MENOLAK HAK PILIH TNI

MENOLAK HAK PILIH TNI/POLRI
Masalah Hak memilih dan dipilih bagi anggota TNI/Polri yang muncul dalam materi
RUU Politik (RUU Pemilu dan Partai Politk) yang diajukanpemerintah kepada DPR
sempat menghebohkan orang. Dalam pasal 93 ayat 2 tentang hak memilih menyebutkan
bahwa anggota TNI dan Polri mepunyai hak memilih. Kemudian dalam pasal 24 ayat 1
dan 2 tentang hak dipilih yang mengatur masalah pencalonan anggota Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) yang antara lain berasal dari unsur TNI/Polri.
Kemudian muncullah tanggapan pro kontra. Yang menentang misalnya, Wakil Ketua
DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno. Ia berpendapat bahwa penggunaan hak pilih bagi
anggota TNI/Polri menyalahi Tap MPR No.VII/MPR/2000 yang mengatur peran TNI dan
Polri. Menurut bahasa Laksamana Widodo AS yang waktu itu masih menjadipanglima
TNI, jhak pilih TNI terganjal oleh asopek legalitas. Yaitu Tap MPR No. VII tahun 200 iut.
Munir SH, mantan koordinator kontras berpendapat, anggota TNI/Polri tidak boleh
mempunyai hak dipilih. Sedangkan soal hak memilih masih bisa diperdebatkan. Para
mahasiswa pun juga menyatakan penolakannya. Dalam sebuah diskusi yang
diselenggarakan BRM UGM di Gelanggang Mahasiswa UGM Bulaksumur, mahasiswa
menolak militer kembali ke pentas politkk. Dengan pemnberian hak meilih dan dipilihh
dalam RUU itu menberikan peluang kepada militer dan polisi kembali berperan dalam
politik.
Pengamat militer MT Arifin yang dihubungi di rmahnya di kota Solo mengatakan, perlu
diluruskan kembali atau direvisi ulang tentang wacana hak pilih dan dipilih di kalangan

anggota TNI/Polri bahkan juga anggota Pegawai Negeri Sipil/PNS. Sekalipun mereka
memiliki hak sama-sama warga negara Republik yang sah, jangan sampai wacana ini
berkembang menjadi kekisruhan bangsa.
Di zanan Orde Baru pemerintahan Suharto TNI/Polri memang tidak boleh memilih dan
dipilih, hanya saja institusi TNI/Polri yang ketika itu tergabung dalam anggota ABRI
mendapatkan jatah di DPR/MPR. Sistem politik yang baik adalah tetap memberikan hak
pilih terhadap anggota TNI/Polri tetapi tidak untuk hak dipilih. Menurut Mt Arifin kalau
anggota TNI/Polri dipilih sangat bertentangan dengan Undang-undang Pertahanan
Negara Republik Indonesia. Karena itu kalau ada anggota TNI/Polri akan dipilih, mereka
harus rela melepaskan induk institusinya dan bersedia keluar dari jabatan di militer
maupun di Kepolisian atau dipercepat pensiunnya.
Kita lihat bahwa Rencana Undang-Undang (RUU) yang baru dibahas DPR
menggantikan UU No 3 tahun l999 tentang Pemilu ini merupakan terobosan berani bagi
perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia masa depan.
Sekalipun hak pilih dan dipilih bagi anggota TNI/Polri hanya untuk menjadi anggota
Dewan Perwakilan daerah (DPD) yang merupakan lembaga baru sebagai salah satu
komposisi MPR yang nantinya ada dua kamar yakni DPR dan DPD. Sekalipun
demikian menurut MT Arifin, itu perlu dipertimbangkan lagi lebih matang, agar
TNI/Polri tidak terkotak-kotak dalam berbagai idiologi politik maka perlu dirumuskan
agar TNI/Polri dan PNS hanya diberikan hak pilih saja.

Mengingat pengalaman buruk bangsa Indonesia masa lalu berkaitan dengan keterlibatan
anggota TNI/Polri yang terlibat secara aktif dalam politik praktis. Untuk masa mendatang
sepenuhnya TNI/Polri agar menjadi alat negara yang profesional. Dan dalam pemilu yang

akan datang kalangan Partai politik jangan mencalonkan anggota TNI/Polri. Hal ini untuk
mencegah terkotak-kotaknya idiologi anggota TNI/Polri yang pada gilirannya akan
memecah belah bangsa. “Hal ini juga sesuai dengan Rapim TNI yang memutuskan tiga
hal. Pertama TNI harus keluar dari arena politik praktis. Kedua TNI hanya boleh
bermain atau berperan pada aspek pertahanan. Ketiga, TNI memfokuskan diri pada usaha
pengembalian serta meningkatkan profesionalisme,” kata Mt Arifin.
Kebijakan ini sangat strategis dan relevan dengan perkembangan zaman dan sejalan
dengan aspirasi mayoritas rakyat. Profesionalisme TNI bukan hanya sekadar tidak
berpolitik tetapi juga membentuk TNI yang handal dan kapabel secara efektif dapat
melaksanakan tugas pokoknya yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pertahanan
yakni : menjaga keutuhan wilayah, menjamin kesatuan bangsa dan turut serta menjaga
perdamaian dunia di bawah PBB.
Yang membuat masyarakat umum menjadi lega adalah pernyataan Panglima TNI yang
baru Jenderal Endriartono Sutarto. Ketika bertemu dengan Ketua MPR HM Amien Rais,
jedneral itu menyatakan bahwa TNI memilih untuk menggunakan hak memilih dan hak
dipilih dalam Pemilu mendatang. Sebab dapat membuat TNI terpecah-pecah. Jika semua

elemen bangsa sudah siap maka itulah saatnya yangpas bagi anggota TNI untuk
menggunakan hak memilih dan dipilih.
Prof dr Ahmad Syafii Maarif, Ketua PP Muhammadiyah secara spesifik menyebutkan,
diperlukan waktu untuk memulihkan kepercayaan atau rasa saling percaya antara rakyat
dan militer. Jika rasa saling memperayai itu telah tumbuh barulah masalah ini
dibicarakan. (Bahan:Ton dan tof. Tulisan: tof).
Sumber: SM-14-2002