GERAKAN SOSIAL PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN DI JALUR PENDAKIAN GUNUNG PENANGGUNGAN DESA TAMIAJENG, KECAMATAN TRAWAS, KABUPATEN MOJOKERTO.

(1)

Gerakan Sosial Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan

di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng,

Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

Muhammad Lauhil Mahfud

NIM: B75211089

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Muhammad Lauhil Mahfud, 2015, Gerakan Sosial Pembanguna dan Pelestarian Lingkungan di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan di Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Gerakan Sosial, Pembangunan, & Pelestarian Lingkungan

Untuk penulisan skripsi ini permasalahan utama yang diangkat adalah mengenai adanya sebuah gerakan sosial yang dilakukan oleh sekelompok manusia atau individu yang melakukan sebuah gerakan penolakan atas sebuah rencana pembangunan di jalur pendakian gunung Penangungan yang melalui pos pelawangan di desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Lebih lanjut lagi dalam permasalahan ini, mereka yang tergabung dalam sebuah gerakan yang bernama Save Pawitra tidak hanya melakukan gerakan menolak akan tetapi juga melakukan penyelamatan kelestarian lingkungan di sekitar gunung Penanggungan itu sendiri.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi karena terkait langsung dengan gejala-gejala yang muncul di sekitar lingkungan manusia terorganisasir dalam satuan struktur yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan juga menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupa gambaran-gambaran, kata-kata, dan bukan merupakan angka-angka dan untuk teorinya sendiri menggunakan teori gerakan sosial dari Tarrow karena gerakan sosial Tarrow diartikan sebagai perlawanan politik dari masyarakat yang terhimpun kepada pemegang kekuasaan dan arus sosial dari Emile Durkheim yang artinya gerakan timbul akibat adanya perasaan yang sama

Dari hasil penggalian data di lapangan yang dilakukan selama kurang lebih tiga minggu ini, ditemukan fakta bahwa: (1) gerakan penyelamatan lingkungan di sekitar gunung Penanggungan sebenarnya telah ada sejak dari dulu karena sekitar tahun 1998 terjadi peristiwa illegal logging yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam disekitarnya, agar kerusakan tidak semakin parah apalagi pemuda sekitar juga tidak ingin gunung Penanggungan bernasib seperti di gunung Gede Pangrango yang dinobatkan sebagai gunung terkumuh se Jawa (2) rencana pembangunan di jalur pendakian tersebut ternyata adalah rencana atau ide pribadi dari bupati itu sendiri setelah bupati dengan beberapa stafnya yang berada di bawahnya melakukan pendakian sampai puncak bayangan, bukan hanya itu saja, berdasarkan informasi yang didapatkan bupati semacam memiliki kepentingan pribadi dengan adanya rencana pembangunan gunung tersebut sehingga bupati pun sangat berniat membangun gunung Penanggungan menjadi tempat wisata seperti di Bromo meskipun ada SK Gubernur Jawa Timur yang menyatakan bahwa gunung Penanggungan adalah cagar budaya dan tidak boleh ada pembangunan di sana. (3) Selain melakukan penolakan, Save Pawitra ini juga melakukan gerakan yang bertujuan agar kelestarian alam disekitar gunung Penanggungan tetap terjaga, seperti melakukan reboisasi, pembersihan sampah,dll.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konseptual ... 8

F. Telaah Pustaka ... 11

G. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 18

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 19


(7)

6. Teknik Analisis Data ... 25

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 27

H. Sistematika Pembahasan ... 28

BAB II : TINJAUAN TEORI GERAKAN SOSIAL DAN ARUS SOSIAL ... 31

A. Gerakan Sosial Tarrow ... 31

B. Arus Sosial ... 41

BAB III : GERAKAN SOSIAL PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN ... 47

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 47

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

C. Analisis Data ... 80

BAB IV : PENUTUP ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Hasil Dokumentasi 3. Jadwal Penelitian 4. Surat Pengantar 5. Surat Keterangan 6. Biodata Peneliti


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam menjalankan perannya sebagai makhluk sosial. Manusia hidup dan bergantung bukan hanya dengan sesama mahkluk hidup melainkan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Dimana tidak lain merupakan wadah mereka untuk saling berinteraksi dan bersosialisasi, baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompoknya. Melihat fakta bahwa kondisi geografis Indonesia yang memiliki keragaman dan kekayaan hayati, setiap lingkungan kondisi sosial masyarakat memiliki ke khasan ataupun ciri-ciri yang berbeda karena kondisi lingkungan juga turut mempengaruhi terbentuknya masyarakat sekitar. Tentunya hal demikian juga menjadi sebuah nilai tersendiri bahwa keragaman budaya juga sangat majemuk dan ini menjadikan negara kita kaya akan nilai-nilai tradisi dan budaya di setiap daerah. Lingkungan masyarakat juga turut mempengaruhi terciptanya sebuah budaya yang da di dalam masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Bourdieu bahwa “Culture may be as central in

shaping social clas and social stratification as money and economics”1 Artinya budaya yang ada di masyarakat juga turut membentuk sebuah kelas sosial dalam masyarakat.

Dalam salah satu konteks Sosiologis, kehidupan manusia secara alamiah juga memiliki ikatan dalam hal peran dan fungsi yakni berdasarkan

1

Nanang Martono. Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012) Hal. 4


(9)

fungsionalis struktural. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.2 Setiap bagian-bagian yang ada di sekitar lingkungan hidup manusia baik secara makro maupun mikro memiliki peran dan fungsi masing-masing yang jika di analogikan maka kehidupan manusia terlihat seperti sebuah sistem kerja yang ada pada mesin yang setiap komponen memiliki peranan, jika salah satu tidak berfungsi dengan baik maka akan menghambat yang lainnya.

Seperti halnya penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada gunung Penanggungan yang terdapat di Desa Tamiajeng, Kec. Trawas, Kab. Mojokerto yang bagi masyarakat sekitar dan juga beberapa kelompok masyarakat memiliki peranan dalam menopang kehidupan masyarakat sekitarnya. Selain sebagai lahan konservasi untuk menjaga ekosistem kehidupan seperti air, gunung juga merupakan bagian dari tempat untuk melestarikan beberapa situs purbakala peninggalan kerajaan Majapahit yang mana sesuai dengan surat keputusan gubernur Jawa Timur No. 188 tanggal 14 Januari 2015 yang menetapkan Gunung Penanggungan sebagai cagar budaya.3 Namun adanya SK gubernur tersebut nampaknya tidak dimengerti oleh beberapa pihak, salah satunya adalah dari Pemerintah kabupaten Mojokerto yang berencana untuk membangun gunung Penanggungan atau nama lainnya adalah Pawitra sebagai tempat wisata seperti yang ada di Gunung Bromo.

2

I.B. Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. ( Jakarta: Kencana. 2012) . 42

3


(10)

Rencana pemerintah kabupaten Mojokerto untuk membangun jalur pendakian dengan cara membeton dari pos perizinan sampai puncak bayangan sejauh kurang lebih 3 Km tersebut mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar, terutama para pegiat lingkungan alam yang menamakan mereka sebagai komunitas “Save Pawitra” yang tidak hanya berasal dari sekitar Mojokerto saja, tapi juga ada yang berasal dari beberapa kota di luar Mojokerto, seperti Surabaya, Gresik, Malang, bahkan Madura. Mereka menyuarakan sama yakni sama-sama menolak rencana dari bupati Mojokerto untuk membangun kawasan Gunung Penanggungan sebagai tempat wisata karena jika rencana tersebut jadi dilakukan maka akan mengancam kelestarian gunung serta beberapa situs bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit, seperti yang ada sampai sekarang yakni Petirtaan Candi Jolotundo yang berada di kaki Gunung Penanggungan yang diyakini sebagai peninggalan Raja Udayana di masa Kerajaan Kahuripan sebagai persembahan atas lahirnya putra tercintanya yakni Prabu Airlangga.

Gerakan Save Pawitra sendiri merupakan sebuah gerakan yang timbul dalam masyarakat ketika ada sebuah wacana dari bupati Mojokerto yang ingin membangun jalur cor dari pos perizinan di Pelawangan Desa Tamiajeng sampai puncak gunung Penanggungan yang mana tujuan pembangunan itu agar memudahan semua orang bisa berwisata sampai puncak gunung. Akan tetapi rencana tersebut mendapatkan penolakan karena berdasarkan SK Gubernur Jatim bahwa gunung tersebut adalah cagar budaya yang mana di gunung tersebut masih tersimpan banyak sekali beberapa peninggalan


(11)

kerajaan Majapahit yang masih tersembunyi dan itu menjadi harta dan aset yang sangat berharga bagi bangsa ini.

Rencana pembangunan jalan di Gunung Penanggungan yang dicanangkan oleh pemerintah setempat pun menimbulkan pro dan kontra terhadap rencana pembangunan jalan tersebut. Ada beberapa pihak masyarakat yang menolak rencana pembangunan tersebut dan mengatasnamakan sebuah kelompok sosial yang bernama “Save Pawitra”, namun di lain pihak ada juga yang mendukung terhadap rencana pembangunan jalan dengan cara di beton tersebut karena jika terealisasi akan mendongkrak perekonomian masyarakat di sekitar kaki gunung tersebut.

Di dalam sebuah perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat, pasti ada sebuah benang merah yang memiliki keterkaitan anatara perubahan yang sedang terjadi dengan berbagai gejala perubahan sosial lain yang akan mempengaruhinya. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, kebudayaan dll.4 Bagitu juga halnya dalam sebuah perubahan sosial dan perubahan lingkungan bahwa keduanya memiliki ikatan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Namun disini yang perlu dicermati lebih jauh mengenai permasalahan perubahan lingkungan, mindset masyarakat mengenai lingkungan perlu dirubah karena masyarakat pada umumnya beranggapan bahwasanya permasalahan lingkungan bukanlah permasalahan yang begitu penting, namun disisi lain permasalahan krisis lingkungan terus terjadi dimana-mana bahkan sampai

4


(12)

menimbulkan bencana yang amat besar dan berdampak merugikan bagi masyarakat, contoh konkret yang sampai sekarang masih bisa kita lihat adalah tragedi bencana lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo yang menunjukkan bagaimana eksploitasi alam yang dilakukan korporasi malah menimbulkan bencana lingkungan yang merugikan banyak orang.

Dalam masyarakat ada sebuah teori lama yang mengangap bahwa perubahan lingkungan disebabkan oleh lingkungan atau alam itu sendiri, kemudia diyakini bahwa alam mampu memperbaiki keseimbangan kembali, kini muncul sebuah teori baru yang menyatakan bahwa ulah manusia diyakini sebagai penyebab dari perubahan lingkungan itu. Teori lama juga menyatakan bahwa kebudayaan dan teknologi mampu mengembalikan kerusakan alam dan lingkungan, tetapi yang terjadi hari ini perubahan-perubahan lingkungan banyak yang lepas dari kontrol manusia. Kebudayaan dan teknologi tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk mendeteksi amukan alam atau memperbaiki lingkungan. Justru yang terjadi hari ini, ia menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan karena digunakan untuk manipulasi adal dan lingkungan.5

Dalam suatu rencana pembangunan pastilah akan ada sebuah proses perencanaan dan juga observasi terhadap situasi dan kondisi yang ada di masyarakat sekitar, melalui kajian yang melibatkan para ahli dan juga perlu adanya sebuah sosialisasi kepada masyarakat sekitar mengenai sebuah pembangunan tersebut. Namun nyatanya, proses tersebut belum dilakukan secara maksimal oleh pihak pemerintah kabupaten sendiri seperti sosialisasi

5

Rachmad K. Dwi Susilo. Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya Alam (Jakarta, Ar-Ruzz Media, 2012). Hal.231


(13)

tentang rencana pembangunan, sehingga masyarakat bisa mengerti tentang adanya rencana pembangunan tersebut dan bisa mengetahui dampak-dampak yang akan timbul jika proses pembangunan tersebut berjalan, mulai adanya dampak positif sampai dampak negatif yang akan timbul seiring rencana pembangunan tersebut. Karena seharusnya sebuah pembangunan harus bisa mengangkat taraf kondisi kehidupan sosial masyarakat sekitar seperti mengangkat taraf perekonomian, mengangkat budaya juga yang bisa diekspos sehingga bisa dikenal oleh masyarakat luas, maupun segala potensi yang ada di masyarakat sekitar sehingga sebuah pembangunan tidak hanya menguntungkan beberapa pihak saja.

Karena itulah, timbulnya gerakan penolakan maupun gerakan yang mendukung terhadapa rencana pembangunan ini perlu mendapatkan kajian yang lebih jauh, terlebih lagi ini menyangkut banyak aspek yang akan terlibat di dalam sebuah proses pembangunan tersebut seperti kajian terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan yang pasti terhadap aspek lingkungan agar tidak mengganggu kelestarian kehidupan hayati, karena bagaimanapun juga ekosistem kehidupan lingkungan wajib dijaga dengan sebaik-baiknya karena seperti sistem sosial di masyarakat, ekosistem hayati juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan kehidupan di masyarakat.


(14)

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi latar belakang munculnya sebuah gerakan sosial tentang penolakan terhadap rencana pembangunan Gunung Penanggungan ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk penolakan terhadap rencana Pembangunan Gunung Penanggungan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan kegiatan penelitian ini, peneliti mempunyai tujuan penelitian yang hendak dicapai, sebagai berikut:

1. Peneliti ingin mengetahui tentang latar belakang timbulnya sebuah gerakan sosial terhadap adanya rencana pembangunan Gunung Penanggungan oleh Pemerintah Kabupaten Mojokerto.

2. Peneliti ingin memahami tentang bentuk-bentuk penolakan yang dilakukan oleh para pegiat lingkungan hidup tersebut sehingga gerakan penolakan tersebut menimbulkan kesadaran yang secara masif membuat para pegiat lingkungan dari berbagai tempat juga datang untuk memberikan dukungan terhadap penolakan pembangunan Gunung Penanggungan.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian kali ini, peneliti memiliki pemikiran bahwasanya penelitian yang dilakukan ini akan bermanfaat dalam beberapa hal, diantaranya:

1. Sebagai tahap penerapan keilmuan peneliti dalam melakukan penelitian pada bidang ilmu sosial kemasyarakatan dalam munculnya sebuah gerakan sosial yang ada di masyarakat, yakni Sosiologi yang


(15)

telah diperoleh selama mengikuti pendidikan di Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Sebagai bahan rujukan atau pertimbangan bagi peneliti lain yang akan

melakukan kegiatan penelitian tentang sebuah gerakan sosial dan sebagai pedoman agar fokus dalam penelitian tidak terlalu melebar dan jauh dari tema penelitian.

E. Definisi Konseptual

Dalam penjelasan di sub bab ini, definisi konseptual diperlukan untuk memberikan kemudahan dalam memberikan penjelasan. Pembahasan ini perlu kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian untuk menghindari kesalah fahaman dalam memahami. Maka peneliti menegaskan definisi konsep dari judul penelitian tersebut ke dalam beberapa istilah sebagai berikut

1. Gerakan Sosial

Gerakan sosial memiliki definisi yang luas karena beragamnya ruang lingkup yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Lalu definisi gerakan sosial yang lainnya diutakan oleh Tarrow yang menempatkan gerakan sosial sebagai gerakan politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa yang bergabung dengan para kelompok


(16)

masyarakat yang lebih berpengaruh menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas, dan pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang kuat dan digaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka politik perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak-pihak lawan, dan hasilnya adalah sebuah gerakan sosial. 6

2. Pelestarian Lingkungan Hidup

Pelestarian lingkungan hidup mengandung dua pengertian, yaitu:

a. Yang dilestarikan adalah fungsi lingkungan hidup itu sendiri. Suatu lingkungan bisa saja karena adanya pembangunan, tetapi fungsi lingkungan itu tetap dipertahankan.

b. Yang dilestarikan adalah lingkungan itu sendiri, ansich. Sebagai contoh adalah keberadaan hutan lindung, taman nasional, dan cagar alam yang harus tetap dipertahankan. Artinya kegiatan pembangunan tidak boleh dilakukan di lingkungan itu karena fungsinya tidak mungkin dilestarikan dengan adanya pembangunan.7

3. Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan hidup menurut para pakar memiliki definisi dan rumusan yang berbeda-beda mengenai makna dari lingkungan hidup, R.M Gatot P. Soemartono mengutarakan rumusan tentang lingkungan hidup sebagai berikut:

6

Fadillah Putra Dkk. Gerakan Sosial. (Malang. Averrors Press. 2006) Hal.1

7


(17)

Lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk manusia. Batas ruang lingkung menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun untuk praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor sosial, dll.

Sedangkan Soejono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat alam alam. Dalam pengertian ini, maka manusia, hewan, dan tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani belaka. Dalam hal ini lingkungan diartikan mencakup lingkungan hidup manusia, hewan, dan tumbuhan yang ada didalamnya. Jadi lingkungan hidup harus diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkunga fisik dan biologi tetapi juga lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya.8

4. Pembangunan

Hakikat pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pembangunan mencakup: pertama, kemajuan lahiriah seperti sandang, papan, pangan, dll. Kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat, dll. Ketiga, kemajuan yang meliputi

8


(18)

seluruh rakyat sebagimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.

Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Pada tiap-tiap tahap diharap dapat dicapai keselarasan dalam kemajuan lahiriah dan batiniah yang merata mencakup seluruh rakyat, dengan kadar keadilan sosial yang meningkat. Dengan begitu pembangunan adalah suatu proses yang berjalan terus-menerus. Untuk mencapai hasil maksimal, maka sumber pembangunan yang tersedia perlu digunakan secara berencana dengan memperhatikan skala prioritas pada kurun waktu tertentu.9

F. Telaah Pustaka

Telaah pustaka yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian ini merupakan kajian yang sangat penting dikaji menurut penulis, karena dengan mengkaji penelitian terdahulu bisa memudahkan penulis dalam melakukan penelitian yang penulis lakukan, diantaranya sebagai berikut : 1. Gerakan Indonesia Tanpa JIL merupakan gerakan yang bereaksi atas

eksistensi pihak lain (JIL: Jaringan Islam Liberal) yang dirasa meresahkan. Ini tampak dari nama gerakan ini sendiri yang langsung menyebutkan salah satu organisasi yang tidak diinginkan keberadaannya. Gerakan Indonesia Tanpa JIL merupakan gerakan murni tanpa embel-embel, juga bukan organisasi dan gerakan yang merupakan underbone dari suatu pihak. Ini terlihat dari persatuan antar anggota gerakan yang tidak

9


(19)

mempermasalahkan harakah masing-masing anggota. Gerakan Indonesia Tanpa JIL merupakan gerakan sosial politik, walaupun tidak bersentuhan langsung dengan politik praktis tetpai upaya ITJ untuk mengedukasi dan mempersuasi masyarakat merupakan langkah yang politis. Apalagi langkah yang mereka ambil untuk mengedukasi masyarakat dan mempersuasi masyarakat untuk melawan eksistensis organisasi lain yang menjadi musuh mereka.

Gerakan Indonesia Tanpa JIL mengedepannkan konsep do it yourself. Karena ITJ merupakan gerakan yang berasal dari kesadaran individu yang berakhir pada organisasi yang terstruktur. Indonesia Tanpa JIL tetap konsisten melakukan penyampaian gagasan utamanya lewat media sosial diaman ITJ tumbuh besar. Gerakan Indonesia Tanpa JIL merupakan gerakan ideologis yang mampu mengemas ideology yang mereka usung dengan kemasan baru. Ini bisa dilihat dari media yang digunakan oleh ITJ dan cara menyampaikan kebenaran dengan gaya yang lebih urban namun tanpa menghilangkan esensi ajaran itu sendiri.

Hambatan yang dialami oleh gerakan Indonesia Tanpa JIL secara umum adalah jarak dan waktu yang berbeda antar simpatisan. Selain itu ITJ juga masih belum cukup memiliki SDM yang mumpuni dalam hal counter liberalism. yang jelas hambatan jg datang dari luar gerakan, yaitu dari JIL sendiri. Indonesia Tanpa JIL membuktikan bahwa adanya kejanggalan logika berpikir pada pemikiran dan gagasan Islam Liberal. Diabolisme pemikiran tersebutlah yang menjadi focus serang utama dari gerakan


(20)

Indonesia Tanpa JIL. Fenomena gerakan Indonesia Tanpa JIL dan JIL sendiri membuktikan bahwa sesungguhnya ideology tidak dapat dihilangkan, karena tidak ada yang bisa membatasi ranah fikiran manusia. Namun ideology dapat dikikis dengan dihapuskannya ikon atau simbolisasi yang merepresentasi idelogi tersebut.10

2. Kemudian penelitian kedua yang dijadikan pedoman dalam penelitian kali ini adalah sebuah penelitian yang berjudul “Gerakan Pemakzulan Presiden: Studi Tentang Gerakan Mahasiswa Untuk Penurunan Presiden Republik Indonesia Ke-6 di Surabaya” oleh Muhammad Faizal11. Untuk penelitian ini ada dua persoalan yang dikaji dalam penelitian, yaitu (1) Bagaimana bentuk gerakan mahasiswa untuk penurunan presiden Republik Indonesia ke-6 di Surabaya? (2) apa saja yang melatarbelakangi gerakan mahasiswa untuk penurunan presiden Republik Indonesia ke-6 di Surabaya. Untuk mengungkapkan persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dalam mengadakan suatu gerakan sosial, mahasiswa harus berkonsolidasi dengan mahasiswa lain lintas kampus agar memiliki basis pengetahuan dan basis massa yang memadai, kajian-kajian dalam menganalisis isu yang berkembang juga menjadi poin pentig dalam suksesnya gerakan yang dilakukan untuk penurunan presiden Republik Indonesia ke-6 di Surabaya. Setelah

10“Gerakan Sosial Politik (Studi Kasus Gerakan Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal)” Oleh

Rendra Graha Utomo Putra, Jurusan Ilmu Politik, FISIP Universitas Airlangga. Tahun 2013

11

Gerakan Pemakzulan Presiden: Studi Tentang Gerakan Mahasiswa Untuk Penurunan Presiden Republik Indonesia Ke-6 di Surabaya oleh Muhammad Faizal, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Prdi Sosiologi, UIN Sunan Ampel Surabaya. Tahun 2012


(21)

semuanya sudah siap baru pembagian tugas dan fungsi di lapangan mulai dari korlap sampai security atau border. Hal yang paling melatarbelakangi terjadinya gerakan mahasiswa ini adalah perulangan kasus-kasus perpolitikan di negara ini, permainan politik beserta spekulasi-spekulasi yang dimunculkan sama sekali tidak mempertimbangkan nasib rakyat, mulai dari outsourching, UU Badan Hukum Pendidikan, sampai yang terakhir yakni rencana kenaikan harga BBM yang bisa digagalkan oleh demo besar-besaran di seluruh penjuru negeri, hal inilah yang menyebabkan gerakan pemakzulan presiden itu muncul.

3. Dan yang terakhir adalah penelitian yang berjudul Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani yang ditulis Oleh Suharko.12 Gerakan petani yang dipaparkan di atas merupakan penggalan dari kisah petani yang ada di Indonesia. Lebih dari itu semua, paparan tersebut merupakan bagian kecil dari kisah gerakan sosial petani yang jauh lebih besar yang sedang terus dijalankan oleh para petani di dunia. Gerakan sosial petani sebenarnya merupakan sebuah respons terhadap tendensi menguatnya institusi pasar yang bergandengan tangan dengan institusi negara telah menyebabkan proses merjinlisasi kehidupan para petani. Meskipun yang sering muncul di media massa adalah aksi-aksi konvensional dan radikal dalam reclaiming tanah-tanah publik, mereka juga mencanagkan tujuan-tujuan kolektif untuk menentang liberalisasi perdagangan di sektor perdagangan, dan untuk membangun sistem

12“Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani” oleh Suharko.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. FISIPOL UGM. Volume 10. Tahun 2006


(22)

pertanian yang berkelanjutan. Gerakan sosial petani tidak hanya melibatka petani, melainkan juga partisipan dari berbagai latar profesi, etnis dan agama. Mereka acapkali disebut sebagai kelas menengah baru, seperti aktivis pers, LSM, akademsis, tokoh agama, dan aktivis HAM. Dalam kaitan dengan penguatan gerakan sosial petani, mereka memiliki kontribusi yang besar dalam membingkai isu-isu yang diperjuangkan dan juga dalam proses pengorganisasian gerakan mereka. Perlawanan terhadap gelombang neoliberalisme di bidang pertanian antara lain merupakan kontribusi dari kalangan kelas menengah baru ini dalam mendukung gerakan petani.

Dari ketiga kutipan mengenai penelitian terdahulu yang telah disajikan diatas, yang menjadi pembeda antara penelitian terdahulu mengenai gerakan sosial maupun tentang sebuah perubahan lingkungan adalah mengenai sudut pandang dari penelitian yang akan dilakukan yakni bersifat sosiologis empiris karena semua hal yang akan disajikan berdasarkan fakta di lapangan yang ada dan peneliti sendiri ingin menunjukkan tentang sebuah gerakan perlawanan yang dilakukan oleh sekelompok individu atau masyarakat yang memiliki kesamaan pandangan tentang kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan menolak terhadap rencana komersialisasi sebuah tempat konservasi hayati yang telah ada sejak dulu.


(23)

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1) Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan kerangka berfikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang (perspektif)13. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi karena terkait langsung dengan gejala-gejala yang muncul di sekitar lingkungan manusia terorganisasir dalam satuan struktur yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang dalam situasi tertentu. Penyelidikan fenomenologis bermula dari diam.14 Fenomenologis berusaha bisa masuk ke dalam dunia konseptual subjeknya agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subjek tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Singkatnya, peneliti berusaha memahami subjek dari sudut pandang subjek itu sendiri, dengan tidak mengabaikan membuat penafsiran, dengan membuat skema konseptual. Peneliti menekankan pada hal-hal subjektif, tetapi tidak mengabaikan realitas disana yang ada pada manusia dan yang mampu menahan tindakan terhadapnya. Para peneliti kualitatif menekankan pemikiran subjektik karena menurut pandangannya dunia itu dikuasai oleh angan-angan yang mengandung hal-hal yang lebih bersifat simbolis dari pada konkret.

13

Yanuar Ikbar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif, (PT Refika Aditama : Bandung, 2012) hal. 59

14


(24)

2) Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif15 Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupa gambaran-gambaran, kata-kata, dan bukan merupakan angka-angka. Hal ini juga berusaha menggambarkan dari suatu gejala sosial yang telah terjadi, dalam metode kualitatif yang diambil dengan cara menemukan data secara mendalam mengenai realitas yang akan diteliti. Peneliti memilih metode ini dikarenakan ingin mencari data secara lebih mendalam dan mengenal jelas objek dan subjek penelitian dengan judul Gerakan Sosial Pembangunan & Pelestarian Lingkungan di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto). Dengan menggunakan metode ini melalui teknik yang telah dijelaskan diatas peneliti akan mampu menyajikan data secara valid.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi Penelitian

Pada penelitian yang akan dijadikan lokasi oleh peneliti ialah mengambil kawasan di sekitar kaki Gunung Penanggungan dengan memfokuskan pada titik tertentu, tepatnya di sekitar pos perizinan pendakian ke Gunung Penanggungan & masyarakat sekitar desa Tamiajeng. Peneliti memilih tempat tersebut dikarenakan mempunyai relevansi disamping beberapa problematika lingkungan yang salah satu tentunya masih berhubungan dengan kehidupan sosial karena gunung Penanggungan bukan hanya area

15

Lexi, J Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif Edisi Revisi, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2005) Hal. 05


(25)

pendakian namun juga sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai lokasi penduduk dalam mencari nafkah yang mana belum terlesesaikan karena beberapa pihak mempunyai perspektif yang kontradiksi yakni antara masyarakat dengan pemerintah daerah.

2) Waktu Penelitian

Sedangkan untuk waktu yang akan dilaksanakan dalam proses penelitian in, peneliti mengestimasikan waktu sekitar dua bulan antara bulan Mei sampai Juni untuk melakukan penelitian dan analisis terhadap berbagai informasi data yang telah didapatkan nantinya.

3. Pemilihan Subjek Penelitian

Dalam penelitian kali ini, sebagai usaha untuk mendapatkan kevalidan data dalam penelitian ini digunakan sumber data. Sumber data ini dibedakan oleh peneliti menjadi dua sumber atau subjek penelitian, yakni sumber primer dan sumber sekunder yang mana pada subjek primer ini adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan judul peneliti di atas yang dalam penelitian ini sumber primer itu sendiri adalah koordinato Save Pawitra yang menjadi key informan dalam penelitian ini dan sumber sekunder adalah sumber pendukung untuk memperkuat validitas data yakni diantaranya di dalam setting penelitian ini adalah tokoh desa serta pihak-pihak yang tidak terkait secara langsung.

Dalam teknik pengambilan sample menggunakan teknik Nonprobability sampling16 yang artinya teknik pengambilan sampel yang

16


(26)

tidak memberi peluang/kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel menggunakan teknik snowball sampling. Sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari smber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data.17

Kemudian dari orang yang dianggap berkompeten untuk menjadi key informan memberikan informasi tentang siapa saja yang nantinya dijadikan informan selanjutnya dan itu berlangsung terus menerus sampai data yang diperlukan lengkap. Dalam temuan dilapangan sendiri, key informan sendiri adalah Yahya Setianto ata akrab dipanggil Ayani selaku koordinator dan key informan dalam penelitian ini, kemudian informan pertama memberikan rekomendasi tentang siapa saja yang akan dijadikan informan selanjutnya seperti Bang Edi, Khoirudin, Taufiq Rahman, Abah Jamil, dll.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam persiapan sebelum memulai pencarian data di lapangan, peneliti telah menyusun beberapa tahap dalam sebelum terjun langsung ke lapangan untuk mencari data yang diinginkan. Tahap awal yang Tahap sebelum memulai pengumpulan data

17


(27)

a. Observasi Awal Keadaan Lapangan:

Pada tahap awal ini peneliti melakukan observasi awal pada lapangan yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian yang mana pada tahap ini bertujuan agar peneliti mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam. Pengenalan lapangan dimaksudkan untuk menilai keadaan, situasi, latar dan konteks yang terutama dalam kaitannya dengan kesesuaian dengan masalah sebagaimana dikembangkan dalam penelitian. Menurut Kirk dan Miller, dalam tahap observasi lapangan peneliti harus mengetahui tahap-tahap berikut ini:

a) Memahami Petunjuk dan cara hidup

Upaya ini berawal dari usaha untuk memahami sistem sosial yang ada. Hal ini mengharuskan penelitin melakukan kontak dan komunikasi dengan anggota masyarakat yang terutama dengan tokoh masyarakat yang berpengaruh, seperti kepala adat atau kepala desa yang dapat berperan sebagai perantara. Saat peneliti datang pada awal observasi, peneliti juga melihat disekitar mengenai cara hidup masyarakat sekitar objek penelitian, dengan melihat kondisi yang ada peneliti akan berusaha memahami tentang cara hidup warga sekitar, terutama mengenai kehidupan para pemerhati lingkungan itu sendri.

b) Memahami cara hidup

Cara masyarakat memandang sesuatu, objek, orang lain, kepercayaan atau agama, meruapakan satu segi yang tertanam dalam kehidupannya. Waktu peneliti akan memulai penelitian di lapangan, peneliti akan


(28)

berhadapan dengan cara hidup masyarakat. Peneliti seharusnya menggali prinsip-prinsip hidup tersebut, bukan malah menilai, mengkritik, atau bahkan harus menghindarkan pemaksaan pandangan hidup peneliti.

c) Menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan tempat penelitian Dalam tahap ini peneliti harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan tempat penelitian. Untuk dapat menangkap pandangan hidup yang ada dalam masyarakat, dalam pelaksanaan penelitian peneliti harus beradaptasi pada tingakat sosial, budaya, maupun adat istiadat. Dengan melakukan adaptasi atau penyesuaian diri dengan masyarakat, pelaksanaan pengumpulan data akan terlaksana dengan baik dan tingkat objektivitasnya akan semakin tinggi.

d) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang dalam pada lokasi penelitian diadakan, atau juga orang yang merupakan anggota masyarakat setempat. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi lokasi penelitian. Oleh karena itu memilih informan harus memiliki kemampuan pengetahuan atau pengalaman tentang masyarakat dan kebudayaan tempat lokasi penelitian berlangsung. Dalam hubungannya dengan peneliti, informan adalah pembantu peneliti yang memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian sehubungan dengan masalah yang ada dalam penelitian. Oleh karena itu


(29)

informan dapat memberikan informasi tentang nilai-nilai, sikap, serta keadaan masyarakat setempat.

b. Tahap Pengumpulan Data Lapangan

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami lokasi penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta sambil mengumpulkan data

a) Memahami Lokasi Penelitian dan Persiapan Diri 1) Pembatasan lokasi dan peneliti

Sebelum memulai dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti sebaiknya mengenali kondisi tempat lokasi penelitian tentang adanya lokasi terbuka dan tertutup. Menurut Lofland mengenai lokasi terbuka adalah tempat dimana masyarakat bisa berkumpul seperti lapangan, balai desa, pendopo, dll. Sedangkan pada lokasi tertutup hubungan peneliti suasana yangakrab karena lokasi demikian bercirikan orang-orang sebagai subjek yang perlu diamati secara teliti dan wawancara mendalam.

2) Penampilan

Dalam hal ini penampilan yang dimaksud adalah dari peneliti sendiri yang harus menyesuaikan penampilan dengan kebiasaan, adat, tata cara, dan kultur penelitian.

3) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan

Dalam pengamatan berperanserta, hendaknya hubungan akrab antara individu dan peneliti dapat dibangun. Jika keakraban antara peneliti


(30)

dengan objek penelitian telah terjalin maka kerja sama antara keduanya bisa terjalin dengan baik.

4) Jumlah Waktu Penelitian

Faktor waktu dalam penelitian cukup menentukan sebab jika tidak, peneliti akan tenggelam di dalam kehidupan sosial orang-orang yang ada di lokasi penelitian sehingga waktu yang telah direncankan dan terjadwal secara sistematis akan berantakan.

b) Memasuki Lapangan 1) Keakraban hubungan

Meski dalam penelitian sendiri peneliti diharuskan untuk bersikap tidak terlalu menonjolkan diri dan cenderung pasif, namun hubungan antara peneliti dengan objek yang ditelita harus dibina. Keakraban pergaulan dengan anggota masyarakat sebaiknya perlu dipelihari selama penelitian, bahkan sampai sesudah tahap pengumpulan data. 2) Mempelajari Bahasa

Jika peneliti berasal dari suku bangsa yang berbeda, mempelajari bahasa sangatlah diperlukan guna mempermudah proses komunikasi antara peneliti dengan informan jika kondisi di tempat yang diteliti memiliki perbedaan antara bahasa yang biasa digunakan oleh peneliti dengan subjek penelitian di lokasi penelitian tersebut. Peneliti sebaiknya tidak hanya mempelajari bahasa tetapi juga mempelajari simbol-simbol nonverbal yang digunakan oleh orang-orang yang dijadikan objek penelitian. Terutama dalam penelitian ini, peneliti


(31)

berusaha memahami bahasa yang digunakan oleh warga sekitar karena pada proses penggalian data peneliti juga menemukan beberapa istilah bahasa yang tidak dimengerti sebelumnya oleh peneliti.

3) Peranan Peneliti

Peranan peneliti dalam sebuah penelitian pada dasarnya bergantung pada faktor tempat penelitian dan peneliti itu sendiri. Peran serta penelitian biasanya bisa dilihat secara nyata jika penelitii bisa membaur secara fisik dengan kelompok komunitas yang ditelitinya. Apapun dan bagaimanapun peranan yang dapat dimainkan oleh peneliti, hendaknya disadari dan diperlihatkan bahwa tugas utamanya adalah mengumpulkan informasi.18

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka kepentingan pengumpulan data, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dapat berupa kegiatan sebagai berikut:

a. Observasi

Pada pelaksanaan observasi ini peneliti melakukan pengamatan terhadap lokasi atau wilayah yang akan dijadikan tempat penggalian data. Observasi dilakukan di tempat yang menjadi basis pengumpulan masa di sekitar kaki Gunung Penanggungan seperti yang telah dijelaskan pada bagian lokasi dan waktu penelitian.

18

Prof. Kaelan. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta. Paradigma.2012). Hal 86


(32)

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah untuk memperoleh makna yang rasional, maka observasi perlu dikuatkan dengan wawancara. Maksud mengadakan wawancara, antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain; memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang di kembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.19 Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur20 karena dalam wawancara ini, peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang telah dipersiapkan sebelumnya.

c. Studi Dokumentasi

Selain sumber manusia (human resources) melalui observasi dan wawancara sumber lainnya sebagai pendukung yaitu dokumen-dokumen tertulis yang resmi ataupun tidak resmi.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya

19

Lexi, J Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif Edisi Revisi, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2005) Hal. 186

20


(33)

kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Teknis yang dimaksud peneliti yakni sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. Hasil pada display ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan pengumulan data berbentuk dokumentasi.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja. Berdasarkan keterangan


(34)

di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.

7. Teknik Pemeriksa Keabsahan Data

1. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Keajegan Pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentative. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat. Dalam judul penelitian Gerakan Sosial Pembangunan & Pelestarian Lingkungan di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto peneliti harus tetap teliti dan konsisten dalam proses penggalian data. Dan perlu ditekankan lagi gerakan sosial pegiat lingkungan ini bertujuan untuk menentang rencana pembangunan gunung agar lingkungan sekitar tetap lestari.

2. Trianggulasi Data

Trianggulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi


(35)

kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. 3. Pemeriksaan Sejawat melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini dilakukan karena peneliti mempunyai kemampuan terbatas, maka dari itu membutuhkan banyak masukan dan saran dari rekan-rekan mahasiswa yang lain terkait tema dan judul peneliti.

4. Auditing

Auditing dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil atau keluaran.21 Dalam hal ini peneliti akan melakukan pengkroscekan bukti-bukti terkait gerakan sosial para pegiat lingkungan dalam menolak rencana pembangunan Gunung Penanggungan.

H. Sistematika Pembahasan 1. BAB I Pendahuluan

Bab ini merupakan deskripsi yang menjelaskan tentang objek yang diteliti, menjawab pertanyaan what, kegunaan penelitian serta alasan penelitian dilakukan. Oleh karena itu, maka bab ini terdiri dari Setting Penelitian, Fokus Penelitian, Penelitian Terdahulu, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, Kerangka Teoretik, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, serta Jadwal Penelitian.

21

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal.327-338


(36)

2. BAB II Kajian Teori

Dalam bab kajian teori ini, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, definisi konsep ini harus digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah yang akan di pergunakan guna adanya implementasi judul penelitian Gerakan Sosial Pembangunan & Pelestarian Lingkungan di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng, Kec. Trawas, Kab. Mojokerto)

3. BAB III Penyajian dan Analisis Data

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data-data primer maupun data-data sekunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data. Dalam menganalisis data, peneliti dapat mengemukakan kecenderungan-kecenderungan yang ada, pola-pola berdasarkan kategori-kategori atau tipologi yang disusun oleh subjek untuk menjelaskan dunianya.22

Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisaan data dengan menggunakan teori yang relevan, yakni terkait Gerakan Sosial Pembangunan & Pelestarian Lingkungan di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng, Kec. Trawas, Kab. Mojokerto.

22

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta. Rajawali Pers. 2001) Hal. 248


(37)

4. BAB IV Penutup

Dalam bab penutup ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian menjadi elemen penting bab penutup. Disamping itu, adanya saran dan rekomendasi dari hasil penelitian ada pada bab penutup ini.


(38)

BAB II Tinjauan Teori

Gerakan Sosial Tarrow & Arus Sosial Emile Durkheim A.Gerakan Sosial Perspektif Tarrow

1. Konsep Gerakan Sosial

Berbicara tentang gerakan-gerakan sosial berarti kita membahas aktivitas kelompok-kelompok sosial dalam menyampaikan aspirasi mereka kepada para pemimpin masyarakat atau negara. Seperti sub bidang sosiologi lain, gerakan sosial berkaitan erat dengan teori umum sosiologi. Keduanya saling berkaitan, pertama setiap riset gerakan sosial selalu bertolak dari teori umum tentang masyarakat. Kedua, hasil riset gerakan sosial memperkuat keyakinan terhadap teori umum sosiologi dan merontokkan yang lain.

Teori perkembangan sejarah melukiskan proses historis memunyai logika, makna atau bentuk khusus dan mengalami kemajuan menurut cara tertentu sesuai dengan “hukum besi” sejarah. Maka teori ini memandang gerakan sosial semata sebagai simpson atau fenomena perubahan sosial yang terus-menerus. Gerakan muncul dilihat sebagai “sakit demam” di saat krisis sosial atau sebagai terobosan revolusioner. Penyebab perubahan sosial sebenarnya terdapat di dalam kebutuhan historis sendiri23.

Dalam pembahasan tentang gerakan sosial, banyak sekali para pakar teoritis sosial memberikan definisi mengenai gerakan sosial (social movement) karena beragamnya ruang lingkup yang dimilikinya. Salah satunya definisi

23


(39)

gerakan sosial dari Anthony Giddens menyatakan bahwa “gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan”.24 Jadi dapat kita tafsirkan mengenai definisi konsep gerakan sosial dari Giddens yang menyatakan bahwa gerakan sosial adalah sebuah gerakan yang dilakukan secara bersama-sama demi mencapai tujuan yang sama-sama diinginkan oleh kelompok atau dengan kata lain gerakan sosial adalah tindakan kolektif untuk mencapai keinginan yang menjadi cita-cita bersama.

Lalu definisi gerakan sosial juga muncul dari Tarrow yang menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa yang bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas, dan pihak-pihak lawan lainnya. Konsep gerakan sosial yang didefinisikan oleh Tarrow tersebut memiliki perbedaan dengan apa yang diutarakan oleh Giddens bahwa yang dimaksud dalam gerakan sosial dalam perspektif Tarrow ini adalah dia lebih memfokuskan pada aspek sosial politik dimana dalam pernyataannya gerakan sosial ia definisikan sebagai sebuah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau warga biasa yang bergabung dan membentuk alienasi dengan para tokoh atau kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam suatu negara, kelompok atau semacamnya bersama-sama bergerak untuk melakukan suatu perlawanan terhadap para pemegang kekuasaan atau

24


(40)

para elit politik jika apa yang menjadi sebuah kebijakan dirasa tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Konsep gerakan sosial menurut Tarrow ini bisa kita ambil contoh dalam tragedi pelengseran presiden Soeharto yang mana dalam peristiwa ini, kelompok masyarakat yang menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang masyarakat anggap tidak bisa mengangkat derajat kehidupan mereka bergabung dengan kelompok mahasiswa yang mana dalam hal ini posisi mahasiswa dianggap sebagai kelompok yang bisa menyuarakan aspirasi rakyat atau bisa menjadi representasi dari keinginan masyarakat bersama-sama melakukan suatu upaya perlawanan untuk menurunkan pemerintahan yang sedang berkuasa, dalam hal ini adalah presiden.

Dalam konteks penelitian kali ini, teori yang digunakan adalah teori gerakan sosial dari Tarrow yang oleh peneliti dianggap relevan dengan realitas dan data yang ditemukan dalam penelitian di lapangan karena dalam penelitian ini ada sebuah perlawanan dari sekelompok masyarakat yang merasa sebuah kebijakan atau rencana yang dikemukakan oleh pemegang kekuasaan yang dalam hal ini adalah bupati dianggap tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat, orang-orang yang tergabung dalam sebuah gerakan ini pada dasarnya adalah orang-orang yang sedikit banyak paham dan mengetahui tentang permasalahan yang ada sebelumnya.

Masih dalam konteks gerakan sosial dari Tarrow, tindakan yang didasari politik perlawanan adalah aksi kolektif yang melawan (contentius collective action). Tindakan kolektif bisa mengambil banyak bentuk, yang singkat maupun yang berkelanjutan, terlembaga atau cepat bubar, membosankan atau


(41)

dramatis. Umumnya tidakan kolektif berlangsung dalam institusi ketika orang-orang yang tergabung di dalamnya bertindak untuk mencapai tujuan bersama. Aksi kolektif memiliki nuansa penentangan ketika aksi itu dilakukan oleh orang-orang yang kurang memiliki akses ke institusi-institusi untuk mengajukan klaim baru atau klaim yang tidak dapat diterima oleh pemegang otoritas atau pihak-pihak yang ditentang lainnya. Aksi kolektif yang melawan merupakan basis dari gerakan sosial, karena aksi itu seringkali merupakan satu-satunya sumber daya yang dimiliki oleh orang-orang awam dalam menentang pihak-pihak lain yang lebih kuat seperti negara.

Gerakan sosial bisa beroperasi dalam batas-batas legalitas suatu masyarakat, namun bisa juga bergerak secara ilegal atau sebagai kelompok bawah tanah (undergrounds groups).

Lalu kemudian, dalam sebuah gerakan sosial ada beberapa komponen-komponen yang harus ada dalam definisi gerakan sosial:

1. Kolektivitas orang yang bertindak bersama.

2. Tujuan bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakat mereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang sama.

3. Kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya daripada organisasi formal.

4. Tindakannya memunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak terlembaga dan bentuknya tak konvensional.25

25


(42)

Lebih jauh, gerakan sosial perlu dibedakan dengan sejumlah pengorganisasian sosial berikut. Pertama, meskipun berbeda, gerakan sosial dan organisasi formal kadang-kadang memiliki batasan yang kabur, karena gerakan sosial yang berubah menjadi mapan biasanya memiliki karakteristik birokratis. Karena itu, gerakan sosial secara gradual bisa berubah menjadi organisasi formal, sementara itu sangat jarang sekali suatu organisasi formal berubah menjadi suatu gerakan sosial.

Kedua, meski tidak terlalu mudah, gerakan sosial juga perlu dibedakan dengan kelompok-kelompok kepentingan (interest groups) yakni suatu asosiasi yang dibentuk untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam cara yang menguntungkan para anggota-anggotanya. Asosiasi pengusaha tekstil adalah jelas-jelas kelompok kepentingan yang biasanya mempengaruhi para pembuat kebijakan sehingga kebijakan yang disusun lebih menguntungkan usahanya.26

Dalam pandangan teori sistem semisal fungsionalisme struktural, gerakan sosial tidak akan muncul kecuali karena kekacauan, patologi dan disorganisasi sosial yang dihadapi atau diimbangi oleh mekanisme penyeimbangan sistem. Sebaliknya menurut teori pilihan rasional modern, gerakan sosial menggambarkan cara normal untuk mencapai tujuan politik, sebagai bentuk khusus tindakan politik yang dilakukan sekumpulan orang yang memperjuangkan tujuan mereka karena mereka tak mempunyai lembaga yang mewakili kepentingan mereka.

Untuk penyederhanaan dapat dikatakan bahwa ada dua teori umum masyarakat yang berlawanan secara tradisional yang berkaitan erat dengan dua

26


(43)

pendekatan yang berlawanan pula dalam studi gerakan sosial. Teori umum pertama menekankan mobilisasi aktor, gerakan sosial muncul dari bawah ketika volume keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaan rakyat melampaui ambang batas tertentu. (Gurr, 1970). Salah satu variasinya semacam citra “ledakan”. Gerakan sosial dilihat sebagai ledakan spontan tindakan kolektif, kemudian baru mendapat pimpinan, organisasi dan ideologi (gerakan terjadi secara spontan). Variasi lain mempunyai citra “kewirausahaan” atau komplotan. Gerajan sosial dipandang sebagai tindakan kolektif yang memunyai tujuan, direkrut, dimobilisasi, dan dikendalikan oleh pimpinan dan ideologi (pemrakarsa persekongkolan, pemrakarsa gerakan dan sebagainya) dalam upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut teori ini, gerakan sosial itu dibentuk dengan sengaja.

Teori umum kedua yang bertentangan, menekankan pada kondisi struktural yang dapat memudahkan atau menghambat kemunculan gerakan sosial. Singkatnya, gerakan sosial berkobar jika kondisi, keadaan, situasi kondusif. Satu variasinya berasal dari metafora tutup pengaman. Potensi gerakan (dalam setiap masyarakat selalu ada dalam ukuran tertentu dan dipandang konstan) dilepaskan dari atas ketika hambatan, rintangan, dan kendali di tingkat sistem politik melemah (Stockpol, 1979). Variasi lain menekankan pada akses ke sumber daya; gerakan timbul karena terbukanya cara dan peluang baru yang memudahkan tidakan kolektif (McCarty & Zald; Jenkins, 1983)


(44)

2. Munculnya Gerakan Sosial

Dalam penjelasan mengenai munculnya sebuah gerakan sosial pastilah tidak muncul begitu saja, ada beberapa tahapan yang menlatar belakangi timbulnya sebuah gerakan sosial.

Pertama, hubungan antara proses framing27 dan suatu pemikiran tentang perubahan politik objektif yang memfasilitasi kemunculan gerakan sosial. Perubahan politik tertentu mendorong mobilisasi tidak hanya memalui pengaruh objektif yang diakibatkan oleh perubahan relasi kekuasaan tetapi juga oleh setting dalam pergerakan proses framing yang selanjutnya menggerogoti legitimasi sistem.

Contoh mengenai hal ini ialah kisah kemunculan gerakan sosial dan revolusi di Eropa Timur sebagai pengaruh reformasi Gorbachev. Ketidakbersediaan Gorbachev untuk mengintervensi secara militer dalam mempertahankan negara Pakta Warsawa mendorong aksi kolektif baik melalui pelemahan secara objektif kekuatan-kekuatan kontrol yang dimiliki rezim-rezim di negara-negara tersebut, maupun melalui penguatan persepsi publik tentang ketidakabsahan dan kerentanan rezim-rezim tersebut. Perluasan kesempatan politik kemudian muncul dari kaitan sebab akibat tersebut, dari interaksi perubahan-perubahan struktural dan perseptual yang terbentuk dalam proses pergerakan.

Kedua, suatu gerakan sosial juga bisa muncul kerana kaitan resiprokal antara proses framing dan mobilisasi. Proses framing secara jelas mendorong

27

Merujuk definisi David Snow, proses framing diartikan sebagai upaya-upaya strategis secara sadar oleh kelompok-kelompok orang untuk membentuk pemahaman bersama tentang dunia dan diri mereka sendiri yang mengabsahkan dan mendorong aksi kolektif.


(45)

mobilisasi ketika orang-orang berupaya mengorganisasi dan bertindak pada basis kesadaran yang berkembang tentang ketidakabsahan dan kerentanan sistem. Pada saat yang sama, potensi bagi proses framing yang kritis dikondisikan oleh akses orang-orang kepada berbagai struktur mobilisasi. Dan hal ini akan lebih mungkin terjadi dalam kondisi organisasi yang kuat daripada kondisi organisasi yang lemah. Dengan kata lain, proses framing tidak akan terjadi dalam kondisi ketiadaan organisasi, karena ketiadaan struktur mobilisasi hampir pasti akan mencegah penyebaran framing ke jumlah minimal orang yang diperlukan untuk basis tindakan kolektif.28

3. Jenis-Jenis Gerakan Sosial

Gerakan sosial memiliki beberapa jenis, yaitu:

1. Gerakan perpindahan (migratory movement), yaitu arus perpindahan ke suatu tempat yang baru. Individu-individu dalam jenis gerakan ini umumnya tidak puas dengan keadaan sekarang dan bermigrasi dengan harapan memperoleh masa depan lebih baik.

2. Gerakan ekspresif (expresive movement), yaitu tindakan penduduk untuk mengubah sikap mereka sendiri dan bukan mengubah masyarakat. Individu-individu dalam jenis gerakan ini sebenarnya hanya merubah persepsi mereka terhadap lingkungan luar yang kurang menyenangkan dari pada mengubah kondisi luar itu sendiri.

28


(46)

3. Gerakan utopia (utopian movemet), yaitu gerakan yang bertujuan menciptakan lingkungan sosial ideal yang dihuni atau upaya menciptakan masyarakat sejahtera yang bersekala kecil.

4. Gerakan reformasi (reform movement) yaitu gerakan yang berupaya memperbaiki beberapa kepincangan atau aspek tertentu dalam masyarakat tanpa memperbarui secara keseluruhan.

5. Gerakan revolusioner (revolutionary movement) yaitu gerakan sosial yang melibatkan masyarakat secara tepat dan drastis dengan tujuan mengganti sistem yang ada dengan sistem baru.

6. Gerakan regresif (reaksioner) yaitu gerakan yang berusaha untuk mengembalikan keadaan kepada kedudukan sebelumnya. Para individu yang begabung dalam gerakan ini adalah orang-orang yang kecewa terhadap kecenderungan sosial yang sedang berjalan.

7. Gerakan perlawanan (resistance movement) yaitu gerakan yang berusaha melawan perubahan sosial tertentu.

8. Gerakan progresif (progressive movement) yaitu gerakan yang bertujuan memperbaiki masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan positif pada lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi.

9. Gerakan konservatif (conservative movement) yaitu gerakan yang berusaha menjaga agar masyarakat tidak berubah. Individu-individu yang mendukung gerakan ini menganggap bahwa kedudukan masyarakat pada saat sekarang sebagai kedudukan yang paling menyenangkan.


(47)

Sedangkan dalam pembahasan yang dikemukakan dalam tulisan ini berdasarkan hasil temuan data di lapangan yang berhasil peneliti temukan, dari beberapa jenis gerakan sosial di atas dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh Save Pawitra ini adalah termasuk jenis gerakan sosial konservatif, meskipun dalam penjelasan mengenai gerakan konservatif bertujuan agar masyarakat tidak berubah namun dalam substansinya pun sama yakni pada konteks kondisi sosial dan lingkungan di masyarakat tidak ingin ada sebuah perubahan karena kelestarian lingkungan saat ini sudah lebih baik dari pada sebelumnya dan sekelompok masyarakat yang ada tidak menginginkan adanya sebuah perubahan yang mengancam keadaan yang telah ada.

4. Tahap-Tahap Gerakan Sosial

Pola perkembangan gerakan sosial tidaklah sama, namun semua gerakan sosial dimulai dari suatu keadaan krisis, lalu mengalami perkembangan dalam berbagai tingkat, dan kemudian lenyap atau melembaga. Menurut W.E Gettys, kebanyakan gerakan sosial melewati tahap-tahap berikut:

1. Tahap kegelisahan. Dala tahap ini terjadi ketidakpuasan akibat pergolakan sistem yang kurang baik. Tahap ini bisa meluas dan berlangsung selama beberapa tahun.

2. Tahap kegusaran. Setelah perhatian dipusatkan pada kondisi-kondisi yang menimbulkan kegelisahan, maka terhimpunlah sebuah kolektivitas. Kegelisahan yang muncul dalam kolektivitas ini digerakkan oleh para agitator atau pemimpin.


(48)

3. Tahap formalisasi. Dalam tahap ini, tidak tampak adanya struktur formal yang terorganisir yang dilengkapi dengan hierarki petugas-petugas. Salah satu tugas penting adalah mejelaskan ideologi gerakan kepada anggota yang telah bersatu. Sebab-sebab terjadinya ketidakpuasan, rencana aksi dan sasaran-sasaran gerakan.

4. Tahap pelembagaan. Jika geraka tersebut berhasil menarik banyak pengikut dan dapat memenagkan dukungan publik, akhirnya akan terjadi pelembagaan. Selama tahap ini, ditetapkan suatu birokrasi dan kepemimpinan yang profesional yang disiplin mengganti figur-figur kharimatik sebelumnya.

B.Arus Sosial

Sebagian besar contoh fakta-fakta sosial yang diacu oleh Emile Durkheim adalah yang berkaitan dengan organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan bahwa ada fakta-fakta sosial “yang tidak menggambarkan dirinya di dalam bentuk yang sudah dikristalisasi ini”. Dia memberi contoh “gelombang-gelombang besar semangat, kemarahan, dan rasa kasihan” yang dihasilkan di dalam pergaulan-pergaulan publik. Meskipun arus-arus sosial kurang konkret daripada fakta-fakta sosial, namun tetap merupakan fakta-fakta sosial karena tidak dapat direduksi menjadi individu. Kita dibawa serta oleh arus sosial semacam itu, dan arus itu mempunyai suatu daya memaksa kepada kita meskipun kita baru menyadarinya bila kita berjuang melawan perasaan-perasaan bersama.


(49)

Fakta-fakta sosial nonmaterial dan yang berlangsung saat itu mungkin saja memengaruhi lembaga-lembaga bahkan yang paling kuat. Ramet misalnya melaporkan bahwa arus-arus sosial yang secara potensial diciptakan di antara kerumunan orang pada suatu konser musik rock dilihat sebagai suatu ancaman oleh para pemerintah komunis Eropa dan, benar-benar berperan bagi keruntuhan mereka. Konser-konser rock adalah tempat bagi munculnya dan berseminya “standar-standar, mode-mode kultural, dan sindrom-sindrom perilaku yang independen dari kendali partai”. Khususnya, para anggota audiens yang besar kemungkinan melihat pengungkapan alienasi mereka di dalam konser itu. Oleh karena itu, perasaan-perasaan mereka sendiri ditegaskan, diperkuat, dan diberi makna sosial dan politis yang baru. Dengan kata lain, para pemimpin politis takut kepada konser-konser rock karena potensinya untuk mengubah perasaan-perasaan alienasi individual yang menekankan menjadi fakta sosial alienasi yang memotivasi. Hal itu memberikan contoh lain mengenai cara fakta-fakta sosial terkait dengan tetap berbeda dari perasaan-perasaan dan maksud-maksud individu.

Karena penekanan pada norma-norma, nilai-nilai, dan kebudayaan di dalam sosiologi kontemporer, kita mempunyai sedikit kesulitan menerima perhatian Durkheim pada fakta-fakta sosial nonmaterial. Akan tetapi, konsep arus-arus sosial benar-benar menimbulkan sedikit masalah bagi kita. Secara khusus, hal yang menyulitkan ialah ide mengenai sekumpulan arus sosial independen yang mengalir melalui dunia sosial seakan-akan bagaimana pun juga melayang-layang di dalam kehampaan sosial. Masalah itu telah


(50)

menyebabkan banyak orang mengkritik Durkheim karena mempunyai orientasi pikiran kelompok. Orang-orang yang menuduh Durkheim mempunyai perspektif yang demikian berargumen bahwa dia memberi eksistensi fakta-fakta sosial nonmaterial yang otonom, terpisah dari para aktor. Akan tetapi, fenomena budaya tidak bisa mengapung dengan sendirinya di dalam suatu kekosongan sosial, dan Durkheim menyadari hal itu.

...Tetapi bagaimana kita membayangkan kesadaran sosial ini? Apakah ia merupakan benda yang sederhana dan transenden, yang menjulang di atas masyarakat? Tentu saja pengalaman tidak menunjukkan kepada kita jenis seperti itu. Pikiran kolektif hanyalah gabungan pikiran-pikiran individu. Akan tetapi, pikiran-pikiran individu tidak dijajarkan secara mekanis dan bercampur antara satu dengan yang lain. Mereka terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol-simbol; mereka saling bercampur satu sama lain. Mereka mengelompokkan diri menurut pertalian-pertalian alamiah; mereka mengoordinasi dan mensistematiskan dirinya sendiri. Dengan cara itu dibentuklah suatu benda psikologis yang benar-benar baru, hal yang tiada taranya di dunia. Kesadaran yang dipakai untuk menikmatinya lebih intens secara tak terbatas dan lebih luas daripada kesadaran yang bergema didalamnya Karena hal itu adalah “suatu kesadaran atas kesadaran” (une conscience de consciences). Di dalamnya kita menemukan pemadatan sekaligus vitalitas masa kini dan masa lampau.


(51)

Arus-arus sosial dapat dipandang sebagai sekumpulan makna yang dianut bersama oleh para anggota suatu kolektivitas. Dalam dirinya sendiri, arus sosial tidak dapat dijelaskan dari segi pikiran seorang individu manapun. Para individu tentu saja menyumbang kepada arus-arus sosial, tetapi dengan menjadi sosial sesuatu berkembang melalui interaksi-interaksinya. Arus-arus sosial hanya dapat dijelaskan secara intersubjektif, yakni dari segi inteaksi-interaksi di antara para individu. Arus-arus sosial ada pada level interaksi-interaksi, bukan pada level individu-individu. “Suasana hati” kolektif tersebut atau arus-arus sosial, bervariasi dari kolektivitas yang satu kepada yang lainnya, dengan hasil bahwa ada suatu variasi di dalam tingkat perilaku tertentu, termasuk seperti yang akan kita lihat di bawah, sesuatu yang tampak individualistik seperti bunuh diri.

Sebenarnya, ada kemiripan-kemiripan yang sangat kuat di antara teori Durkheim mengenai fakta-fakta sosial dengan teori-teori mutakhir tentang hubungan antara otak dan pikiran. Kedua teori itu menggunakan ide bahwa sistem-sistem kompleks yang terus-menerus berubah akan mulai menunjukkan sifat-sifat baru yang “tidak dapat diprediksi dari pelukisan yang penuh dan lengkap atas unit-unit komponen dari sistem itu”. Meskipun filsafat modern beranggapan bahwa pikiran tidak lain dari fungsi-fungsi otak, argumennya ialah bahwa kompleksitas antarhubungan-antarhubungan di dalam otak menciptakan suatu realitas yang baru, pikiran, yang tidak dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan neuron-neuron individual. Persis itulah argumen Durkheim; bahwa kompleksitas dan intensitas interaksi-interaksi antara para individu menyebabkan munculnya suatu level realitas yang baru yang tidak dapat dijelaskan dalam


(52)

kaitannya dengan individu-individu. Karena itu, dapat diargumenkan bahwa Durkheim mempunyai konsepsi yang sangat modern mengenai fakta-fakta sosial nonmeterial yang meliputi norma-norma, nilai-nilai, kebudayaan, dan suatu varietas fenomena psikologis sosial yang dianut bersama.29

Pemilihan peneliti menggunakan dua perspektif teori ini yakni disini peneliti ingin mengungkapkan kejadian berdasarkan temuan data dan mengenai apa yang terjadi di suatu masyarakat dalam konteks sebuah gerakan sosial yang nantinya akan dianalisis menggunakan analisis teori gerakan sosial dan arus sosial Pada pendekatan teori gerakan sosial ini yang menjadi fokus dari pembahasan dari definisi konsep gerakan sosial adalah mengenai adanya sebuah keinginan yang hendak dicapai oleh sekelompok individu-individu yang memiliki orientasi pemikiran dan tujuan yang sama dalam melakukan aksi gerakan tersebut yang kemudian teraliansi dalam satu gerakan yang bergerak bersama-sama dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tentu saja dalam melakukan gerakan sosial tersebuat ada beberapa komponen yang harus dipenuhi sebelumnya dan juga mengenai beberapa tahap yang harus dilalui agar nantinya tujuan yang hendak dituju secara kolektif tersebut benar-benar tercapai dan tidak hanya menguap begitu saja. Dengan merujuk pada konsep gerakan sosial Tarrow yang menyatakan bahwa gerakan sosial merujuk pada sebuah gerakan perlawanan politik karena berdasarkan temuan data peneliti di lapangan ada indikasi seperti unsur kepentingan politik dibalik rencana perlawanan dan pembangunan gunung ini.

29


(53)

Sedangkan dalam arus sosial itu sendiri yang menjadi fokus pembahasannya adalah berada dalam kesadaran individu yang sebelumnya di antara para individu tersebut ada sebuah interaksi yang sangat intens lalu kemudian dari hasil interaksi yang dilakukan selama beberapa waktu tersebut akan menimbulkan sebuah kesadaran kolektif untuk sama-sama bergerak. Artinya disini dalam konsep teori arus sosial, individu yang terlibat dalam sebuah kelompok gerakan sosial tersebut mendapatkan pengaruh dari adanya sebuah interaksi pad kelompok tersebut yang sama-sama memiliki suasana hati dan perasaan yang kolektif dan sama sehingga menjadikan mereka yang terlibat dalam interaksi dengan suasana yang sama tersebut memunculkan sebuah arus sosial yang berorientasi dengan apa yang dipikirkan bersama itu.


(54)

BAB III

Gerakan Sosial Pembangunan & Pelestarian Lingkungan

di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto

A.Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Profil Objek Penelitian

Daerah Trawas di Kabupaten Mojokerto dikenal sebagai kawasan wisata yang memiliki potensi wisata alam yang sangat mumpuni, karena selain terdapat beberapa objek wisata alam yang ada di sekitarnya, udara yang sejuk juga mendukung tempat ini sebagai tempat wisata bagi warga disekitar kabupaten Mojokerto maupun warga dari kota lain yang ingin merasakan suasana yang berbeda dari kota asalnya seperti warga yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, dan sekitarnya. Seperti kondisi alam di Desa Tamiajeng yang berada di kawasan wisata Trawas, desa yang memiliki luas sekitar 178,745 Ha ini memiliki panorama alam yang sangat indah dan sejuk karena letak desa ini berada di ketinggian 620 di atas permukaan laut dengan topografi sebagai dataran tinggi dan memiliki suhu udara rata-rata 24° celcius.30 Dengan kondisi alam yang seperti itulah yang membuat desa dan kawasan disekitar Trawas pada umumnya menjadi salah satu rujukan untuk menikmati panorama keindahan alam yang tidak dimiliki oleh daerah lain disekitarnya.

30


(55)

Salah satu tempat yang kini menjadi idola untuk mencari suasana alam yang tenang dan kini banyak digemari adalah gunung dan di Trawas sendiri menjulang dengan gagah sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan atau Pawitra. Gunung Penanggungan yang secara administratif terletak di Kabupaten Mojokerto kini menjadi idola para pendaki yang mana setiap akhir pekan padat dengan banyaknya orang yang ingin mendaki karena banyak yang menyebutkan bahwa ini adalah gunung kecil dan biasa digunakan sebagai gunung mendaki kilat karena kita bisa mendaki dan menuruni gunung ini hanya dalam sehari saja, naik pagi turun sore hari atau naik pada malam hari turun pada besok paginya. Gunung yang memiliki ketinggian 1653 MDPL (meter diatas permukaan laut) ini setiap minggunya dikunjungi kurang lebih sebanyak 500 pendaki per minggu, padahal dahulu jumlah pendaki gunung ini hanya sekitar 300 pendaki per bulan.31 Dengan semakin membludaknya pendaki yang ingin mendaki gunung tersebut, maka kalestarian dan kealamian kawasan hutan disekitar gunung juga perlu diperhatikan lebih lanjut karena sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/18/KTPS/013/2015 tanggal 14 Januari 2015 telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat provinsi.32 Apalagi disekitar bahkan diseluruh badan gunung Penanggungan tersebut banyak sekali ditemukan beberapa candi peninggalan kerajaan yang dulu pernah ada di Jawa Timur, yang sampai saat ini bisa kita lihat jika mendaki dari sisi utara gunung penanggungan, seperti adanya petirtaan Candi Jolotundo, yakni sebuah pemandian yang sampai saat

31

Hasil wawancara Peneliti dengan key informan pada tanggal 17 Mei 2015

32


(56)

ini disucikan oleh umat Hindu dan diyakini dibangun sebagai wujud syukur atas kelahiran prabu Airlangga yang dibangun pada masa era kerajaan Kahuripan. Selain ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, gunung Penanggungan juga ditetapkan sebagai hutan lindung karena pada awal tahun 1998 sampai 2000 terjadi peristiwa illegal logging (penebangan hutan secara ilegal atau liar) karena dulu hutan dikawasan penanggungan dijadikan hutan produksi. Karena beberapa permasalahan yang mengiringi keberadaan gunung penanggungan dari tahun ke tahun yang semakin bertambah banyak, maka karena kesadaran akan pentingnya fungsi hutan bagi masyarakat untuk kedepannya semakin meningkat, maka pada tahun 2003 terbentuklah sebuah gerakan yang tujuan utamanya untuk menyelamatkan dan mengembalikan kelestarian hutan dan menjaga beberapa situs peninggalan yang ada di sekitar gunung penanggungan dengan nama Save Pawitra.

Namun pada masa awal sebelum adanya Save Pawitra yang dikenal sekarang, jika kembali pada sejarah masa lalu yakni sebelum terbentuknya Save Pawitra, tahun 2003 terbentuk sebuah kelompok bernama Kompas (Komunitas Pemuda Trawas)33 yang awal dibentuknya yakni dikarenakan berasal dari keresahan akan kebersihan, sampah, dan kelestarian yang ada di Gunung Penanggungan. Apalagi sekarang penanggungan menjadi salah satu primadona bagi semua pegiat alam lingkungan, mulai dari kota sekitar sampai ada yang berasal dari Malaysia, Thailand, & Taiwan, bahkan sampai backpacker dari luar negeri banyak yang mengunjunginya. Awal mulanya,

33


(1)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasanya gerakan Save Pawitra itu sendiri sebenarnya dari dulu sudah ada karena dulu saat terjadi peristiwa illegal logging besar-besaran yang pernah terjadi disekitar tahun 1998 sampai tahun 2000 dan kepedulian pemuda sekitar terhadap kelestaran lingkungan dan hutan disekitar gunung Penanggungan tersebut yang menjadi latar belakang munculnya Komunitas Pemuda Trawas atau disingkat Kompas yang menjadi pelopor terbentuknya gerakan penyelamatan lingkungan gunung Penanggungan.

Kembali merujuk pada latar belakang masalah dalam perumusan penelitian ini, telah ditemukan beberapa fakta yang bisa dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah dalam penulisan ini, yakni: yang pertama

mengenai latar belakang timbulnya atau munculnya gerakan ini yakni adalah gerakan sosial yang bernama Save Pawitra adalah sebuah bentuk penolakan terhadap rencana dari bupati Mojokerto untuk membangun jalan cor sampai menuju puncak gunung seperti yang ada di kawasan wisata gunung Bromo. Tentulah hal ini menimbulkan keresahan dikalangan para pegiat alam, terutama dari komunitas pecinta alam, budayawan, dan arkeolog yang juga menolak terhadap rencana pembangunan gunung tersebut. Karena itulah, dalam perkembangannya mereka melakukan suatu konsolidasi mengenai ketidaksetujuan mereka terhadap rencana pembangunan gunung tersebut


(2)

sehingga mereka membentuk sebuah aliansi yang mengatas namakan Save

Pawitra yang tujuan utamanya adalah menyuarakan suara mereka tentang penolakan mereka dan melakukan sebuah gerakan perlawanan seperti melakukan aksi demonstrasi dan membubuhkan seribu tanda tangan yang nantinya akan diserahkan kepada bupati sebagai bentuk banyaknya masyarakat yang mendukung penolakan pembangunan ini dan bersama-sama ingin menjaga kelestarian ekosistem yang ada di gunung tersebut dalam analisis teori gerakan sosial dari Tarrow yang lebih menekankan pada analisis perlawanan politik dan fokusnya pada masalah sosial politiknya, maka dalam analisis yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan data dan fakta bukti yang ada di lapangan juga menemukan adanya indikasi unsur perlawanan politik antara bupati dan juga dari gerakan ini.

Munculnya gerakan sosial dalam penelitian ini jika dikaji dari kacamata arus sosial juga memiliki hubungan timbal balik karena dalan konteks penelitian ini gerakan sosial yang terjadi karena diawali adanya arus sosial yakni dari individu yang ada disekitar lingkungan tersebut memiliki perasaan dan suasana hati yang sama ketika ada sebuah rencana pembangunan gunung dan itu akan mengancam kelestarian alam itu sendiri maka mereka yang sebenarnya tidak mengerti namun karena mereka merasakan hal yang sama ketika adanya hal yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka mereka pun larut dalam sebuah arus sosial yang mereka berorientasi pada tujuan yang sama yakni menolak dan sama-sama menjaga kelestarian lingkungan alam disekitar gunung Penanggungan.


(3)

B. Saran

Dalam penelitian dan penulisan karya tulis ini tentunya peneliti merasa hasil yang dikerjakan ini jauh dari kata sempurna dan masih perlu banyak koreksi yangmendalam mengenai gerakan sosial. Maka dari itulah berkaca pada hasil tulisan ini, peneliti berharap kedapannya kepada para pembaca, mahasiswa dan kepada peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat tema yang sama agar lebih menyempurnkan hasil penelitiannya yang bisa ditelaah dari hasil penelitian ini. Saya selaku penulis dan peneliti naskah tulisan ini berharap agar kedepannya makin banyak bahan yang bisa ditelaah untuk dijadikan bahan kajian dalam penulisan selanjutnya, terutama mengenai sebuah gerakan sosial.

Untuk pihak-pihak yang terkait terhadap rencana pembangunan ini apakah kedepannya nanti ini benar-benar terjadi atau tidak diharapkan nanti adanya sebuah kerjasama dan sinergitas yang terjalin antara pihak pemerintahan dan pihak-pihak yang terkait, mulai dari pemerhati lingkungan, budayawan, arkeolog, dan juga masyarakat karena bagaimana pun juga dalam sebuah proses pembangunan jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan atau merasa terdzolimi. Harus ada win-win sollution agar nantinya semua pihak yang ada disana merasakan dampak baik dari adanya pembangunan jika dalam pembangunan tersebut telah dilakukan kajian yang mendalam dan mampu menghitung secara detail mana yang paling banyak muncul apakah menfaat atau mudhorotnya.


(4)

Dan yang terakhir untuk semua kalangan yang merasa mencintai negeri ini berserta keindahan alam yang ada di dalamnya, agar bersama-sama saling menjaga kelestarian lingkungan sekitar dan alam Indonesia agar tetap asri bagi generasi kedepannya karena bagaimana pun juga Tuhan telah menitipkan alam dan lingkungan ini agar senantiasi kita jaga sebagai wujud syukur kita atas karunia yang indah ini.


(5)

Daftar Pustaka

Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial Observasi Kritis Terhada Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer ,Jakarta, Rajawali Pers.

Coleman, James. 2013. Dasar-dasar Teori Sosial Foundation of Sosial Theory. Bandung: Nusa Media.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung. CV. J-Art

Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif, Bandung, PT Refika Aditama.

Kaelan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta. Paradigma

Lexi, J Moleong, 2005. Metode Penelitian Kulaitatif Edisi Revisi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Manik, Karden Eddy Sontang. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Anem Kosong Anem

Marpaung, Ledeng. 1997. Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Jakarta. Sinar Grafika

Narwoko, J. Dwi. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta. Kencana

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-Metode Penelitian. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media

Putra, Fadillah. 2006. Gerakan Sosial. Malang. Averroes Press

Ritzer, George, dan Douglas.2012. Teori Sosiologi Modern Edisi Revisi.

Yogyakarta: Kreasi Wacana


(6)

Rudyansjah, Tony. 2015. Emile Durkheim (Pemikiran Utama dan Percabangannya ke Radcliffe-Brown, Fortes, Levi-Strauss, Turner, dan Holbraad. Jakarta. Kompas Media Nusantara

Salim, Emil. 1993. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta. PT. Pustaka LP3S

Scott, John. 2012. Teori Sosial: Masalah-Masalah Pokok Dalam Sosiologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Susilo, Rachmad. K. Dwi. 2012. Sosiologi Lingkungan & Sumber Daya Alam. Jakarta. Ar-Ruzz Media

Syarbaini, Syahrial. 2013. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta. Graha Ilmu

Faizal, Muhammad. Gerakan Pemakzulan Presiden: Studi Tentang Gerakan Mahasiswa Untuk Penurunan Presiden Republik Indonesia KE-6 di Surabaya. Program Studi Sosiologi. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. UIN Sunan Ampel Surabaya.2012

Suharko. Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. FISIPOL UGM. 2006

Putra, Rendra Graha Utomo. Gerakan Sosial Politik (Studi Kasus Gerakan Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal). Jurusan Ilmu Politik. FISIP UNAIR. 2013