Pengembangan Model Pelatihan Tenaga Kerja Dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja Di Kota Bekasi.

(1)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ………. iii

ABSTRACT ……….. iv

KATA PENGANTAR ………...……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. vi

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR BAGAN ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR GRAFIK……….. xvi

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ………..………... 1

B. Identifikasi Masalah ……… 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 12

1. Pembatasan Masalah ………. 12


(2)

xvii

D. Tujuan Penelitian ……… 12

E. Manfaat Penelitian ……….. 13

F. Asumsi-asumsi dan Kerangka Teoritik ………14

G. Sistematika Penulisan ………. 24

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 25

A. Konsep Sumber Daya Manusia ……….… 25

B. Konsep Pelatihan ... 27

1. Pengertian pelatihan ... 27

2 Tujuan Pelatihan ……….. 29

3. Prinsip- Prinsip Pelatihan ... 32

4. Jenis- Jenis Pelatihan ………36

5. Model Pelatihan yang Efektif ……….. 38

6 Evaluasi Pelatihan ………47

7. Konsep dan Struktur Program Pelatihan ……….. 51

1. Pengertian Struktur Program Pelatihan ………. 51

2. Mengembangkan Stuktur Program Pelatihan ……….… 53

8. Konsep Kinerja dalam Sistem Pelatihan ………..…… 57

a. Pengertian Kinerja ……….………57

b. Peranan Kinerja dalam Pelatihan ... 63

c. Pengukuran Kinerja ………. 66

d. Desain Sistem Pengukuran Kinerja ... 67


(3)

xvii

C. Konsep Kompetensi ... 103

1. Hakikat Kompetensi ... 103

2. Manfaat Kompetensi ... 111

3. Model Kompetensi ... 114

4. Tipe Kompetensi ... 116

5. Tingkat Kompetensi ... 126

6. Strata Kompetensi ... 128

7. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi ... 129

BAB III METODE PENELITIAN ……….138

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……… 138 1. Tahap Studi Pendahuluan

……….

139

2. Tahap Studi Pustaka

………

140

3. Tahap Penyusunan Model Konseptual ………

141

4. Tahap Verifikasi Model

………..

141

5. Tahap Implementasi Model

……….

143

6. Tahap Evaluasi dan Pengembangan Model ………


(4)

xvii 7. Tahap Analisis Hasil Implementasi

……….

145

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……… 147 C. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 152

1. Lokasi Penelitian

………

152

2. Subjek Penelitian

……….

153

D. Prosedur Pengumpulan Data ………. 153

E. Teknik Analisis Data ………. 157

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 161 A. Pengelolaan Pelatihan Secara Empirik Calon Tenaga Kerja di Kota

Bekasi ……… 163

1. Profil Umum Kota Bekasi ………..…………. 163 2. Profil Peserta Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi ... 167 3. Pelaksanaan Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi ... 168 B. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan Calon Tenaga Kerja

Kota Bekasi ... 173 1. Analisis Kebutuhan Pelatihan ... 173 2. Model Konseptual Pelatihan Berbasis Kinerja Calon Tenaga

Kerja Kota Bekasi ...178 a. Rasionel ... 178


(5)

xvii

b. Tujuan ... 181

c. Ruang Lingkup Model ... 182

d. Tahapan Model ... 183

1) Perencanaan ... 183

2) Pelaksanaan Pelatihan ... 188

3) Evaluasi ... 191

e. Usulan Model Konseptual yang Dikembangkan ... 192

f. Kriteria Keberhasilan ... 195

C. Uji Kelayakan Model ... 196

1. Analisis Kualitas Model ... 196

2. Validitas Model Menurut Penilaian Ahli ... 198

3. Uji lapangan I ... 199

4. Revisi Model ... 217

5. Uji Lapangan II ... 220

6. Analisis Hasil Uji Coba ………. 228

a. Analisis Hasil Evaluasi ……… 228

b. Analisis Tingkat Penerimaan Sumber Belajar terhadap Model.. 233

c. Dampak Pengembangan Model ... 239

D. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 242

E. Temuan Hasil Penelitian ... 245

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….. 249


(6)

xvii

B. Rekomendasi ……… 254

DAFTAR PUSTAKA ……… 258

LAMPIRAN- LAMPIRAN ………263

RIWAYAT HIDUP ………. 281

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Analisis Kebutuhan Pelatihan (Tahapan Appraisal)

40

2.2 Sistem Pelatihan 44

2.3 Model Pelatihan yang Berorientasi pada Kompetensi

47

2.4 Empat Tingkat Evaluasi Pelatihan 50


(7)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

1.1 Paradigma Pelatihan Tenaga Kerja dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja di Kota Bekasi

23

2.1 Hierarki Ukuran Kinerja 78

2.2 Tingkat Kompetensi 126

3.1 Mekanisme Kegiatan Penelitian 146

4.1 Model Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi Saat Ini

172

4.2 Model Konseptual Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi

194

4.3 Model Empirik Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi


(8)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Nomor Grafik Halaman

2.1 Pengukuran Baseline 83

2.2 Waktu Rata-rata Proses Produksi 84

2.3 Pengawasan Produk 85

2.4 Kinerja 86

2.5 Hubungan antara Produktivitas dan Waktu Proses Produksi

87

4.1 Perbandingan Perolehan Skor Ranah Pengetahuan

227

4.2 Perbandingan Perolehan Skor Ranah Keterampilan

227 4.3 Perbandingan Perolehan Skor Ranah

Sikap


(9)

xvii

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Hal

Tabel 2.1 Korelasi antara Tipe dan Akurasi Kinerja 77

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket 149

Tabel 3.2 Kisi-kisi Observasi 150

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Aspek Pengetahuan 151

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Aspek Sikap 151

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Aspek Keterampilan 151

Tabel 4.1 Data Peserta Pelatihan 167

Tabel 4.2 Hasil Pretes Aspek Pengetahuan 204

Tabel 4.3 Hasil Pretes Aspek Keterampilan 206

Tabel 4.4 Hasil Pretes Aspek Sikap 208

Tabel 4.5 Hasil Postes Aspek Pengetahuan Tahap I 211 Tabel 4.6 Hasil Postes Aspek KeterampilanTahap I 212


(10)

xvii

Tabel 4.8 Hasil Postes Aspek Pengetahuan Tahap II 223 Tabel 4.9 Hasil Postes Aspek Keterampilan Tahap II 224

Tabel 4.10 Hasil Postes Aspek Sikap Tahap II 225

Tabel 4.11 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Pengetahuan 235

Tabel 4.12 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Keterampilan 236 Tabel 4.13 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Sikap 238

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pedoman Wawancara (pengelola pelatihan)... 263

2. Pedoman Wawancara (tutor pelatihan) ... 266

3. Pedoman Observasi ... 270

4. Angket untuk Warga Belajar ... 272

5. Instrumen Tes Peserta Pelatihan Kecakapan Hidup ... 273

6. Daftar Warga Belajar... 276

7. Data Hasil Jawaban Responden ... 277

a. Skor Hasil Tes Tahap I... 277

b. Skor Hasil Tes Tahap II ... 278


(11)

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak lama Bank Dunia tahun 1973 (dalam Ginanjar Kartasasmita, 1995:7) memberi rujukan, bahwa pertumbuhan Total Faktor Produktivity (TFP) di negara-negara Asia Timur secara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan-kawasan lainnya. Tetapi di antara negara-negara Asia Timur itu sendiri terdapat variasi cukup besar. Hongkong, Taiwan, Thailand, Korea Selatan dan Jepang, yang dinamakan dengan productivity driven economy, mempunyai TFP tinggi. Sementara itu Singapura, Malaysia dan Indonesia, yang disebut dengan investmen driven economy, mempunyai TFP relatif rendah, walaupun sesungguhnya pertumbuhan ekonominya juga tinggi.

Analisis para futurolog (Naisbit, 1990) mengenai masa depan perekonomian dunia, cenderung mengacu kepada ekonomi pasar yang mendunia, dan dinamakan dengan istilah boom ekonomi global. Karakteristik ekonomi pasar dunia ditandai dengan iklim kompetitif, baik dari segi kualitas dan keragaman produk, ekspansi pemasaran (Marketing) serta ditandai dengan kejayaan individu (entrepreneur).

Dari keseluruhan karakteristik yang diungkapkan Naisbit (1990) mengenai ekonomi global, cenderung mengacu kepada penekanan strategis, dan semakin pentingnya posisi sumber daya manusia (SDM) dalam system perekonomian dunia. Konsep yang merujuk pentingnya peran sumber daya manusia (SDM)


(13)

dalam berbagai sektor pembangunan, te1lah sejak lama disadari baik oleh para ilmuwan maupun pemegang kebijakan (Policy Maker). Hal ini terlihat dari rambu-rambu yang diketengahkan para ilmuan ekonomi modern.

Adam Smith dalam Ginanjar Kartasasmita (1995) dua seperempat abad lalu, telah mengingatkan bahwa peningkatan pengetahuan seorang pekerja harus diperhitungkan sama dengan mesin atau peralatan barang modal yang menghasilkan produksi, namun teori-teori pertumbuhan pada tahap awal, tidak cukup memberi perhatian pada kualitas manusia, ketimbang pada modal fisik dan jumlah tenaga kerja sebagai sumber-sumber pertumbuhan. Baru kemudian setelah diketemukan ada perbedaan dalam neraca pertumbuhan antara tingkat pertumbuhan dan tingkat pertambahan stok modal dan angkatan kerja disadari bahwa ada unsur lain yang mempengaruhi pertumbuhan. Perbedaan ini, yang disebut faktor residual, kemudian dinamakan Total Factor Productivity (TFP) dan dijelaskan sebagai hasil dari peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi. Peningkatan produktivitas ini diperoleh dari penerapan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Sebagian besar ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia (human resources) dari suatu bangsa, bukan modal fisik ataupun sumberdaya material, merupakan faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi bangsa yang bersangkutan. Keyakinan para ekonom tersebut antara lain nampak jelas pada pernyataan almarhum Profesor Frederick Harbison dari Princeton Univercity (dalam Michael P. Todaro:384) sebagai berikut :

Sumber daya manusia merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang


(14)

pada dasarnya bersifat pasif, manusialah yang merupakan agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasikan sumber-sumber daya alam, membangun berbagai macam organisasi sosial, ekonomi dan politik, serta melaksanakan pembangunan nasional. Jelaslah, jika suatu negara tidak segera mengembangkan keahlian dan kemampuan rakyatnya dan tidak memanfaatkan potensi mereka secara efektif dalam pembangunan dan pengelolaan ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya negara tersebut tidak akan dapat mengembangkan apapun. Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya potensi manusia sebagai pemegang kunci/posisi strategis dalam upaya pengembangan sumber daya manusia. PBB (dalam Michael P. Todaro:384), menegaskan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial maupun ekonomi. Pernyataan di atas memberi gambaran betapa tingginya harapan terhadap pendidikan, namun pada kenyataannya bukan berarti pendidikan dapat memenuhi harapan tersebut, karena pendidikan sendiri dihadapkan pada banyak dimensi dengan berbagai tantangan dan permasalahan. Dimensi jalur pendidikan sekolah (formal) dengan pendidikan luar sekolah (nonformal), dimensi kebijakan pendidikan sentralisasi/ desentralisasi, dimensi pengelolaan/manajemen pendidikan, serta dimensi pembelajaran, bahkan dimensi subyek pendidikan (human resources), yaitu guru, kepala sekolah, orang tua dan muridnya itu sendiri.

Peningkatan sumber daya manusia dalam sebuah lembaga atau organisasi melalui pelatihan sebagai salah satu bentuk pendidikan luar sekolah, merupakan bentuk upaya strategis. Melalui pelatihan, dapat memberi kontribusi nyata dalam meningkatkan dan melaksanakan pembangunan di daerah. Hal ini mudah dipahami, karena pelatihan dirancang dan dikembangkan dengan dilandasi dan berdasarkan pada tuntutan atau kebutuhan nyata dunia lapangan kerja, serta


(15)

peningkatan kapasitas dari ketenagaan sebuah organisasi atau lembaga. Di samping wacana tersebut ada faktor lain yang juga ikut berkontribusi terhadap

keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Faktor tersebut adalah profil kepemimpinan pemerintahan dan kinerja aparatnya, yang senantiasa ditampilkan antara yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai latar yang dimilikinya, seperti pendidikan, pengalaman kerja, usia dan lingkungan.

Sebagai salah satu bagian dari sistem kehidupan dunia (globalisasi), saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan mendasar, terutama sejak mengalami krisis di berbagai bidang selama kurang lebih sepuluh tahun. Kondisi ini membawa dampak negatif yang sangat pundamental bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM). Krisis multidimensi ini, menyebabkan Indonesia mengalami keterpurukan dalam berbagai aspek dan hancurnya tatanan kehidupan masyarakat, sehingga menempatkan Indonesia berada dalam tahap krisis yang serius. Menyikapi kondisi seperti ini, sektor pendidikan merupakan salah satu pilar yang menjadi tumpuan dalam meletakan pondasi pilar bangsa, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Disadari bahwa pembenahan kondisi bangsa yang rentan sebagai akibat keterpurukan, memerlukan enerji ekstra dengan waktu yang cukup lama, biaya dan sumber daya lainnya yang berlipat ganda. Konsistensi dan keterlibatan semua pihak dalam memperbaiki dan memulihkan kondisi sumber daya manusia, merupakan salah satu komitmen pemerintahan kabinet Indonesia bersatu. Dengan


(16)

target diarahkan kepada upaya membangun kembali manusia Indonesia agar dapat disejajarkan dengan negara lain.

Pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam bidang pendidikan di daerah, masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan: (1) Bagaimana otonomi daerah dapat mengamankan program-program pendidikan yang memberikan peluang kreativitas dan keragaman daerah, tetapi semuanya mengarah kepada kepentingan nasional? (2) Bagaimana otonomi daerah menjamin bahwa kualitas SDM bukan hanya dapat memenuhi standar lembaga, atau standar nasional semata-mata, tetapi juga memenuhi standar internasional? (3) Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan (technical efficiency) maupun efisiensi dalam mengalokasikan anggaran (economic efficiency)? (4) Bagaimana otonomi daerah dapat meningkatkan aspirasi dan kesempatan masyarakat dalam memperoleh pendidikan yang lebih memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat? (5) Bagaimana otonomi daerah dapat menggali dan memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pendidikan? (6) Bagaimana otonomi daerah dapat mempertanggungjawabkan tugas dan hasil-hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat?

Secara empirik, analisis masalah pembangunan, khususnya ketenaga kerjaan di Kota Bekasi dapat dikaji berangkat dari salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perkembangan perekonomian suatu daerah adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, dimana tahun dasar yang dipakai


(17)

adalah tahun 1993. Nilai-nilai PDRB biasanya disajikan menurut deret waktu dari tahun ke tahun, sehingga dapat dilihat setiap sektor apakah perkembangannya menunjukkan trend yang meningkat atau sebaliknya. PDRB dalam publikasi ini disajikan tahun 2001 sampai 2003. Pertumbuhan ekonomi tahun 2001 terutama tahun 2001 terutama didorong oleh pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi (41,73%), sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 terutama didorong oleh pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi (10,36%), dan tahun 2003 didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (10,86%) (BPPD Kota Bekasi, 2007).

Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi, jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2006 ada 43.472 orang sedangkan pada tahun 2007 ada 41.786 orang. Sebagian besar pencari kerja tersebut adalah mereka yang berpendidikan SLTA yaitu 31.198 orang dan Akademi/Universitas sekitar 8.330 orang. Namun jumlah mereka yang diterima hanya sekitar 933 orang. Delapan ratus sembilan puluh delapan orang di antaranya yang berpendidikan tamat SLTA dan sebanyak 9 orang yang berpendidikan Akademi/ Universitas (BPPD Kota Bekasi, 2007).

Untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM tenaga kerja di Kota Bekasi sebagaimana data tersebut di atas, memerlukan sarana dan prasarana yang memadai disamping pendidikan formal yang harus ditempuh perlu adanya sarana dan prasarana untuk menambah pengetahuan dan keterampilan praktis, baik yang disediakan / diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.


(18)

Di Kota Bekasi terdapat beberapa lembaga pelatihan yang dikelola/ dimiliki pemerintah dan swasta :

1. Balai Latihan Ketenagakerjaan Bekasi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, meliputi kejuruan: Automotive, Listrik, Teknologi Mekanik, Bangunan, Tata Niaga dan Aneka Kejuruan.

2. Lembaga pelatihan yang dikelola oleh swasta yang khusus untuk peningkatan kerja tenaga kerja ke Luar negeri ( BLKLN ) sebanyak 21 dan 32 Lembaga Latihan Swasta yang mempunyai kejuruan meliputi latihan baby sister, komputer , dan penjahitan, Secara kuantitatif, jumlah peserta pelatihan yang telah megikuti pelatihan yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi pada tahun 2002 berjumlah 80 orang untuk 4 (empat) jenis/rumpun pelatihan, pada tahun 2003 berumlah 80 orang untuk 2 (dua) jenis/ rumpun pelatihan dan 2004 telah dilaksanakan pada 3 (tiga) jenis/ rumpun pelatihan untuk 60 orang peserta, dan pelatihan dengan pola pemagangan pada perusahaan berjumlah 60 orang peserta, pada tahun 2005 telah dilaksanakaan 3 (tiga) jenis pelatihan dengan jumlah peserta 60 orang , dan pelatihan dengan pola magang sebanyak 20 orang ,untuk tahun 2006 pelatihan diikuti oleh 60 peserta dengan jenis pelatihan serta pelatihan pola magang sebanyak 60 orang.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, bahwa selama ini pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi kecenderungannya belum dikembangkan berdasarkan konsepsi sistem pelatihan yang komprehensif. Kecenderungannya, pelatihan diselenggarakan dalam memenuhi tuntutan kebijakan yang sifatnya mendesak saat ini, sehingga belum memiliki sebuah kerangka besar (payung) pengembangan dan


(19)

peningkatan sumber daya manusia ketenaga kerjaan dalam menjawab tantangan internal dunia kerja, tuntutan layanan serta akuntabilitas masyarakat.

Pelatihan sebagai salah satu sistem pembinaan profesional merupakan suatu alternatif positif dalam pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, karena pelatihan merupakan salah satu konsep dalam manajemen sumber daya manusia yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kognisi, afeksi, dan psikomotor dan mewujudkan profesionalisme yang tertuang di dalam struktur program pelatihan itu sendiri.

Disadari, secara ideal seharusnya aspek yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan model pelatihan ini meliputi; peserta pelatihan sebagai calon tenaga kerja, program pelatihan, strategi pelatihan, proses pelatihan dan hasil pelatihan. Semua sasaran atau hasil yang ingin dicapai melalui pelatihan, pada hakekatnya akan sangat tergantung pada implementasinya. Oleh karenanya komponen-komponen yang menjadi pendukung system pelatihan menjadi sangat penting. Salah satu komponen yang cukup stategis adalah sasaran atau calon peserta pelatihan sebagai enrolement dalam pelatihan tenaga kerja Kota Bekasi untuk meningkatkan kompetensi kerjanya.

Kehadiran telepon seluler (ponsel) atau Handphone telah mengubah kehidupan manusia. Jarak selama ini dituding menjadi biang keladi kesulitan itu, tidak kuasa lagi menghalangi. Sebagian besar remaja zaman sekarang merasa dirinya sangat tergantung pada Handphone. Kehadiran ponsel sangat membantu kemudahan hidup, komunikasi. Tujuan kemudahan hidup itu pula yang memaksa


(20)

dirinya memutuskan menggunakan ponsel beberapa tahun silam. Alasannya biar bisa berkomunikasi dengan mudah.

Sebagian besar para remaja mengatakan bahwa tujuan utama menggunakan ponsel adalah, “Sebagai alat komunikasi dan sebagai penyambung silaturahmi, sebagai hiburan, dan tidak menutup kemungkinan sebagai alat tambahan membantu dalam kelancaran berbisnis.”

Tak bisa dipungkiri lagi, bagi mereka yang hidup di perkotaan, di dunia modern yang menuntut segala sesuatunya serba cepat dan mudah, memiliki ponsel seperti sebuah keniscayaan. Celah ini tentu menjadi peluang besar para perusahaan komunikasi untuk merauk keuntungan. Mereka berlomba-lomba mengembangkan teknologi yang telah ada guna melahirkan produk-produk baru yang bakal mengisi pasar. Melalui inovasi-inovasi, mereka memaksa insan-insan perkotaan menambah kebutuhan hidupnya. Perkembangan teknologi tentu tidak mungkin mencapai kata sempurna dalam arti sesungguhnya. Oleh karena itu, tidak ada satu teknologi pun yang dikembangkan telah mencapai fase final. Inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan berikutnya tetap mengikuti sebuah pencapaian yang telah ada. Proses pun terus berlanjut, mengikuti hasrat, nafsu, dan kebutuhan manusia.

Satu hal yang tidak dapat dihindari adalah teknologi pasti menghadirkan efek samping yang memengaruhi kehidupan manusia. Sekecil apa pun, teknologi pasti memiliki sifat “memaksa”, membuat manusia menjadi tergantung padanya.

Beberapa orang mengaku ketergantungannya pada ponsel telah mencapai taraf yang tinggi. Kendati demikian, sifat “memaksa” itu sangat relatif, tentunya.


(21)

Di tempat-tempat yang jauh dari hingar-bingar perkotaan yang dibalut kemajuan teknologi, mungkin saja masyarakatnya masih belum mampu memba¬yangkan wujud ponsel. Kemajuan peradaban manusia yang beriring dengan berkembangnya kebutuhan hidup, telah memaksanya kehadiran ponsel. Kehadirannya telah mengubah pola hidup manusia. Ponsel menjadi pemeran penting yang membentuk gaya hidup seseorang dan juga masyarakat. Kata orang pintar, inilah kemajuan zaman. Suka atau tidak kehadirannya tak dapat dielakkan.

Tinjauan sepintas mengenai handphone atau ponsel tersebut menjadi dasar pemikiran penulis dalam mengembangkan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi. Bidang kompetensi yang akan akan menjadi bahan pelatihan adalah pelatihan handphone (HP).

B. Identifikasi Masalah

Mencermati uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Lulusan SLTA yang sederajat banyak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan memerlukan biaya yang besar.

2. Penempatan tenaga kerja di sektor formal terbatas, sehingga banyak tenaga kerja terdidik yang masuk pada sektor-sektor pekerjaan informal.

3. Sebagian pencari kerja yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan pekerjaan tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan, sehingga


(22)

banyak ditemukan jenis pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja tidak terisi.

4. Pendidikan di sekolah yang selama ini ditempuh pencari kerja belum cukup memberikan keterampilan yang dipersyaratkan.

5. Jumlah pencari kerja dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia tidak seimbang.

6. Pengelolaan ketenagakerjaan yang menerapkan manajemen startegis, menuntut adanya dukungan profesionalitas dan peningkatan kompetensi kerja tenaga kerja sehingga terlihat dari indikasi kinerjanya.

7. Prasyarat tenaga kerja yang memiliki kompetensi kerja yang baik dan profesional, berdampak terhadap peningkatan prestasi kerja dan produktivitas dunia usaha dan kualitas layanan ketenaga kerjaan pada umumnya.

8. Peningkatan profesionalisasi dan kompetensi kerja tenaga kerja melalui pelatihan belum optimal, hal ini mengingat model pelatihan yang dikembangkan belum berorientasi pada kompetensi yang komprehensif dalam mendukung kemampuan kompetisi di dunia kerja.

9. Perkembangan usaha bidang hand phone sangat pesat di Kota Bekasi. Peluang usaha yang dapat dimanfaatkan adalah service HP, jual pulsa, jual beli HP, asesesoris HP, dan pemograman HP. Peluang tersebut perlu diikuti oleh penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap berupa kompetensi kerja yang berkenan dengan HP. Program Disnakertrans adalah menyelenggarakan suatu pelatihan yang aplikatif dan ekonomis


(23)

bagi warga belajar di lingkungan Kota Bekasi, di antaranya adalah pelatihan yang berkenaan dengan HP.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berangkat dari latar belakang dan indentifikasi masalah penelitian di atas, fokus penelitian ini lebih diarahkan pada kajian tentang model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

2. Perumusan Masalah

Berdasar pada pembatasan masalah di atas, diajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelatihan tenaga kerja yang dilaksanakan di Kota Bekasi dewasa ini?

2. Bagaimana pengembangan model konseptual model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi?

3. Bagaimana efektivitas model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model penelitian yang tepat untuk meningkatkan kompetensi kerja sehingga bisa memenuhi lapangan kerja. Sebagaimana fokus kajian dan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini secara khusus adalah:


(24)

2. Mengembangkan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

3. Mengungkapkan data tentang efektivitas model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

E. Manfaat Penelitian

Pengembangan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan keilmuan kajian pendidikan luar sekolah, khususnya model pengembangan pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan konsep pelatihan calon tenaga kerja dan kompetensinya. Dengan difokuskannya penelitian ini pada usaha untuk menemukan model, maka penelitian ini pun dapat dijadikan prototype model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi kerja berikutnya. Pada akhirnya, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat bermanfaat bagi perluasan kajian materi-materi PLS yang berkenaan dengan dialektika keilmuan masyarakat.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi pihak pemerintah daerah

Penelitian ini dapat melukiskan manfaat bagi aparat pemerintah, Khususnya dalam menetapkan kebijakan ketenaga kerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya, sehingga dapat meningkatkan prestasi dan kinerja ketenagakerjaan dalam proses pelayanan dan pembangunan masyarakat.


(25)

2. Bagi pihak lain yang berkepentingan

Penulisan ini merupakan salah satu kepustakaan dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam meningkatkan mutu layanan ketenagakerjaan serta mensukseskan berbagai upaya pembangunan di wilayah kabupaten/kota.

F. Asumsi-asumsi dan Kerangka Teoritik

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa tenaga kerja kita akan memiliki keunggulan kompetitif, yaitu dengan meningkatkan kualitas kompetensi dan performance kerjanya secara ideal. Peningkatan kompetensi kerja tenaga kerja ini dapat dilakukan secara optimal antara lain melalui pelatihan yang berkualitas penggajian yang memadai (sebagai intensif dan reward), sistem karier ketenagaan yang proporsional, adanya pengawasan yang jelas dan tegas, serta memberikan pembinaan kualitas kinerjanya (profesionalisasi) melalui pelatihan-pelatihan.

Pelatihan merupakan salah satu bentuk pembelajaran kelompok untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan sikap tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, pelatihan berfungsi untuk mengembangkan aspek kemampuan intelektual dan keterampilan manusia, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja. Hal ini sejalan dengan yang pendapat Nadler, (1984:3) “Training, specifying that activities of a broader scope lie within the realm of human resource development (HRD). Nadler defines training as learning that is provided to improve performance on the job.”


(26)

Nadler menyatakan bahwa pelatihan merupakan aktivitas “Human

resources development”. Pelatihan merupakan pembelajaran yang

diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja tutor dalam menyelenggarakan pekerjaan. Pengertian ini mengandung makna bahwa pengembangan sumber daya manusia menjadi alasan penting untuk dilaksanakannya pelatihan. Pelatihan yang dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mempersiapkan tenaga kerja menjadi lebih terampil dalam melaksanakan pekerjaan yang sekarang, tetapi juga sekaligus mempersiapkan tenaga kerja untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar dikemudian hari. Ini berarti kinerja pegawai tidak akan berhenti pada saat pegawai tersebut telah memperoleh tanggung jawab yang besar, tetapi kinerja akan berlangsung secara terus menerus dan selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Sejalan dengan pendapat di atas, Jucius (1962:296) mengemukakan bahwa: “The term ‘training’ is used here to indicate any process by which the aptitudes, skills, and abilities of employees to perform specific jobs are increased”. Istilah pelatihan menurut pendapat di atas dipergunakan untuk menunjukkan setiap proses mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan tertentu. Dengan demikian fokus pelatihan adalah menambah dan meningkatkan pengetahuan pegawai termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memecahkan persoalan-persoalan dalam pekerjaan.

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang perlu mendapatkan penekanan dalam pelatihan, yaitu; (1) kegiatan yang direncanakan dengan sengaja, (2) ada tujuan yang hendak dicapai, (3) ada


(27)

sasaran (peserta didik) dan sumber belajar, (4) ada kegiatan belajar dan berlatih, (5) penekanan pada bidang keahlian dan ketrampilan, (6) dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat, dan (7) menggnakan sarana dan prasarana pendukung.

Pelatihan pada dasarnya adalah aktivitas manusia melalui proses pembelajaran yang diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam mempelajari tugas sesuai dengan standar yang ditentukan. Untuk mencapai hasil itu maka program latihan hendaknya dirancang secara efektif. Ciri-ciri rancangan program latihan yang efektif menurut Bambang Kusriyanto, (1991 : 68-69), meliputi :

(1) mempunyai sasaran yang jelas, hasilnya sebagai tolak ukur; (2) diberikan oleh tenaga pengajar yang cakap menyampaikan ilmunya dan mampu memotivasi para penyelia; (3) isinya mendalam, sehingga tidak hanya menjadi bahan hafalan, melainkan mampu mengubah sikap dan meningkatkan prestasi kerja penyelia; (4) sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan, dan daya tangkap peserta ; (5) menggunakan metode yang tepat guna, misalnya kelompok diskusi untuk sasaran tertentu dan demonstrasi sambil kerja (on the job) untuk sasaran lainnya ; (6) meningkatkan keterlibatan aktif para peserta, sehingga mereka bukan hanya sekedar pendengar atau pencatat belaka; dan (7) disertai dengan desain penelitian, sejauhmana sasaran program tercapai demi prestasi dan produktivitas perusahaan.

Ciri-ciri dari rancangan program latihan di atas mencakup tiga hal pokok, yaitu berkenaan dengan; (1) Materi yang harus disampaikan secara jelas, mendalam isinya dan sesuai dengan latar belakang teknis; (2) Metode penyampaian pelatihan dan penyampaian materi dilakukan oleh pengajar yang cakap, serta melibatkan secara aktif peserta latihan ; dan (3) Evaluasi pelaksanaan pelatihan.


(28)

Soekidjo Notoatmodjo (1992:31-35) mengemukakan: dalam merancang dan mengembangkan program latihan yang efektif yaitu dengan mengikuti siklus yang dimulai atas: (1) analisis kebutuhan latihan; (2) menetapkan tujuan latihan; (3) pengembangan kurikulum (Materi); (4) persiapan pelaksanaan latihan; (5) pelaksanaan latihan, dan (6) evaluasi pelaksanaan latihan. Konsep mengenai modal manusia (human capital), yang antara lain dipelopori oleh pemenang hadiah nobel tahun 1992, Gary Becker. Investasi. Dalam modal manusia, yakni dalam pendidikan, pelatihan, dan kesehatan, berdasarkan berbagai hasil penelitian menunjukkan telah menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik.

Berbagai teori kemudian menjelaskan keterkaitan antara pengembangan sumber daya manusia dengan aplikasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 50-an, berkembang teori neoklasik, dalam perekonomian yang terbuka, dimana semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan semua negara didunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang. Menurut pandangan ini, oleh karena negara-negara maju telah memiliki modal yang cukup banyak, sedangkan negara-negara berkembang modal masih amat langka, maka jumlah investasi modal di negara-negara maju akan memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi yang sama di negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan hukum pertambahan yang semakin berkurang (Law of diminishing returns). Atau dasar pemikiran ini, maka akan terjadi transfer modal dengan berbagai cara di negara maju ke negara-negara berkembang dan pada


(29)

saatmya terjadi konvergensi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Dalam pandangan ini, maka unsur luar, yaitu injeksi modal dan teknologi dari luar, akan mampu mendorong pembangunan masyaraakat negara berkembang dan menimbulkan konvergensi tersebut.

Sumber pertumbuhan dalam teori endogen yang dikemukakan oleh Romer (1990) ini adalah meningkatnya stok pengetahuan dan ide baru dalam perekonomian yang mendorong tumbuhnya daya cipta dan inisiatif yang mewujudkan dalam kegiatan inovatif dan produktif. Ini semua menuntut kualitas sumber daya manusia yang meningkat. Transformasi pengetahuan dan ide baru tersebut dapat terjadi melalui kegiatan perdangangan internasional, penanam modal, lisensi, konsultasi dan komunikasi. Teori ini memberi penekanan kepada berkembangnya pengetahuan dan ide-ide yang tepat, oleh karena berbeda dengan benda, ide bersifat nonrivarly, artinya semakin baik ide yang dapat dimanfaatkan semakin baik nilainya bagi segenap sektor atau unit usaha (unit produksi) dengan praktis tanpa biaya marginal. Menurut pandangan Romer (1990), maka modal manusia lebih penting dari pada modal fisik. Becker (1995) bahkan menunjukkan bahwa sekitar 80% modal atau kekayaan di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya terdiri dari modal manusia.

Dengan pendekatan ini dapat diterangkan secara jelas apa yang menjadi kunci keberhasilan negara-negara di Asia yang berkembang cepat, dimulai dari Jepang, Korea selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura, yang memberi penekanan besar kepada perkuatan modal manusia. Dengan sumber daya alam yang dan


(30)

hambatan yang mereka hadapi dalam ekspornya ke Barat, mereka dapat tetap memelihara daya saing dan tingkat pertumbuhan yang menakjubkan.

Kesadaran bahwa manusia semakin penting peranannya bukan hanya sebagai objek, tetapi subjek pembangunan telah mewarnai konsep-konsep pembangunan yang berkembang belakangan ini. Hal ini dipengaruhi pula oleh kekecewaan terhadap hasil pembangunan yang terlalu tersandar pada konsepsi pembangunan pada masa sebelumnya.

Salah satu harapan atau anggapan dari aliran teori pertumbuhan adalah bahwa hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarakat sampai lapisan yang paling bawah. Namun pengalaman dalam tiga dasa warsa (1940-1970) menunjukkan bahwa yang terjdi adaalah rakyat dilapisan bawah tidak senantiasa menikmati cucuran hasil pembangunan seperti yang diharapkan itu. Bahkan dibanyak negara kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh karena meskipun pendapatan dan konsumsi makin meningkat, kelompok masyarakat yang lebih mampu dan sudah baik keadaannya lebih dapat memanfaatkan kesempatan, antara lain karena posisinya yang menguntungkan (privileged), sehingga memperoleh semua atau sebagian besar penghasilan pembangunan. Dengan demikian, yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin bahkan dapat menjadi lebih miskin.

Antara lain dapat diketengahkan teori pembangunan yang berpusat pada rakyat (Korten, 1984). Logika yang dominan dari paradigma ini adalah suatu ekologi manusia yang seimbang dengan sumber-sumber daya utama, berupa sumber-sumber daya informasi dan prakarsa kreatif yang tidak habis-habisnya,


(31)

dan tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi-potensi manusia. Paradigma ini memberi peran pada individu bukan sebagai objek, melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhasan setempat.

Dalam perkembangan pemikiran mengenai strategi pembangunan, yang terakhir dan sekarangpun masih berkembang, adalah paradigma pembangunan manusia. Menurut pendekatan ini, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur panjang. Walaupun tujuan ini sederhana, namun sering terlupakan oleh keinginan untuk meningkatkan akumulasi barang modal. Banyak pengalaman pembangunan menunjukkan bahwa kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tidaklah terjadi dengan sendirinya. Pengalaman-pengalaman tersebut mengigatkan bahwa pertumbuhan produksi dan pendapatan (wealth) hanya merupakan alat saja, sedangkan tujuan akhir dari pembangunan harus manusianya sendiri.

Menurut pandangan Ul-Haq (1995), tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia. Paradigma pembangunan manusia yang disebut sebagai konsep yang holistik mempunyai 4 unsur penting, yakni: (1) peningkatan produktivitas; (2) pemerataan kesempatan; (3) kesinambungan pembangunan; (4) pemberdayaan manusia (empowering process). Konsep ini diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP, yang mengembangkan indek Pembangunan


(32)

Manusia (Human Development Index). Indeks ini merupakan indikator komposit/gabungan yang terdiri dari tiga variabel, yaitu; kesehatan, pengetahuan (knowledge), dan tingkat pendapatan perkapita (sebagai variabel living standars).

Kompetensi kerja dikembangkan mengacu kepada konsep kinerja. Kinerja berasal dari kata Job Performance/Actual Performance yaitu prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang, “ performance is the ability to perform, capacity achieve and desire result”. (Webster third, New International Dictionary, 1996). Kinerja adalah sesuatu yang dicapai/prestasi yang dicapai. (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1985).

Kinerja adalah penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak, ritme atau urutan kerja yang sesuai dengan prosedur sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat berkualitas, kecepatan dan jumlah”. Groundloud dalam bukunya “Human Competence Engineering Worthly Performance” dikutip Arif Rahman (1997;26).

Dalam mengendalikan kinerja (performance) karyawan, P. Drucker (1977:237-242) mengemukakan bahwa bekerja mempunyai lima dimensi. Pertama, dimensi fisiologis; manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam berbagai ragam tugas dan ritme kecepatan yang disesuaikan dengan kondisi fisiknya. Kedua, dimensi psikologis, dalam hubungan ini bekerja merupakan ungkapan kepribadian, maksudnya bila seseorang memperoleh kepuasan dari pekerjaannya akan menampilkan kinerja (performance) yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak menyenangi pekerjaannya. Ketiga, dimensi sosial ; bekerja dapat dipandang sebagai suatu ungkapan hubungan sosial


(33)

diantara sesama karyawan, situasi yang menyebabkan perpecahan diantara sesama karyawan dapat menurunkan kinerja baik secara individu maupun kelompok. Keempat, dimensi ekonomi; bekerja adalah suatu kehiduapn bagi karyawan. Imbalan jasa yang tidak memadai dapat menghambat atau memacu karyawan untuk berprestasi tergantung pada bagaimana karyawan menanggapi permasalahan itu. Kelima, dimensi keseimbangan. Dalam hubungan ini keseimbangan antara apa yang diperoleh dari pekerjaan dengan kebutuhan hidup akan memacu seseorang untuk berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan akan sebaliknya. Dimensi ini disebut juga sebagai dimensi kekuasaan pekerjaan, karena ketidakseimbangan dapat menimbulkan konflik yang dapat menurunkan kinerja.

Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Anwar Prabu, 2004;67). Kinerja disejajarkan pengertiannya dengan performance; Performance = ability x motivation. Dengan indikatior; (1) quality of work (memiliki kualitas kerja yang baik), (2) promptness (memiliki ketepatan waktu) (3) initiative (memiliki inisiatif), (4) Capability (memiliki kemampuan yang memadai) (5)

Communication (memiliki kemampuan berkomunikasi) (Terence R. Mitchell,

1978:327; dalam Sedarmayanti, 2001). Secara skematis, kerangka berpikir penelitian ini lebih lanjut disajikan dalam bentuk bagan berikut:


(34)

GAMBAR 1.1

PARADIGMA PELATIHAN TENAGA KERJA DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI KERJA DI KOTA BEKASI

PENCARI KERJA

WARGA BELAJAR YANG KOMPETEN

WARGA BELAJAR

PROSES PELATIHAN TENAGA KERJA HP

PERUBAHAN KOMPETENSI TENAGA KERJA MODEL

PELATIHAN TENAGA KERJA

PELUANG KERJA DAN

PASAR

FAKTOR SOSIAL EKONOMI

SDM KOTA BEKASI

PROGRAM DISNAKERTRANS

KOTA BEKASI


(35)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami hubungan antara bab dengan bab yang lainnya, maka sistematika penulisan disertasi ini dapat dijabarkan secara singkat, sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan: latar belakang, indentifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan asumsi yang digunakan, metodologi serta sistematika penyajian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini, diuraikan tentang: teori pengembangan sumber daya manusia, teori tentang kinerja, teori pendidikan kritis, teori pembelajaran, teori berkenaan dengan manajemen pelatihan, serta hasil penelitian yang relevan. BAB III : PROSEDUR PENELITIAN

Berisi gambaran umum kebijakan ketenaga kerjaan Kota Bekasi, dan data-data lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Selain itu pada bab ini juga akan dibahas tentang metodologi penelitian, yang terdiri dari instrumen penelitian, design, pengumpulan dan pengolahan data dan analisis kuantitatif terutama dalam uji model.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi deskripsi tentang data sebagaimana focus kajian dan permasalahan, serta menjawab pertanyaan penelitian, yang mencakup: Karakteristik kompetensi kerja calon tenaga kerja Kota Bekasi sebelum mengikuti pelatihan; pelatihan yang paling sering diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja tenaga kerja di Kota Bekasi; model pelatihan yang dipandang tepat dan memiliki keunggulan dalam meningkatkan kompetensi kerja calon tenaga kerja di Kota Bekasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan, serta saran.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, tujuan, subjek penelitian, dan karakteristik data, maka pendekatan yang tepat untuk memperoleh data tentang kondisi objektif penyelenggaraan pelatihan yang diterapkan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Bekasi adalah studi kasus (case study) yang merupakan bagian dari metode kualitatif. Pemilihan pendekatan tersebut didasarkan pula atas alasan bahwa penelitian ini bermaksud mengembangkan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi. Mengingat sifat data dan fokus penelitian ini, maka digunakan desain penelitian kualitatif.

Perencanaan penelitian ini berisi skema atau program penelitian yang bersifat out line tentang apa yang harus dilakukan peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Sedangkan strukturnya memuat skema, paradigma-paradigma variable operasional, dan melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural tujuan penelitian ini. Dalam memperoleh data dilakukan eksplorasi, yaitu menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mendalam, dan pengamatan mengenai penyelenggaraan pelatihan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Bekasi.

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan analisis SWOT secara cermat dan akurat dengan mengkaji kekuatan,


(37)

kelemahan, peluang, dan tantangan atau hambatan. Kekuatan adalah kemampuan internal sebuah organisasi yang memajukan tujuan organisasi. Kelemahan merupakan kebalikan kekuatan, yakni adanya pembatasan penyelesaian tujuan organisasi. Peluang adalah keadaan atau situasi eksternal yang menawarkan perubahan organisasi untuk mencapai atau melampaui tujuannya. Tantangan atau hambatan adalah situasi eksternal yang berpotensi menciptakan masalah, kerusakan organisasi, atau membahayakan kemampuan dalam mencapai tujuan.

Analisis SWOT menyediakan informasi yang dapat menyiapkan dasar pengambilan keputusan dan tindakan yang apabila diterapkan secara efektif akan memungkinkan ketercapaian tujuan. Analisis SWOT juga memungkinkan penemuan peluang-peluang masa depan ketika melawan tantangan dan persoalan-persoalan, dan juga menemukan stratgei pada kompetensi dan kekuatan khusus.

Penemuan pengembangan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (R & D) dengan pendekatan kualitatif. Berpedoman kepada prosedur penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1989,2003), maka langkah-langkah penemuan model dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut.

1. Tahap Studi Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan agar dapat menemukan sebuah model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi. Oleh karena itu, maka data yang akan ditemukan meliputi:


(38)

a. model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi;

b. karakteristik kompetensi calon tenaga kerja Kota Bekasi sebelum mengikuti pelatihan;

c. perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan hasil pelatihan tenaga kerja di kota Bekasi.

2. Tahap Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan berkenaan dengan berbagai teori yang dijadikan landasan pemikiran dalam melaksanakan penelitian. Secara terinci kegiatan ini meliputi:

a. Mengadakan pengkajian terhadap teori-teori umum yang akan digunakan sebagai sandaran dalam pengembangan pendidikan luar sekolah yang meliputi: teori pendidikan, teori pengembangan sumber daya manusia, dan pemberdayaan masyarakat.

b. Mengkaji dan menetapkan teori-teori pokok sebagai sandaran pengembangan model, meliputi: teori sistem, teori pelatihan, teori kompetensi, teori pengembangan sumber daya manusia Indonesia, teori belajar, dan teori evaluasi.

c. Mengkaji dan menetapkan teori-teori pendukung yang relevan dengan pengembangan model, meliputi: Community based Education, pendidikan seumur hidup, humaniora, teori perubahan sosial, serta berbagai teori belajar yang relevan.


(39)

3. Tahap Penyusunan Model Konseptual

Model konseptual merupakan rancangan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi yang dirancang berdasarkan tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Melakukan analitis komparatif antara kerangka teoritik yang relevan dengan temuan model di lapangan.

b. Menjabarkan kerangka teoritik ke dalam model yang akan dikembangkan. c. Menetapkan fokus kajian pengembangan model, yang meliputi: sistem

pelatihan, model pelatihan peningkatan kompetensi kerja, dan sistem evaluasi pelatihan.

d. Menyusun kerangka rancangan model konseptual

e. Memantapkan intsrumen penelitian dan pengembangan model.

f. Menyusun dan menetapkan kerangka model analisis dalam rangka penelitian dan pengembangan.

4. Tahap Verifikasi Model

a. Melakukan validasi teoritis model konseptual kepada para pembimbing dan para ahli.

b. Melakukan validasi kelayakan model kepada para praktisi dan pemerhati pendidikan.

c. Melakukan uji coba terbatas yang bertujuan untuk memperoleh gambaran kelayakan terapan perangkat model yang representative untuk diimplementasikan. Pelaksanaan uji coba model menggunakan teknik


(40)

kuasi eksperimen (eksperimen semu) dengan model pretest-postest design

dengan satu macam perlakuan. Secara skematik digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

E = simbol untuk kelompok eksperimen

Dalam uji coba pada model ini, sebelum memulai perlakuan, kelompok uji coba diberi tes awal atau pre test untuk mengukur kondisi awal (O1). Sesudah selesai perlakuan kelompok ini diberi tes lagi sebagai pos test (O2). Berdasarkan skema di atas, efektivitas perlakuan ditunjukkan oleh perbedaan antara (O1 – O2). Desain uji lapangan dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi. Oleh karena itu, materi uji yang diberikan pada treatment berupa aspek-aspek aspek-aspek performance yang dikemukakan kinerja Mitchell (1978:343) yakni sebagai berikut : 1) quality of work, 2) promptness (ketepatan waktu), 3) initiative, 4) capability (kesanggupan/kemampuan), 5) communication. Kelima aspek tersebut di atas dapat dijadikan patokan dalam mengkaji tingkat kinerja tenaga kerja.


(41)

d. Melakukan analisis prediktif dan sistemik terhadap hasil uji coba terbatas untuk menguji: kelayakan sistem model pengembangan yang akan diterapkan, kelayakan fokus kajian pengembangan, kelayakan kerangka model, dan kelayakan instrumen penelitian dan pengembangan model. 5. Tahap Implementasi Model

a. Mengorganisasi dan mengondisikan kelompok perlakuan (tenaga kerja). b. Sosialisasi dan orientasi model pengembangan kepada kelompok

perlakuan.

c. Mengadakan pengukuran terhadap kondisi awal karakteristik kelompok perlakuan.

d. Penerapan model

1) Dalam proses penerapan model, penulis bekerja sama dengan nara sumber teknis, dosen pembimbing, serta fasilitator ahli bergabung bersama tim (team teaching) menerapkan model yang telah divalidasi. 2) Kegitan yang dilakukan merujuk kepada fokus pengembangan model

yang meliputi: analisis dan kerangka sistem pelatihan berbasis kinerja, manajemen pengembangan model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja dan strateginya, pembelajaran model pelatihan, serta model evaluasi pelatihan.

3) Selama penerapan model berlangsung, penulis selalu mengadakan penelitian dan evaluasi terhadap implementasi fokus kajian pengembangan model.


(42)

4) Setelah penerapan model dan melakukan pengkajian, maka penulis melakukan revisi model yaitu melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap rancangan dan implementasi model dengan melibatkan peneliti dan tim ahli serta para praktisi. Aspek-aspek yang akan diteliti pada tahap ini adalah:

a. dampak secara kelembagaan, yang meliputi: (1) terwujudnya suatu model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi yang efektif dan inovatif; (2) aplikasi pola evaluasi dan pengembangan pelatihan.

b. Dampak secara individu meliputi: (1) terbentuknya kompetensi kerja yang siap bersaing di dunia kerja; dan (2) meningkatnya keterampilan dan kemandirian peserta pelatihan.

5) Mengukur kondisi saat ini mengenai karakteristik peserta pelatihan setelah diberi perlakuan.

6. Tahap Evaluasi dan Pengembangan Model

Anderson (1978) dalam Sudjana (2000:277) memberi petunjuk mengenai evaluasi dan pengembangan model, yang menyatakan bahwa aspek yang perlu dievaluasi adalah: persiapan program; kemungkinan tindak lanjut; kemungkinan memodifikasi program; dan temuan tentang dukungan program.


(43)

Penilaian program adalah kegiatan yang sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data atau informasi sebagai bahan dalam pengambilan keputusan mengenai suatu program. Yang dimaksud dengan program dalam penelitian ini adalah model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja. Keputusan yang akan diambil akan menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni menghentikan model, memperbaiki model, melanjutkan model, dan memperluas atau mengembangkan model.

7. Tahap Analisis Hasil Implementasi

Hasil implementasi model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja akan digunakan untuk hal-hal berikut ini.

a. Merekomendasikan temuan hasil pengembangan model agar dibakukan sebagai model inovasi bagi pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

b. Melakukan dan memberi rekomendasi bagi pengkajian dampak individual, yakni (1) terbentuknya kompetensi kerja yang siap bersaing di dunia kerja; dan (2) meningkatnya keterampilan dan kemandirian peserta pelatihan.


(44)

Untuk memperjelas uraian di atas, berikut ini penulis sajikan dalam bentuk bagan berikut ini.

Gambar 3.1 Mekanisme Kegiatan Penelitian

STUDI PENDAHULUAN

(IDENTIFIKASI KAJIAN EMPIRIK DAN TEORI)

DESAIN PENELITIAN

PENGEMBANGAN INSTRUMEN

PENGEMBANGAN MODEL KONSEPTUAL

VALIDASI MODEL

UJI COBA MODEL REVISI MODEL

EVALUASI HASIL UJI COBA

LAPORAN PENELITIAN PENYEMPURNAAN MODEL

PEMBELAJARAN

KONSEPTUAL

PRAKTISI PAKAR


(45)

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian mengacu pada pendekatan kualitatif. Teknik berkenaan dengan bagaimana penelitian ini dilakukan dan bagaimana masalah-masalah itu dijawab dengan prosedur yang ada.

Dalam mengumpulkan data untuk keperluan penelitian, ada beberapa hal yang terkait, yakni sarana dan prasarana yang diperlukan, instrumen yang digunakan, jenis data yang dikumpulkan, teknik pengumpulan data yang digunakan, dan subjek-subjek yang terkait dalam proses pengumpulan data.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain alat tulis, catatan lapangan, alat perekam, kamera, dan alat-alat lain yang mendukung.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang dikembangkan dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap penelitian, yaitu: (a) pedoman wawancara, (b) pedoman observasi, (c) pedoman studi dokumentasi, (d) angket; dan (e) tes untuk evaluasi hasil uji coba model pada kelompok eksperimen yang diterapkan pada tahap uji coba untuk mengukur peningkatan kompetensi kerja sebagai dampak penerapan model.

Seiring dengan tujuan dari penelitian ini, maka pengumpulan data yang dilakukan dikelompokan dalam tiga bagian yang meliputi : studi pendahuluan,


(46)

pengembangan, dan ujicoba. Dari setiap tahapan penelitian dipilih teknik pengumpulan data tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing.

1. Dalam studi pendahuluan, penulis menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan kajian literature (literature review). Wawancara digunakan untuk mengungkap kondisi penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi, kebutuhan model yang diharapkan, dan rancang bangun atau lingkup isi draft model.

2. Observasi digunakan untuk melihat kondisi penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja dan pola penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja, dan pelaksanaan ujicoba draft model.

3. Dokumentasi digunakan di samping untuk melengkapi dan cross check data hasil wawancara dan observasi juga digunakan untuk mengungkap ketersediaan bahan/dokumen yang ada, sesuai dengan tahapan proses pembelajaran (tahapan perancangan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran), pembelajaran dimaknai sebagai pelayanan pelatihan dan bimbingan kompetensi kerja kepada peserta pelatihan (subjek).

Tahapan pengembangan model dilakukan dengan uji coba tahap satu dan uji coba tahap dua dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket, observasi, dan tes.

1. Angket diberikan pada pengelola pelatihan, penyelenggara pelatihan pengembangan sumber daya manusia, untuk mengetahui kendala atau permasalahan mengenai penerapan draft model. Agar proses pengumpulan


(47)

data melalui angket berlangsung dengan sistematis, maka penulis menyiapkan kisi-kisinya sebagai berikut.

TABEL 3.1 Kisi-Kisi Angket

TOPIK PERTANYAAN DESKRIPSI KET.

Arti pelatihan tenaga kerja Dasar pertimbangan pelatihan

Misi, visi, dan tujuan peltihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Jumlah personel/pengelola pelatihan tenaga kerja

Pengembangan kemampuan pengelola program pelathan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Jenis program yang dikembangkan pada program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Dasar penetapan jenis program pelatihan tenaga kerja Potensi wilayah kerja dalam mendukung program pelatihan tenaga kerja

Sasaran program pelatihan tenaga kerja

Prioritas sasaran program program pelatihan tenaga kerja Jumlah sasaran program yang telah dan sedang mengikuti program pelatihan tenaga kerja

Karakteristik sasaran program pelatihan tenaga kerja Kurikulum program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Pencapaian kurikulum program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Hambatan dan tantangan yang dihadapi pada program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi saat ini

2. Observasi dilakukan terhadap proses penerapan model konseptual untuk mengetahui apakah model konseptual diterapkan secara benar, serta mengetahui kendala yang dihadapi subjek. Pengumpulan data melalui observasi dilakukan dengan berpedoman pada kisi-kisi sebagai berikut.


(48)

TABEL 3.2 KISI-KISI OBSERVASI

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI DESKRIPSI KET. Kebenaran tempat dan alamat

Keberadaan program yang dikembangkan di BLKN Kota Bekasi

Keberadaan jenis program unggulan BLKN Kota Bekasi

Keberadaan sasaran program BLKN dengan karakteristik masyarakat Keadaan sarana dan prasarana BLKN Kota Bekasi

Pelaksanaan program life skills Beberapa lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan program BLKN

Administrasi BLKN Lokasi pelatihan di BLKN 10 Proses pelatihan.

3. Tes dilaksanakan terhadap peserta pelatihan (subjek) untuk mengungkap hasil pelatihan yang diperoleh yakni kompetensi kerja warga belajar tentang Handphone yang meliputi: pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Kisi-kisi tes dapat dicermati pada uraian berikut ini.


(49)

TABEL 3.3

KISI-KISI TES ASPEK PENGETAHUAN

KOMPETENSI DASAR

TARAF KOMPETENSI TINGKAT KESULITAN C1 C2 C3 C4 C5 C6 MD SD SK

Hardware x x 1 2 1

Software x x 1 2

Jumlah Soal 2 4 1

TABEL 3.4

KISI-KISI TES ASPEK SIKAP

KOMPETENSI DASAR

TARAF KOMPETENSI TINGKAT KESULITAN A1 A2 A3 A4 A5 MD SD SK

Kualitas Kerja 2 3 1

Ketepatan waktu 2 3 1

Memiliki inisiatif 2 3 1

Memiliki kemampuan 2 3 1

Memiliki kemampuan berkomunikasi

2 3 1

JUMLAH SOAL

10 15 5

TABEL 3.5

KISI-KISI TES ASPEK KETERAMPILAN

KOMPETENSI

DASAR TARAF KOMPETENSI

TINGKAT KESULITAN MD SD SK

Hardware Menservice HP 4 3 1

Software Programer HP 2 2 1

JUMLAH SOAL


(50)

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi Tahun 2008. Dinas tersebut dijadikan lokasi penelitian berdasarkan pada berbagai pertimbangan yaitu sebagai berikut. a. Berdasarkan studi pendahuluan dan pengalaman penulis sebagai kepada

dinas tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi memiliki karakteristik yang dinamis.

b. Adanya harapan dan motivasi yang tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan penghasilan melalui berbagai kegiatan pelatihan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi.

c. Tersedianyan potensi lokal yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk memberdayakan masyarakat dan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan SDM tenaga kerja di Kota Bekasi. Potensi local tersebut adalah pemberdayaan masyarakat dalam bidang counter HP. Di samping pendidikan formal yang harus ditempuh perlu kiranya adanya sarana dan prasarana pelatihan yang memadai untuk menambah pengetahuan dan keterampilan praktis, baik yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh swasta / masyarakat.


(51)

Sesuai dengan fokus penelitian ini yaitu pengembangan model konseptual pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi, sumber utama sebagai subjek dalam penelitian ini adalah peserta pelatihan keterampilan kerja kejuruan elektronik di bidang service handphone di Disnakertrans Kota Bekasi sebanyak 20 warga belajar, Pejabat Pelaksana Teknis, Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Penempatan dan Pelatihan, Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, dan tutor.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Merujuk pada kerangka penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang dikemukakan Borg ang Gall (1989, 2003), penelitian ini menggunakan istilah lokasi dan subjek penelitian, sebagai kancah dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi. Pada tahap studi pendahuluan, lokasi dan subjek penelitian dipilih dengan prinsip purposive sampling, yaitu mempertimbangkan tujuan penelitian ini yakni untuk memperoleh data tentang model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kerja . Berdasarkan katagori tersebut, maka penarikan sampel untuk aspek ini, digunakan Theoritical Sampling, antara lain dengan purposive sampling dan snowball sampling.


(52)

Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan Research and Development menurut Borg and Gall (1979 :626) meliputi :

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan informasi). 2. Planning (perencanaan).

3. Develop preliminary from of product ( mengembangkan produk awal).

4. Preliminary field testing (pengujian lapangan awal). 5. Main product revision (revisi pada produk utama). 6. Main field testing ( Pengujian lapangan utama).

7. Operational product revision (revisi produk operasional). 8. Operational field testing (pengujian lapangan operasional). 9. Final product refision (revisi produk akhir).

10. Dissemination and distribution (diseminasi dan distribusi).

Prosedur yang ditempuh agar mendapatkan data yang akurat dalam penelitian kualitatif, dilakukan dengan tahapan berikut ini. (1) pra lapangan; (2) kegiatan lapangan; dan (3) analisis intensif (Bogdan, 1972; Moleong, 1990). Atas dasar prosedur atau tahapan yang dikemukakan ahli penelitian kualitatif itu, maka prosedur atau langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut:

a. Tahap Pra Lapangan

Kegiatan pra lapangan dilakukan dengan:

1) studi penjajagan ke arah fokus perumusan penelitian;

2) studi kepustakaan untuk menemukan teori dasar penelitian yang dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data di lapangan;


(53)

3) menyusun kerangka konseptual pengembangan bersamaan dengan analisis data;

4) menyusun kerangka pokok acuan pelaksanaan penelitian sejak penyusunan proposal penelitian; dan

5) mengurus perizinan untuk melakukan penelitian. b. Tahap Orientasi Lapangan

Kegiatan orientasi lapangan diisi dengan langkah-langkah:

1) mengadakan koordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang dalam pelaksanaan penelitian;

2) mengumpulkan data awal secara intensif melalui studi observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk dijadikan data dasar dalam merumuskan strategi pengembangan program dan penentuan lokasi; dan 3) melakukan penentuan lokasi penelitian dengan cara mengadakan

pertemuan dengan dengan key informan dan pejabat berwenang. c. Penyusunan Program Kerja Penelitian

Penyusunan program kerja penelitian yang dilakukan peneliti adalah:

1) mengidentifikasi penyelenggaraan pelatihan di Kota Bekasi yang dilakukan melalui survey lapangan pada lokasi penelitian dengan cara mengadakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi untuk mendapatkan gambaran umum secara objektif. Hasil identifikasi masalah ini kemudian digunakan sebagai bahan analisis SWOT bagi pengembangan model yang ditawarkan;


(54)

2) merumuskan pengembangan program sebagai hasil penelitian, yaitu penyusunan model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kerja yang mengacu kepada hasil penelitian lapangan dan kajian teoritik sebagai landasan model yang dapat dikembangkan;

3) melakukan sosialisasi program hasil penelitian untuk memperkenalkannya kepada para subjek penelitian sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada peneliti; dan

4) menentukan dan menunjuk salah seorang tutor yang akan melakukan uji coba model.

d. Implementasi Penelitian Lapangan

Kegiatan implementasi penelitian ini di lapangan adalah:

1) tindakan yang dilakukan oleh para pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing berdasarkan tanggung jawab dan kewenangannya;

2) menginterpretasikan, menganalisis, dan memprediksi data dan informasi yang telah diperoleh;

3) memulai menulis laporan dengan selalu berupaya untuk melengkapi dan memperbaharui data (check dan recheck), serta mengadakan trianggulasi dan member check hingga penelitian ini berakhir; dan

4) mengadakan supervise, bimbingan, dan intervensi, berupa koordinasi secara intensif terhadap para pelaksana pelatihan yang meliputi pengelola, instruktur, dan warga belajar.


(55)

e. Evaluasi Dampak

Evaluasi dampak yang merupakan kegiatan akhir penelitian dilakukan melalui observasi partisipasi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana efektivitas model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja dapat dikembangkan.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama untuk menjaring data dan informasi dengan menggunakan teknik observasi, studi dokumentasi, dan wawancara. Instrumen manusia dalam penelitian kualitatif sangat relevan karena selaras dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Nasution, 1992: 55-56) berikut ini.

1) Manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi penulis.

2) Manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan.

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia manusia tidak dapat diapahami dengan pengetahuan semata-mata.

5) Peneliti sebagai instrument dapat dengan segera menganalisis data yang diperoleh.

6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

7) Manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian.

Khusus untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan penelitian pengembangan model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi, digunakan observasi partisipan dan wawancara tidak terstruktur. Obervasi partisipan dilaksanakan pada saat studi pendahuluan dan selama proses uji coba


(56)

pengembangan model. Yang diobservasi adalah mekanisme kerja yang telah ditetapkan dalam prosedur implementasi penelitian. Wawancara tidak terstruktur dilakukan terhadap pejabat terkait, yaitu Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi, Kepala Bagian Pelatihan dan Penempatan.

Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan dan berlangsung dalam dua tahap.

Pertama, pada tahap studi pendahuluan; analisis dilakukan terhadap penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi yang telah dan sedang dilaksanakan melalui teknik SWOT berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.

Kedua, hasil observasi dan wawancara dianalisis melalui langkah-langkah: membuat catatan lapangan, membuat kode, mereduksi data, mengorganisasikan, memilah-milah data ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola-pola, mengungkap dimensi esensial dari temuan penelitian, dan membuat deskripsi hasil penelitian (Bogdan dan Biklen (1992:153). Model analisis data kualitatif mengacu kepada pendapat Miles dan Huberman (1992: 16) yang mengemukakan langkah analisis data yang terdiri atas tiga alur, yakni: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hal yang sama pun diungkapkan Nasution (1988:129-130), yang mengemukakan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi Data: data yang diperoleh di lapangan ditulis/ditik dalam bentuk uraian atau laporan terperinci. Laporan yang disusun kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicarikan temanya.

2. Display Data: data yang telah diperoleh diklasifikasikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat hubungan suatu data dengan data yang lainnya.


(57)

3. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi: peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diproses melalui reduksi dan display data.

Proses mereduksi data merupakan langkah analisis melalui proses pemilihan, memfokuskan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan sejak peneliti memasuki wilayah penelitian sampai pada akhir penelitian.

Demikian pula halnya pada saat pengumpulan data berlangsung. Penulis senantiasa melakukan reduksi data melalui kegiatan: membuat ringkasan, membuat kode, menelusuri kode, dan lain-lain. Proses reduksi pada penelitian ini merupakan langkah analisis dalam memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. Proses reduksi juga dalam rangka memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau yang bertentangan dengan fokus penelitian.

Data yang telah dipilah, kemudian disajikan dalam deskripsi penyajian data yang dibentuk dalam format teks naratif, tabel, matrik, bagan, dan lain-lain. Data-data tersebut diselaraskan dengan melihat keterkaitan antara data penelitian yang terkumpul dengan penarikan kesimpulan. Dengan demikian, proses abalisis data dalam penelitian ini dapat dilakukan berulang kali, kontinyu, dan berkesinambungan.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari catatan lapangan, direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan.


(58)

Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis pendalaman kajian (verstegen). Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian, maka dilakukan prosedur sebagai berikut:

1. Tahap Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk deskripsi yang terintegrasi 2. Tahap Komparasi

Tahap komparasi merupakan proses membandingkan hasil analisis data yang telah dideskripsikan dengan interpretasi data untuk menjawab problematik penelitian yang diajukan. Dengan demikian data yang diperoleh melalui deskripsi akan dibandingkan dan dibahas berdasarkan landasan teori.

3. Tahap Penyajian Hasil Penelitian

Tahap ini dilakukan setelah analisis komparasi, yang kemudian dirangkum dan diarahkan pada kesimpulan untuk menjawab problematik penelitian.


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1) Pengelolaan pelatihan secara empirik calon tenaga kerja di Kota Bekasi adalah pelatihan yang dilaksanakan untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM tenaga kerja di Kota Bekasi, di samping pendidikan formal yang harus ditempuh juga ditunjang oleh sarana dan prasarana pelatihan yang memadai untuk menambah pengetahuan dan keterampilan praktis, baik yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh swasta/ masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pelaksanaan kegiatan pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi sebagian besar berjalan sesuai dengan rencana. Mateni-materi yang disampaikan sebagaimana telah ditentukan dalam kegiatan perencanaan sebagian besar adalah materi-materi yang berhubungan dengan kegiatan produksi, dan ditambah dengan materi-materi pendukung berupa informasi seperti; informasi pasar, prospek dan tantangan pengelola, maupun informasi yang berhubungan dengan akses permodalan. Nara sumber teknis dalam pelaksanaan pelatihan tenaga kerja adalah nara sumber teknis yang telah ditunjuk, yakni sebanyak 3 orang terdiri dari spesialisasi bidang produksi, spesialisasi bidang pemasaran, dan spesialisasi bidang administrasi. Metode yang digunakan dan pelatihan tenaga kerja sebagian besar adalah teori dan praktek, namun menurutnya, kadang-kadang diselingi dengan kegiatan dialog dan diskusi hanya saja porsinya


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, Murray et al, “Making It Happens: Managing Perfomance at

Workplace”, 1993.

Alwi, Syafaruddin, “Manajemen Sumber Daya Manusia:Strategi Keunggulan

Kompetitif”, BPFE, Yogyakarta, 2001.

Anthony, W.P., Parrewe, P. L., dan Kacmar, K.M. 1999. Strategic Human

Resource Management. Second Edition. Orlando: Harcourt Brace and

Company.

Arief S. Sadiman, MS., (1993), Andragogi, Penerbit Angkasa, Bandung.

Arifin Abdul Rahman, (1971), Pengembangan & Filososfi Kepemimpinan Kerja, Bharata, Jakarta.

Bambang Kussriyanto, (1991), Meningkatkan Produktivitas Karyawan, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Bejo Siswanto, (1989), Manajemen Tenaga Kerja, Sinar Baru, Bandung.

Bernardin, H. John and Russell, Joyce E. A., (1993), Human Resource

Management, Mc. Graw – Hill, Inc. New York.

Bloom, B.S., at.all, (1976), Hand Book On Formative And Sumative Objectives, Hand Book I, The Cognitive Domain, New York, Mc Key.

Bohar Suharto dkk., (1993), PLS Sebagai Jembatan Antara Pendidikan Formal

Dan Dunia Kerja, (Hasil Penelitian), Bandung PLS, FIP, IKIP Bandung.

Buchari Zainun, (1989), Manajemen Dan Motivasi, Balai Aksara, Bandung. Burns, R.B. 1993. Self Concept Development and Education, London: Hold

Rinehont and Winston.

Cohen, J. B. 1983. Sosiologi Suatu Pengantar. Alih Bahasa : Sahat, S. Jakarta: Bina Aksara.

Conny Semiawan, A.F. Tangyong, S. Belen, Yulaewati Matahelemual, WahyudiSuseloardjo, (1984), Pendekatan Keterampilam Proses,

Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar, Penerbit PT. Gramedia,


(2)

Crow, L and Crow, A. 1987. Psikologi Pendidikan. Diterjemahkan Z. Kasijah. Buku Pertama. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Dale S. Beach, (1973), Personnel : The Management Of People At Work, Third Edition, Collier Macmillan, Publisher, London.

Dale Timpe, (1992), Seri Ilmu Dan Seni Manajemen Bisnis, Kinerja, Diterbitkan untuk PT Gramedia Asri Media, oleh PT Elex Media Komputindo, Kelompok Evamedia Jakarta.

Davis, Kaith, (1962), Human Relation at Work, Mc. Graw Hill Book, co. Inc. Kogakhusa Co. Ltd. Tokyo.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (1994), Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Edisi 2.

--- , (1994), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2, Jakarta.

Dessler, Gary, (1983), Human Behavior, Improving Performance at work, Reston Publishing Co. Inc. Virginia.

Dharma, Surya, dkk, “Paradigma Baru: Manajemen Sumber Daya

Manusia”,Amara Books, Yogyakarta, 2002.

Douglas G. Mayo, Philip H. DuBois, (1987), The Complete Book Of Training,

Theory, Principles, and Techniques, University Associates, Inc., 8517

Production Avenue, San Diego, California.

Dubin, Robert, (1958), The World of work, Englewood Cliff, Printice Hall, Inc., New Jersey.

Dubois, Daid,D., “The Executive Guide to Competency-Based Performance

Improvement”, HRD Press Harvest, 1996.

Edwin B. Flippo, (1961), Principles of Personal Management, Mc. Graw Hill Book Company, Inc, New York - Toronto – London.

Edwin B. Flippo, (1984), Manajemen Personalia, Erlangga, Surabaya.

Garry Dessler, (1998), Manajemen Sumber Daya Manusia, Human Resource Management, 7e, Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 2, Jakarta.

George R. Terry, (1977), Principles Of Management, seventh Edition, Richard D. Irwin, Inc, Homewood, Illionis.


(3)

Hamalik Oemar, (1995), Kurikulum Dan Pembelajaran, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

---, (1993), Sistem Dan Prosedur, Pengembangan Kurikulum, Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan, Penerbit Triguna Karya, Bandung.

Handoko, T., Hani, (1988), Manajemen, Edisi II, BPFE, Yogyakarta.

Harold Koontz, at all, (1980), Management, Seventh Edition, Mc. Graw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.

Heidjrachman R. dan Suad Hasnan, (1986), Manajemen Sumber Daya Manusia,

Dasar Dan Kunci Keberhasilan, Haji Masagung, Jakarta.

Henry Simamora, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, STIE YPKN, Yogyakarta.

Ibnu Hajar, (1996), Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam

Pendidikan, Manajemen PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ishak Abdulhak, (1995), Metodologi Pembelajaran Pada Pendidikan Orang

Dewasa, Penerbit Cipta Intelektual, Bandung.

James AF. Stoner, diterjemahkan oleh Agus Maulana, (1972), Manajemen, Erlangga, Jakarta.

John Suprihanto, (1986), Hubungan Industrial, Penerbit UGM Yogyakarta.

Kahn, RL. & NC. Morce, (1951), The Relationship of Morale to Productivity, Journal of Social Science.

Kartono, (1994), Motivasi Kerja Yang Berhasil, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Kast, E. Fremout and James E. Rosienzweig, (1970), Organization and

Management, A System Approach, Kogakusha, Co.Ltd., Tokyo.

Knowless, S.M., (1980), The Modern Practice Of Adult Education From

Pedagogy To Andragogy, Follet Publishing Company Chicago.

________, (1977), The Modern Practice of Adult Education, Andragogy Versus

Pedagogy, Assosiation Press, New York.

Kopelman, E. Ricard, (1986), Managing Productivity in Organization, New York, Mc Graw Hill, Book Company.


(4)

Lampiran I Instruksi Presiden No. 15 th 1974 Tentang Pelaksanaan Keputusan

Presiden No. 34 th 1972.

LAN, (1992/1993), Yang dikutif oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktoraaaat jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda Dan Olahraga, Direktorat Pendidikan Tenaaga Teknis, Perencanaan Peningkatan Kinerja

(Prestasi Kerja) Performance Improvement Planning (PIP), Jakarta.

Lewis Andre, “Qualifications, Regocnition and Standarts” Education and

Training for Industry Growth Conference, Jakarta, 1995.

M. Manullang, (1978), Pengembangan Pegawai, Cetakan Ketiga, BKLM, Medan. Malayu SP. Hasibuan, (1994), Manajement Sumber Daya Manusia, Dasar Dan

Kunci Keberhasialan, Haji Masagung, Jakarta.

Martoyo, Susilo, (1996), Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Ygyakarta. Matsui, T., et. al, (1977), “Influence of Achievement Need and Goal Setting,

Performance, and Feedback Efectiveness”. In Journal of Applied Psychology, No. 67.

Michael J. Jucius, (1962), Personal Management, Charles E. Tuttle Company, Tokyo.

Mitchell, TR. (ed), (1978), People in Organization: An Introduction to

Organizational Behavior, Mc. Graw Hill, Tokyo.

Mitrani,A,Daziel, M. And Fitt, D. “Competency Based Human Resource

Management: Value-Driven.

Moekijat, (1981), Latihan Dan Pengembangan Pegawai, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung.

--- , (1992), Adminstrasi Gaji dan Upah, Mandar Maju, Bandung.

--- , (1989), Perencanaan Sumber Daya Manusia, Bandung, Mandar Maju. --- , (1993), Evaluasi Pelatihan, Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas

(Perusahaan), Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Moh. Uzer Usman, (1995). Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.


(5)

Notoatmodjo, Soekidjo, (1991), Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta.

Ralf P. Lynton & Udai Pareek, (1992), Seri Manajemen No. 101, Pelatihan Dan

Pengembangan Tenaga Kerja, PT Pustaka Binaman Prasindo, Jakarta.

Robbin, Stepphen P., (1984), Organizational Behavior, Prenctice Hall, New Jersey.

Scott, G. William, (1962), Human Relation in Management A Behavioral Science

Approach, Richard D. Irwin, Inc., Home wood, Illinois.

Soedijarto, (1997), Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional Dalam

Menyiapkan Manusia memasuki Abad Ke-21, Jakarta.

Sudjana, (1982), Metode Statistika, Tarsito, Bandung.

Sudjana, Djuju, (1993), Strategi Pembelajaran Dalam Pembelajaran Luar

sekolah, Penerbit Nusantara Press, Bandung..

--- , (1993), Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipatif Dalam

Pendidikan Luar Sekolah, Penerbit Nusantara Press, Bandung.

Sugiyono, (1997), Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Suharsimi Arikunto, (1997), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.

---, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Sutrisno Hadi, (1996), Statistika 2, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Tiffin, Joseph & Ernest J. Mc. Cormick, (1958), Industrial Psycology, Morusan Co. Ltd. Japan.

Twyla Dell, (1991), An Honest Day’s Work, alih bahasa menjadi Motivasi Kerja

Yang Berhasil oleh F.X. Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta.

Werther Jr., William B. and Keith Davis, (1982), Personnel Management and

Human Resources, Mc. Graw – Hill, Inc., New York.

Winarno Surachmad, (1982), Dasar-dan Teknik Research, Tarsito, Bandung. Wood H. Robert, (1992), Managing Hospitality Human Resources, Michigan,


(6)

Zainudin Arif, MS., WP. Napitupulu, (1997), Seri Manajemen Pendidikan,

Pedoman Baru Menyusun Bahan Belajar, Grasindo, Penerbit PT.Gramedia