan mereka bahwa hak pilih mereka sangat penting untuk bangsa ini.
3) Masalah money politics, dapat berasal dari para paslon maupun masyarakat. Untuk
mencegah praktek ini terus berlanjut, dapat dilakukan dengan cara menerima saja
uang dari mereka, namun pilih saja paslon yang sesuai dengan pilihan kita. Lama
kelamaan mereka akan bosan untuk membagikan uang karena dirasa tidak sesuai
target. Sedangkan dari masyarakat, karena telah terbiasa menerima uang, mereka
jadi tidak mau memilih jika tidak mendapatkan uang. Dalam hal ini diperlukan
kesadaran yang tinggi dari masyarakat bahwa memilih pemimpin bukan semata
karena uang melainkan demi kepentingan bangsa dan Negara.
4) Pendataan jumlah pemilih tetap harus dilakukan dengan cermat dan teliti oleh
KPU. Jangan sampai warga yang seharusnya berhak memilih menjadi tidak dapat
menggunakan haknya karena tidak terdaftar sebagai DPT.
5) Apabila kita mengetahui ada aparat pemerintahan yang aktif dalam pemenangan
calon tertentu, kita dapat menegurnya secara langsung ataupun melaporkannya
kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) untuk diambil tindakan sebagaimana
mestinya.
6) Untuk mengantisipasi adanya perubahan atau manipulasi hasil perolehan suara,
kita dapat mengamati dengan seksama perolehan suara yang terdapat pada surat
suara dan mencocokkannya dengan hasil rekapitulasi sebelum Berita Acara
Rekapitulasi Penghitungan Suara ditandatangani. Untuk saksi dan pengawas, perlu
meminta salinan Berita Acara beserta lampirannya untuk kemudian dibawa dan
dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Indonesia adalah negara demokrasi yang telah mengalami beberapa kali perubahan sistem
demokrasi yang terbagi menjadi beberapa periode. Dalam negara demokrasi itu sendiri,
terdapat suatu hal yang ditempuh untuk mewujudkan prinsip demokrasi yaitu Pemilu. Yang
dimaksud sebagai Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 adalah untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu dilaksanakan untuk memenuhi tujuan bangsa
dan negara, dengan sistem tertentu, serta diatur dan dilaksanakan oleh lembaga negara yang
berwenang. Namun dalam praktik penyelenggaraan Pemilu sering terjadi permasalahan yang
dapat menghambat pelaksanaan Pemilu secara LUBER JURDIL. Beberapa solusi telah
ditawarkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah tersebut.
Saran
Pemilu adalah sarana untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin bangsa kita ke
depan. Sebagai warga negara yang baik, kita harus bersikap demokratis. Menjunjung tinggi
asas Pemilu yang LUBER JURDIL dan menggunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya. Bagi
para calon, diharapkan dapat menaati semua prosedur yang telah dijelaskan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tidak berbuat curang serta mencalonkan diri dengan cara
yang tidak melanggar hukum. Kemudian bagi para pemilih, diharapkan memiliki kesadaran
yang tinggi untuk dapat memilih pemimpin sesuai dengan keyakinan dan hati nurani masingmasing demi terciptanya kehidupan bangsa dan negara yang demokratis sesuai dengan
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi ‘Dari Negative Legislature ke Positive Legislature?’.
Jakarta: Penerbit Konstitusi Press (Konpress).
Yusa, I Gede, et all. 2016. Hukum Tata Negara. Malang: Setara Press.
Kurniasih, Dwi Ari. “Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres (Pemilihan Presiden
Tahun 2009),” Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang, II (2013), hal. 34.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil
Presiden.
“Pengertian Demokrasi, Macam-macam, Ciri-ciri, Definisi Para Ahli, Prinsip, & Nilai”.
http://artikelsiana.com/2015/08/demokrasi-pengertian-ciri-ciri-macam.html
“Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia Dari Masa Ke Masa”.
http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarahperkembangan-demokrasi-di.html?m=1
“Solusi Mengatasi Konflik Pemilu”. http://www.hukumpedia.com/ltl/solusi-mengatasikonflik-pemilu
12