PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PENARIK BECA DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PKMK-2-1-1

PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PENARIK
BECA DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Juniarti Tobing, Juliarta Pakpahan, Sri Yulianingsih, Annis Amalia, M Susanthy
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK
Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah kota
memang bukan hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca di Jakarta
misalnya beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu contoh menarik
tentang fenomena penarik beca. Keadaan yang sama juga terlihat di kota Medan.
Hampir di semua wilayah kota Medan pertambahan banyaknya penarik beca
dapat dilihat secara langsung, tidak terkecuali di lingkungan kampus USU.
Dampak langsung dari pertambahan jumlah penarik beca di Kampus USU,
terlihat dalam hal semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan
bagi mahasiswa, dosen, pegawai yang berjalan kaki maupun yang mengendarai
sepeda motor oleh deretan beca yang diparkir (ngetem) tidak beraturan di
sejumlah pangkalan di lingkungan kampus. Melihat kondisi tersebut diatas, maka
dipandang perlu untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kelompok
penarik beca di Kampus USU, untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban.

Pembinaan dan pendampingan dilakukan sebagai bentuk kegiatan pengabdian
masyarakat. Adapun tujuan dari program Pengabdian Masyarakat adalah agar
tercipta suatu kondisi dimana terdapat individu/kelompok penarik beca yang
terorganisir dan kuat, sehingga akan tercipta keteraturan dan ketertiban di
lingkungan kampus USU. Metode yang digunakan ialah membentuk kelompok
penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok melalui FGD
reguler dan diskusi penyusunan draft usulan kebijakan, kegiatan produktif
lainnya). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan kelompok penarik beca,
membangun kesepakatan tentang tarif, melakukan lobby ke pihak pimpinan
universitas untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang operasional
beca di lingkungan kampus USU. Adapun hasil yang diperolehialah
teridentifikasinya masalah-masalah seperti kondisi ekonomi penarik beca, kondisi
sosial budaya dan kesehatan. Melalui FGD terbentuklah kelompok penarik beca
di lingkungan kampus USU dengan nama Keluarga Besar Penarik Beca USU
(KBPB USU). Selain itu diperoleh juga kesepakatan tentang penetapan tarif beca
disetiap pangkalan. Adapun pencapaian utama yang didapat dari kegiatan
pengabdian ini adalah tumbuhnya kesadaran para penarik beca untuk
membentuk organisasi yang dapat mewadahi penyaluran aspirasi dengan
penguatan solidaritas diantara mereka dalam mencapai kehidupan yang lebih
baik.

Kata Kunci: Penarik beca, Kampus, kelompok, pengabdian
PENDAHULUAN
Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah
kota memang bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca
beroperasi di Jakarta beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh menarik

PKMK-2-1-2

tentang fenomena penarik beca. Sebuah tulisan disebuah surat kabar nasional
(Kompas 3 Agustus 2000) menggambarkan bahwa kebijakan Pemerintah DKI
melarang beca beroperasi di Jakarta kemudian dianulir oleh keputusan pengadilan
yang mengatakan bahwa pelarangan itu tidak sah. Namun demikian, hiruk pikuk
permasalahan beca di DKI bukan berarti tuntas seiring dengan keputusan
pengadilan yang membolehkan beca kembali beroperasi. Hal ini terjadi karena
keputusan tersebut dinilai kontroversial. Dengan kata lain keputusan itu ibarat
pisau bermata dua, sebab di satu sisi keputusan itu telah memberikan harapan
baru bagi warga miskin yang hidup dari mengayuh beca. Tetapi, disisi lain ada
kekhawatiran bahwa kehadiran penarik beca akan semakin memacetkan lalu lintas
jalan raya.
Gambaran yang sama juga terlihat di kota besar lainnya di Indonesia salah

satunya adalah Medan. Persoalan penarik beca memang bukan semata-mata soal
ekonomi namun juga berkenaan dengan keteraturan tata kota serta tenaga kerja.
Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan beca di kota Medan diantaranya
muncul beca-beca liar dan “bus” tanpa izin yang secara langsung mengurangi
pendapatan penarik beca legal (Kompas selasa 14 Mei 2002) serta pertambahan
jumlah beca yang tidak terkontrol. Hampir di semua wilayah kota Medan
fenomena bertambah banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung. Salah
satu wilayah kota Medan yang mengalami gejala yang sama adalah kampus
Universitas Sumatera Utara. Sampai saat ini paling tidak terdapat 300-an beca
beroperasi di wilayah kampus USU yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi interaksi sosial antara warga di kampus USU.
Beberapa dampak kehadiran penarik beca di kampus USU antara lain dapat
dirasakan dari semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi
mahasiswa, dosen, pegawai dan pengguna jalan lainnya baik yang berjalan kaki
maupun yang berkenderaan (sepeda motor, mobil) oleh deretan beca yang kadang
tidak beraturan. Hal itu terjadi karena ulah penarik beca yang mangkal secara
tidak beraturan di badan jalan terutama di persimpangan yang ramai dilewati
orang. Mereka biasanya tersebar dibeberapa pangkalan yang ada di pintu-pintu
masuk kampus seperti di Simpang Sumber, Tembok, Biro Rektor, dan Pintu IV.
Keberadaan penarik beca di lingkungan kampus USU harus diakui memang

memberi manfaat bagi warga kampus. Areal kampus yang cukup luas yang
mencapai 200 ha memerlukan sarana angkutan yang murah seperti beca. Hanya
saja, perkembangan jumlah dan jenis beca yang beroperasi di lingkungan kampus
USU terkesan tidak tertib. Kebiasaan para penarik beca yang parkir sembarangan
dan semrawut mengurangi nilai keindahan di kampus USU. Tidak hanya itu,
tanaman-tanaman yang berada di taman juga kadang kala rusak karena dijadikan
tempat mangkal para penarik beca.
Hal lainnya yang bisa dijadikan indikator ketidakteraturan para penarik beca
dapat dilihat dari peristiwa tarik menarik atau perebutan penumpang dikalangan
penarik beca. Hal itu memunculkan rasa ketidaknyamanan bagi calon penumpang
atau orang-orang lain yang lalu lalang di sekitar lokasi mereka mangkal. Penarik
beca juga ditemukan melakukan perjudian di beberapa pangkalan. Kegiatan itu
dilakukan oleh para penarik beca yang biasanya berlangsung ketika penumpang
sedang tidak ramai. Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Erwin
(skripsi yang tidak dipublikasikan, 2001) terungkap bahwa penarik beca di Medan
sangat besar kemungkinannya terlibat dengan aktivitas perjudian termasuk

PKMK-2-1-3

“togel’ (toto gelap). Beratnya tekanan kehidupan yang dirasakan oleh penarik

beca menyebabkan mereka melakukan perjudian sebagai alternatif hiburan
sekaligus peluang memperoleh uang tanpa harus bersusah payah.Dampak lain
yang kiranya juga perlu diperhatikan adalah bahwa para tukang beca tersebut
sering buang air kecil di sembarang tempat. Aktivitas perjudian dan buang air
kecil di sembarang tempat tersebut dapat mengurangi nilai akademis kampus
yang tentunya tidak sesuai dengan lingkungan kampus yang melibatkan generasi
muda (mahasiswa).
Selain hal-hal diatas, persoalan tarif beca juga dirasakan sebagian
mahasiswa menjadi masalah sebab tidak jarang tarif yang dikenakan kepada para
penumpang berbeda untuk jarak yang sama terutama disaat musim hujan.
Apabila kondisi yang digambarkan diatas terus berlanjut, maka pihak
berwenang kampus ada kemungkinan mengambil tindakan untuk melarang para
penarik beca beroperasi di wilayah kampus USU. Bila kondisi ini terjadi maka
para penarik beca ini akan kehilangan mata pencaharian utama mereka dan
mahasiswa, dosen, pegawai yang menggunakan jasa.
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan bila dilakukan pembinaan
dan penguatan individu/kelompok penarik beca agar aktivitas mereka mencari
nafkah berlangsung dengan tertib dan tidak mengganggu para mahasiswa dan
pihak lain yang notabene merupakan calon penumpang potensial. Upaya
pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca juga merupakan

bagian dari tanggung jawab sosial Perguruan Tinggi dalam mengabdi kepada
masyarakat, tidak terkecuali kelompok masyarakat yang ada di sekitar kampus.
Hal ini sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Permasalahan kehidupan penarik beca pada dasarnya meliputi banyak aspek
seperti aspek sosial, budaya dan ekonomi. Dalam kegiatan pengabdian ini yang
menjadi fokus adalah bagaimana menguatkan/memberdayakan kelompok penarik
beca sehingga tercipta keteraturan operasional mereka di lingkungan kampus
USU.
METODE PENELITIAN
Guna menciptakan kelompok penarik beca yang kuat dan berdaya yang
memberi kontribusi bagi peningkatan pendapatan ekonomi dan penciptaan
ketertiban dan keteraturan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, ada
beberapa kegiatan yang telah dilakukan yaitu:
Menginventarisir jumlah dan melakukan registrasi penarik beca dan jenis
beca yang ada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
Membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan
(pembinaan kelompok , penyusunan draft usulan kebijakan dan kegiatan
produktif lainnya) guna memberdayakan kelompok tersebut.
Melakukan diskusi bersama kelompok penarik beca untuk menetapkan

mengenai tarif angkutan beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera
Utara.
Cara pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan FGD secara
reguler. Ada beberapa kegiatan yang direncanakan namun karena keterbatasan
waktu dan dana, dua hal yang disebut terakhir ini belum dapat direalisasikan.
Kegiatan tersebut adalah

PKMK-2-1-4

Melakukan sosialisasi tarif tersebut kepada para pengguna jasa.
Melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas atau pihak terkait agar
mengeluarkan aturan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di
lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data awal dan informasi berupa
karakteristik penarik beca ialah dengan cara menyebarkan kuesioner dan
wawancara kepada penarik beca dengan bertemu langsung di setiap tempat
pangkalan mereka. Setelah data diperoleh maka dilakukan FGD untuk membentuk
kelompok penarik beca. Kegiatan ini juga dibantu oleh mitra tim yaitu YPRP
(Yayasan Pembela Rakyat Pinggiran). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa persoalan yang dihadapi penarik beca tidak terlepas dari persoalan

penduduk kota yang marginal (kaum pinggiran). YPRP adalah salah satu lembaga
yang menaruh perhatian dalam pendampingan kelompok kaum pinggiran ini,
sehingga pengalaman mereka dapat dimanfaatkan oleh tim untuk mencapai hasil
kegiatan yang lebih optimal.
Pelaksanaan kegiatan ini dimulai terhitung sejak usulan kegiatan ini
disetujui untuk dilakukan. Adapun waktu yang direncanakan untuk melakukan
seluruh kegiatan dalam kegiatan ini adalah 3 bulan. Tempat observasi dilakukan
ialah lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dan lingkungan tempat
tinggal para penarik beca. Semua kegiatan FGD direkam dengan menggunakan
tape recorder dan kamera foto untuk dokumentasi kegiatan pengabdian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari metode penyebaran koesioner dan wawancara diperoleh beberapa
kharakteristik penarik beca di lingkungan kampus USU. Beberapa karakteristik
tersebut dapat dilihat pada table-tabel dibawah ini. Jumlah penarik beca yang
menjadi target survey adalah 108 orang.
Temuan survey menujukkan bahwa para penarik beca tergolong pekerja usia
produktif, yaitu antara 8-25 tahun dengan persentase 33.3 % dari jumlah
keseluruhan.. Mereka sudah bekerja sebagai penarik beca anatra 1-5 tahun.
Gambaran lebih detil dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.


Penarik beca berdasarkan Umum dan Lama Bekerja Sebagai Penarik
Beca

NO

INTERVAL
UMUR

JUMLA
H

%

1
2
3
4
5
6

7
8
9

15-18
18,1-25
25,1-30
30,1-40
40,1-50
50,1-60
60,1-70
70,1-80
80,1-90
Jumlah

7
36
14
26
18

3
3
1
108

6,5
33.3
13.0
24.1
16.7
2.8
2.8
0.0
0.9
100

INTERVAL
LAMA
MENARIK BECA
01 Bulan-1 Tahun
1,1-5 Tahun
5,1-10 Tahun
10,1-15 Tahun
15,1-20 Tahun
20,1-25 Tahun
25,1-30 Tahun
30,1-35 Tahun
35,1-40 Tahun

JUMLAH

%

7
36
14
26
18
3
3
1
108

6.5
33.3
13.0
24.1
16.7
2.8
2.8
0.0
0.9
100

PKMK-2-1-5

Jika dilihat dari latar belakang etnis diperoleh kenyataan bahwa sebahagian
besar penarik beca yang beroperasi di USU berasal dari etnis Nias dengan jumlah
56 orang atau sekitar 51.9 %. Selain Nias terdapat juga penarik beca yang berasal
dari etnis Jawa, Batak Toba, Karo dan lainnya. Untuk lebih jelas lagi mengenai
latar belakang etnis penarik beca dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Data Penarik Beca Berdasarkan Kelompok Etnis
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

KELOMPOK ETNIS

JUMLAH

Nias
Batak Toba
Karo
Jawa
Padang
Sunda
Batak Pakpak
Tapsel
Jumlah

%
56
13
10
18
1
1
1
8
108

51.9
12.0
9.3
16.7
0.9
0.9
0.9
7.4
100

Pendapatan rata-rata penarik beca setiap hari tergolong kecil, yaitu berkisar
antara Rp10.000-Rp20.000. Sebanyak 75,9 % responden berada dalam golongan
pendapatan ini. Gambaran lebih lengkap tentang sebaran pendapatan penarik beca
dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Data Penarik Beca Berdasarkan Pendapatan/Hari
NO
1
2
3
4
5

Interval Pendapatan
10.000-20.000
21.000-30.000
31.000-40.000
41.000-50.000
51.000-60.000
Jumlah

JUMLAH
82
17
3
4
2
108

%
75.9
15.7
2.8
3.7
1.9
100

Data mengenai jenis beca dan juga status kepemilikannya menunjukkan
bahwa jenis beca yang paling banyak beroperasi adalah beca dayung dengan
persentase 89,8% dan beca mesin 10,2 %. Berdasarkan status pemilikannya,
ternyata sebagian besar (62,%) penarik beca adalah menyewa beca yang
digunakannya mencari nafkah sehari-hari. Tabel 4 di bawah ini memberikan
gambaran lebih lengkap.
Tabel 4. Data Penarik Beca Berdasarkan Jenis Beca & Status Beca
NO
1
2

Jenis Beca
Dayung
Mesin
Jumlah

JUMLAH
97
11
108

%
89.8
10.2
100

Status Beca
Disewa
Milik Pribadi
Jumlah

JUMLAH
67
41
108

%
62.0
38.0
100

Data mengenai jumlah penarik beca berdasarkan tempat mangkal
menunjukkan bahwa di Pintu IV dan Simpang Sumber terdapat jumlah penarik

PKMK-2-1-6

beca paling dominant, yaitu masing-masing 24,1 %. Data sebaran lokasi mangkal
penarik beca dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Penarik Beca Berdasarkan Tempat Mangkal
NO

TEMPAT MANGKAL

JUMLAH

%

1
2
3
4
5
6

Pintu I
Pintu IIPintu II
Pintu III
Pintu IV
Simpang Perpus
Simpang Sumber
Tembok
Jumlah

12
17
26
5
26
22
108

11.1
0.0
15.7
24.1
4.6
24.1
20.4
100

Hampir separuh (43,5 %) dari penarik beca yang menjadi responden tinggal
di kawasan kampus, yaitu di Kampung Susuk, sebuah pemukiman penduduk yang
bersebelahan langsung dengan areal kampus USU.sData yang diperoleh di
lapangan mengenai tempat tinggal penarik beca menunjukkan bahwa rata-rata
penarik beca bertempat tinggal di kampung Susuk dengan persentase 43,5 %.
Namun sebagian mereka bertempat tinggal cukup jauh dari lokasi mereka bekerja,
misalnya dari Kampung Lalang, Marindal, dan Delitua, yang merupakan wilayah
pinggiran kota Medan bahkan sudah berada di luar wilayah kota. Untuk lebih
jelasnya mengenai sebaran tempat tinggal penarik beca dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 6. Data Penarik Beca Berdasarkan Tempat Tinggal
NO

LOKASI TEMPAT TINGGAL

JUMLAH

%

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Kampung Susuk
Pembangunan
PAsar IV
Dr. Mansyur
Kapt. Muslim
Johor
Sei Padang
Deli Tua
Pasar III P. Bulan
Selayang
Tanjung Sari
Pasar. I P. Bulan
Sunggal
Kamp. Lalang
Marindal
Jumlah

47
11
2
13
1
2
11
1
4
1
8
2
1
2
2
108

43.5
10.2
1.9
12.0
0.9
1.9
10.2
0.9
3.7
0.9
7.4
1.9
0.9
1.9
1.9
100

Pada FGD I diperoleh beberapa kondisi-kondisi para penarik beca seperti kondisi
ekonomi, sosial budaya dan kesehatan lingkungan penarik beca.

PKMK-2-1-7

ASPEK

KENYATAAN

HARAPAN

PKMK-2-1-8

Ekonomi

Sosial budaya

Kesehatan dan
lingkungan

1. Pendapatan penarik beca rata-rata
Rp 20.000 /hari. Pendapatan penarik
beca ini biasanya mereka gunakan
untuk keperluan dihari itu juga, dan
adanya kebiasaan hidup mereka
dengan gaya “ngebon di warung”.
Pagi-pagi isteri mereka ngutang dulu
ke warung, baru mereka bayar setelah
suami dapat uang.
2. Meningkatnya
biaya
hidup
penarik beca dengan naiknya harga
BBM.
3. Makin banyaknya penarik beca
yang masuk kelingkungan kampus
USU sehingga mengurangi pendapatan
mereka karena mendapat saingan.
4. Akses
terhadap
sumberdaya
ekonomi tidak ada atau berkurang.
Contohnya koperasi, jadi tidak
terpikirkan oleh mereka
untuk
menyimpan uang atau menabung.
5. Tingkat
pendidikan
mereka
umumnya rendah. Tetapi meskipun
begitu, masih ada juga penarik beca
yang mempunyai pendidikan cukup
tinggi seperti D1, D3 bahkan S1.
Penarik beca biasanya bekerja yang
lain seperti jaga malam, buruh, isteri
menjadi pembantu rumah tangga atau
buruh cuci.

1. Adanya keterampilan penarik beca
mengenai
perbaikan
beca
sendiri.
Tujuannya supaya mereka bisa mengurangi
pengeluaran biaya memperbaiki beca.

1. Solidaritas mereka sangat rendah.
2 Kurangnya percaya diri para penarik
beca bahwa mereka tidak bisa hidup
layak.
3 Belum adanya organisasi penarik
beca yang terorganisir secara baik
1. Akses terhadap fasilitas kesehatan
tidak didapatkan oleh para penarik
beca.
2. Tingkat kesehatan penarik beca
dan keluarganya sangat rendah.
Sanitasi dan lingkungan yang kurang
baik
3. Birokrasi pelayanan kesehatan
bagi penarik beca yang rumit dan
berbelit-belit.

1.Adanya upaya-upaya untuk membentuk
organisasi penarik beca yang terorganisir
secara baik dan rapi.
2. Adanya pertemuan-pertemuan antar
pangkalan untuk bertukar informasi, bila
ada masalah dapat tolong menolong
1. Penarik beca bisa memperoleh
pelayanan kesehatan dari poliklinik USU
2. Adanya pelayanan kesehatan penarik
beca secara berkala minimal 3 bulan atau 6
bulan sekali misalnya penyuluhan
mengenai kebiasaan mencuci tangan,
kebiasaan makan yang baik dan
peningkatan nilai gizi yang baik,
3. Adanya sosialisasi pencegahan penyakit
pada penarik beca.

2. Adanya lembaga keuangan penarik
beca, selama ini memang pernah ada
seperti “jula-jula” namun itu tidak
berlangsung lama, kerena tidak adanya rasa
saling percaya diantara mereka.
3. Adanya sumber pendapatan lain supaya
USU memberi peluang jika USU
melakukan pembangunan.
4. Tidak adanya penggusuran dari pihak
USU.

Dalam FGD II disampaikan usulan kepada para penarik beca bahwa mereka
harus mempunyai organisasi yang tersusun rapi. Para penarik beca menyetujui hal
tersebut, maka terjadilah pembentukan organisasi penarik beca tingkat USU.
Adapun usulan nama organisasi yang mereka ajukan ada 3 yaitu :
1. Penarik Beca USU (PB USU)

2. Serikat Penarik Beca USU (SPB USU)
3. Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU)
Akhirnya melalui proses pemilihan secara voting diantara para penarik beca maka
disepakati dibentuknya sebuah organisasi yang diberi nama Keluarga Besar
Penarik Beca USU (KBPB USU) dengan struktur kepengurusannya yaitu:
Ketua
: Yan Berlin Sembiring (pangkalan Sumber)
Sekretaris
: Basir Hasibuan (pangkalan Pintu I)
Bendahara
: Faigiaro Lafao
Anggota
: Sumarjo, Ucok Karo, Angolita Lafao, Elifati Zega, Timbul
Simarmata.
KESIMPULAN
Dari semua kegiatan yang dilakukan, baik itu penyebaran kuesioner,
wawancara, FGD I dan FGD II, tidaklah lepas dari kerjasama tim yang solid.
Walaupun tidak jarang terjadi selisih paham dan beda pendapat. Namun itu semua
tidak menjadi kendala dalam melakukan kegiatan PKM ini. Kegiatan tersebut di
atas telah menghasilkan kerjasama yang baik antara tim dengan pihak YPRP,
Departemen Antropologi dan juga dengan para penarik beca.
Dari kegiatan ini ditemukan bahwa para penarik beca di kampus USU
sepertinya sudah menyadari arti pentingnya berorganisasi, walaupun pada
awalnya sangat sulit menyadarkan mereka tentang arti pentingnya berorganisasi.
Dengan berorganisasi penarik beca di kampus USU sudah dapat menyampaikan
aspirasi-aspirasinya dan keinginan-keinginannya melalui kelompok yang telah
dibentuk bersama. Arti penting dari kegiatan ini juga adalah diberikannya
pengajaran kepada para penarik beca tentang bagaimana memanagemen
perekonomian mereka, maksudnya adalah dengan adanya suatu wadah organisasi
maka mereka bisa memiliki uang kas kelompok yang mereka kelola secara
bersama-sama yang pada akhirnya uang kas tersebut digunakan untuk keperluan
para anggotanya. Pihak kampus juga mendukung kegiatan ini khususnya
Departemen Antropologi. Seluruh tim bangga dan sangat dihargai dengan adanya
dukungan tersebut.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh Tim selama kegiatan ini berlangsung
adalah :

DANA
Dana yang diperoleh tim tidak memadai untuk semua kegiatan yang
dilakukan, oleh sebab itu tim harus rela mengeluarkan dana dari kantong
sendiri untuk mendapatkan hasil kegiatan yang maksimal

WAKTU
Kegiatan ini tim ketahui pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2005 tim
dikabarkan layak mengikuti kegiatan ini. Tim melakukan langkah pertama
dengan cara menyebar kuesioner dan wawancara, tetapi kegiatan tim ini
sempat vakum, dikarenakan tim tidak memiliki dana yang cukup untuk
melanjutkan kegiatan dan menunggu dana diberikan kepada tim. Setelah
dana diberikan, tim berusaha bekerja semaksimal mungkin sampai pada
batas waktu yang diberikan. Tetapi batas waktu yang diberikan tidak dapat
dicapai oleh tim, sehingga harus terlambat dalam penulisan laporan kegiatan
PKM ini.

RENCANA TINDAK LANJUT
a.
MOU (Memorandum of Understanding) antara YPRP dengan LPM
Antropologi (Laboratorium Pengembangan Masyarakat)
Setelah selesai melakukan kegiatan FGDII, diadakan pertemuan antara pihak
YPRP dengan ketua Departemen Antropologi selaku Pembina LPM Antropologi,
untuk menindaklanjuti kegiatan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik
beca di lingkungan kampus USU. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa pihak
YPRP merupakan mitra kerja LPM Antropologi dalam berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk pendampingan para penarik beca di kampus USU. Pihak
LPM Antropologi dan YPRP juga akan mengambil inisiatif untuk menjembatani
harapan-harapan para penarik beca kepihak Universitas. LPM Antropologi adalah
merupakan suatu wadaha bagi mahasiswa Antropologi dalam mengaplikasikan
teori-teori yang didapat dari perkuliahan. Dalam hal ini mahasiswa terjun
langsung kemasyarakat, baik itu penelitian maupun pengabdian. Dengan adanya
wadah ini mahasiswa menjadi terpacu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat ilmiah dan berguna bagi masyarakat.
b. Pengembangan Ekonomi Para Penarik Beca
Salah satu harapan para penarik beca di kampus USU adalah adanya peningkatan
taraf ekonomi. Mereka menginginkan dibentuknya suatu koperasi simpan pinjam.
Untuk menindaklanjuti keinginan para penarik beca ini, akan dijalin kerjasama
dengan pihak-pihak di luar USU yang berkompeten dalam hal koperasi. Dengan
adanya koperasi maka sedikit banyaknya para penarik beca dapat menyisihkan
penghasilannya untuk disimpan.
c.
Pelayanan Kesehatan Para Penarik Beca
Untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan dan
penyuluhan kesehatan bagi penarik beca, maka akan diadakan kerjasama dengan
pihak FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) dan FKG (Fakultas Kedokteran
Gigi). Bentuk kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan adalah penyuluhan
tentang pola hidup sehat dan pencegahan penyakit bagi penarik beca oleh pihak
FKM. Pihak FKG akan melakukan pemeriksaan dan perawatan gigi secara berkala
kepada para penarik beca.
d. Advokasi Kebijakan
Menanggapi tentang perbedaan tarif beca yang dikenakan pada pengguna jasa
beca, maka dibuat daftar tarif yang telah disepakati bersama oleh penarik beca
dari setiap pangkalan. Daftar tarif ini selanjutnya akan disahkan oleh pihak
Universitas. Oleh karena itu perlu dilakukan lobby kepihak Universitas agar
dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan tarif beca. Untuk itu perlu
diadakan pertemuan dengan pihak Universitas untuk melakukan persentase
mengenai laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka pembinaan
dan pendampingan kelompok penarik beca di kampus USU. Hasi dari pertemuan
ini diharapkan dapat melahirkan suatu kebijakan dari pihak Universitas yang
dapat membantu peningkatan kesejahteraan para penarik beca di kampus USU.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin (2001) Judi Togel dan Tukang Beca, Skripsi Sarjana jurusan Kesejahteraan
Sosial FISIP-USU. Tidak diterbitkan. Medan.
KOMPAS edisi 3 Agustus 2000
KOMPAS edisi 14 Mei 2002