Perempuan Penarik Beca Motor (Studi Kasus di Kota MEDAN)

(1)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

PEREMPUAN PENARIK BECAK MOTOR

(Studi Kasus di Kota MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan oleh:

IRA DEWANI

040901034

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

ABSTRAK

Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial antar sesama perempuan penarik becak motor berjalan cukup baik. Begitu pula interaksi yang terjalin antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki di tempat mangkal yang sama. Walaupun terkadang beberapa pihak dari kalangan penarik becak laki-laki menunjukkan sikap persaingan atau sentiment pribadi dengan mengutarakan perkataan yang kurang baik terhadap para perempuan penarik becak motor. Namun hal diatas hanya dialami para perempuan penarik becak motor di jalan atau pada komunitas penarik becak laki-laki di tempat mangkal lain. Hasil penelitian juga menunjukan informasi bahwa sebagian besar perempuan penarik becak motor pernah mengalami bentuk-bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender yang berasal dari penarik becak laki-laki di luar tempat mangkal tetapnya. Bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender yang terjadi seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduaan. Sedangkan bagi penarik becak laki-laki yang berada atau bekerja pada satu tempat mangkal yang sama dengan perempuan penarik becak motor, mereka tidak merasa berkeberatan dan memiliki masalah terhadap kehadiran perempuan penarik becak motor di wilayah kerja mereka. Namun perempuan penarik becak motor juga harus tetap mengikuti jalur (ketetapan atau peraturan) yang telah ada pada kelompok penarik becak tersebut. Dengan kata lain hubungan atau relasi yang terjalin diantara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki yang berada disatu tempat mangkal ataupun tidak, akan dapat diatasi dengan sikap saling menghargai dan menghormati keberadan pihak lain, sehinga bentuk-bentuk diskriminasi gender tidak perlu


(3)

DAFTAR ISI

Abstrak ... . i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 7

1.3. Tujuan penelitian………8

1.4. ManfaatPenelitian……….. 8

1.5. Defenisi konsep………. 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Interaksi Sosial………... 11

2.2. Pemberdayaan Perempuan………. 15

2.3. Konsep Gender……….. 17

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian………..24

3.2. Lokasi Penelitian………...25

3.3. Unit Analisis dan Informan……….. 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 26

3.5. Interpretasi Data………... 26

3.6. Jadwal Kegiatan………... 28

3.7. Keterbatasan Penelitian………... .29

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Profil Kota Medan……….. 30

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan………... 30

4.1.2. Kota Medan Secara Geografis………..31

4.1.3. Kota Medan secara Demografis……….. 32


(4)

4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang tangguh………. .34

2.2.1.2. Yenny, Sosok seorang Ibu yang Bertanggung Jawab……….. 37

2.2.1.3. Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu……….. 40

2.2.1.4. Ita, Perempuan Tomboy, Sopel dan Ceria……….43

2.2.1.5. Raya, Gadis yang Bekerja untuk Mencapai Cita-cita………... 46

2.2.1.6. Rahmah, Perempuan Gesit yang Cepat Belajar……….. 50

2.2.1.7. Emy, Perempuan Sederhana dan Penyayang Keluarga……… 53

4.2.2. Profil Informan (Penarik Becak Laki-laki)……….. 55

4.2.2.1. Kariadi……….. 55

4.2.2.2. Zulfikar……… 56

4.2.2.3. Dahlan………. 56

4.3. Interaksi dengan Sesama Perempuan Penarik Becak Motor……… 57

4.4. Interaksi dengan Penarik Becak Laki-laki……… 62

4.5. Perempuan Penarik Becak Motor dan Isu-isu Gender……….. 65

4.6. Persespsi Penarik Becak Laki-laki Terhadap Keberadaan Perempuan Penarik Becak Motor ………... 70

4.7. Analisa Data Perempuan Penarik Becak Motor……… 75

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan……… 81

5.2. Saran……….. 83 DAFTAR PUSTAKA


(5)

ABSTRAK

Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial antar sesama perempuan penarik becak motor berjalan cukup baik. Begitu pula interaksi yang terjalin antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki di tempat mangkal yang sama. Walaupun terkadang beberapa pihak dari kalangan penarik becak laki-laki menunjukkan sikap persaingan atau sentiment pribadi dengan mengutarakan perkataan yang kurang baik terhadap para perempuan penarik becak motor. Namun hal diatas hanya dialami para perempuan penarik becak motor di jalan atau pada komunitas penarik becak laki-laki di tempat mangkal lain. Hasil penelitian juga menunjukan informasi bahwa sebagian besar perempuan penarik becak motor pernah mengalami bentuk-bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender yang berasal dari penarik becak laki-laki di luar tempat mangkal tetapnya. Bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender yang terjadi seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduaan. Sedangkan bagi penarik becak laki-laki yang berada atau bekerja pada satu tempat mangkal yang sama dengan perempuan penarik becak motor, mereka tidak merasa berkeberatan dan memiliki masalah terhadap kehadiran perempuan penarik becak motor di wilayah kerja mereka. Namun perempuan penarik becak motor juga harus tetap mengikuti jalur (ketetapan atau peraturan) yang telah ada pada kelompok penarik becak tersebut. Dengan kata lain hubungan atau relasi yang terjalin diantara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki yang berada disatu tempat mangkal ataupun tidak, akan dapat diatasi dengan sikap saling menghargai dan menghormati keberadan pihak lain, sehinga bentuk-bentuk diskriminasi gender tidak perlu


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca peluang untuk maju, berkreasi, dan berkompetisi, tidak terkecuali perempuan. Hal ini sejalan dengan cita-cita Kartini untuk Kemajuan dan Emansipasi perempuan. Pemikirannya dianggap melahirkan banyak perubahan pada berbagai aspek kehidupan perempuan di Indonesia. bukan sekedar atmosfer sosial perempuan dengan menekankan perempuan wajar berpendidikan rendah, tapi juga sedikit banyak aspek keterbukaan dalam menyikapi perubahan secara sosial tentang nilai perempuan ideal telah mempunyai sisi dan ruang yang bisa didiskusikan.

Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan psikologi humanistik, yang menekankan nilai positif manusia, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya, yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan umat manusia secara umum (E.K. Poewandari, 1995 : 314).

Sebenarnya dapat dikatakan bahwa ada perbedaan-perbedaan yang mendasar antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Salah satunya adalah persentase


(7)

keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah mengalami penyusutan), berupah relatif lebih rendah daripada laki-laki, dan kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil.

Pekerja wanita yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Dimana bekerja menjadi suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi dan sekaligus mewujudkan rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain kenapa wanita ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar bisa mengambil keputusan sendiri dalam mengambil uang tanpa harus minta izin atau berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230)

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak wanita yang berperan ganda. Sebagian wanita bekerja karena memang ekonomi rumah tangga menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi diri. Bagi sebagian wanita dengan kelas ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dan hubungan dengan dunia luar.

Untuk kalangan wanita kelas bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal baru. Sejak dulu mereka telah biasa bekerja sambil tetap mengasuh anak, sehingga punya


(8)

suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan. Sehingga pada situasi ini wanita akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja disatu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu.

Hal ini biasanya diakibatkan oleh terbatasnya akses terhadap lapangan kerja dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan banyak perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor ekonomi.

Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membuat “bargaining power” perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang sebetulnya kurang disukai atau bahkan kurang sesuai dengan “kodratnya” sebagai wanita. Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk dipermainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha.

Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas kesehariannya seorang wanita, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian, menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi pembatasan tempat dimana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : Tukang parkir, Penjaga pom bensin, Supir angkutan umum (busway), dan Tukang becak, khususnya penarik becak motor (betor).


(9)

Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, kota Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan bekerja. Salah satunya adalah sebagai penarik becak motor. Menarik becak adalah salah satu lapangan kerja yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Kondisi ini dapat dilihat dengan menjamurnya angkutan becak motor diberbagai penjuru kota. Hal ini didukung oleh data Dinas Perhubungan Medan yang dimuat Kompas pada Kamis, 22 April 2004 bahwa jumlah becak motor di Medan mengalami kenaikan yang sangat drastis, dari 2.050 unit menjadi 11.622 unit. Sehingga akhirnya ikut membuka peluang bagi siapa saja yang ingin bekerja, termasuk perempuan.

Selain itu becak juga masih banyak diminati dikalangan masyarakat. Betor dijadikan sebagai salah satu angkutan/transportasi alternatif yang memiliki mobilitas yang cukup tinggi di jalan, baik untuk perjalanan jarak jauh maupun dekat bahkan sampai pada daerah yang belum terjamah angkutan umum. Selain itu kapasitas betor juga dapat menampung penumpang lebih dari dua orang (termasuk boncengan), dan tarifnya juga masih relatif terjangkau.

Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai kultur secara sengaja maupun tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Salah satunya adalah perkembangan teknologi transportasi, yang menghasilkan becak motor. Kini perempuan pun dapat berperan sebagai pengguna salah satu hasil teknologi transportasi tersebut.


(10)

Pada kasus perempuan yang bekerja sebagai penarik becak motor, mereka masih dipandang aneh dan sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminim, namun juga anggapan bahwa perempuan sedikit banyak nantinya akan mengalami kendala dengan peralatan teknologi (seperti:becak motor), yang notabene masih jarang dipakai oleh kaum hawa sebagai ‘patner kerja’.

Belum lagi bila hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi lahannya laki-laki, apalagi seperti pekerjan sebagai penarik becak motor. Hal ini sedikit banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai streotipe negatif pada mereka.

Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok yang feminin, lemah, dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga dituntut harus mampu “menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin kompleks.

Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang cukup “menantang” tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat (keluarga) di Indonesia masih sangat kental budaya patriarkhinya, tidak terkecuali di kota


(11)

Medan. Dimana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari ayah/anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga perempuan jarang diberi kesempatan, hak, dan kebebasan mengeluaran pendapat/kehendak termasuk dalam hal memilih jenis pekerjaan.

Di kota Medan sendiri, keberadaan perempuan penarik becak motor bisa dibilang belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang sedikit, juga karena daerah/tempat mangkal atau narik mereka yang memang berbeda satu sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat mangkal yang sama. Kebanyakan dari mereka biasanya ikut masuk dan membaur ke dalam komunitas tukang becak laki-laki. Daerah mangkal/narik mereka tersebar dibeberapa wilayah di kota Medan, antara lain : Daerah Medan Petisah, Pasar Sambu, Jalan Karya-Johor, dan beberapa daerah lainnya.

Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut karena dianggap “mencuri” lahannya laki-laki, yang didukung oleh faktor-faktor kultural dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntut keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan penarik becak motor untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut.

Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti pelecehan seksual, streotipe, marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan. Termasuk dalam situasi perempuan yang bekerja sebagai penarik becak motor.


(12)

Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan interaksi perempuan penarik becak motor ini sehari-hari, baik antara sesama penarik becak motor perempuan maupun dengan penarik becak motor laki-laki. Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja mereka di tempat kerja dan tingginya daya juang yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana interaksi sosial dengan sesama perempuan penarik becak motor yang lain?

2. Bagaimana interaksi sosial perempuan penarik becak motor dengan penarik becak motor laki-laki?

3. Bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap keberadan perempuan penarik becak motor?


(13)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial dengan sesama perempuan penarik becak motor yang lain.

2. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial perempuan penarik becak motor dengan penarik becak motor laki-laki.

3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap keberadan perempuan penarik becak motor, karena mereka memasuki wilayah kerja yang dominan atau dikuasai penarik becak laki-laki.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberi manfaat bagi peneliti agar lebih memahami permasalahan yang mungkin dialami oleh perempuan penarik becak motor dalam ruang lingkungan keluarga dan pekerjaannya.

2. Sebagai sumbangan bagi pihak ataupun masyarakat yang ingin mengetahui dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penarik becak motor dan agar posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkompetisi dan maju.


(14)

1.5. Defenisi Konsep

• Gender : Keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebai laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan femininitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan.

• Becak Motor : Nama lain dari becak mesin, yang menggunakan tenda becak dan sepeda motor sebagai kemudi.

• Penarik Becak Motor Perempuan : Jenis pekerjaan yang digeluti perempuan, yang menggunakan tenda becak dan sepeda motor sebagai kemudi.

• Bias Gender : Akibat konstruksi sosial budaya masyarakat terhadap jenis kelamin tertentu, yang menyebabakan perbedaan peran dan perilaku sehingga menimbulkan ketidakadilan.

• Sektor Informal : Bentuk pekerjaan yang dianggap tidak mempunyai ikatan resmi karena aktivitasnya dapat bersandar pada sumber daya sekitarnya.

• Subordinasi : Penomorduan yang terjadi pada perempuan penarik becak motor, dimana keberadan mereka dipandang sebelah mata baik oleh penarik becak laki-laki maupun calon penumpang karena dianggap tidak cocok atau pantas menggeluti profesi sebagai penarik becak.

• Streotipe : Pelabelan negatif bahwa menarik becak motor adalah jenis pekerjaan yang kurang pantas digeluti oleh seorang perempuan serta dapat menjatuhkan martabat kaum perempuan.


(15)

• Pelecehan Seksual : Perempuan penarik becak motor dianggap remeh (dipandang lemah) dan pasti akan mengalami kendala dalam pekerjaan ini karena keterbatasan yang dimilikinya yang disebabkan oleh kondisi keperempuanannya. • Beban Ganda : Dua atau lebih pekerjaan (domestik-publik) yang dikerjakan oleh

perempuan penarik becak motor pada waktu yang bersamaan, sehingga apabila terjadi pembagian kerja yang tidak adil dalam keluarga dapat menimbulkan ketidakadilan gender pada diri mereka.

• Interaksi Sosial : Merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis antara sesama perempuan penarik becak motor, dengan penarik becak motor laki-laki ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan langganan/penumpang.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Proses Interaksi Sosial

Interaksi sosial menurut Alvin dan Helen Goulner dalam Taneko (1990 : 10) adalah “aksi dan interaksi diantara orang-orang”. Jadi tidak memperdulikan hubungan tersebut bersifat bersahabat atau bermusuhan, apakah formil atau informal, apakah dilakukan secara berhadapan muka secara langsung ataukah melalui simbol-simbol seperti : bahasa tulisan yang disampaikan dari jarak jauh atau berupa gerakan-gerakan tangan serta benda-benda lainnya. Semua itu tercakup didalam konsep interaksi sosial selama hubungan-hubungan itu mengharapkan satu atau lain bentuk respon.

Gerungan (2002 : 57) seorang sarjana psikologi mengatakan bahwa interaksi sosial dirumuskan sebagai berikut : yaitu suatu hubungan antara dua orang atau lebih, individu yang satu mempengaruhi, merubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau kebalikannya.

Hubungan timbal balik diantara manusia disebut juga dengan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah dasar dari sebuah proses sosial, pengertian yang menuju pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Senada dengan pandangan diatas, Gillin dan Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelmpok-kelompok


(17)

manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990 : 67).

Charles P. Loomis mengatakan ada 4 ciri-ciri penting dari interaksi sosial, yaitu : 1. Jumlah pelaku lebih dari seorang (biasanya dua orang atau lebih).

2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol. 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang,

yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung.

4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut. Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack (Soekanto, 1982 : 58) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi 2 syarat, yaitu : Adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (Soekanto, 1990 : 71). Kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, walaupun tidak selalu dalam arti yang sebenarnya. Dewasa ini melalui bantuan teknologi, orang-orang dapat lebih mudah berhubungan dengan yang lainnya, seperti melalui : telepon, telegraph, radio, surat, dan seterusnya yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniah. Sedangkan komunikasi muncul setelah terjadinya kontak langsung, walaupun tidak berate adanya kontak akan menimbulkan komunikasi, oleh sebab itu komunikasi dapat muncul apabila seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain.


(18)

Pada kasus perempuan yang juga bekerja disektor publik, akan menimbulkan lebih banyak bentuk-bentuk interaksi dibandingkan dengan perempuan yang hanya bekerja disektor domestik, baik interaksi yang terjadi dalam ruang lingkup keluarga, lingkungan kerja, maupun daerah tempat tinggal. Bentuk interaksi yang mungkin akan terjadi juga akan bervariasi. Biasanya bentuk interaksi yang paling sering kita jumpai adalah kerjasama, persaingan, dan pertentangan.

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial seperti : kerjasama (coorporation), persaingan (competition), dan pertentangan/pertikaian (conflict).

1. Kerjasama (coorporation)

Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Bentuk kerjasama kemudian berkembang kemudian apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. 2. Persaingan (competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan tertentu yang menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai 2 tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan tidak bersifat pribadi.


(19)

3. Pertentangan (pertikaian atau conflict)

Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan, misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan (Soekanto, 1990 : 79-107)

Dalam beberapa kelompok, orang berinteraksi secara cooperatif : mereka saling menolong satu sama lain, berbagi informasi, bekerjasama untuk mendapatkan keuntungan bersama. Dalam kelompok lain orang bersaing : mereka mengutamakan tujuan mereka sendiri dan berusaha menyisihkan orang lain (David, O. Sears, 1985 : 144).

Ketiga bentuk interaksi diatas, akan dapat dengan mudah kita jumpai pada bentuk-bentuk hubungan sehari-hari baik yang bersifat formil maupun informal, tidak terkecuali hubungan antara sesama penarik becak motor. Baik itu perempuan ataupun laki-laki penarik becak motor yang memiliki komunitas mangkal yang sama ataupun berbeda.


(20)

2.2. Pemberdayaan Perempuan

Secara fakta konstruksi nilai sosial yang berbeda mengakibatkan kondisi yang berbeda pula dalam kesempatan, prestasi, dan kualifikasi antara laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh masuknya perempuan ke dunia kerja atau lebih dikenal dengan ranah publik dengan pendidikan terbatas hanya akan menduduki kondisi kurang penting. Kalaupun perempuan berhasil berkarier harus dapat berjuang keras untuk menembus dominasi laki-laki dan menembus normative nilai sosial yang sering mempertanyakan kemampuan seorang perempuan karena kondisi kepermpuanannya.

Berbicara mengenai pemberdayaan dan penghapusan diskriminasi pada kaum perempuan tidak terlepas dari berbagai kebutuhan gender, baik yang praktis maupun strategis sebagai kriteria evaluasi untuk beberapa pendekatam pembangunan yang berbeda. Kebutuhan Praktis Gender lebih menekankan pada model pemenuhan kebutuhan yang segera guna meringankan beban kehidupan perempuan sehari-hari, tetapi tidak menyinggung ketaksejajaran (inequality) pembagian kerja secara seksual ataupun ketidaksejajaran antara-gender, misalnya seperti penyediaan tempat-tempat penitipan anak, dapur-dapur umum, pemakaian alat-alat kontrasepsi, dan tempat perlindungan untuk perempuan yang dianiaya. Sedangkan Kebutuhan Strategis Gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang menghilangkan ketidakseimbangan gender di dalam rumah tangga serta menjamin hak serta peluang perempuan untuk mengungkapkan kebutuhan mereka (seperti dibuatkannya UU Persamaan Hak dan persamaan upah untuk pekerjaan yang sama).


(21)

Ada lima pendekatan yang sering dipakai guna terciptanya keadilan dan kesejahteraan perempuan di dalam pembangunan, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Antara lain : Pendekatan Kesejahteraan (Welfare Approach), Pendekatan Kesamaan (Equality Approach), Pendekatan Anti Kemiskinan (Anti-Poverty Approuch), Pendekatan Efisiensi (Eficiency Approuch), dan Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment Approuch).

Untuk kasus perempuan bekerja yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah bawah, Pendekatan Anti Kemiskinan dinilai lebih tepat dan memungkinkan untuk dapat diterapkan. Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki. Karena kelompok sasarannya adalah para “pekerja yang miskin”, maka sektor informal dipandang sebagai sebuah jalan keluar dengan asumsi bahwa sektor informal akan mampu meningkatkan kesempatan kerja secara mandiri.

Pendekatan ini sejalan dengan strategi pembangunan “pemerataan dengan pertumbuhan” (redistribution with growth) dan strategi “kebutuhan dasar” (basic needs). Pendekatan Anti Kemiskinan untuk perempuan menitikberatkan pada peranan produktif mereka, atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah tangga yang berpendapatan rendah. Asumsi awal pendekatan ini ialah bahwa kemiskinan perempuan dan ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh kesenjangan peluang untuk memiliki tanah dan modal serta diskriminasi seksual dalam pasar tenaga kerja.


(22)

Sehingga segala proyek/kegiatan yang dapat menciptakan penghasilan (income generating activities) bagi perempuan sangat diutamakan.

2.3. Konsep Gender

Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh Sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender. Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, dan menyusui). Sedangkan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks seperti maskulin dan feminim.

Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan tidak sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih pekerjaan. Pembatasan kebudayaan yang masih kuat dimasyarakat membuat perempuan harus selektif dalam memilih pekerjaan. Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan seorang perempuan bekerja sebagai penarik becak motor, karena dianggap melanggar kodrat perempuan. Hal ini didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.

Akhirnya peran antara perempuan dan laki-laki menjadi berbeda. Bahkan interaksi diantara keduanya pun senantiasa dipengaruhi oleh kondisi ketimpangan, yang berkembang menjadi ketidakadilan gender. Dimana perempuan selalu diposisikan berada dibawah laki-laki/posisi nomor dua dan harus menurut pada perintah kaum laki-laki.


(23)

Sebenarnya apabila diamati, tentu saja kondisi ini tidak lepas dari pengaruh gender. Pembagian kerja berdasarkan gender membuat perempuan bekerja lebih keras dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Apalagi dalam proses pembangunan, pembagian kerja memiliki konsekuensi penting atas jenis pembangunan yang akan dijalankan oleh suatu negara.

Pembatasan budaya tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, karena dari awal antara perempuan dan laki-laki memang telah dibuatkan sekat oleh masyarakat, berupa pelabelan-pelabelan yang sangat erat dengan konsep gender. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah, penurut, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, jantan, rasional, dan perkasa.

Konsep gender yakni suatu sifat, baik yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun struktural, yang pada hakikatnya merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, sesuai waktu, tempat, dan perkembangan jaman. Sehingga apabila konsep yang dianut dalam suatu masyarakat sangat bias gender laki-laki, maka kaum perempuannya akan kurang dapat mengembangkan diri karena adanya berbagai pelabelan-pelabelan made in masyarakat tersebut.

Pada dasarnya diskriminasi gender dalam kultur kerja tidak hanya terjadi pada level kantoran (laki-laki sebagai bos dan perempuan sebagai sekretaris), namun juga dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga dan sektor informal, serta menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang dilakukan kaum perempuan, khususnya di Indonesia.


(24)

Padahal bila dikaji lebih dalam tidak ada salahnya perempuan mempunyai pekerjaan, meskipun tidak berkarier. Karier biasanya lebih banyak menuntut persiapan pendidikan dan persiapan mental sedangkan pekerjaan tidak begitu memerlukan persyaratan-persyaratan khusus. Defenisi tentang kerja sendiri sering kali tidak hanya menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut (Briggite, 1997 : 14).

Bila menempatkan kerja perempuan pada konteks sosialnya, perlu diingat bahwa konteks tersebut akan selalu mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat, menyangkut aspek kehidupan yang terbatas maupun yang sangat luas, dirasakan oleh sebagian masyarakat maupun seluruh masyarakat. Sehingga pada gilirannya semua ini mempengaruhi bentuk kerja perempuan dan hubungan sosial baik antar-gender maupun didalam-gender yang sama dari kelas sosial yang berbeda.

Pada kasus perempuan penarik becak motor yang rata-rata berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kelas bawah, selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai ‘bread winner’ disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan. Atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda mereka dan keluarganya menyebabkan perempuan-perempuan dari golongan ini tidak dapat begitu saja menyerahkan kelangsungan hidup keluarga kepada suami mereka.


(25)

Berbagai permasalahan yang mungkin akan terjadi pada kondisi perempuan penarik becak motor yang berkaitan dengan isu gender, antara lain :

1. Subordinasi

Seperti yang kita ketahui bahwa pandangan gender dapat menimbulkan berbagai ketidakadilan gender, salah satunya adalah subordinasi atau penomorduan terhadap kaum perempuan. Bicara pada konteks subordinasi juga tidak lepas dari pembicaran hubungan kekuasan antara kelompok superior dengan dengan kelompok yang tersubordinasi (biasanya kaum perempuan). Angapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional membuat penafsiran yang negatif sehingga perempua n sulit untuk bisa tampil memimpin. Hal ini mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ketempat lain maupun dari waktu kewaktu.

Pada konteks perempuan penarik becak motor. Mereka kurang dapat bersaing, karena keterbatasan pengalaman, kurang adanya keterampilan dan kurangnya akses terhadap sumber daya pendapatan ekonomi (kebebasan memilih pekerjaan) yang dimiliki, serta tuntutan ekonomi keluarga yang harus dicukupi sehingga mereka tidak dapat memilih pekerjaan lain, yang lebih baik ataupun yang lebih mereka sukai. Sehingga cepat atau lambat mereka akan terbentur pada kendala atau masalah dalam jenis pekerjaan apapun termasuk sebagai penarik becak motor.


(26)

2. Stereotipe

Secara umum streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya bersifat negatif serta merugikan. Salah satu jenis streotipe adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (streotipe) yang ditekatkan kepada mereka.

Stereotipe dalam situasi ini bisa berupa pelabelan-pelabelan yang diterima para perempuan penarik becak motor dari penarik becak motor laki-laki. Anggapan/pandangan yang mengatakan bahwa perempuan seharusnya memilih jenis pekerjaan yang lebih baik/pantas atau setidaknya jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga pekerjaan sebagai penarik becak akan menimbulkan image negatif, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan sendiri. Untuk kalangan perempuan sendiripun ada yang menganggap bahwa jenis pekerjaan ini sangat memalukan dan menjatuhkan kodrat kaum perempuan sendiri.

3. Pelecehan Seksual

Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan perbedaan seksual atau seksual and emotional hassment. Beberapa bentuk yang bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual, diantaranya :


(27)

a. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

b. Mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.

Bentuk pelecehan seksual yang mungkin akan terjadi dalam interaksi kerja perempuan penarik becak motor dengan pihak lain (penarik becak motor laki-laki maupun masyarakat) adalah anggapan bahwa penarik becak motor perempuan hanya sebagai pengganggu semata. Mereka akan diremehkan oleh sebagian penarik becak motor laki-laki yang merasa tidak senang akan keberadaan mereka disana. Bentuk pelecehan yang mungkin akan dijumpai, seperti diutarakan bahwa bila penarik becaknya perempuan, penumpang akan mengalami kendala/masalah karena keterbatasan pemikiran, kondisi fisik, dan pengetahuan mereka sebagai tukang becak, seperti bila becak mogok atau mengalami kerusakan (mesin, busi, dsb), kurang mahir rute perjalanan, ataupun dalam membantu mengangkat barang bawaan penumpang. Dengan dasar pikir stereotipe bahwa perempuan lemah maka perempuan dianggap tidak akan cocok menggeluti jenis pekerjaan ini.

4. Beban Ganda

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk


(28)

menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air, hingga memelihara anak. Dikalangan keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Apalagi jika perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja yang dipikulnya menjadi double atau ganda.

Pada kasus perempuan penarik becak motor, sangat memungkinkan bahwa mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja. Dimana mereka harus bekerja ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun publik guna membantu mengurus dan menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa mau tidak mau mereka yang rata-rata berasal dari keluarga dengan taraf ekonomi menengah ke bawah harus ikut berpartisipasi guna membantu pendapatan ekonomi keluarga. Namun akan timbul masalah apabila nantinya tidak terjadi pembagian kerja yang adil dan sikap tenggang rasa dalam keluarga, sehingga perempuan dalam keluarga lama kelamaan akan mengalami ketidakadilan gender.

Sekarang peran ganda perempuan Indonesia, terutama yang tercermin dari kehidupan perempuan penarik becak motor, bukanlah menjadi problematika lagi. Saat ini yang menjadi problematika bagi mereka adalah bagaimana cara melestarikan kesempatan mereka untuk tetap dapat eksis beperan ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus bread winner, serta mendapat perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai kesempatan dan bidang, termasuk dalam pekerjaan. Yang kemudian akan berdampak pada peran dan pola relasi gender yang positif diantara keduanya.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Saya sebagai peneliti ingin mencoba menelusuri dan mengungkapkan hal-hal/permasalahan seputar aktivitas mereka selama bekerja, seperti bagaimana interaksi dengan sesama tukang becak motor yang lain, baik laki-laki maupun perempuan serta menggali berbagai persepsi yang mungkin timbul, ketika mereka memilih menggelutu profesi sebagai penarik becak motor.

Penelitian ini bersifat menjelaskan permasalahan secara lebih mendalam tentang apa yang menjadi kenyataan di lapangan, karena data yang diperoleh berasal dari orang-orang yang memang berkompeten dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pertanyaan berstruktur atau sistematis yang sama kepada orang-orang yang berkompeten tadi, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti, dicatat, diolah dan dianalisis, yakni sebagai prosedur penelitian yang nantinya akan menghasilkan data eksplanatif.


(30)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan mencakup berbagai kawasan. Diantaranya Jalan Nibung-Medan Petisah, Jalan Karya-Karang Berombak-Sei Agul, Jalan Karya Jaya-Johor, Pasar Sambu, dan Kampung Susuk-Pembangun USU. Hal ini dikarenakan oleh objek yang hendak diteliti jumlahnya sangat terbatas dan memiliki mobilitas yang cukup tinggi serta tempat mangkal/beroperasi yang berbeda antara perempuan penarik becak motor yang satu dengan yang lain. Sehingga peneliti tidak dapat hanya mematokkan satu wilayah penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan

Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah 7 orang perempuan penarik becak motor di kota Medan. Informan dalam penelitian ini berupa informan kunci yaitu semua perempuan yang menjadi penarik becak motor di kota Medan, tanpa terbatas pada usia, telah menikah atau belum. Namun apabila nantinya semua data yang diperoleh dirasakan masih kurang oleh peneliti, maka akan diperlukan informan tambahan sebagai penguat dan penambah data, antara lain : suami dari perempuan penarik becak motor dan penarik becak motor laki-laki.


(31)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu jenis data pertama yang diperoleh dari lapangan. Teknik pengumpulan datanya antara lain:

a. Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan kumpulan objek penelitian (kumpulan tukang becak).

b. Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan tanya jawab dengan pedoman pertanyaan (interview guide) yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan data yang diperlukan untuk dapat menjawab permasalahan penelitian, berupa gambaran bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama tukang becak motor lain, serta bagaimana persepsi mereka tentang pekerjaan yang mereka geluti, yang secara fakta jauh dari model pekerjaan perempuan kebanyakan dan lebih dominan kaum laki-laki. 2. Data Sekunder, yaitu jenis data yang kedua (pelengkap data) yang dapat

mendukung/menunjang data primer, yang diperoleh melalui studi kepustakaan, berupa buku, surat kabar, internet, dokumentasi, dan sebagainya.

3.5. Interpretasi Data

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah tahap analisa dan interpretasi data. Analisa data adalah


(32)

proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006 : 280).

Proses analisa data diawali dengan mengevaluasi data-data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara mendalam, observasi, maupun tinjauan pustaka guna memastikan keakuratan data. Setelah itu data direduksi (diedit), ditafsirkan, dan diorganisasikan. Untuk kemudian dipaparkan sebagai hasil penelitian dan membuat kesimpulan.


(33)

3.6. Jadwal Kegiatan dalam Penelitian ini

TABEL 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

KEGIATAN BULAN I BULAN II BULAN III BULAN IV BULAN V BULAN VI

Pra Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 ● Penyusunan Proposal ● Seminar Proposal ● Perbaikan Proposal

Persiapan penelitian

● Pengurusan Surat Izin

Penelitian

● Penyiapan Instrumen

Penelitian

Penelitian

● Observasi ( Pengamatan) ● Wawancara

Pasca Penelitian

● Organisasi dan Reduksi

Data

● Interpretasi Data ● Penyusunan Laporan ● Presentasi Laporan ● Perbaikan Laporan


(34)

(35)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Adapun kendala-kendala yang dihadapi di dalam melakukan penelitian ini antara lain:

1. Faktor Internal merupakan kendala-kendala yang berasal dari dalam diri peneliti yang meliputi, keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya literatur yang diperoleh. Akhirnya membuat peneliti belum dapat sepenuhnya mendeskripsikan hasil penelitian ini secara komprehensif dan mendalam sehingga penyajian data dan analisis masih belum dapat maksimal.

2. Faktor Eksternal merupakan kendala yang datang dari luar selama proses penelitian dilakukan, seperti peneliti belum maksimal dalam mengumpulkan data. Hal ini juga dikarenakan informan yang peneliti wawancarai sangat sedikit jumlahnya dan tidak begitu terbuka dalam menjawab berbagai pertanyaan, sehingga data yang didapatkan dirasa masih kurang sebagai hasil sebuah penelitian.


(36)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Profil Kota Medan

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota yang dinamis ini adalah kota terbesar di Sumatera dan ketiga terbesar di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya.

Sejauh ini perkembangan kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar (METRO). Realitasnya, kota Medan kini berfungsi:

1. Sebagai Pusat Pemerintahan Daerah, baik pemerintahan Propinsi Sumatera Utara, maupun kota Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan/konsultan Negara-Negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di Sumatera Utara.

2. Sebagai Pusat Pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat Sumatera Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan Swasta, khususnya pusat-pusat perdagangan.


(37)

3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa secara regional maupun Internasional.

4. Sebagai pintu gerbang regional/Internasional/Kepariwisataan untuk kawasan Indonesia bagian barat.

4.1.2. Kota Medan Secara Geografis

Kedudukan kota Medan adalah 3º 30'-3º 43' LU dan 98º 35'- 98º 44' BT. Permukaan tanahnya cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m diatas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lain, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar.

Kota Medan menjadi kota induk dari beberapa bandar satelit di sekitarnya, seperti kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli Tua, dan Tebing Tinggi. Secara geografis kota Medan berbatasan dengan :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

• Sebelah Barat, Selatan, dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.


(38)

4.1.3. Kota Medan Secara Demografis

Populasi kota Medan didominasi oleh beberapa suku. Penduduk asli kota ini adalah orang Karo dan Melayu, namun saat ini kota Medan telah dikenal sebagai kota multietnis yang menarik. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak pula dijumpai orang keturunan India dan Tionghoa yang sudah tinggal menetap.

Penduduk kota Medan saat ini diproyeksikan telah mencapai 2.068.400 jiwa, yang terdiri dari 958.977 jiwa laki-laki dan 939.036 jiwa perempuan. Dengan demikian selama kurun waktu 40 tahun penduduk kota Medan telah bertambah sebanyak 1.589.302 jiwa atau 431,72%, dengan kepadatan penduduk rata-rata adalah 7.805 jiwa/km.

4.1.4. Pendidikan

Secara umum pada tahun 1997, pekerja di kota Medan belum memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan yang ditamatkan umumnya SLTP dan SD. Tetapi seiring berjalannya waktu dan pembangunan yang dilaksanakan di kota Medan kondisi ini terus membaik. sekarang terlihat dengan dominannya pekerja yang pendidikan tertingginya SLTA dan SLTP.

Kota Medan juga banyak mempunyai universitas yang hebat. Antara lain : Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED),


(39)

Universitas Isalam Sumatera Utara (UISU), Nomensen, Methodist, dan lain sebagainya.

4.1.5. Agama

Di Indonesia, ada lima agama besar yang kita kenal antara lain : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, dan Hindu. Di kota Medan berdasarkan data dari Kantor Departemen Agama pada tahun 2005, persentase agama adalah sebagai berikut : Islam menempati urutan pertama sebagai agama mayoritas, yakni 1.267.736 jiwa, kemudian disusul Kristen Protestan sebesar 320.754 jiwa, Budha diurutan ketiga sebesar 202.964 jiwa, Kristen Katolik sebesar 126.378 jiwa, dan diurutan terakhir hindu dengan pemeluk sebesar 126.378 jiwa.

4.1.6. Transportasi

Selain keunikan dan keanekaragaman budaya serta objek wisatanya, kota Medan juga terkenal dengan keunikan becak bermotornya (“becak motor”) yang dapat ditemukan hampir diseluruh penjuru kota. Berbeda dengan becak biasa (“becak dayung”), “betor” istilah untuk becak bermotor yang lazim disebut masyarakat kota Medan ini selangkah lebih maju karena dapat membawa penumpangnya hampir kesetiap ruas jalan kota Medan bahkan sampai pada kawasan yang belum tersentuh oleh transportasi angkutan kota (angkot).


(40)

4.2. Penyajian dan Interpretasi Data 4.2.1. Profil Informan

4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang Tangguh

Maya Sari Irawady adalah nama lengkap perempuan penarik motor ini. Ia menganut agama Islam dan merupakan salah seorang penarik becak motor yang ada di kota Medan. Pengalaman Maya sebagai penarik becak motor tidak dapat dikatakan baru, buktinya ia telah menggeluti profesi ini lebih dari 10 bulan.

Menurut perempuan berusia 22 Tahun ini, ia pada mulanya bisa terjun kedalam profesi ini karena melihat ada becak yang mengganggur terparkir di depan rumahnya. Kemudian dengan pikiran awal hanya sekedar iseng-iseng untuk mengisi waktunya yang kosong lalu ia mulai menariknya, walaupun pada kenyataannya ia tetap nyaman dan senang melakukan pekerjaan itu sampai sekarang.

Awalnya becak motor Maya dikredit oleh orang tua laki-lakinya yang juga berprofesi sebagai penarik becak motor, namun karena ia telah bertekad untuk mulai serius menarik becak motor, maka Maya yang meneruskan angsuran kredit becak motor tersebut.

Suami Maya yang juga berprofesi sebagai penarik becak motor, pada awalnya tidak begitu mendukung dengan keputusan yang telah dibuat Maya, namun setelah sekian lama akhirnya sang suami tidak lagi merasa keberatan. Suami Maya tidak keberatan karena melihat bahwa dengan ikut bekerja, Maya


(41)

dapat membantunya memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Berbeda dengan suaminya, pihak keluarga dan teman-teman Maya sangat mendukung keputusan perempuan berdarah Melayu-batak ini agar dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Penghasilan Maya setiap harinya tidak dapat disamakan, mengingat bahwa setiap hari ia belum tentu mendapatkan banyak penumpang. Biasanya bila dirata-ratakan ia dapat menghasilkan Rp 50.000,- setiap harinya. Disisi lain pengeluaran yang harus Maya keluarkan tidak kalah banyak, dengan perincian Rp 18.500,- untuk cicilan becak perhari dan Rp 15.000,- s/d Rp 20.000,- untuk biaya makan ia dan keluarganya.

Dulu Maya biasanya menarik becak mulai pukul 11.00 WIB sampai 23.00 WIB, namun setelah anak semata wayangnya Cantika Sari Nasution yang baru berusia 19 bulan sakit radang paru-paru. Yang diduga sakit karena selalu diajak Maya ikut bekerja dan dititipkan di tempat mangkalnya pada adik dan ibunya yang kebetulan juga membuka warung kopi disana. Sehingga kini ia hanya bekerja sampai sekitar pukul 20.00 WIB.

Perempuan tamatan SMEA Eka Prasetya Medan ini biasanya mangkal/beroperasi di simpang jalan Nibung-Petisah ataupun di depan Plasa Medan Fair atau yang lebih dikenal dengan sebutan Carrefour. Ia harus bekerja ekstra keras, karena selain untuk membantu perekonomian keluarga, ia juga harus melunasi cicilan becak motornya yang masih 2 tahun lamanya.


(42)

Kebanyakan pelanggan yang mengetahui kalau becak yang mereka tumpangi dibawa oleh seorang perempuan akan kagum/salut pada Maya. Banyak yang tidak menyangka kalau perempuan juga dapat melakukan pekerjaan seperti itu, namun disisi lain tetap ada juga orang yang tidak suka dan cenderung “mencemooh” Maya, karena pekerjaan yang dilakukannya dianggap hanya akan mempermalukan ataupun menjatuhkan kodrat kaum perempuan semata.

Sejauh ini hal tersebut tidak menjadi masalah yang besar bagi Maya. Ia malah mengagumi dirinya sendiri karena ia bisa juga melakukan pekerjaan laki-laki. Walaupun sebelumnya ia telah banyak mencoba peruntungan dengan menggeluti pekerjaan lain, seperti berjualan bakso, membuka kedai kopi sampai berjualan pakaian dalam, namun pekerjaan sebagai penarik becak motor ini jauh lebih ia sukai.

Saat ini Maya tidak lagi menganggap pekerjaan ini (penarik becak) semata-mata untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tapi juga karena ia memang hobi bekerja dan termasuk tipe orang yang tidak dapat berdiam diri di rumah.

Bagi Maya, hasil menarik becak ini sangat membantunya, karena dari pekerjaan inilah ia dapat memperoleh biaya untuk makan dan keperluan membeli susu anaknya sehari-hari. Mereka (Maya dan keluarganya) juga merasa sangat terbantu karena mereka masih tinggal bersama dengan kedua orang tua dan keluarga Maya, jadi dapat bebas dari biaya sewa rumah.


(43)

Banyak pengalaman yang didapatkan Maya selama 10 bulan ia menarik becak. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang kurang menyenangkan. Pengalaman menyenangkan yang selalu dirasakannya apabila banyak penumpang yang pada akhirnya memberi uang tambahan dari perjanjian ongkos yang telah mereka sepakati sebelumnya. Sedangkan contoh pengalaman yang kurang menyenangkan yang pernah dialami Maya ialah beradu mulut dalam mendapatkan calon penumpang dengan penarik becak laki-laki yang biasanya belum mengenalnya dan berasal dari tempat mangkal yang lain.

Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti bagi Maya dalam menggeluti profesinya. Hanya saja terkadang ia merasa terlalu capek sehingga takut sakit bila lama kelamaan menarik becak. Begitupun dengan kendala yang berasal dari luar, Maya merasa tidak ada sama sekali, bahkan keluarga dan teman-temannya sangat mendukung pekerjaan Maya yang sekarang.

4.2.1.2. Yenny, Sosok Seorang Ibu yang Bertanggung Jawab

Yenny adalah seorang perempuan kelahiran 17 Juli 1965. Ia menganut agama Kristen dan bersuku Batak Toba. Status Yenny sudah menikah dan telah dikarunia empat orang anak.

Suami Yenny mempunyai kerja tidak tetap, bahkan sering suaminya yang bernama Mian Ritonga bekerja “serabutan”. Jika sedang ada borongan


(44)

membangun rumah atau ruko maka ia akan menjadi seorang kernet bangunan dan terkadang pada malam hari ia bertukar peran dengan sang isteri menarik becak.

Awalnya tidak pernah terpikir oleh Yenny untuk bekerja sebagai penarik becak seperti suaminya, namun karena penghasilan suaminya yang dinilai masih kurang untuk dapat memenuhi semua kebutuhan sandang dan pangan keluarganya mendorong Yenny untuk mencoba belajar mengendarai becak. Pada hari pertama Yenny mencoba menarik becak ia langsung mendapatkan rezeki yang cukup lumayan. Akhirnya sejak saat itu pekerjaan menarik becak mulai ia minati sampai sekarang dan telah berjalan 3 tahun.

Pada awalnya menurut Yenny, suaminya tidak mengizinkannya ikut menarik becak dengan alasan belum ada perempuan yang pernah menarik becak, namun sekarang ini, ‘bang Mian’ begitu suaminya kerap Yenny panggil telah setuju dan mendukung. Begitu pun dari pihak keluarga, mereka ikut memberikan dorongan dan nasihat agar Yenny selalu berhati-hati dalam bekerja.

Penghasilan dan pengeluaran Yenny bisa dibilang setara. Terkadang Yenny memang dapat merauk uang lebih, namun yang lebih sering hanya sekitar Rp 50.000,- setiap hari. Walaupun saat ini Yenny sudah tidak perlu membayar angsuran becaknya lagi, namun penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan ia dan keluarganya sehari-hari.

Perempuan boru Siahaan ini biasanya aktif menarik mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB. Lalu kemudian istirahat sejenak, makan siang, dan


(45)

mulai kembali bekerja sampai sore atau biasanya sampai waktu anak-anak sekolah siang pulang. Yenny mengaku jarang mangkal alias beroperasi disatu tempat saja. Ia lebih suka berkeliling mencari sewa dan daerah favoritnya manarik adalah di sekitar jalan Karya daerah Sei-Agul, karena ia dan keluarganya dulunya pernah tinggal di daerah ini.

Banyak dari pelanggan/penumpang becak Yenny ikut merasa prihatin melihat keadaannya, karena harus menarik becak untuk dapat membantu keluarga, namun banyak juga diantara mereka yang memberikan simpati dan dukungan kepada Yenny, karena masih jarang melihat perempuan berprofesi sebagai penarik becak.

Menurut Yenny selama 3 tahun ia menarik becak, banyak suka dan duka yang telah dialaminya, namun segalanya menjadi ‘terbayar’ karena dengan ikut bekerja Yenny merasa bangga dengan dirinya sendiri. Ia merasa berguna dapat membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga sampai saat ini pun Yenny menganggap menarik becak merupakan pekerjaan yang paling ia sukai.

Mulanya Yenny bekerja menarik becak motor memang untuk membantu perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang juga diungkapkannya ialah karena memang dirinya lebih suka bekerja, jadi ia merasa tidak begitu tergantung dengan suaminya. Apalagi jika untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, pendapatan Yenny dianggap sangat membantu.


(46)

Yenny memiliki 4 orang anak, tiga diantaranya masih menjadi tanggungan ia dan suami. Satu orang SD, dua orang SMP, dan yang paling tua sudah berkeluarga.

Adapun pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Yenny selama ia menggeluti profesi ini adalah dapat dikenal dan mengenal banyak orang. Jadi Yenny merasa telah memiliki banyak teman semenjak menjadi penarik becak motor. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah dialaminya ialah seringnya mendapat omongan kasar, cacian, godaan dari penarik becak laki-laki yang belum mengenalnya.

Menurut Yenny tidak ada kendala-kendala dari luar dirinya yang begitu mengkhawatirkan yang dihadapinya selama suami, keluarga, dan teman-temannya mendukung pekerjaannya. Yang lebih mengkhawatirkan bagi Yenny adalah kondisi fisiknya yang terkadang merasa cepat lelah karena sering menarik becak hampir sepanjang hari.

4.2.1.3. Atien alias Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu

Atien adalah perempuan keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di kota Perbaungan. Perempuan yang lahir pada tanggal 10 Maret 1969 ini mengaku hanya bersekolah sampai jenjang sekolah dasar (SD). Atien telah menikah dengan seorang pria berdarah Padang dan kini ia memeluk agama Islam. Usia Atien yang


(47)

telah memasuki 38 Tahun, masih memperlihatkan kecantikan paras wajahnya seperti saat ia masih muda dulu.

Atien menekuni pekerjaan ini berawal dari kondisi keluarganya yang memang sangat sederhana. Kondisi suaminya yang pada saat itu tidak mempunyai pekerjaan membuat ia harus berfikir ekstra untuk dapat membantu sang suami. Hingga akhirnya ia membeli becak motor dan mulai aktif menariknya sampai saat ini yang sudah sekitar 3 tahun.

Sekarang ia bersama dengan suami berprofesi sebagai penarik becak motor. Saat ini mereka hanya masih memiliki 1 unit becak, oleh karena itu mereka harus bergantian untuk menarik becak setiap harinya. Apabila Atien tidak sedang menarik becak karena masih ada pekerjaan di rumah maka suami Atien yang mencari uang dan begitupun sebaliknya.

Tanggapan suami Atien menurut penuturannya biasa saja ketika Atien memutuskan untuk menarik becak, karena merasa itu memang sudah menjadi pilihan isterinya. Sedangkan dari pihak keluarga dan orang tua sangat mendukung keputusannya tersebut. Bahkan becak yang dimiliki Atien sekarang merupakan pemberian dari keluarga dan kakak perempuannya.

Pengeluaran Atien dan keluarganya biasanya sekitar Rp 30.000,- sehari, termasuk uang belanja dan jajan anak-anaknya sekolah. Dari hasil perkawainannya Atien dan suami telah dikaruniai 2 orang anak perempuan. Satu orang kelas 3 SMP dan satunya lagi kelas 3 SD. Sedangkan penghasilannya hanya


(48)

sekitar Rp 30.000,- perhari. Jadi menurut Atien pendapatan ia dan suami setiap hari hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Biasanya Atien bekerja mulai dari pagi, setelah mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangganya sampai sore hari, namun hal itu sekarang tidak rutin lagi dilakukannya setiap hari, karena ia mengaku badannya sekarang sering merasa cepat letih. Atien biasanya sering mangkal di depan gang rumahnya yaitu jalan Karya Bersama di daerah Karya Jaya-Johor.

Para penumpang Atien pada awalnya memang banyak yang terkejut ketika menyadari dirinya adalah perempuan, namun sekarang sudah terbiasa, karena saat ini telah banyak juga yang menjadi langganan tetapnya. Apalagi sekarang orang-orang yang tinggal di sekitar daerah tempat tinggalnya sudah banyak yang mengenalnya. Ibu dari Nanda Putria (anak pertamanya yang berusia 14 tahun) ini mengaku selama menarik becak ia merasa senang, karena baginya kalau tidak mempunyai pekerjaan ia akan cepat merasa suntuk dan bosan.

Alasan utama Atien bekerja memang untuk membantu suaminya, namun alasan lain yang juga diungkapkannya karena ia tidak sabar bila ia harus terlalu lama diam di rumah. Hasil ia menarik becak selama ini menurutnya memang sangat membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Apalagi bila sang suami sedang tidak bekerja karena sakit.

Hal yang paling menyenangkan bagi Atien adalah memiliki banyak sewa dan langganan. Walaupun ia mengaku jarang mendapatkan ongkos lebih dari


(49)

penumpang seperti yang sering diutarakan penarik becak yang lain, namun beruntungnya Atien sering mendapatkan pekerjaan borongan untuk membawa penumpang ke luar kota, seperti Tanjung Morawa, Perbaungan, dan sebagainya selama sehari penuh. Sehingga pemasukan yang ia dapatkan biasanya lumayan besar untuk satu hari kerja seperti itu. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah dialami, Atien mengaku tidak banyak. Hanya saja terkadang dirinya suka kesal apabila calon penumpangnya ‘diserobot’ oleh tukang becak laki-laki.

Atein mengaku sejauh ini tidak ada kendala yang berarti yang berasal dari dalam dirinya selama ia menekuni profesi ini. Hanya saja ia sering merasa capek dan pusing karena setiap hari ia harus bangun pagi, jadi waktu tidurnya terasa sangat kurang. Untuk kendala yang berasal dari luar dirinya, seperti lingkungan sekitarnya Atien mengaku tidak ada.

4.2.1.4. Ita, perempuan Tomboy, Supel, dan Ceria

Perempuan yang memiliki nama lengkap Sri Murnita Br Simanjuntak ini lahir pada tanggal 29 November 1975. Ia adalah perempuan keturunan Batak Toba dan memeluk agama Kristen Protestan. Pendidikan terakhir Ita adalah SMA yang berada di kawasan Sei Mati. Ita yang kini sudah berstatus menikah masih suka terlihat tomboy/jantan dalam berprilaku dan berpakaian sehari-hari.

Menurut penuturan ibu 3 anak ini, ia bisa sampai menggeluti profesi ini berawal dari becak yang dibeli oleh adik suaminya tidak ada yang membawanya


(50)

lagi ketika sang adik ipar jatuh sakit. Kemudian becak itu coba ditarik oleh suaminya, namun hanya bertahan sekitar 2 bulan, suaminya pun menyerah dan merasa tidak sanggup untuk terus membawanya lagi. Sehingga becak tersebut ingin ditarik kembali oleh showroom. Berangkat dari permasalahan itulah, Ita memutuskan dirinya akan mencoba membawanya dan meneruskan pembayaran kreditnya. Akhirnya sampai saat ini Ita masih tetap senang menjalankan profesinya ini.

Suami Ita yang bernama Ferdinan Saragih saat ini bekerja di sebuah panglong, sebagai supir pengantar bahan-bahan bangunan. Suaminya memang pada awalnya meragukan kemampuan Ita dalam menjalankan pekerjaan ini, namun sekarang menurut pengakuan Ita, sang suami sudah “angkat tangan” atau salut kepada dirinya. Begitupun respon dari pihak keluarga Ita. Sedangkan respon dari teman-teman dan tetangga, Ita mengaku karena kurang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya, jadi hubungannya dengan mereka biasa saja.

Penghasilan Ita setiap harinya tidak tetap, namun rata-rata perhari Ita bisa mendapat Rp 50.000,-. Pendapat ini setiap hari harus dikurangkan dengan pengeluaran Ita dan keluarga perhari, yaitu sekitar Rp 30.000,- dengan rincian Rp 20.000,- untuk keperluan belanja rumah tangga dan Rp 10.000,- untuk uang jajan anak-anaknya sekolah. Kemudian sisa uang yang Ita dapatkan biasanya disimpan untuk membayar angsuran becaknya.


(51)

Perempuan yang kini berusia 33 tahun ini mengaku, ia telah menarik becak selama kurang lebih 1 tahun 2 bulan. Ia biasanya menarik becak mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Tempat ia mangkal biasanya di Simpang Jalan Karya Bakti, sekitar daerah Karya Jaya-Johor.

Pelanggan Ita rata-rata salut melihat dirinya, karena masih jarang melihat perempuan bekerja sebagai penarik becak. Oleh karena itu, Ita mengaku sering mendapat “rezeki nomplok” dari ongkos lebih yang diberikan para penumpang/langganannya. Disamping itu pun Ita mengaku merasa salut dan bangga pada dirinya sendiri, karena menurutnya laki-laki saja belum tentu dapat melakukan pekerjaan seperti ini. Sehingga sekarang ia merasa lebih sayang dengan becak dan pekerjaannya ini.

Menurut penuturan Ita, alasan utama ia menarik becak memang untuk membantu suaminya yang hanya berpenghasilan Rp 32.500/hari. Jadi Ita merasa kalau ia dan keluarga hanya bergantung pada pendapatan suaminya saja, semua kebutuhan keluarganya tidak akan dapat tertutupi. Sehingga ia merasa gajinya memang sangat membantu perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang juga diutarakan Ita adalah memang karena ia lebih suka berada di luar rumah. Selain bisa untuk mencari uang, ia juga dapat berjalan-jalan.

Tanggungan Ita dan suami hanyalah ketiga orang putra-putrinya, namun karena dua diantaranya sudah bersekolah, membuat kebutuhan perekonomian keluarga ikut bertambah. Anak sulung Ita sekarang sudah kelas 6 SD, anak


(52)

keduanya duduk di kelas 3 SD, dan yang paling bungsu masih balita, berusia sekitar 1,5 tahun.

Salah satu pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Ita adalah sering diberikannya ongkos lebih oleh para penumpang/langganannya. Sedangkan pengalaman buruknya pernah disangka seorang lesbi karena gayanya yang tomboy oleh para wanita malam yang pada saat itu menumpangi becaknya, namun berbeda dengan perempuan penarik becak yang lain, Ita mengaku tidak pernah diganggu atau digoda oleh tukang becak laki-laki yang lain.

Sering merasa cepat lelah adalah kendala/permasalahan yang sering dialami Ita selama ia menekuni pekerjaan ini. Untuk mengatasinya Ita mengaku biasa mengkonsumsi pooding (telur bebek) sebanyak 4 kali dalam seminggu. Sedangkan kendala yang berasal dari luar dirinya, Ita mengaku tidak ada. Prinsipnya selama ia tidak mengganggu orang lain, tidak ada alasan orang lain untuk mengganggunya.

4.2.1.5. Raya, gadis yang bekerja untuk mencapai cita-cita

Raya (Samaran), perempuan yang satu ini sedikit berbeda dari perempuan penarik becak motor yang lain. Ia adalah seorang remaja yang baru berusia 19 tahun dan belum menikah, namun memiliki tanggung jawab, perhatian, dan pengertian yang besar bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Perempuan berkulit sawo matang ini menamatkan pendidikan terakhirnya di SMA Eka Prasetya


(53)

daerah jalan Gaperta 2 tahun yang lalu. Raya menganut agama Islam dan bersuku Melayu.

Perempuan yang mengaku menyukai pelajaran akuntansi ini sudah sekitar 2 bulan aktif menarik becak motor. Menurut pengakuan Raya, ia sebenarnya telah lama coba-coba menarik becak, tapi karena tidak aktif/rutin menarik jadi tidak banyak orang yang tahu, namun ketika ia melihat ada becak yang mengaggur di rumahnya, karena abang iparnya yang semula membawa becak itu sudah tidak menarik becak lagi. Maka ia memutuskan untuk meneruskan menarik becak itu dan membayar angsurannya.

Pada dasarnya anggota keluarga Raya yang memang rata-rata bekerja, langsung mendukung keputusannya untuk bekerja. Hanya saja menurut Raya, ia memang selalu dinasehati dan ‘diwanti-wanti’ dalam memilih calon penumpang oleh ayah, ibu, dan kakak perempuannya. Sama halnya dengan pihak keluarga, teman-teman Raya pun turut mendukung ia bekerja. Bahkan mereka terkadang minta diajak jalan-jalan keliling kota kalau memang Raya tidak sedang bekerja, tuturnya.

Pendapatan Raya sendiri bisa dibilang tidak berbeda jauh dengan pendapatan perempuan penarik becak motor yang lain, tergantung dan tidak menentu. Biasanya bila Raya bekerja secara maksimal selama sehari penuh ia dapat membawa pulang sekitar Rp 50.000-60.000,-, namun karena ia lebih sering mulai bekerja dari siang hari sekitar pukul 13.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB,


(54)

ia hanya dapat membawa pulang Rp 40.000,- bersih. Biasanya uang yang ia dapat, akan ia berikan sedikit kepada ibunya untuk membantu biaya konsumsi sehari-hari dan angsuran becak, sedangkan sisanya baru ia tabung untuk membeli baju dan biaya kuliahnya ke depan. Karena memang salah satu alasannya bekerja adalah untuk mengumpulkan uang bakal kuliahnya ke depan.

Becak yang dibawa Raya statusnya masih kredit, jadi mengharuskan ia untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar angsuran becak. Angsuran becak yang harus dibayar Raya Rp 25.000,- perhari atau sekitar Rp 610.000 perbulannya, namun menurut penuturan Raya, angsuran becaknya akan dapat terlunasi tahun ini.

Raya biasanya mangkal di samping jalan Nibung. Tempat mangkal ini ia pilih karena dekat dengan tempat ibunya berjualan (kedai kopi). Apalagi kakak perempuan Raya, Maya yang juga seorang penarik becak motor terkadang juga sering mangkal disitu. Walaupun tergolong masih baru, pengalaman Raya dalam membawa becak sudah tidak perlu diragukan lagi. Hal ini terlihat dari kepiawaiannya dalam mengemudikan becak dan daerah antaran penumpangnya yang cukup jauh, seperti Jalan Pancing, Pancur Batu.

Menurut pengakuan Raya, pada umumnya penumpang/calon penumpang yang baru mengetahui kalau dirinya adalah seorang perempuan akan kaget lalu tertawa (biasanya dengan ekspresi tidak menyangka). Ada juga yang ingin tahu banyak dan bertanya kepada Raya, apa alasannya sampai bisa menarik becak.


(55)

Menurut Raya, sampai sejauh ini belum ada penumpang yang menghina/mengejek dirinya. Terkadang ia mengaku bahwa dirinya sendirilah yang merasa sedih dan kasihan dengan keadaannya sendiri. Adapun hal yang sering membuatnya sedih adalah berkurangnya waktu bermain dengan teman-temannya, karena sebagian besar waktunya sehari-hari hanya dihabiskan di tempat mangkal.

Pekerjaan ini bagi Raya adalah sarananya untuk dapat menghasilkan uang sendiri agar dapat membantu orang tuanya dan juga untuk tambahan biaya kuliahnya nanti. Rencananya tahun ini Raya ingin mencoba ikut UMPTN lagi di USU dan mengambil jurusan Akuntansi. Alasan lain yang juga diutarakan Raya adalah ia ingin merawat becaknya sendiri. Ia merasa kurang percaya apabila becak tersebut disewakan kepada orang lain.

Selama menarik becak Raya mengaku keuangannya cukup terbantu dan berlebih. Apalagi kalau ia mendapatkan rejeki berlebih, namun apabila penghasilan menariknya selama seharian masih sedikit dan waktu sudah tidak memungkinnya untuk menarik lagi, ia akan menutupi angsuran becaknya untuk hari itu dengan tabungannya sendiri. Karena Raya juga belum berkeluarga dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya, jadi segala kebutuhan pangannya masih ditanggung.

Banyak pengalaman baik yang dirasakan Raya selama ia menarik becak, antara lan diberikan ongkos lebih oleh penumpang, diajak/ditraktir makan oleh


(56)

langganannya, bahkan ada langganan yang rela mencarinya sampai ketempat mangkal agar Raya yang mengantarkannya ke tujuan. Sedangkan pengalaman buruknya, karena Raya belum menguasai semua rute jalan di Kota Medan, membuatnya sering ditegur atau dimarahi oleh penumpang.

Hari hujan adalah salah satu kendala yang membuat Raya malas untuk menarik becak, sehingga ia tidak mendapatkan setoran untuk angsuran becaknya pada hari itu. Akhirnya Raya harus menggunakan uang tabungannya untuk menutupi angsuran becaknya. Sedangkan kendala yang berasal dari luar dirinya, Raya mengaku sejauh ini belum ada.

4.2.1.6. Rahmah, perempuan gesit yang cepat belajar

Perempuan kelahiran Tanjung Balai 28 Tahun yang silam ini memiliki nama lengkap Rahmah Nasution. Ia adalah perempuan bersuku Mandailing dan memeluk agama Islam. Pendidikan terakhir yang sempat ditamatkan Rahmah adalah SMU. Kini ia telah menikah dan memiliki 2 orang anak, anak pertamanya berusia 5 Tahun dan yang kedua berusia 2,5 Tahun.

Rahmah mengaku telah menekuni pekerjaan ini kurang lebih selama 9 bulan. Ia bisa sampai menekuni pekerjaan sebagai penarik becak motor bermula karena kondisi suaminya yang bernama Ashari Batubara yang juga seorang penarik becak motor tidak memungkinkan untuk membawa becak pada saat itu dikarenakan sakit. Akhirnya bosan hanya melihat becak menganggur dirumah dan


(57)

keuangan keluarganya makin menipis, Rahmah pun bertekad untuk mulai menarik becak menggantikan suaminya.

Dari awal menarik becak, Rahmah mengaku bahwa sang suami tidak mengkomplain sama sekali keputusannya untuk bekerja seperti ini, karena suaminya juga menyadari bahwa Rahma harus menggantikannya mencari nafkah apabila dia sebagai suami sedang tidak dapat memenuhinya. Sekarang ia dan suami telah menjadi patner kerja yang kompak, dalam arti apabila sang suami pulang untuk beristirahat setelah setengah hari bekerja, maka Rahmahlah yang akan meneruskan pekerjaannya sebagai penarik becak motor sampai sore hari.

Hampir sama dengan perempuan penarik becak motor yang lain, penghasilan Rahmah setiap harinya sulit untuk dipastikan. Dalam sehari Rahmah biasanya dapat membawa Rp 25.000-30.000,-, sedangkan pengeluaran yang harus disisihkannya perhari pun hampir sama besarnya. Untungnya cicilan becak yang dibawa oleh Rahmah dan suaminya sepenuhnya menjadi tanggungan suaminya yaitu sebesar Rp 135.000,-/minggu dan baru akan lunas cicilannya sekitar satu tahun lagi.

Perempuan yang satu ini terlihat tidak biasa, bukan hanya karena ia menjadi salah seorang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor di Medan, tetapi karena ia juga mengenakan jilbab. Rahmah biasanya mangkal di tempat mangkal yang sama dengan suaminya, yaitu di depan Pasar Sambu. Hal ini ia lakukan selain karena tempat mangkal itu memang paling ramai (pusat pasar)


(58)

tapi juga karena ia telah mengenal dan dekat dengan orang-orang di tempat mangkalnya yang tidak lain adalah teman-teman suaminya.

Menurut ibu 2 anak ini, pada awalnya memang banyak orang yang terkejut melihat ia (seorang perempuan-yang memakai jilbab sehingga lebih mudah terlihat sisi kewanitaannya) menjadi penarik becak motor. Namun sekarang tidak lagi, apalagi bagi para langganan Rahmah, ia dianggap sebagai perempuan yang penuh perjuangan dan rela bekerja keras guna membantu keluarganya.

Bagi Rahma sendiri, sekarang ia sudah sangat menikmati dan senang dengan pekerjaannya, walaupun pada awalnya ia bekerja hanya untuk menggantikan suaminya namun sekarang di saat suaminya telah sehat kembali, ia merasa bahwa kehidupan dan kebutuhan keluarganya sehari-hari adalah tanggung jawabnya bersama-sama dengan sang suami jadi ia juga harus ikut bekerja.

Selama 9 bulan membawa becak motor, Rahmah merasa pengalaman baik yang selalu dirasakannya adalah mendapat banyak kenalan, langganan, maupun teman-teman yang baik di tempat mangkal. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah dialaminya Rahmah mengaku belum ada.

Kendala yang kerap dihadapi Rahmah selama bekerja sebagai penarik becak motor adalah karena harus terlalu lama di luar rumah, sehingga kepikiran dan tidak tega melihat anak-anaknya terutama yang paling kecil tinggal dirumah dan di urus oleh suaminya yang tidak begitu telaten dan cekatan seperti dirinya. Sedangkan kendala dari luar dirinya Rahmah mengaku tidak ada.


(59)

4.2.1.7. Emy, Perempuan Sederhana dan Penyayang Keluarga

Perempuan berdarah karo yang satu ini memiliki nama lengkap Emy Cristina br. Sembiring yang lahir pada 19 Mei 1971. Emy telah menikah dan memiliki 5 orang anak. Setelah menikah, Emy menganut agama Islam sesuai dengan agama yang dianut suami Emy. Pendidikan terakhir Emy adalah SMA, di SMA Swakarya, Binjai.

Emy menggeluti pekerjaan ini selama hampir 1 tahun. Awalnya Emy berpotensi sebagai botot (jual beli barang bekas). Setelah suami Emy mengambil sepeda motor dengan angsuran Rp.455.000/bulan, membuat mereka harus bekerja “ekstra” untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, oleh sebab itu mereka memutuskan untuk menjadikan sepeda motor yang baru mereka kredit sebagai alat angkutan umum (becak motor) yang pada awalnya hanya dibawa oleh suami Emy bila sedang tidak bekerja tetap. Akan tetapi pendapatan suami Emy sebagai penarik becak sekaligus satpam di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dianggap masih kurang menutupi, sehingga Emy pada akhirnya memutuskan untuk ikut bekerja guna membantu suaminya.

Sejak awal Emy memutuskan untuk menarik becak, sang suami tidak keberatan. Menurut penuturan Emy, “suaminya malah senang, karena beban kerjanya menjadi lebih ringan semenjak Emy ikut bekerja”. Begitupun dari pihak keluarga dan teman-teman Emy, turut mendukung apa yang telah ia kerjakan, selama hal itu terbaik tidak menjadi masalah bagi mereka, tambah Emy.


(60)

Setiap hari biasanya pengeluaran Emy sekitar Rp.35.000 untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari. Uang becak dan bensin Rp.45.000 perhari. Emy biasanya menarik becak pada pagi hari sampai sore hari, namun bila suami Emy sedang tidak ada pekerjaan disiang hari, suami Emy yang meneruskan menarik becak. Tempat Emy biasa mangkal adalah disekitar jalan kampung susuk V, sebelah USU (masuk dari tembok USU pintu IV). Ditempat ini Emy adalah satu-satunya tukang becak yang mangkal.

Menurut pengakuan Emy, kebanyakan dari para penumpang ataupun langganannya merasa salut pada dirinya. Bahkan ada diantara mereka yang ingin diantarkan oleh Emy semata-mata hanya ingin melihat bagaimana dirinya bila membawa becak, sedangkan menurut pandangan Emy sendiri mengenai pekerjaannya sebagai penarik becak adalah cukup merasa agak ganjil, menurut pengakuan Emy. Tapi karena tuntutan ekonomi, Emy harus tetap bekerja untuk membantu kehidupan keluarganya. Namun pada saat ini Emy cukup berbangga hati, karena ia telah dapat berusaha sendiri dan membantu sag suami.

Emy dan suami telah memiliki 5 orang putra dan putri, satu orang duduk di SMP, tiga orang di tingkat SD dan satu lagi belum sekolah. Satu orang diantaranya berada dijakarta dan tinggal bersama orang tua Emy, sedangkan empat orang lagi tinggal bersama Emy. Dengan anggota keluarga yang cukup banyak menurut Emy, penghasilannya dari menarik becak Emy anggap sangat membantu perekonomian keluarganya.


(61)

Pengalaman baik yang kerap dialami oleh Emy adalah sering di lebihkan ongkos oleh para penumpang, bahkan terkadang Emy ditraktir makan oleh salah seorang pelanggan setianya. Sedangkan pengalaman buruk yang sering Emy alami ialah bila penumpang memberikan ongkos sesukanya dan biasanya mereka ini bila naik becak tidak tawar-menawar terlebih dahulu.

Kendala yang sering dihadapi Emy dating dari dirinya sendiri. Emy sering sakit dan merasa kecapekan setiap hari pulang menarik becak, apalagi bila Emy menarik sampai malam hari. Sedangkan kendala dari luar diri Emy, menurutnya hanya sering mendapat “ejekan” dari para tukang becak laki-laki yang lain di jalan.

4.2.2. Profil Informan (Penarik becak laki-laki) 4.2.2.1. Kariadi

Kariadi adalah salah satu penarik becak laki-laki yang ada di tempat mangkal perempuan penarik becak motor (Maya dan Ratu) yang ada di simpang jalan Nibung-Medan Petisah. Adi begitu;ah ia sering disapa kini telah berusia 24 tahun dan telah menikah serta telah dikarunia satu orang anak. Suku Adi adalah Batak Angkola yang berasal dari Padang Sidempuan. Pendidikan terakhir yang pernah Adi peroleh adalah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Penghasilan Adi setiap harinya berkisar Rp 30.000-Rp 50.000,-.


(62)

4.2.2.2. Zulfikar

Muhammad Zulfikar Hutabarat adalah nama lengkap penarik becak lai-laki yang satu ini. Zulfikar kini berusia 40 tahun dan telah menikah. Pendidikan terakhir yang pernah diterima Zulfikar adalah SMA, di Yayasan Pendidikan Joshua Medan. Penghasilan bapak dari tiga orang anak ini setiap harinya berkisar Rp 50.000-Rp 70.000,-. Zulfikar biasa mangkal di depan Skycross Plasa Medan Fair (tempat mangkal Tiur, salah satu perempuan penarik becak motor). Pekerjaan ini sendiri telah lebih dari 5 tahun ia geluti.

4.2.2.3. Dahlan

Pria bernama lengkap Dahlan Sinaga ini adalah salah satu penarik becak laki-laki di Pasar Sambu (tempat mangkal Rahmah, salah satu informan perempuan penarik becak motor). Usia Dahlan kini adalah 47 tahun, telah menikah dan dikarunia dua orang putra yang juga telah berkeluarga. Agama yang dianut Dahlan adalah Islam dan ia dibesarkan di Sibolga hingga menamatkan pendidikannya sampai tingkat SMP disana. Dahlan telah menarik becak kurang lebih selama 8 tahun. Penghasilan Dahlan setiap hari berkisar diatas Rp 50.000,-


(63)

4.2.2. Interaksi dengan Sesama Perempuan Penarik Becak Motor

Pada dasarnya manusia telah mempunyai naluri untuk melakukan interaksi dengan sesamanya semenjak ia dilahirkan di dunia. Interaksi sesama manusia merupakan suatu kebutuhan, oleh karena itu dengan pemenuhan kebutuhan tersebut ia akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa interaksi dengan manusia lain tidak akan dapat bertahan untuk hidup.

Interaksi yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya mutlak memiliki dua syarat agar dapat terjalin dengan baik. Dua syarat tersebut adalah kontak dan komunikasi. Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok agar memiliki makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap atau diinterpretasikan oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut yang akhirnya menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi sehingga memungkinkan untuk terjadinya sebuah komunikasi.

Menurut Homans dalam pandangannya mengenai Dinamika Interaksi Kelompok Kecil, Interaksi adalah kegiatan apa saja yang merangsang atau dirangsang oleh kegiatan orang lain. Individu atau kelompok dapat dibandingkan berdasarkan frekuaensi interaksi maupun hal-hal lain yang berkaitan

(Doyle Paul Johnson, 1986 : 61).

Salah satu perkembangan perempuan dewasa ini adalah masuknya perempuan ke dunia kerja. Isu-isu di dunia kerja menjadi isu tersendiri. Perempuan berpendidikan terbatas biasanya memilih pekerjaan di pabrik atau


(1)

Gambar 1


(2)

Gambar 2


(3)

Gambar 3


(4)

Gambar 4


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 1997. Sangkan Paran GENDER. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Daulay, Harmona. 2007. Perempuan dalam Kemelut Gender. Medan : USU Press. Fakih, Mansour. 2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta :

PUSTAKA PELAJAR.

Gerungan. A.W. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : PT. Refika Adhitama. Holzner, Briggite. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta :

Pustaka Utama Grafiti.

Johnson, Doyle. Paul. 1986. Teori \Sosiologi Klasok dan Modern Jilid 2. Jakarta : Penerbit Pt. Gramedia.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. REMAJA R ROSDAKARYA.

Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta : RIFKA ANNISA Women’s Crisis Center dan PUSTAKA PELAJAR.

Murniati, Nunuk Prasetyo. 2004. Getar Gender : Perempuan Indonesia dalam

Perspektif agama, budaya, dan keluarga. Megelang : Yayasan Indonesia Tera. Poewandari E.K. (Ed). 1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta :

Yayasan Obor Indonesia.

Sears, O. David. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Soekanto, Soerjono. 1983. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Rajawali Press. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Rajagrafindo

Persada.

Soemardjan, Selo. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI. Soetrisno, Loekman.1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Kebudayaan.


(6)

Yogyakarta : Penerbit KANISIUS.

Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI. Taneko, Soleman B. 1990. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta : Rajawali. Wolfman, R. Brunetta. 1994. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta : Penerbit KANISIUS.

Fathani, Abdul Halim. 2007. Gender dalam Sains dan Teknologi (online).

Kompas. 2004. Diprotes, Becak Liar di Medan (online).

September 2007 pukul. 13.35 WIB).

Wikipedia Indonesia. 2007. Becak (online) diakses pada 19 September 2007 pukul. 14.47 WIB).

Wikipedia Indonesia. 2008. Medan (online). dikses pada 14 Maret 2008 pukul. 15.30 WIB).

Medankita. 2008. Tentang Kota Medan (online).

Perpustakaanmenlh. 2008. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Medan Tahun 2003 (online). 2008 pukul. 14.50 WIB).