KONSTRUKSI CITRA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMBERITAAN MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA SEPUTAR RAKERNAS IV PDI-P DALAM HARIAN KOMPAS EDISI 20- 22 SEPTEMBER 2014.

(1)

Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa

( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014)

“ SKRIPSI”

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi (S.I.Kom) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh :

AHMAD DIMYATI NIM. B06211038

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ahmad Dimyati, B06211038, 2015. Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa ( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014) Skripsi Program Studi

llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Kontruksi Citra,Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P), Analisis wacana model Theo van Leeuwen

Ada dua persoalan yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: (1) Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014, (2) Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas Edisi 20-22 September 2014

Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam

penelitian ini digunakanlah metode deskriptif yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) , kemudian data tersebut dianalisis secara kritis dengan dasar model analisis Wacana Theo van Leuwen, sehingga diperoleh strategi pencitraan melalui media massa oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P).

Dari basil penelitian ini ditemukan bahwa (1) terdapat upaya pencitraan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dalam berita seputar Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) di harian Kompas, adapun strategi yang dilakukan adalah adanya aktor yang dimarjinalkan dan disudutkan di dalam teks berita dalam hal ini adalah sekelompok kaum Elite, pemerintah Orde Baru dan golongan Mafia Migas (2) Dalam konteks pemikiran Theo van Leeuwen, dimana mengkaji dan meneliti tentang bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana. Disini kelompok kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan. Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus, dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang diberitakan.

Bertitik tolak dari penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi media massa khususnya harian Kompas adalah (1) secara ideologi harus mengedepankan indenpendensi dan harus menyuguhkan berita yang mengandung nilai pendidikan kepada Masyarakat.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya Penulisan Skripsi………ii

Halaman Pengesahan ...iii

Halaman Penerimaan Tim Evaluasi ...iv

Kata Pengantar ... v

Abstraksi ...vi

Daftar Isi ...vii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...8

D. Kajian Riset Terdahulu ……….8

E. Kerangka Konseptual ... 10

F. Definisi Operasional ... 10

G. Metode Penelitian ...20

H. Sistematika Pembahasan ………...29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 30

A.Komunikasi Massa ... 30

B. Kontruksi Wacana dalam Media Cetak………..35


(7)

D.Analisis Wacana Theo van Leeuwen………..40

E. Rakernas PDI – P IV ... …….48

F. Kajian Penelitian Terdahulu………50

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ...52

A.Profil Harian Kompas ...52

B. Sejarah dan Profil PDI - P ... …….71

C.Diskripsi Data ...76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ...79

A.Temuan Penelitian ...79

B. Konfirmasi temuan dengan teori……….106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...115

A.Kesimpulan ...115

B. Saran ...117 Daftar Pustaka


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Citra adalah kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan atau kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek,orang atau organisasi.1 Citra organisasi sangat penting

bagi setiap organisasi. Tidak terkecuali organisasi politik, yang dalam hal ini tentu partai politik. Karena citra bagi partai politik sangat berpengaruh terhadap perolehan suara dalam pemilihan umum. Dengan kata lain citra yang positif dari sebuah partai politik akan mampu menarik simpatisan masa dari pendukung maupun masyarakat. Yang dapat mendonkrak kepopuleran dari partai itu sendiri.

Melihat begitu pentingnya citra bagi partai politik, maka diperlukan sebuah kontruksi dengan kata lain dibutuhkan langkah untuk membangun atau membentukcitra positif partai politik agar tetap mendapatkan kepercayaan dihati masyarakat. Dalam artian bahwa Pembentukan merupakan usaha yang terarah pada tujuan tertentu guna membimbing faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau aktifitas.2Jadi upaya pembentukan adalah suatu

usaha yang dilakukan oleh individu atau organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan dengan terarah guna mencapai hasil yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf hidup seseorang atau organisasi.

1

Soemirat, Soleh dan Elviriano, Dasar-Dasar Publik Relations, ( Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2002), hlm.111-112.

2


(9)

2

Fenomena seperti ini yang dijumpai oleh organisasi partai politik partai demokrasi indonesia perjuangan (PDI-P), partai yang memproleh suara yang signifikan yang menempatkan posisi juara dalam pemilihan legislatif di tahun ini yaitu tahun 2014. Yang sudah barang tentu partai ini menempatkan mayoritas kadernya di kursi parlemen. Semua ini tidak terlepas dari kerja mesin partai yang sangat optimal selama masa kampaye, terlebih pengaruh kuatnya partai moncong putih ini di dalam mengawal pemerintahan Susilo Bambang Yudhayana selama dua periode yaitu sebagai partai oposisi.

Sangat unik apabila membicarakan kiprah partai trah Soekarno ini, selama sepuluh tahun terakhir dalam dunia perpolitikan negara ini berperan sebagai kontrol pemerintahan, dimana sikap oposisi yang digalakan yang bertugas mengkritisi dan mengawasi kebijakan kebijakan yang dijalankan oleh presiden Susilo Bambang Yudhayana ternyata mendapatkan simpati dari masyarakat tersendiri. Hal ini terbukti dengan keluanrnya PDI-P sebagai partai pemenang pemilu.

Selanjutnya pada titik kondisi seperti inilah PDI-P berani mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden dan Yusuf Kalla, dan akhirnya calon yang diusung oleh partai yang mengaku peduli terhadap nasib rakyat kecil ini berhasil menang dalam pilpres. Yang terpaut suara 5 % mengungguli lawan politik mereka yaitu Prabowo Subianto dan Moh. Hattarajasa. Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemenangan jokowi dan Yusuf Kalla tidak bisa terlepas dari peran partai – partai pengusung mereka yang tergabung di dalam koalisi Indonesia Hebat.

Keluarnya Joko Widodo sebagai presiden dan titah sang presiden terpilih adalah kader aktif Partai moncong putih, membawa pergeseran politik dimana dulu partai yang garang


(10)

3

sebagai partai oposisi kini harus beralih haluan partai pemerintahan, partai yang senantiasa mendukung dan menjalankan setiap kebijakan yang di keluarkan oleh sang Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kondisi ini jelas berbeda dengan tugas yang diemban partai ini dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Jika dahulu ada kebijakan dari pemerintah yang tidak berafiliasi dan tidak pro pada kepentingan rakyat lalu partai ini dengan lantang dan tegas menolak kebijakan ini, sudah dapat menarik simpati dari masyarakat, lalu bagaimana jika sekarang pada posisi partai pemerintahan, akankah tetap mengedepankan kepentingan masyarakat, atau hanya patuh pada organisasi partai politik bahkan mengabaikan kepentingan Rakyat dengan dalih mendukung kebijakan pemerintah.

Tampaknya PDI-P sudah menyiapkan semua itu, guna tetap mendapatkan kepercayaan di hati masyarakat. Semua ini terlihat dari agenda yang di bahas di dalam Rapat Kerja Nasional(Rakernas ) PDI-P yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 21 September 2014 yang bertempat di Marina Conventiona Center di kota semarang Jawa Tengah. Diamana di dalam Rapat Kerja Nasional ( Rakernas) tersebut PDI-P mengajukan dua wacana yang dibahas yang sangat berkaitan dengan masalah besar yang sedang di hadapi bangsa ini ke depan.

Wacana yang pertama di bahas pada tanggal 19 September 2014 yaitu berkaitan dengan polemik pemilihan Kepala Daerah. Dengan jelas PDI-P menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD, maka dari itu fokus wacana yang dibahas yaitu bertema Jangan Rebut Hak Rakyat. Ini merupakan sebuah bentuk anti tesis menentang warisan parlemen di era Yudhayana yang mayoritas Anggota Dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih menyetujui pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh rakyat. Terlepas dari itu semua ada juga indikasi bahwa PDI-P ingin menunjukkan kepada rakyat melalui Rapat Kerja


(11)

4

Nasional ( Rakernas) bahwa partai trah Soekarno ini peduli terhadap demokrasi di Indonesia, dengan secara tegas menolak RUU pilkada.

Dan tepat pada tanggal 20 Semtember 2014, ada wacana yang dibahas berkaitan dengan Pangan dan Energi Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh bangsa adalah terkait dengan energi, terlebih masih banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh kementrian ESDM yang mengakibatkan negara rugi besar dalam hal ini. Terlebih sangat banya sekali Mafia migas yang berkeliaran di negara ini. Lalu lebih dalam mengenai permasalahan kedaulatan pangan nasional jua tidak luput dari agenda pembahasan, tentu karena kondisi pangan nasinal saat ini tidak bisa luput dari import dari negara lain, padahal negara ini adalah negara agraria, maka dari itu wacana yang dikembangkan pada Rakernas IV INI adalah tentang Atasi krisis pangan dan Energi. Dan kalau ditarik benang merah terhadap dua wacana yang sedang di bahas dalam Rakernas IV PDI- P, ada indikasi bahwa partai ini ingin tetap membangun citra positif ditengah mansyarakat dan peduli terhadap permasalahan bangsa lebih dalam lagi pro terhadap kepentingan Rakyat.

Kontruksi pemberitaan Rakernas IV di media massa, tidak terlepas dari peran pers sebagai the fourth state ( Kekuatan ke empat) dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama. Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian dan gambaran umum tentang banyak hal( termasuk pencitraan partai politik), ia mempunyai kemampuan untuk membentuk opini publik.3

3


(12)

5

Menurut Alex Sobur‘‘ media massa tidak lebih dari alat komunikasi yang netral dan

kosong dalam dirinya,4 begitu juga media massa bukan sesuatu yang bebas, independent,

tetapi memiliki keterkaitan dengan social, jelas berbagai kepentingan bermain dalam media massa.5

Media massa sesungguhnya berada di tengah realitas social yang syarat dengan berbagai kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser menulis bahwa media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemempuannya sebagai sarana legitimasi. Akan tetapi kadang Althusser memandang bahwa media massa dianggap Antonio Gramsci mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubbordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci media merupakan arena pergaulan antar ideology yang saling berkompetisi ( the battle ground for competiting ideologis).6

Mengingat media massa begitu ampuh untuk membentuk wacana, maka sering kali terlupakan bias nilai informasi yang di sajikan kepada publik. Menurut Al- Zastrouw,7 meski

semua media massa mengandung bias, namun derajatnya berbeda- beda, ada media massa yang derajat biasnya rendah sehingga cenderung obyektif, dan ada pula media massa yang bobot biasnya amat tinggi, sehingga berita dan analisis yang disajikan justru berbeda jauh, atau bahkan cenderung berseberangan dengan fakta yang sebenarnyadan dipakai.

4

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,( Bandung: Rosda Karya, 2001), hlm. 30.

5 Ibid.

6 Ibid. 7

Heri Winarko, Mendeteksi Bias Berita: Panduan Untuk Pemula, ( Yogyakarta: kajian dan layanan informasi untuk kedaulatan rakyat(KLIKR) untk Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa Garda Bangsa, 2000), hlm.xi.


(13)

6

Dari kegiatan Rakernas IV PDI- P yang diberitakan oleh media massa maka dalam penelitian ini kami mengambil harian Kompas yang memiliki jangkauan nasional sehingga sudah sudah tepat dijadikan acuan dalam memberikan representasi informasi yang ditampilkan. Harian kompas merupakan salah satu dari surat kabar yang terbit setiap hari, banyak studi, dalam dan luar negeri dan memiliki karakteristik yang khas di dalam mengangkat sudut pandang pemberitaannya. Sebagaimana dipahami, sejak awal perkembangannya surat kabar telah menjadi sebuah konstalasi politik, baik ditingkat local, nasional bahkan internasional. Secara khusus, surat kabar pun persepsi diri demikian. Surat kabar pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri bahwa dibalik itu ia dikelilingi dengan berbagai kepentingan yang mewarnainya yang menyimpan subyektifitas penulis walaupun tanpa mengenyampingkan unsur objektifitas.8

Fakta pemberitaan Rakernas IV PDI- P ini disajikan lewat bahasa berita. Bahasa menurut pandangan Stuart Hall adalah artikulasi dari wacana sebagai pertarungan sosial , dan bentuk pendefinisian realitas.9 Bahasa pemberitaan media dalam paradigma kritis bukanlah sesuatu

yang bebas nilai.10 Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsinya memberitakan realitas

Rakernas IV , media bukanlah entitas yang netral tetapi berita tersebut diproduksi oleh representatif dari kekuatan kekuatan sosial dominan yang ada dalam masyarakat.

Perkembangan pers dengan surat kabarnya tidak dapat berdiri sendiri, dibalik itu ia dikelilingi dengan berbagai kepentingan yang mewarnai dengan subjektifitas penulis. Setiap

8 Oleh Ignatius Haryanto. Jurnalisme Kepiting Jakob Oetomo dalam http/www.

TokoIndonesia.com/gn/jurnls.com, diakses, 23 maret 2006.

9

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta, LkiS,2001), hlm. 15.

10

Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 35.


(14)

7

penulisan berita oleh masyarakat akan diterima apa adanya, terkesan penuh dengan objektifitas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014?

2. Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas Edisi 20-22 September 2014?

C.Tujuan Penelitian

Terkait dengan berbagai permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014.

2. Untuk mengetahui struktur wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas Edisi 20-22 September 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Apabila dilihat dari segi manfaat teoritis, penelitian ini dapat memperkaya referensi dan pembedaharaan kepustakaan bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan, khususnya bagi program studi Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kajian analisis wacana.


(15)

8

Sedangkan apabila dilihat dari segi manfaat praktisnya, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui konstruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014.

E.Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini penelitian yang berjudul Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus dalam buku Pak Beye dan Politiknya terbitan PT. Kompas Media Nusantara.11Penelitian ini

dilakukan oleh Amaliyah Fitriyani pada tahun 2011 guna mendapatkan gelar strata satu

jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta.Adapun Fokus penelitiannya adalah untuk mengetahui pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus pada buku Pak Beye dan Politiknya.Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa pencitraan yang terbangun dalam buku tersebut adalah pencitraan negatif dengan adanya kritik yang disampaikan teras tajam dalam mengkritisi SBY selaku politikus.Hal ini disebabkan karena penulis buku menempatkan dirinya sebagai rakyat biasa tanpa memihak politikus manapun.Selain itu kelebihan dan kelemahan SBY sebagai politikus diungkapkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya. Disini tergambarkan bahwa pencitraan SBY sebagai sosok politikus yang sensitif terhadap kritikan,ulung dalam politik penncitraan, dan eksploitatif.

Adapun perbedaan penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini adalah objek penelitian terdahulu menggunakan buku sedangkan penelitian ini pada harian Kompas. Lalu

11Amalia Fitriyani, “

Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus dalam buku

Pak Beye dan Politiknya”, dalam http://repository.upnyk.ac.id/2099/1/AMALIA_FITRIYANI.PDF ( Yogyakarta:


(16)

9

kalau penelitian terdahulu meneliti tentang citra seorang tokoh, tapi kalau penelitian ini berkutat tentang citra organisasi politik yaitu partai politik.

Sedangkan untuk persamaannya adalah model analisis wacananya dan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis.

F. Definisi Konsep

1. Konstruksi citra

Citra merupakan suatu gambaran tentang metal: ide yang dihasilkan oleh imaginasi atau kepribadian yang ditunjukan kepada publik oleh seseorang, organisasi dan sebagainya.12Citra

adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya terhadap fakta-fakta atau kenyakinan. Bill Canton dalam Sukatendel mengatakan : “Image: the impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a conssioussly created of an object, person or organization” (Citra adalah kesan, perasaan gambaran diri publik terhadap perusahaan: kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).

Istilah Kontruksi sangat erat sekali dengan pembangunan, dan kalau berbicara masalah pembangunan tentu tidak akan meninggalkan pembentukan. Jadi kontruksi citra sangat erat hubungan nya dengan pembentukan citra. Lalu Pembentukan merupakan usaha yang terarah pada tujuan tertentu guna membimbing faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau aktifitas.13Jadi upaya pembentukan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu atau

organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan dengan terarah guna mencapai hasil yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf hidup seseorang atau organisasi.

12

Suryo Subroto, Humas dalam dunia pendidikan, ( Yogyakarta: Mitra gama widya , 2001), hlm. 15 13


(17)

10

Maka dari uraian diatas di dapatkan bahwa pembentukan citra adalah proses yang memberikan atau mengarahkan kesan dan persepsi positif dalam benak diri seseorang dan masyarakat serta memberikan motivasi dalam hidup seseorang dan masyarakat mengenai citra yang baik dalam diri seseorang atau organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi politik yaitu partai politik.

2. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama.14 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan

empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan.15 Sementara itu pandangan kritis dalam

pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok16, analisis wacana

adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa.17 Sedangkan Alex Sobur,18 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana

14

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 4.

15 Ibid. 16

Ibid, hlm. 5

17


(18)

11

adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupun non segmental bahasa.

Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.19

Dalam kajian analisis wacana ini objek kajiannya adalah media massa yang sangat erat kaitannya dengan pemberitaan maka peneliti akan menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pemberitaan itu sendiri.

Dengan demikian analisis wacana yang di maksudkan dalam penelitian ini adalah tentang pemahaman isi teks yang memiliki interpretasi yang berbeda di Masyarakat dan citra yang dibangun tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada pemberitaan harian Kompas terkait kegiatan Rakernas IV PDIP.

3. Berita sebagai Konstruksi Realitas

Menurut Fishman ada dua kecenderungan studi tentang proses produksi berita. Pandangan pertama disebut pandangan seleksi berita( selektif of news). Pada dasarnya proses produksi berita adalah proses seleksi. Proses seleksi ini akan dimulai dari Wartawan dimana dalam hal ini wartawan dilapangan akan memilih hal-hal atau peristiwa- peristiwa penting penting yang akan ditulis dalam berita. Seleksi berikutnya ada di meja redaktur. Pada bagian ini

18 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 4.

,

19


(19)

12

redaktur akan menyeleksi dan menyunting berita yang masuk ke meja redaksi. Redaktur akan melihat dan memperhatikan berita-berita yang masuk dalam meja redaksi. Untuk diseleksi bagian mana yang harus dihilangkan dan bagian mana yang harus ditambah. Pandangan ini melihat bahwa ada realitas yang benar-benar riil yang ada diluar Wartawan, dan realitas yang riil inilah yang akan diseleksi oleh Wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita yang akurat dan menarik.20

Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita.Perspektif ini

menggambarkan bahwa sebuah peristiwa bukan diseleksi melainkan di bentuk.Pandangan ini melihat bahwa Wartawanlah yang membentuk peristiwa, mana yang layak disebut berita dan mana yang tidak.Pandangan ini melihat bahwa peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi melainkan dikreasi oleh Wartawan.Perspektif ini kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana Wartawan membentuk berita.titik perhatian terutama di fokuskan dalam rutinitas dan nilai-nilai kerja Wartawan yang memproduksi berita tertentu.Ketika bekerja, Wartawan bertemu dengan seseorang. Wartawan bukanlah perekam yang pasif yang mencatat apa yang terjadi dan apa yang dikatakan oleh seseorang. Melainka sebaliknya ia aktif. Wartawan berinteraksi dengan dunia ( realitas) dan denga orang yang diwawancarai, dan sedikit banyak menentukan bentuk berita yang dihasilkan.21

Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas objektif yang berada di luar, memang karena orang akan mengorganisasikan dunia yang abstrak ini menjadi dunia yang koheren dan beraturan serta memiliki makna.22 Hal ini terjadi sebab

20

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 100.

21

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideology, dan Politik Media, ( Yogyakarta: LKis, 2009), hlm. 100.

22


(20)

13

proses terbentuknya berita tidak mirip denga proses aliran. Ada informasi yang diambil Wartawan, informasi tersebut selalu dikoreksi oleh redaktur dan seterusnya.

Peter L. Berger mengatakan bahwa sebuah teks berupa tidak bisa disamakan dengan copy dari realitas, namun ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas, karenanya sangat potensial terjadi yang sama di konstruksi berbeda.23Dalam hal ini berita

dipandang bukan merupakan cermin dari realitas semata namun merupakan hasil konstruksi dari Wartawan.Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukanlah merupakan peristiwa atau fakta yang ditulis begitu saja sebagai cermin dari realitas tetapi dalam hal ini berita adalah produk interaksi antara Wartawan dan akhirnya dikonstruksi oleh Wartawan menjadi sebuah berita yang menarik. Untuk menampilkan berita yang menarik Wartawan akan mengambil bagian-bagian yang menarik untuk di konstruk menjadi sebuah berita.

Pada dasarnya berita-berita yang disajikan dan ditampilkan oleh media dalam pemberitaan yang dimuat merupakan akumulasi dari pengaruh yang beragam dan mempengaruhi konstruksi realitas oleh media.Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese mengungkapkan berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan. Factor-faktor itu adalah:24

1. Factor Individu

Faktor ini berhubugan dengan latar belakang kehidupan Wartawan seperti jenis kelamin agama, tingkat pendidikan, dan budaya. Faktor ini akan sangat mempengaruhi pola pemberitaan dan pengambilan keputusan oleh wartawan dalam menulis berita.

23

Ibid, hlm 17

24


(21)

14

Dalam menurunkan sebuah berita media selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek personal Wartawan, dampak dari hal ini adalah Wartawan akan memutuskan realitas mana yang akan dimuat dalam pemberitaan yang akan disajikan di dalam media.

2. Rutinitas Media

Media dalam menghasilkan sebuah berita sangat dipengaruhi oleh rutinitas yang terjadi selama proses pembentukan berita hingga sampai ketangan pembaca. Rutinitas ini dimulai dari saat Wartawan memasukan berita yang ditulis ke meja redaksi, dan di meja redaksi dilakukan pemilihan-pemilihan terhadap informasi-informasi yang memiliki nilai berita. Proses kerja rutinitas inilah yang menentukan kenapa sebuah peristiwa dihitung sebagai berita dan kenapa peristiwa lain tidak dihitung sebagai berita. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenapa sebuah peristiwa ditonjolkan pada bagian tertentu dan kenapa peristiwa yang lain tidak ditonjolkan.

3. Institusi Media

Orang-orang yang duduk dalam dewan redaksi atau yang direkrut sebagai pegawai sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi media.Dalam hal ini Wartawan, Editor, Layouter dan Fotografer adalah bagian kecil dari institusi media.Pengelola media dan Wartawan bukanlah orang tunggal yang menentukan isi sebuah berita. Ada aspek lain yang dapat mempengaruhi isi sebuah berita. Aspek-aspek itu adalah pengiklan dan pemodal.Dalam hal ini kepentingan ekonomi seperti pemilik modal, pengiklan, dan pemasaran selalu mempertimbangkan sebuah peristiwa yang dapat menaikan angka penjualan atau oplah media.Dalam hal ini terkait denga wilayah ekonomi.


(22)

15

Dalam hal ini kita akan melihat bahwa media hanya menjadi bagian kecil dari system yang lebih besar dan kompleks dari kehadiran sebuah berita. Dalam perspektif ini diyakini bahwa kepentingan politik, ekonomi dan budaya merupakan factor dominan yang mempengaruhi system isi berita. Faktor-faktor itu adalah :

a. Faktor yang berasal dari sumber berita.

Sumber berita dalam hal ini tidak dilihat sebagai pihak yang netral dalam memberikan informasi untuk bahan berita.Dalam hal ini sumber informasi juga memiliki kepentingan untuk mempengaruhi isi media dengan alasan-alasan tertentu, seperti untuk membangun citra positif terhadap suatu pihak sehingga masyarakat menjadi ikut dalam mendukung argumentasi yang diberikan sumber kepada media.

b. Sumber penghasilan media

Dalam hal ini terdapat keterkaitan antara keberlangsungan media dengan modal. Untuk menjaga keberlangsungannya, sebuah media membutuhkan dana sebagai sumber untuk membiayai produksinya. Salah satu sumber dana di dalam media adalah iklan. Dengan iklan sebuah media dapat menjaga keberlangsungan hidupnya.Hal ini menyebabkan media jadi tergantung pada iklan. Ketergantungan ini akan berimplikasi atau berpengaruh pada objektifitas media dalam memberikan suatu masalah kepada pembaca.

c. Level Ideologi

Ideologi merupakan suatu konsep yang sentral dalam anailis wacana yang bersifat krisis.Hal tersebut karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya


(23)

16

mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu sterategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran pada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam itu dipandang sebagai medium oleh kelompok yang dominan, untuk mempersuasi dan mengomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak sah dan benar.25

Pada dasarnya, sebuah berita seharusnya menyampaikan dan menyebarkan realitas sosial kepada masyarakat.Tetapi dalam kenyataannya kita melihat bahwa berita yang disampaikan terkadang jah dari realitas sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat.Berita lebih merupakan hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial.26

G. Kerangka Pikir Penelitian

25 Aris Badara, M. Hum,

Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2012), Hlm. 34

26


(24)

17

1. Analisis Wacana Theo Van Leeuwen

Analisis wacana model Theo Van Leeuwen mengkaji dan meneliti tentang bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana.27Disini kelompok

kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan. Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus, dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang

27Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 171.

Rakernas IV Partai

Demokrasi Indonesia

Perjuangan PDI – P

Kontruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Analisis Wacana Theo Van Leeuwen Berita Harian

Kompas Edisi20-22 September 2014


(25)

18

diberitakan.28Baik itu berupa berita buruk dari kaum marjinal ataupun berita baik dari

kelompok penguasa.

Secara umum dalam analisis ini menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor ditampilkan dalam pemberitaan. Pusat perhatiannya adalah sebagai berikut:

a. Exclusion

Dalam Exclusion dibahas apakah dalam berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dilakukan untuk itu.29

b. Inclusion

Dalam Inclusion dibahas bagaimanakah masing-masing kelompok atau aktor ditampilkan dalam suatu pemberitaan.30

H. Metode Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek penelitian.Karena, metode disini berfungsi sebagai acuan dalam mengerjakan suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Artinya data yang

28

Ibid. hlm. 172.

29Ibid.,

hlm. 173.

30


(26)

19

digunakan merupakan data kualitatif ( data yang tidak terdiri atas angka-angka)31 melainkan

berupa pesan-pesan verbal( tulisan atau teks naskah) yang terdapat pada surat kabar harian kompas edisi 20-22 September 2014 terkait Rakernas ke IV PDI-P di Semarang. Data-data akan dianalisa menggunakan model analisis wacana yang diperkenalkan oleh Theo Van Leeuwen. Data yang terkumpul berupa data deskriptif tentang pilihan kosakata dan tatabahasa yang digunakan dalam teks.Data- data dikumpulkan, diseleksi dan dianalisa secara deskriptif.Data kemudian disajikan, dideskripsikan dan diinterpretasikan sampai akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan.

2. Unit Analisis

Subyek penelitiannya adalah media yang dijadikan study analisa yang dalam hal ini adalah teks berita dalam harian kompas edisi 20- 22 September 2014 yang berkaitan dengan Rakernas PDI-P.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah berkaitan dengan ilmu komunikasi yaitu aspek wacana dari pemberitaan seputar Rakernas PDI-P. Sedangkan wilayah penelitian yang dimaksud adalah karakteristik pembaca dari media yang dijadikan subyek penelitian.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang dapat menjawab fokus penelitian.Peneliti menggunakan data ini untuk mencari informasi tentang Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia

31


(27)

20

Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas). Adapun yang menjadi data primer adalah berita pada Kompas yang berhubungan dengan tema penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dapat mendukung data primer. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber bacaan lain, baik dari majalah buku ataupun apa saja yang berkaitan dengan data primer. Peneliti menggunakan data ini untuk memperkuat data primer sehingga data yang dikumpulkan dapat dipercaya.Adapun yang menjadi data sekunder adalah data yang didapat dengan menggunakan buku-buku untuk mendukung teori serta mempelajari dokumen, laporan dan naskah-naskah lain yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder disini diperoleh melalui buku-buku, artikel, internet, dan sumber-sumber lain.

b. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu teks berita dalam harian kompas edisi 20- 22 September 2014 yang berkaitan dengan Rakernas PDI-P.Sedangkan sumber data sekunder didapat dari sumber-sumber lain seperti buku umum, internet yang membantu peneliti dalam melengkapi data.

4. Tahapan Penelitian

Dalam sebuah penelitian, dirasa sangatlah perlu untuk mengetahui tahap-tahap penelitian yang dilalui dalam proses penelitian. Peneliti harus menyusun tahap-tahap penelitian yang lebih sistematis demi didapatkannya hasil dari pada penelitian yang sistematis pula. Adapun tahap-tahap penelitian tersebut antara lainnya:


(28)

21

Dengan berbagai macam melakukan pencarian dengan menjaring segala informasi; buku, media massa (televisi, surat kabar, majalah, dll), serta cyber media (internet). Selain itu, peneliti juga melakukan interaksi sosial dengan cara sharing kepada beberapa orang yang mana bagi peneliti behwa pendapatnya telah merupakan representasi masyarakat, sehingga muncullah sebuah topik yang menpunyai ketertarikan untuk dilakukan penelitian. Adapun topik yang dijadikan bahan penelitian adalah strategi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI – P dalam membangun citra nya di media massa khususnya di media cetak harian Kompas.

b. Menentukan Fokus Penelitian

Mengingatkan pada tujuan dari pada fokus penelitian ini, maka peneliti disini ingin mengetahui Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas. Kemudian pada akhirnya peneliti mencoba untuk menentukan sebuah fokus penelitian, yaitu bagaimanakah Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas itu di produksi. Dan hanya berfokus pada strategi wacana yang dibuat untuk membangun citra dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

c. Alasan memilih topic

Alasannya adalah karena dalam pemberitaan seputar Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ada isu wacana yang sedang di produksi dan sangat berpengaruh terhadap bangunan citra dari PDI-P itu sendiri. Lebih dalam dari pada itu alas an memilih topic ini untuk dijadikan sebagai bahan penelitian adalah berkaitan dengan berubah haluannya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari partai oposisi menuju partai pemerintah dan tentu membutuhkan strategi pencitraan dalam hal ini.


(29)

22

Karena memang diperlukan di dalam menimbang suatu data yang mana penentuan data yang didasarkan pada aspek Branding, pencitraan, dan politik yang terkandung dalam harian tersebut.Sebagai upaya peneliti untuk mendapatkan jawaban atau kesimpulan dari topik tersebut maka peneliti di dalam penelitian kali ini mengolah data dengan menggunakan analisis wacana kritis.

e. Tahap klasifikasi data 1. Identifikasi objek

Penelitian ini perlu adanya identifikasi objek, yaitu objek yang telah ditetapkan atau ditentukan untuk menjadi fokus penelitian didalam penelitian terhadap harian Kompas yaitu kata atau kalimat bahkan berita yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan PDI-P. Dalam hal ini peneliti menentukan objek pada harian Kompas yang mengandung muatan atau mempunyai keterwakilan tentangkontruksi citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

2. Alasan objek yang dipilih

Harian atau koran adalah merupakan bagian dari kajian komunikasi massa. Maka harian mempunyai orientasi pesan komunikasi yang sebagai komunikannya adalah khalayak luas atau pembaca harian tersebut.

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick, 2001 bahwa “terdiri dari

surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (pentebaran nilai) dan entertainment (hiburan).32

32

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, ( Bandung : PT. Remaja RosdaKarya, 2004), hlm. 15


(30)

23

Di dalam bukunya Elvinaro dan Lukiati yang berjudul “komunikasi Massa: Suatu

Pengantar dijelaskan pada bab 5 tentang beberapa bentuk media massa yaitu antara lainnya : Surat Kabar, majalah, Radio Siaran, Televisi, Film, Komputer dan Internet.33

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi.Sebab teknik-teknik yang lain tidak dapat dilaksanakan dalam penelitian analisis teks media sebab penelitian ini bukan bersifat penelitian lapangan. Teknik dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti: monografi, catatan-catatan serta

buku-buku yang ada.34 Peneliti akan memfokuskan pada pengumpulan dokumen guna

memproleh teks berita di harian Kompas yang menyangkut seputar pemberitaan tentang RakernasPDI-P.

Dalam metode dokumentasi ini, satuan analisis yang digunakan adalah berkaitan dengan tema. Parameter yang digunakan adalah dengan mencermati judul dan isi tulisan berita yang disajikan oleh surat kabar harian Kompas. Pada Kompas edisi 20-22 September 2014 sebenarnya terdapat lima berita yang berkaitan dengan kontruksi citra PDI-P Dalam kegiatan Rakernas IV, namun setelah dilakukan seleksi terhadap berita-berita tersebut dengan memilih mana yang termasuk kedalam berita atau tidak. Dari pemilihan tersebut dari lima berita terkait Rakernas IV hanya ada dua berita yang dapat dijadikan sebagai data dalam penelitian ini.Hal ini disebabkan karena tiga berita tersebut memiliki fokus pada pembangunan citra PDI-P.

Teks berita yang berhasil dikumpulkan sebagai berikut:

33

Ibid, hlm 97 - 147 34


(31)

24

a. Jangan Rebut Hak Rakyat ( Sabtu, 20 September 2014)

Berita ini berisikan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap situasi politik di Indonesia, dimana ada koalisi Partai yang menghendaki pemilihan kepala Daerah melalui DPRD dengan kata lain pemilihan umum secara tidak langsung. Dengan adanya sikap tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berketetapan tetap menjunjung tinggi nilai – nilai reformasi yang salah satnya adalah pemilihan umum melalui rakyat, karena dengan itu hak politik rakyat bisa digunakan dan sebagai bentuk hidupnya tatanan masyarakat, Negara dan bangsa yang demokratis.

b. Atasi Krisis Pangan dan Energi ( Senin, 22 September 2014)

Pada teks berita ini, wacana berfokus terhadap sikap dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang sangat mendukung sikap pemerintah untuk mengatasi krisis pangan dan energi dari gangguan Mafia Migas. Hal ini ditunjukkan dengan sikap politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berharap agar pemerintah secepatnya mengatasi hal tersebut karena dapat mengancam kedaulatan dan kemandirian bangsa. Selain itu juga membahas wacana perombakan total terhadap politik pangan dan energi pemerintah dengan menata ulang politik pertanian dan energi yang selama ini lebih menguntungkan pihak lain.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses pengaturan data dan mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori atau satuan uraian yang membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti signifikan terhadap analisis, menjelaskan dan mencari hubungan antara dimensi-dimensi uraian.


(32)

25

Data yang telah berhasil diperoleh, diusahakan untuk mencari makna yang terdapat dalam data tersebut.Hal tersebut perlu dicatat makna, hubungan, dan lain-lain

Kemudian dicoba untuk diambil kesimpulan.Tetapi kesimpulan yang ada harus diverifikasi terus menerus selama penelitian berlangsung.Selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan analisis wacana Theo van Leeuwen. Yang mana kerangka analisisnya adalah

Tingkat Yang Ingin Dilihat

Ekslusi - Apakah ada aktor ( seseorang/

kelompok sosial) yang

dihilangkan atau disembunyikan dalam pemberitaan.

- Bagaimana strategi yang

dilajukan untuk

menyembunyikan atau

menghilangkan aktor sosial

tersebut

Inklusi - Dari aktor sosial yang disebut

dalam berita, bagaimana mereka ditampilkan dan dengan strategi

apa pemarjinalan atau


(33)

26

I. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam nantinya dalam laporan penelitiannya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan; yang terdiri dari konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi konsep, kerangka pikir penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan, dan jadwal penelitian.

BAB II :Kajian Teoritis; kajian pustaka dan kajian teori.

BAB III : Penyajian; deskripsi subyek penelitian dan deskripsi data penelitian.

BAB IV :Analisis Data; temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.


(34)

1

BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka

1. Komunikasi Massa a. Definisi Komunikasi massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner ( Rahmat, 2003: 188)1 komunikasi massa adalah pesan yang ingin di komunikasikan melalui media massa

pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu di sampaikan kepada khalayak banyak, seperti rapat akbar di lapangan yang luas dan dihadiri ribuan atau bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu tidak dapat dikatakan komunikasi massa. Media komunikasi yang tergolong media massa adalah radio siaran dan televise yang keduanya dikenal sebagai media elektronik, sedangkan surat kabar dan majalah keduanya dikenal sebagai media cetak. Serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.

Fungsi komunikasi massa secara umum antara lain memberikan hiburan kepada khalayak. Namun ada fungsi yang tak kalah penting dari media massa yaitu meyakinkan atau persuasi. Menurut Devito ( 1996), persuasi bisa datang dalam bentuk:

a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang. b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang.

c. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan

d. Memperkenalkan etika dan menawarkan system nilai tertentu.

Mengukuhkan. Usaha untuk melakukan persuasi,kita pusatkan pada usaha mengubah

1


(35)

2

atau memperkuat sikap atau kepercayaan khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu. Kemudian mengubah dalam artian media akan mengubah orang yang tidak memihak pada suatu masalah tertentu. Dan selanjutnya menggerakkan yang mana dalam dunia advertising, fungsi terpenting media massa adalah menggerakkan konsumen untuk mengambil tindakan. Sedangkan menawarkan etika berarti fungsi persuasi yang merupakan fungsi media massa yang lainnya yaitu mengetikakan.

Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial juga berfungsi melahirkan (beiring function) fungsi-fungsi sosial lain, bahwa manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat sempurna. Sehingga setiap fungsi sosial yang dianggap membahayakan dirinya, maka ia akan mengubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Contohnya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah, disatu sisi adalah untuk membersihkan masyarakat dari praktik korupsi, namun di sisi lain tindakan pemberantasan korupsi yang tidak diikuti dengan perbaikan sistem justru akan menimbulkan ketakutan bagi aparatur pemerintah secara luas tentang masa depan mereka karena merasa tindakannya selalu diawasi, ditakuti dan ditindak. Tak adanya perbaikan sistem yang baik dan ketakutan justru akan melahirkan (beiring) model-model korupsi baru yang lebih canggih.

Begitu pula dengan fungsi komunikasi media massa, sebagai aktivitas sosial masyarakat, komunikasi media massa juga mengalami hal yang serupa. Seperti pemberitaan bahaya Tsunami terhadap kehidupan masyarakat pantai. Di satu sisi pemberitaan tersebut adalah informasi mengenai bagaimana masyarakat pantai dapat menghindari bahaya Tsunami ketika bencana itu datang, tapi pemberitaan itu juga sekaligus menciptakan ketakutan dan kecemasan yang amat sangat bagi masyarakat yang hidup di pesisir pantai. Bahkan pemberitaan itu juga berdampak


(36)

3

buruk bagi orang-orang pegunungan yang akan merencanakan pindah tempat . a) Fungsi pengawasan

Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa dan ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat tidak terjerumus dalam pengaruh narkoba. Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Medai massa dapat memberi reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat lainnya, namun sebagainya akan memberikan punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.

b) Fungsi social learning

Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa itu dimaksukan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas. Fungsi komunikasi massa ini merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedogogi yang dilaksanakan melalui komunikasi tatap muka, di mana karena sifatnya, maka fungsi paedogogi hanya dapat berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.


(37)

4

Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, emiliki fungsi utama, yaitu menjadi proses penyampaian informai kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

d) Fungsi transformasi budaya

Fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang lebih dinamis adalah fungsi transformasi budaya. Komunikasi massa sebagaimana difat-sifat budaya massa, maka yang terpentin adalah komunikasi massa menjadi proses transormai budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang dilakukan oleh media massa.

Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-fungsi lainnya terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi budaya lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari bidaya global. Sebagaimana diketahui bahwa perubahan-perubahan budaya yang disebabkan karena perkembangan telematika menjadi perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk pendidikan juga dapat dipergunakan untuk fungsi-fungsi lainnya, seperti politik, perdagangan, agama, hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi massa memainkan peran penting dalam proses ini di mana hampir semua perkembangan telematika mengikut-sertakan proses-proses komunikasi massa terutama dalam proses transformasi budaya.

e) Hiburan

Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komuniasi massa menggunakan media massa, adi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga


(38)

5

merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Transformasi budaya yang dilaksanakan oleh komunikasi massa mengikut-sertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, maka fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya.

1. Konstruksi wacana dalam media cetak

Pendekatan kontruksionis mempunyai falsafah tersendiri dalam menilai bagaimana media cetak, wartawan dan berita dilihat.2

Pertama, fakta atau peristiwa merupakan hasil konstruksi. Realitas hadir karena dihasilkan oleh subjektif Wartawan. Tercipta dari sudut pandang tertentu dari wartawan.Realitas atau peristiwa bisa berbeda-beda tergantung bagaimana konsepsi ketika realitas tersebut dipahami oleh Wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Kedua, media sebagai agen konstruksi. Disini media berfungsi bukan sebagai saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan keberpihakannya. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Berita yang terdapat di dalam media bukan merupakan semata-mata gambaran dari realitas peristiwa yang sebenarnya tetapi juga ada konstruksi dari media itu sendiri melalui berbagai instrumen.

Ketiga, berita sebagai konstruksi realitas.Pandangan konstruksionis berpendapat bahwa berita ibarat drama.Ia bukan menggambarkan realitas tetapi potret dari pertarungan antara

2


(39)

6

berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita adalah hasil dari konstruksi sosial dimana berita selalu melibatkan pandangan ideology dan nilai-nilai kewartawanan.

Keempat, berita bersifat subjektif atau konstruksi terhadap realitas hasil kerja jurnalistik tidak bisa dianggap dan dinilai dengan standar yang kaku.Hal ini terjadi karena berita adalah produk konstruksi dan pemaknaan atas peristiwa. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa saja berbeda sebab ukuran yang standard an baku tidak bisa dipakai. Kalau ada perbedaan antara berita dan realitas yang sebenarnya maka hal tersebut bukan dianggap sebagai kesalahan akan tetapi memang seperti demikian pemaknaan realitas.

Kelima, wartawan bukan pelapor.Dalam positivis Wartawan dapat menyajikan realitas secara benar apabila wartawan tersebut professional. Wartawan yang professional bisa menyingkirkan keberpihakannya sehingga apa yang diungkapkan adalah murni fakta bukan penilaian, Wartawan murni melaporkan apa yang dilihat dilapangan. Dalam pandanga konstruksionis Wartawan dianggap tidak dapat menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakan sebab Wartawan adalah ikut andil dalam bagian terbentuknya berita.Pandangan ini juga melihat berita bukan produk individual akan tetapi bagian dari organisasi dan interaksi antara Wartawan dengan medianya sehingga juga sebagai agen konstruksi karena Wartawan tidak hanya melaporkan fakta tetapi juga mendefinisikan peristiwa.

Keenam, etika, pilihan moral dan keberpihakan Wartawan adalah bagian integral dalam produksi berita.Berita mempunyai fungsi penjelas dalam menjelaskan fakta atau realitas.Pandangan konstruksionis justru menilai bahwa etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mugkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok


(40)

7

nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu.Wartawan menulis berita bukan hanya penjelas tetapi mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

Ketujuh, khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.Pandangan positivis melihat berita sebagai sesuatu yang objektif. Konsekuensinya apa yang diterima oleh khalayak pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Berita adalah tak ubahnya sebagai pesan yang ditransmisikan dan dikirim kepada pembaca.Dengan pandangan ini pihak pembuat berita adalah pihak aktif sedangkan penerima adalah pihak pasif. Pandangan konstruksionis melihat khalayak sebagai subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang di abaca.

Komunikasi berlangsung hanya apabila ada kesepakatan dari semua pihak yang terlibatkan, bahasa dan makna meniscayakan sebuah kerjasama antara yang membuat dan yang menafsirkan.3

B. Kajian Teori 1. Analisis Wacana

Pada mulanya, bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu pada bahan bacaan, percakapan, tuturan. Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan.Pada akhir-akhir ini, para ahli telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi.4

Istilah wacana dalam bahasa inggris yaitu discourse. Discourse berasal dari bahasa latin discursus yang berarti kian kemari ( yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda,

3 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 21-22.

4

Abdul Rani, Bustanul Arifin dan Martutik, Analisis Wacana : Sebuah Kajian Bahasa Dalam Pemakaian, ( Malang : Banyumedia Publishing,2006), hlm. 3.


(41)

8

dan currere yang berarti lari). Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat, atau ada yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus, dalam arti yang lain wacana adalah komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah.5Jadi wacana merupakan suatu runtutan kalimat yang mengandung makna

tersendiri.Dimana di dalam kalimat tersebut dapat digali dalam unsur-unsur klimat yang memiliki kandungan makna yang tersembunyi.

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama.6 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan

empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan. Sementara itu pandangan kritis dalam pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok7, analisis wacana

adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa.8 Sedangkan Alex Sobur,9 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana adalah

5 Alex Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analis Semiotik, Dan Analisis Framing,

….., hlm. 9.

6

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.4.

7

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.5

8


(42)

9

rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupun non segmental bahasa.

Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.10

2. Model analisis wacana Theo Van Leeuwen

Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaanya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah, cenderung untuk terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk.

Di sini, ada kaitan antara wacana dengan kekuasaan.Kekuasaan bukan hanya beroperasi lewat jalur-jalur formal, hukum dan institusi Negaradengan kekuasaannya untuk melarang dan menghukum tetapi juga beroperasi lewat serangkaian wacana untuk mendefinisikan sesuatu atau suatu kelompok sebagai tidak benar atau buruk.

Salah satu agen terpenting dalam mendefinisikan suatu kelompok adalah media.Lewat media pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk

9 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,…..,hlm. 4.

10


(43)

10

pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu. Wacana yang dibuat oleh media itu bisa jadimelegitimasi suatu hal atau kelompok dan mendeligitimasi dan memarjinalkan kelompok lain. Theo Van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa kita pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan actor- actor social ditampilkan dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus-menerus dimarjinalkan.

Analisis Theo Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan actor ( bisa seseorang maupun kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian dalam hal ini, yaitu proses pengeluaran ( exlusion). Apakah dalam suatu teks berita , ada kelompok atau actor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi akan pemahaman tertentu.

Kedua, proses pemasukan (inclusion).Kalau exlusion berkaitan dengan bagaimana

masing- masing pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan, maka inclusion

berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan. Baik proses exlusion maupuninclusion tersebut menggunakan apa yang disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi dan susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok direpresentasikan dalam teks. Dibawah ini akan diuraikan persoalan tersebut satu per satu.

A. Exlusion

Ada beberapa strategi bagaimana suatu actor( seseorang atau kelompok) dikeluarkan dalam pembicaraan. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:


(44)

11

Ekslusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah proses bagaimana suatu kelompok atau actor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pemberitaaan atau wacana. Penghilangan actor social ini untuk melindungi dirinya. Menurut Theo Van Leeuwen, kita perlu mengkritisi bagaimana masing-masing kelompok itu ditampilkan dalam teks, apakah ada pihak atau actor yang dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks. Salah satu cara klasik adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif. Lewat pemakaian kalimat pasif, actor dapat tidak hadir dalam teks, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kalimat berstruktur aktif.

2. Nominalisasi

Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau actor social tertentu adalah lewat nominalisasi. Sesuai dengan namanya, strategi ini berhubungan dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dengan memberi

imbuhan “ pe-an”. Kenapa nominalisasi dapat menghilangkan actor / subjek dalam

pemberitaan?Ini ada hubungannya dalam transformasi dari bentuk kalimat aktif. Dalam struktur kalimat yang berbentuk aktif , selalu membutuhkan subyek. Kalimat aktif juga selalu berbentuk kata kerja yang menunjukkan pada apa yang dilakukan (proses) oleh subjek.

Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya adalah dalam proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan/ kegiatan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa.

3. Penggantian anak kalimat

Penggantian subjek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti actor.


(45)

12

B. Inclusion

Ada beberapa strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang, atau kelompok ditampilkan dalam teks. Van leeuwen menjelaskannya demikian, yang akan diringkas sebagai berikut:

1. Diferensiasi- Indiferensiasi

Suatu peristiwa atau seorang actor social bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau actor lain dalam teks. Hadirnya(inclusion) peristiwa atau kelompok lain selain yang di beritakan itu, menurut Van leeuwen, bisa jadi penanda yang baik bagaimana suatu kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks. Penghadiran kelompok atau peristiwa lain itu secara tidak langsung ingin menunjukkan bahwa kelompok itu tidak bagus dibandingkan dengan kelompok lain. Ini merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih dominan atau lebih bagus.

Diferensiasi ini dalam wujudnya yang lain, sering kali menimbulkan prasangka tertentu.

Terutama dengan membuat garis batas antara pihak “ kita” dengan pihak “mereka”. Kita baik

sementara mereka buruk.Menurut Van leeuwen, penggambaran kita dan mereka adalah strategi wacana tertentu untuk menampilkan kenyataan bagaimana lewat strategi wacana tertentu satu kelompok dikucilkan, dimarjinalkan, dan dianggap buruk.

2. Objektivasi- Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa atau actor sosial ditampilkan dengan memberikan petunjuk yang konkrit ataukah yang ditampilkan adalah abstraksi. Makna yang diterima khalayak akan berbeda karena dengan


(46)

13

membuat abstraksi, peristiwa atau actor yang sebenarnya secara kuantitatif berjumlah kecil dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah banyak.

Khalayak akan mempersepsikan lain antara yang disebut secara jelas dengan yang dibuat dalam bentuk abstraksi. Penyebutan dalam bentuk abstraksi ini, menurut Van leeuwen sering kali bukan disebabkan oleh ketidaktahuan wartawan mengenai informasi yang pasti, tetapi sering kali lebih sebagai strategi wacana wartawan untuk menampilkan sesuatu.

3. Nominasi-Kategorisasi

Dalam suatu pemberitaan mengenai actor( seseorang/ kelompok) atau mengenai suatu permasalahan, sering kali terjadi pilihan apakah actor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah yang disebut adalah kategori dari actor sosial tersebut. Kategori ini bisa macam-macam, yang menunjukkan ciri penting dari seseorang: bisa berupa agama, status, bentuk fisik, dan sebagainya. Kategori ini sebenarnya tidak penting, karena umumnya tidak akan mempengaruhi arti yang ingin disampaikan kepada khalayak.

Kategori apa yang ingin ditonjolkan dalam pemberitaan, menurut Van leeuwen, sering kali menjadi informasi yang berharga untuk mengetahui lebih dalam ideologi dari media yang bersangkutan. Karena kategori ini menunjukkan representasi bahwa suatu tindakan tertentu atau kegiatan tertentu menjadi ciri khas atau atribut yang selalu hadir sesuai denga kategori yang bersangkutan. Seringkali penambahan kategori ini tidak menambah pengertian atau informasi apa pun. Peneliti harus kritis melihat bagaimana suatu kelompok dimarjinalkan atau dikucilkan dengan memberikan kategori atau label yang buruk.

4. Nominasi- Identifikasi

Strategi wacana ini hamper mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok, peristiwa atau tindakan tertentu didefinisikan. Bedanya dalam identifikasi, proses pendefinisian


(47)

14

itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas.Disini ada dua proposisi, dimana proposisi kedua penjelasan atau keterangan dari proposisi pertama. Umumnya dihubungkan dengan kata hubung seperti: yang, di mana. Proposisi kedua ini dalam kalimat posisinya sebetulnya murni sebagai penjelas atau identifikasi atas sesuatu. Wartawan barang kali ingin memberikan penjelasan siapa seseorang ituatau apa tindakan atau peristiwa itu. Akan tetapi, sering kali, dan ini harus dikritisi, pemberian penjelasan inimensugestikan makna tertentu karena umumnya berupa penilaian atas seseorang, kelompok, atau tindakan tertentu. Ini merupakan strategi wacana dimana satu orang, kelompok, atau tindakan diberi penjelasan yang buruk sehingga ketika diterima oleh khalayak akan buruk pula.

5. Determinasi- Indeterminasi

Dalam pemberitaan sering kali actor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tetapi sering kali juga tidak jelas(anonim). Anonimitas ini bisa jadi karena wartawan belum mendapatkan bukti yang cukup untuk menulis, sehingga lebih aman untuk menulis anonim.Bisa juga karena ada ketakutan struktural kalau kategori yang jelas dari seorang actor tersebut disebutkan dalam teks.Apapun alasanya, dengan membentuk anonimitas ini, ada kesan yang berbeda ketika diterima oleh khalayak.Hal ini karena anonimitas, menurut Van leeuwen, justru membentuk suatu generalisasi, tidak spesifik.Efek generalisasi ini makin besar kalau, misalnya anonim yang dipakai dalam bentuk plural, seperti banyak orang, sebagian orang, dan sebagainya.

6. Asimilasi- Individualisasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang di beritakan ditunjukkan dengan jelas kategorinya ataukah tidak.Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan bukan kategori aktor sosial yang spesifik yang disebut dalam berita tetapi komunitas atau kelompok sosial dimana seseorang tersebut berada.


(48)

15

Asosiasi pada dasarnya adalah perangkat bahasa dimana seakan akan terjadi efek generalisasi, sebaliknya dalam individualisasi memunculkan efek spesifikasi.

7. Asosiasi- Disosiasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor suatu pihak ditampilkan sendiri ataukah ia di hubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar. Ini adalah proses yang sering kali terjadi dan tanpa kita sadari. Elemen asosiasi ingin melihat apakah suatu peristiwa atau aktor sosial dihubungkan dengan peristiwa lain atau kelompok lain yang lebih luas.

Kelompok sosial di sini menunjuk pada di mana aktor tersebut berada, tetapi persoalannyaapakah disebut secara eksplisit atau tidak dalam teks.Asosiasi menunjuk pada pengertian ketika dalam teks, aktor sosial dihubungkan dengan asosiasi atau kelompok yang lebih besar, dimana aktor sosial tersebut berada.Sebaliknya disosiasi, jika tidak terjadi hal demikian.

3. Rakernas PDI-P 2014

Rapat Kerja Nasional ( Rakernas ) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI – P ke IV merupakan agenda kerja tahunan yang rutin dilaksanakan oleh partai banteng ini. Kegiatan ini juga merupakan bentuk nyata dari kerja partai untuk menentukan langkah strategis kedepanya.Yang berisi langkah langkah dan program kerja dari partai itu sendiri.

Dengan dihadiri lebih dari 1.500 pengurus DPP, DPD, dan DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di seluruh Indonesia, Rakernas IV PDI – P diselenggarakan di Gedung Marina Convention Center, Semarang Jawa Tengah. Jawa Tengah dipilih karena menjadi daerah dengan kontribusi terbesar untuk kemenangan Joko Widodo – Jusuf Kalla.Julukan kandang banteng untuk Jawa Tengah diteguhkan dengan kemenangan dan agenda Rakernas.


(49)

16

Dalam Rakernas tersebut juga ditetapkan sikap politik dari partai banteng yaitu mengubah haluan politik PDI – P, dari partai di luar pemerintahan yang dalam hal ini adalah partai oposisi bermertamorfosis menjadi partai pemerintah.Yang mana sebelumnya sikap politik berada di luar pemerintah sebelumnya ditetapkan dalam kongres II di Bali tahun 2005.Dan sikap politik itu diteguhkan dalam kongres III di Bali tahun 2010.

Dalam kesempatan pembukaan Rakernas tersebut Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri berpesan kepada semua kader, terutama yang ada dijabatan public daerah, harus bisa menghadirkan wajah pemerintahan Jokowi – JK di daerah, wajah bersih, santun, bekerja keras, dan merakyat.

4. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini penelitian yang berjudul Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus dalam buku Pak Beye dan Politiknya terbitan PT. Kompas Media Nusantara. Penelitian ini dilakukan oleh Amaliyah Fitriyani pada tahun 2011 guna mendapatkan gelar strata satu jurusan Ilmu

Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.Adapun Fokus

penelitiannya adalah untuk mengetahui pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus pada buku Pak Beye dan Politiknya.Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa pencitraan yang terbangun dalam buku tersebut adalah pencitraan negatif dengan adanya kritik yang disampaikan teras tajam dalam mengkritisi SBY selaku politikus.Hal ini disebabkan karena penulis buku menempatkan dirinya sebagai rakyat biasa tanpa memihak politikus manapun.Selain itu kelebihan dan kelemahan SBY sebagai politikus diungkapkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya. Disini tergambarkan bahwa pencitraan SBY sebagai sosok politikus yang sensitif terhadap kritikan,ulung dalam politik penncitraan, dan eksploitatif.


(50)

17

Adapun perbedaan penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini adalah objek penelitian terdahulu menggunakan buku sedangkan penelitian ini pada harian Kompas. Lalu kalau penelitian terdahulu meneliti tentang citra seorang tokoh, tapi kalau penelitian ini berkutat tentang citra organisasi politik yaitu partai politik.

Sedangkan untuk persamaannya adalah model analisis wacananya dan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis.


(51)

1

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian 1. Profil Harian Kompas

Kompas adalah harian yang diterbitkan sejak 28 juni 1965 dengan pimpinan umum Jacob Oetomoa, wakil pimpinan umum St Sularto , Agung Adi Prasetyo, pimpinan redaksi/ penanggung jawab Suryopratomo, wakil pimpinan redaksi Bambang Sukartino, Rikard Bangun, redaktur senior Ninok Leksono, redaktur pelaksana Trias Kuncahyono, wakil direktur pelaksana Taufik H. Miharja, sekretaris redaksi Retno Bintarti, wakil sekretaris redaksi Oemar Samsuri, Harian Kompas saat ini terbit sebanyak 51 halaman , dengan klasifikasi halaman utama politik dan hukum empat halaman, opini dan rubric internasional sebanyak empat halaman , humaniora sebanyak tiga halaman, sosok satu halamandan ditambah dengan rubric- rubric khusus diantaranya ada edisi khusus diantaranya ada edisi khusus Harian Kompas Jawa Timur, termasuk iklan sebanyak sepuluh lembar , kolom bisnis dan keuangan empat halaman nusantara tiga halaman, metropolitan tiga halaman, kolom olah raga empat halaman, maupun rubric khusus

seperti muda tiap hari Jum‘at , teropong hari senin maupun kehidupan hari minggu.

Jacob Oetomoe selaku tokoh pers dan pimpinan umum harian Kompas secara konsisten dinilai telah menunjukkan bahwa misi jurnalisme bukan hanya menyampaikan informasi kepada pembaca, tetapi lebih dalam dari itu pokoknya adalah mendidik dan mencerahkan hati nurani

anak bangsa, Jacob bahkan menebalkan gaya jurnalisme yang khas itu dengan nama “ jurnalisme makna‘‘1

. Filosofi inilah yang menjadikan karakter Harian Kompas di dalam pemberitaannya

1

Pidato penghargaan Doktor Honoris Causa yang diberikan Universitas Gajah Mada kepada Jakop Oerama pada tanggal 17 April 2003,


(52)

2

yang cenderung menampilkan data- data yang lengkap dengan analisanya yang tajam sebagai bahan dari wacana diskusi. Hal tersebut sebagaimana dituturkan Ignatius Haryanto dengan

pendapatnya “ Harian Kompas bukan semata surat kabar yang terbit tiap hari, tapi juga menggelindingkan sejumlah isu dan menawarkan diri sebagai wahana diskusi berbagai komponen Masyarakat. Banyak study dalam dan luar negeri, pernah ditulis oleh harian Kompas lewat berbagai aspek. Ada yang menulis dimensi humanisme transedentalyang jadi salah satu ideology harian Kompas.. Bahkan secara ekstrim wartawan senior Rosihan Anwar mempunyai pendapat sendiri tentang Harian Kompas yang menyebut jenis jurnalisme Haria Kompas sebagai

“ jurnalismekepiting”. Maksudnya, kepribadian Harian Kompas bergerak ala kepiting, mencoba

melangkah setapak demi setapak untuk mengetes seberapa jauh kekuasaan memberikan toleransi kebebasan pers yang ada. Jika aman, kaki kepiting bias maju beberapa langkah, jika kondisi tidak memungkinkan , kaki kepiting pun mundur beberapa langkah.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan bisnis perusahaan, secara struktur organisasi kelompok Kompas Gramedia terbagi atas beberapa kelompok usaha (SBU) berdasarkan jenis usaha atau jasa layanan yang dilakukan, seperti: Kelompok Percetakan, Kompas, Majalah, Gramedia Pustaka Utama( GPU). Penerbitan dan Multi Media(MMSP), Perdagangan dan Industri, Hotel Santika, Media Olahraga(Medior), Pers Daerah, Radio Sonora, PT. Kompas Cyber Media. Pada saat ini tercatat kurang lebih 12.000 orang karyawan tergabung dalam kelompok Kompas Gramedia, yang tersebar hamper di seluruh wilayah Indonesia.

Nomor perdana Kompas terbit pada tanggal 28 Juni 1965.Pada saat itu, sesuai dengan ketentuan pemerintah, Kompas harus berafiliasi pada salah satu partai politik.Kompas memilih berafiliasi pada Partai Katholik.Ini merupakan pilihan logis karena kebanyakan stafnya beragama Katolik dan pendukung-pendukungnya adalah pemimpin partai itu, misalnya I.J. Kasimo.


(1)


(2)

1

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Representasi sosok Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dalam harian Umum Kompas edisi 20 – 22 September 2014 menampilkan peran dan kontribusi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P), hal ini sangat terlihat dengan mengunakan model analisis wacana Theo van Leeuwen terdapat srtategi pencitraan yang dilakukan. Konstruksi pencitraan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dibangun dengan sangat baik memalui sterategi wacana melalui media cetak yang dalam hal ini adalah dalam harian Kompas.

Strategi analisis wacana model Theo van Leeuwen melihat terdapat kontruksi pencitraan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) pada wacana yang pertama yaitu dengan judul “Jangan Rebut Hak Rakyat”. Dimana terdapat strategi inclusion yaitu ditampilkannya suatu tokoh atau peristiwa di dalam sebuah teks. Teknik inclusion yang ada di dalam wacana yang pertama antara lain adalah Diferensiasi – Indiferensiasi, Objektivasi – Abstraksi, Nominasi – Kategorisasi, Nominasi – Identifikasi, Determinasi - Indeterminasi, dan Asimilasi – Individualisasi. Yang inti dari kontruksi pencitraan tersebut adalah menampilkan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) sangat peduli terhadap rakyat, dengan di tunjukkan tetap menjaga semangat Reformasi selain itu partai banteng juga sangat menghormati hak politik rakyat, itulah sosok dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) yang di tampilkan dengan begitu bagusnya, akan tetapi kontradiksi atau berbeda dengan apa yang ditampilkan di dalam wacana yang berkaitan dengan sosok kelompok Elite yang digambarkan sangat rakus akan kekuasaan dan ingin merebut hak politik Rakyat dengan cara


(3)

2

ingin merubah pemilihan umum secara langsung oleh Rakyat menjadi pemilihan secara tidak langsung yaitu melalui DPRD. Lebih dalam lagi kelompok Elite juga di analogikan sama denga rezim Orde Baru dimana pada masa itu terjadi pemilihan pemimpin hanya oleh segelintir Orang. Selain itu juga sangat kental akan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Berbeda dengan wacana yang yang pertama yang berkutat pembangunan citra melalui aspek politik, pada wacana yang kedua dengan judul “ Atasi Krisis Pangan dan Energi” yang mana dalam wacana ini melalui analisi wacana model Theo van Leeuwen ditemukan dua sosok kelompok yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dan juga kelompok Mafia Migas. Kontruksi citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dibangun dengan cara menampilkan dalam teks bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) sangat peduli terhadap permasalahan pangan dan energi dimana dengan jelas mendukung visi – misi pemerintahan Jokowi – JK dalam mengatasi krisis pangan dan energi yang mengancam kedaulatan dan kemandirian bangsa. Selain itu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) akan segera melakukan maneuver perombakan kebijakan politik pangan dan energi. Hal ini tentu demi ketersediaan energi dan pangan.

Sosok kedua yang ditampilkan yaitu Mafia Migas, yang digambarkan suka melakukan aksi kriminalnya dengan cara berbuat curang sehingga mengakibatkan krisis energi dan pangan, gangguan ini terjadi di hulu – hilir dan dapat dikatakan bahwa gangguan ini sangat serius. Begitu seriusnya ancaman ini sampai ada salah satu politikus yang meninggal dunia kerena keberaniannya dalam membuka isu Mafia Migas.


(4)

3

2. Saran

Setelah menyelesaikan penelitian ini, ditemukan beberapa keterbatasan. Untuk itu, berikut adalah beberapa saran yang dapat digunakan sebagai koreksi dan acuan pada penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai teks pada media cetak.

1. Kepada pembaca atau penikmat media cetak, diharapkan untuk lebih selektif dan kritis dalam memaknai konstruksi realitas yang disajikan oleh media cetak. Karena realitas yang dikemas dalam teks berita bukan lagi utuh dan sesuai dengan realitas yang sebenarnya, melainkan telah melalui tahap-tahap dan penonjolan, serta kepentingan-kepentingan.

2. Kepada peneliti lain, penelitian mengenai isi teks media sesungguhnya dapat ditempuh dengan beberapa tahapan agar memperoleh hasil analisa yang lebih mendalam. Semoga penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk kemudian dikembangkan tidak sekedar pada level tekstual saja.

3. Kepada media cetak yang digunakan, yaitu Surat kabar Kompas, diharapkan lebih cermat dalam menyusun dan memberikan skema pada teks berita, sehingga informasi yang ditampilkan tidak berulang, atau bahkan melebar/berkembang terlalu jauh dari tema yang ditentukan.


(5)

4

DAFTAR PUSTAKA

.

Ardianto,Elvinaro. 2009. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Burton,Grame. 2000. Memperbincangkan Televisi. Yogyakarta: Jalasutra.

Cc, Kompas 1965- 1985,Een Algemene Krant MetKatholieke Achtergrond Binnen Het

Religieus Pluralisme van Indonesie ( Kampen: Uitgeversmaatschappij J.H. Kok, 1990), hal. 385 ( terjemahan dalam bahasa inggris) Dr. C.A.M. de Jong.

De Jo g 99 dalam A durra hma Surjomihardjo, “ Sejarah Pers I do esia,’’ uklet Kompas yang diterbitkan dalam rangka memperingati hari Pers Nasional 1992.

Erdinaya, Lukiati Komala dan Elvinaro Ardianto. 2004. Komunikasi Massa: Suatu

Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.

http://repository.upnyk.ac.id/2099/1/AMALIA_FITRIYANI.PDF. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2013.

http://www.kompas.com/ EMAIL: kompas@kompas.com.

Kompas, Edisi Sabtu 20 September 2014.

Muda,Dedy Iskandar. 2005. Jurnalistik Televisi. Bandung: PT Rosda Karya.


(6)

5

5 Pidato penghargaan Doktor Honoris Causa yang diberikan Universitas Gajah Mada kepada Jakop Oerama pada tanggal 17 April 2003,

Rani,Abdul Bustanul Arifin dan Martutik. 2006. Analisis Wacana : Sebuah Kajian Bahasa Dalam Pemakaian. Malang : Banyumedia Publishing.

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soemirat,Soleh dan Elviriano. 2002. Dasar-Dasar Publik Relations. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunarjo dan Djoenaesih S. Sunarjo. 1983. Himpunan Istilah Komunikasi. Yogyakarta: Liberty.

Suryo, Subroto. 2001. Humas dalam dunia pendidikan. Yogyakarta: Mitra gama widya.

Surya, Soemantri.2006. Filsafat Umum. Surabaya: Tinta Mas.

Winarko, Heri. 2000. Mendeteksi Bias Berita: Panduan Untuk Pemula, Yogyakarta: kajian dan layanan informasi untuk kedaulatan rakyat(KLIKR).


Dokumen yang terkait

Konstruksi realitas di media massa ( analisis framing terhadap pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di Harian Kompas dan Republika )

1 10 116

Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia Dalam Meningkatkan Dukungan Politik Pdi Perjuangan

7 41 119

STRATEGI CALON LEGISLATIF PEREMPUAN UNTUK DPRD PROVINSI LAMPUNG DALAM PEMENANGAN PEMILU 2014 STUDI PADA PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR) PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)

0 19 84

IMPLEMENTASI FUNGSI PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA REKRUTMEN POLITIK PADA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI P) KABUPATEN SEMARANG

2 12 139

AGENDA POLITIK PDI PERJUANGAN MENGHADAPI PEMILU LEGISLATIF 2009 AGENDA POLITIK PDI PERJUANGAN MENGHADAPI PEMILU LEGISLATIF 2009 (Studi analisis isi obyektivitas pemberitaan RAKERNAS IV PDI Perjuangan pada SKH KOMPAS dan SKH REPUBLIKA periode 22 – 31 Jan

0 4 10

PENDAHULUAN AGENDA POLITIK PDI PERJUANGAN MENGHADAPI PEMILU LEGISLATIF 2009 (Studi analisis isi obyektivitas pemberitaan RAKERNAS IV PDI Perjuangan pada SKH KOMPAS dan SKH REPUBLIKA periode 22 – 31 Januari 2009).

0 2 42

KESIMPULAN DAN SARAN AGENDA POLITIK PDI PERJUANGAN MENGHADAPI PEMILU LEGISLATIF 2009 (Studi analisis isi obyektivitas pemberitaan RAKERNAS IV PDI Perjuangan pada SKH KOMPAS dan SKH REPUBLIKA periode 22 – 31 Januari 2009).

0 2 93

PENDAHULUAN Proses Penetapan Calon Legislatif (Caleg) Partai Politik Untuk Pemilihan Umum 2014 (Studi Kasus: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Kota Surakarta).

0 1 15

Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pemilihan umum legislatif tahun 2009 Di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten.

0 1 169

RESOLUSI KONFLIK PADA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P)

0 0 97