BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian - Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap

  diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi kita dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual . Thomas Kuhn (1970), menekankan bahwa paradigma cenderung semakin melekat seiring dengan berjalannya waktu hingga paradigma tersebut digantikan dengan cara pandang baru mengenai dunia yang dilihat lebih masuk akal bagi para peneliti (West dan Turner, 2009: 54). Macam paradigma itu sendiri ternyata bervariasi. Guba dan Lincoln menyebutkan empat macam paradigma, yaitu: positivisme, post positivisme, konstruktivisme dan kritis. Neuman menegaskan tiga paradigma dalam ilmu pengetahuan sosial, yaitu positivisme, interpretif dan kritis. Sedangkan Cresswel membedakan dua macam paradigma, yaitu kuantitatif dan kualitatif (Sunarto dan Hermawan, 2011: 9).

  Paradigma biasanya berkisar pada tiga area, yang mewakili tiga pertanyaan filosofis yang berkaitan dengan penelitian: ontologi pertanyaan mengenai sifat realita, episteminologi pertanyaan mengenai bagaimana kita mengetahui sesuatu dan aksiologi pertanyaan mengenai apa yang layak untuk diketahui. Banyak paradigma memberikan arahan kepada peneliti untuk bekerja saat ini dan paradigma ini juga menuntun kepercayaan. Memilih paradigma penelitian adalah hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, dimana paradigma ini berfungsi sebagai pendekatan atau strategi penelitian yang harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengkonstruksi desain penelitian. Elvinaro dan Bambang (2007) membagi paradigma penelitian kepada empat bagian yaitu: positivisme, post-positivisme, kritis dan konstruktivisme. Dalam penelitian ini digunakan paradigma konstruktivis yang akan melandasi pelaksanaan penelitian. Paradigma konstruktivisme atau sering disebut konstrvis berpandangan bahwa pengetahuan bukanlah potret langsung dari realitas, tapi ada konstruksi di dalamnya. Paradigma ini berkeyakinan bahwa semesta adalah suatu konstruksi, yang berarti semesta tidak dipahami sebagai semesta yang otonom, tetapi dikonstruksi secara sosial dan karenanya plural. Unsur-unsur subjek dan objek sama-sama berperan dalam ilmu pengetahuan (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 152). Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan-rekannya. Paradigma kontruktivisme ini lebih berkaitan dengan penelitian dalam komunikasi antarpersonal (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 157). Adapun gagasan dalam paradigma konstruktivis (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 155) adalah:

  1. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia nyata belaka tapi, selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek

  2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan

  3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Suatu struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang

  Penelitian ini dikategorikan dalam penelitian kualitatif konstruktif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini, peneliti diarahkan untuk dapat menganalisis tanda, menafsirkan teks maupun pembacaan tanda yang dikaitkan dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan historis. Melalui paradigma ini, penelitian akan membahas bagaimana proses pengembangan hubungan komunikasi antarpribadi penarik becak wanita di Kampus Universitas Sumatera Utara.

  II.2 Uraian Teoritis

  II.2.1 Komunikai Antarpribadi

  Komunikasi Antarpribadi atau yang sering disebut juga sebagai komunikasi interpersonal merupakan suatu proses sosial dimana orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. DeVito menyatakan komunikasi antarparibadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang (komunikator) dan diterima oleh orang lain (komunikan) dengan efek dan umpan balik yang langsung di dapatkan. Berdasarkan interaksinya, komunikasi antarpribadi memiliki defenisi yang mengungkapkan bahwa komunikasi antarpribadi dilakukan dengan cara tatap muka seperti yang di ungkapkan oleh Rogers & Tan (Dalam Liliweri, 1997: 12) komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka dua orang atau lebih.

  Komunikasi antarpribadi memiliki karateristik yang telah dirumuskan oleh Richard L. Weaver II (Budyana & Ganiem, 2011: 15) yaitu:

  1. Komunikasi antarpribadi paling sedikit melibatkan dua orang

  2. Memiliki umpan balik langsung dalam komunikasi antarpribadi hampir selalu mendapatkan umpan balik langsung yang biasanya segera, nyata dan berkesinambungan

  3. Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka, kehadiran fisik tidak terlalu penting bagi komunikasi yang sudah berbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu yang berkomunikasi yang membuat kehadiran fisik tidak terlalu penting. Akan tetapi, Weaver juga mengatakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan lewat media tidaklah ideal, walaupun komunikasi antarpribadi tampa kehadiran fisik seperti bermedia masih dikarenakan jarak yang jauh masih dimungkinkan 4. Komunikasi antarpribadi tidak harus disengaja atau dengan kesadaran. Orang-orang yang mungkin mengkomunikasikan segala sesuatu itu tampa sengaja atau tanpa sadar, tetapi apa yang dilakukannya merupakan sebagai isyarat-isyarat yang dapat mempengaruhi kita

  5. Menghasilkan beberapa pengaruh dan efek. Pengaruh atau efek disini tidak harus terjadi secara langsung ataupun segera dan nyata, tetapi suatu komunikasi antarpribadi haruslah terjadi ataupun memiliki pengaruh.

  6. Tidak harus melibatkan ataupun menggunakan kata-kata. Komunikasi antarpribadi dapat dilakukan tampa menggunakan kata-kata yakni dengan melakukan komunikasi non-verbal

  7. Dipengaruhi oleh konteks. Konteks adalah sesuatu yang mempengaruhi harapan-harapan partisipan yang meliputi: asmaniah, sosial, sejarah, jiwa dan kultur yang diperoleh oleh para partisipan dan perilaku mereka selanjutnya

  8. Kegaduhan dan noise. Kagaduhan atau kebisingan dapat bersifat eksternal, internal atau sematik Terdapat dua karateristik penting dalam hubungan antarpribadi, yang pertama hubungan antar pribadi yang berlangsung melalui beberapa tahap mulai dari tahap interaksi awal, keterlibatan, keakraban, perusakan sampai kepada pemutusan hubungan. Kedua dalam hal keluasan dan kedalaman (DeVito, 2011 : 254).

  Dalam buku Steven A. Beebe terdapat prinsip-prinsip dalam Hubungan Antar Pribadi. Dalam setiap hubungan, orang tidak bisa di pungkiri mempunyai kekuasaan di atas kita, dan kita juga mempunyai kekuasaan atas mereka.

  Kebanyakan dari kita tidak suka berpikir bahwa orang lain itu mempunyai kekuasaan di atas kita, tetapi kekuasaan antar pribadi adalah unsur yang paling mendasar dari semua hubungan pribadi (Steven A. Beebe, 2008 : 270)

  Ada 5 prinsip untuk mengatur kekuasaan secara efektif dalam interaksi sehari- hari dan dalam hubungan yang berkesinambungan, yaitu :

1. Kekuasaan ada dalam semua interaksi dan semua hubungan.

  Pengaruhnya adalah menyangkut penjelasan kualitas komunikasi antar pribadi. Ketika kita berbicara, maka kita mencoba untuk mengunakan kekuasaan atas orang lain, tidak ada tujuan lain selain agar mereka mendengarkan kita. Jika kita pernah bertemu orang yang tidak mau mendengarkan, situasi ini dapat membuat kita frustasi sebab kita sedang mengunakan kekuasaan tetapi terjadi penolakan. Penolakan orang lain untuk mendengarkan adalah penggunakan kekusaan untuk melawan kita. Kebanyakan waktu interaksi kita mengalir dengan wajar dan dengan mudah peserta saling berbagi kekuasaan dan secara bergantian berbicara dan mendengarkan.

  2. Kekuasaan yang terutama berasal dari kemampuan perorangan untuk memenuhi kebutuhan orang lain di dalam hubungan ditentukan.

  Merupakan tingkat dimana seseorang dapat mencukupi kebutuhan orang lain dalam hubungan antar pribadi (untuk pemasukan, kontrol, dan kasih sayang ) atau kebutuhan lain ( untuk makanan, pakaian, keselamatan, sex, dan uang ). Dependent relationship adalah suatu hubungan dimana satu orang mempunyai kebutuhan lebih besar dari pada yang lain dalam memenuhi kebutuhannya.

  3. Kedua mitra dalam suatu hubungan yang berkelanutan mempunyai beberapa derajat tingkat kekuasaan.

  Dalam beberapa hubungan bisa tampak seolah-olah seseorang mempunyai semua kekuasaan dan mitranya mati kutu. Kita mungkin merasa ketidakseimbangan itu dalam hubunganmu dengan orang tuamu pada saat kita sedang tumbuh dewasa. Bagaimanapun anak-anak mempunyai kekuasaan dalam hubungan dengan orangtua mereka. Orang tua ingin cinta anak-anak mereka, mereka ingin melindungi anak-anak mereka, mereka ingin anak-anak mereka bahagia. Manakala dua individu memuasakan kebutuhan satu sama lain maka mereka menciptakan suatu hubungan interdependent yaitu dimana masing-masing orang mempunyai jumlah kekuasaan yang serupa di atas yang lainnya.

  4. Kekuasaan adalah tidak langsung.

  Karena perubahan kebutuhan kita, demikian pula dengan kekuasaan. Seperti saat kita sedang tumbuh dewasa, maka kita bergantung pada orang tua dan orang dewasa lain. Bagimanapun seperti pada saat kita tumbuh dewasa dan mengembangkan keterampilan, kita tidak lagi memerlukan orang tua untuk memenuhi kebutuhan tertentu, dan begitupun kekusaan mereka berkurang. Perubahan ini selalu terjadi dan orang tua menyadari bahwa mereka tidak mempunyai derajat tingkat kendali atas anak-anak mereka seperti dulu.Circumstantialty kekuasaan adalah hubungan dapat mendorong kearah suatu yang sedang digunakan ketika kita bertemu dengan kebutuhan orang lain, hanya untuk mempunyai hubungan, dan membuang ketika kebutuhan itu tidak lagi ada.

5. Hubungan pengembangan melibatkan suatu negosiasi dari masing-masing kekuasaan mitra.

  Di dalam suatu hubungan antar pribadi yang berkembang , kita memutuskan siapa yang akan mempunyai kekuasaan diatas kita dan seperti apa kekuasaan yang mereka punyai. Tipe kekuasaan dalam hubungan 1.

  Hubungan komplementer. Hubungan di mana kekuasaan dibagi tidak samarata, dimana satu orang yang mendominasi dan orang lain biasanya yang menyampaikan.Orang suka berbicara yang lain mendengarkan atau memimpin yang lain mengikutinya.

  2. Hubungan Symmetric. Hubungan di mana kedua-duanya adalah usaha mitra untuk mempunyai tingkatan kuasa yang sama. Didalam hubungan symmetric, kedua-duanya mitra bertindak di jalan serupa. Kadang-kadang kedua-duanya mitra ingin mendominasi, dan kadang-kadang kedua- duanya ingin bersikap tunduk.

  3. Hubungan Symmetric kompetitif. Hubungan di mana kedua-duanya mitra bersaingan untuk kekuasaan atau kendali atas orang lainnya.

  4. Hubungan Symmetric bersikap tunduk. Hubungan di mana mitra ingin mengambil kendali atau keputusan buatan.

  5. Hubungan paralel. Hubungan di mana pergeseran kekuasaan dan meneruskan antara mitra mitra, tergantung pada situasi

II.2.2 Self Disclosure

  Teori self disclosure atau pengungkapan diri merupakan proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukannya atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (DeVito, 2011: 231-232). Salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan penyingkapan diri dalam komunikasi adalah Jendela Johari (Johari Window). “Johari” berasal dari nama depan dua orang psikolog yang mengembangkan konsep ini, Joseph Luft dan Harry Ingham. Model ini menawarkan suatu cara melihat kesaling bergantungan hubungan interpersonal dengan hubungan antarpersonal. Model ini menggambarkan seseorang kedalam bentuk suatu jendela yang mempunyai empat kaca.

  Dalam hal penyingkapan diri ini, hal yang paling mendasar adalah kepercayaan. Biasanya seseorang akan mulai terbuka pada orang yang sudah lama dikenalnya. Selain itu menyangkut kepercayaan beberapa ahli psikologi percaya bahwa perasaan percaya terhadap orang lain yang mendasar pada seseorang ditentukan oleh pengalaman selama tahun-tahun pertama hidupnya. Bila seseorang telah menyingkapkan sesuatu tentang dirinya pada orang lain, ia cenderung memunculkan tingkat keterbukaan balasan pada orang yang kedua.

  Beberapa faktor yang yang mempengaruhi pengungkapan diri (DeVito, 2011: 62):

  1. Besar kelompok. Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang kelompok besar

  2. Perasaan menyukai. Seseorang membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau dicintai

  3. Efek diadik. Seseorang melakukan pengungkapan diri bila orang yang menjadi lawan bicaranya melakukan pengungkapan diri juga. Efek diadik membuat orang menjadi aman dan dapat memperkuat perilaku pengukapan diri seseorang

  4. Kompetensi. Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri daripada orang yang kurang kompeten

  5. Kepribadian. Orang orang yang pandai bergaul dan oksrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak ketimbang mereka yang kurang pandai dalam bergaul. Perasaan gelisah juga mempengaruhi pengungkapan diri. Rasa gelisah ada kalanya meningkatkan pengungkapan diri. Orang yang kurang berani berbicara pada umumnya juga kurang pengungkapan dirinya ketimbang mereka yang merasa lebih nyaman berkomunikasi

  6. Topik. Seseorang cenderung lebih membuka dirinya tentang topik tertentu yang mereka sukai

  7. Jenis kelamin. Faktor jenis kelamin merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pengungkapan diri. Umumnya wanita lebih suka ketimbang pria

  Sebagai mana orang berinteraksi dalam hubungan, maka akan terlibat pada tingkat tertentu pada pengungkapan terhadap satu sama lainnya dan mereka juga akan memberikan sejumlah umpan balik terhadap satu dengan yang lainnya. Hubungan antarpribadi yang sehat ditandai dengan keseimbangan pengungkapan diri yang tepat yaitu saling memberikan data biografi, gagasan-gagasan pribadi, dan perasaan-perasaan yang tidak diketahui oleh orang lain, dan umpan balik berupa verbal dan respon respon fisik kepada orang atau pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan.

  Johari Window, gabungan nama dari dua orang pengagas, yaitu Josept Luft dan Harry Ingham, merupakan alat untuk menelaah mengenai luas dan hubungan antara pengungkapan dan umpan balik dalam suatu hubungan (Luft, 1970). Joseph Luft dan Harrington V. Ingham mengembangkan konsep Johari Window sebagai perwujudan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai sebuah jendela. “Jendela” tersebut terdiri dari matriks 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta, daerah tersembunyi dan daerah yang tidak disadari.

  Gambar 1. Johari. Sumber: Budyatna, 2011: 4

  Daerah terbuka (Open Self)

  Daerah buta Daerah terbuka

  D Daerah gelap

  Daerah tertutup Gambar. 2

  Daerah terbuka berisikan semua informasi, prilaku, sikap, perasaan keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui diri sendiri dan orang lain. Macam informasi yang termasuk disini dapat beragam mulai dari nama, warna kulit, dan jenis kelamin seseorang sampai pada usia, keyakinan politik dan agama. Kita dapat berkomunikasi secara bermakna hanya bila kita saling mengenal dan juga mengenal diri sendiri. Untuk meningkatkan komunikasi, kita terlebih dahulu harus berusaha memperbesar daerah terbuka.(DeVito, 2011 : 59).

  Daerah Buta (Blind Self)

  Daerah buta Daerah terbuka Daerah tertutup

  Daerah gelap Gambar 3.

  Daerah buta berisikan informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain, tetepi diri kita sendiri tidak mengetahui. Ini dapat berupa kebiasaan- kebiasaan kecil, mengatakan “tahu kan” atau memegang-megang hidung bila anda marah atau hal-hal yang lain yang lebih berarti sikap defensif, atau pengalaman terpendam. Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila ada daerah buta komunikasi akan menjadi sulit. Akantetapi, daerah seperti ini akan selalu ada pada diri kita masing-masing. walaupun kita dapat menciutkan daerah ini, menghilangkannya sama sekali tidak mungkin (DeVito, 2011 : 60).

  Daerah Gelap (Unknown Self)

  Daerah buta Daerah terbuka Gambar 4.

  Daerah gelap Daerah tertutup

  Gambar. 4 Daerah gelap adalah bagian dari informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian. Kita memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah sumber. Adakalanya daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, hipnotis, atau melalui berbagai tes proyektif atau mimpi (DeVito, 2011 : 61).

  Daerah Tertutup (Hidden Self)

  Daerah terbuka Daerah buta

  Daerah tertutup Daerah gelap

  Gambar. 5 Daerah tertutup menagndung semua hal yang kita ketahui tentang diri kita sendiri dan tentang orang lain, tetapi kita simpan hanya untuk kita sendiri. Ini adalah tempat kita merahasiakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan orang lain. Pada ahkirnya akan terdapat mereka yang terlalu terbuka (overdisclosers) dan mereka yang terlalu tertutup (underdisclosers). Mereka yang terlalu terbuka menceritakan segalanya, mereka tidak menyimpan rahasia tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Mereka juga tidak membedakan berbagai informasi yang boleh mereka ungkap dan informasi yang seharusnya mereka rahasiakan.

  Mereka yang terlalu tertutup tidak mengatakan apa-apa, mereka hanya membicarakan tentang anda tetapi tidak tentang diri mereka sendiri. Hal ini dilakukan karena alasan mereka yang takut ditolak di tengah-tengah masyarakat. Kita terbuka pada orang-orang tertentu dan kita tidak terbuka kepada orang yang lain. Pada dasarnya, kita adalah orang-orang terbuka yang selektif (DeVito, 2011 : 61).

II.2.3 Teori Penetrasi Sosial

  Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973) merupakan salah satu karya penting dalam perjalanan panjang penelitian di bidang perkembangan hubungan. Diskusi awal mengenai Teori Penetrasi Sosial dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an. Era dimana membuka diri dan berbicara terus terang dianggap sebagai strategi membangun hubungan yang berarti. Melalui studi yang ekstensif dalam suatu area mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe pasangan, Altman & Taylor mengkon-septualisasikan Teori Penetrasi Sosial untuk memahami kedekatan hubungan antara dua orang. Walaupun teori ini berakar pada sebuah generasi dimana berbicara secara bebas adalah sebuah hal yang dianggap penting, banyak bagian dari teori ini yang masih relevan dengan masa kini karena kita hidup di dalam masyarakat dimana keterbukaan tetap merupakan karakteristik yang dianggap penting dari seseorang. Hubungan antarpribadi merupakan hal yang hidup dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250). Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang atau sebaliknya rusak, dapat dilakukan dengan mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973). SPT merupakan sebuah teori yang menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, yaitu sebuah proses yang Altman & Taylor identifikasi sebagai penetrasi sosial.

  SPT sudah diterima secara luas melalui oleh sejumlah ilmuan dalam disiplin ilmu komunikasi. Sebagian alasan dari daya tarik teori ini adalah pendekatannya yang langsung pada perkembangan hubungan. West & Turner (2009 : 197-199) menyebutkan bahwa SPT dibangun di atas sejumlah asumsi berikut:

  1. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim Hubungan komunikasi antara orang dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.

  Walaupun tidak semua hubungan terletak pada titik ekstrem, tidak intim maupun intim. Bahkan banyak dari hubungan kini terletak pada sutu titik di antara dua kutub tersebut. Sering kali, kita mungkin menginginkan kedekatan hubungan yang moderat. Contohnya, kita mungkin ingin agar hubungan dengan rekan kerja kita cukup jauh sehingga kita tidak perlu mengetahui apa yang terjadi di rumahnya setiap malam atau berapa banyak uang yang ia miliki di bank. Akan tetapi, kita perlu untuk mengetahui cukup infor-masi personal untuk menilai apakah ia mampu menyelesaikan tanggung jawab-nya dalam sebuah proyek tim.

  2. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi Secara khusus para teoretikus penetrasi sosial berpendapat bahwa hubungan-hubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi.

  Beberapa orang mungkin memiliki kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan seperti proses komunikasi bersifat dinamis dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah hubungan yang dinamis mengikuti standar dan pola perkembangan yang dapat diterima. Meskipun kita mungkin tidak mengetahui secara pasti mengenai arah dari sebuah hubungan atau dapat menduga secara pasti masa depannya, proses penetrasi sosial cukup teratur dan dapat diduga. Tentu saja, sejumlah peristiwa dan variabel lain (waktu, kepri-badian dan sebagainya) mempengaruhi cara perkembangan hubungan dan apa yang kita prediksikan dalam proses tersebut. Sebagaimana disimpulkan oleh Altman & Taylor (1973), “orang tampaknya memiliki mekanisme penyesuaian yang sensitif yang membuat mereka mampu untuk memprogram se-cara hati-hati hubungan interpersonal mereka”.

  3. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi. Mulanya, kedua hal ini mungkin terdengar aneh. Sejauh ini kita telah memba-has titik temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi hubungan dapat menjadi berantakan, atau menarik diri (depenetrate) dan kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan. Berbicara mengenai penarikan diri dan disolusi, Altman & Taylor menyatakan kemiripan proses ini dengan sebuah film yang diputar mundur. Sebagaimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan untuk bergerak maju menuju tahap keintiman, komunikasi dapat menggerakkan hubungan untuk mundur menuju tahap ketidak-intiman. Jika komunikasi penuh dengan konflik, contohnya, dan konflik ini terus berlanjut menjadi desktruktif dan tidak bisa diselesaikan, hubungan itu mungkin akan mengambil langkah mundur dan menjadi lebih jauh. Para teoretikus penetrasi sosial berpikir bahwa penarikan diri, seperti proses penetrasi, seringkali sistematis. Jika sebuah hubungan mengalami depenetrasi, hal ini tidak berarti bahwa hubungan tersebut akan secara otomatis hilang atau berakhir. Sering kali, suatu hubungan akan mengalami transgresi (transgression), atau pelanggaran aturan, pelaksanaan, dan harapan dalam berhubungan. Transgresi ini mungkin tampak tidak dapat terselesaikan dan sering kali memang demikian.

  4. Self-disclosure (pengungkapan diri) adalah inti dari perkembangan hubungan. Self-disclosure secara umum didefinisi-kan sebagai suatu proses pembukaan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya, informasi yang ada di dalam self-disclosure adalah informasi yang signifikan.

  Menurut Altman & Taylor (1973), hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri. Proses ini memungkinkan orang untuk saling mengenal dalam sebuah hubungan. Self- disclosure membantu membentuk hubungan masa kini dan masa depan antara dua orang, dan “membuat diri terbuka terbuka terhadap orang lain memberikan kepuasan yang intrinsik”. Altman & Taylor (1973) percaya bahwa hubungan orang sangat bervariasi dalam penetrasi sosial mereka. Dari suami-istri, antara supervisor-karyawan, pasangan main golf, dokter-pasien, hingga para teoritikus menyimpulkan bahwa hubungan “melibatkan tingkatan berbeda dari perubahan keintiman atau tingkat penetrasi sosial”. Mereka juga menyatakan bahwa hubungan mengikuti suatu trayek (trajector), atau jalan setapak menuju kedekatan. Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa hubungan bersifat teratur dan dapat diduga dalam perkembangannya. Karena hubungan adalah sesuatu yang penting dan “sudah ada di dalam hati kemanusiaan kita” (Rogers dan Escudero, 2004 : 3), para teoritikus SPT berusaha untuk menguraikan kompleksitas dan prekditabilitas yang terus menerus dari suatu hubungan.

  Tahapan Proses Penetrasi Sosial

  Tahapan-tahapan dari proses penetrasi adalah sebagai berikut:

  1. Tahap Orientasi (Orientation Stage): Membuka Sedikit Demi Sedikit. Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap orientasi (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik; hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat sangat umum saja.

  Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar yang disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu. Pada tahap ini juga, orang biasanya bertindak menurut cara-cara yang diterima secara sosial dan bersikap hati-hati agar tidak mengganggu harapan masyarakat. Singkatnya, orang berusaha untuk tersenyum dan bertingkah laku sopan.

  Menurut Taylor dan Altman (1987) dalam Morissan (2010 : 191), orang memiliki kecenderungan untuk enggan memberikan evaluasi atau memberikan kritik selama tahap orientasi karena akan dinilai sebagai tidak pantas dan akan mengganggu hubungan di masa depan. Kalaupun ada evaluasi atau kritik maka hal itu akan dilakukan dengan cara halus. Kedua belah pihak secara aktif berusaha menghindarkan diri untuk tidak terlibat dalam konflik sehingga mereka mendapat peluang untuk saling menjajagi pada waktu yang akan datang. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya.

  2. Tahap Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange

  Stage ): Munculnya Diri. Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratory affective exchange stage ) merupakan perluasan area publik dari diri dan

  terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik. Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah publik diri mereka.

  Tahap ini terjadi ketika orang mulai memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi wilayah publik. Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih personal. Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena individu merasa lebih santai dengan lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu yang akan mereka sesali kemudian. Perilaku berupa sentuhan dan ekspresi emosi (misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada tahap ini. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut ataukah tidak. Dalam hal ini, Taylor & Altman (dalam Morissan, 2010 : 192) mengatakan bahwa banyak hubungan yang tidak berlanjut setelah tahapan ini.

  3. Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage): Komitmen dan Kenyamanan. Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap ini ditandai munculnya hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan antara individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki, kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga komitmen yang lebih besar dan perasaan yang lebih nyaman terhadap pihak lainnya juga menjadi ciri tahap ini. Selain itu, pesan nonverbal yang disampaikan akan lebih mudah dipahami. Misalnya, sebuah senyuman memiliki arti “saya mengerti”, anggukan kepala diartikan “saya setuju” dan seterusnya. Kata-kata, ungkapan atau perilaku yang bersifat lebih personal bahkan unik lebih banyak digunakan di tahap ini.

  Namun demikian, tahapan ini juga ditandai dengan adanya perilaku saling kritik, perbedaan pendapat dan bahkan permusuhan antar individu, tetapi semua itu menurut Altman & taylor, belum berpotensi mampu mengancam kelangsungan hubungan yang sudah terbina. Pada tahap ini, tidak ada hambatan untuk saling mendekatkan diri, namun demikian, banyak orang masih berupaya untuk melindungi diri mereka agar tidak merasa terlalu lemah atau rapuh dengan tidak mengungkapkan informasi diri yang terlalu sensitif.

  4. Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage): Kejujuran Total dan Keintiman.

  Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage) berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontani-tas & keunikan hubungan yang tinggi. Tidak banyak hubungan antar-individu yang mencapai tahapan ini. Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang berarti perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara cukup akurat. Para pendukung SPT percaya kesalahan interpretasi makna komunikasi jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lain terhadap berbagai keraguan pada makna yang disampaikan. Pada tahap ini individu telah membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman & Taylor akan menghasilkan komunikasi yang efisien. Artinya, pada tahap ini, makna dapat ditafsirkan secara jelas dan tanpa keraguan.

  Menurut Mark Knapp Anita Vangelisti dalam Morissan (2010 : 188), keterbukaan untuk mengungkapan infomrasi yang bersifat intim harus didasarkan atas kepercayaan. Menurut mereka, jika kita menginginkan resiprositas dalam hal keterbukaan maka kita harus mencoba untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain dan sebaliknya kita juga harus percaya dengan orang lain.

II.2.4 Teori Perukaran Sosial

   Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory—SET) didasarkan pada

  ide bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan (cost) merupakan elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang, sedangkan penghargaan (rewards) merupakan elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif (West Turner, 2009 : 216).

  Sudut pandang Teori Pertukaran Sosial berpendapat bahwa orang menghitung nilai keseluruhan dari sebuah hubungan dengan mengurangkan pengorbanannya dari penghargaan yang diterimanya (Monge & Contactor, 2003). Teori Pertukaran Sosial memprediksikan bahwa nilai (worth) dari sebuah hubungan mempengaruhi hasil akhir (outcome) atau apakah orang akan meneruskan hubungan atau mengakhirinya. Hubungan yang positif biasanya dapat diharapkan untuk bertahan, sedangkan hubungan yang negatif mungkin akan berakhir (West Turner, 2009 : 217).

  Thibault dan Kelley menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut : “setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.” Ganjaran, biaya, hasil, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.

  1. Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda- beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Buat si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan.

  2. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.

  3. Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang Anda terima. Anda rugi. Menurut teori pertukaran sosial, hubungan anda dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang lain.

4. Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.

  Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur hubungan interpersonalnya dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memperoleh hubungan interpersonal yang memuaskan.

  Asumsi Teori Pertukaran Sosial

  Teori Pertukaran Sosial didasarkan pada metafora pertukaran ekonomis di mana asumsi berangkat dari pemikiran bahwa manusia memandang kehidupan sebagai suatu pasar. Thibaut dan Kelley mendasarkan teori mereka pada dua konseptualisasi yaitu : Asumsi mengenai sifat dasar manusia

  1. Manusia mencari penghargaan dan menghindari hukuman

  2. Manusia adalah makhluk sosial

  3. Standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan bervariasi seiring berjalannya waktu dan dari satu orang ke orang lainnya

  Asumsi mengenai sifat dasar manusia dari suatu hubungan

  1. Hubungan memiliki sifat ketergantungan

  2. Kehidupan berhubungan adalah sebuah proses Pemikiran bahwa manusia mencari penghargaan dan menghindari hukuman mengasumsikan bahwa perilaku orang dimotivasi oleh suatu mekanisme dorongan internal. Ketika orang merasakan dorongan ini, mereka termotivasi untuk menguranginya dan proses pelaksanaannya merupakan hal yang menyenangkan. Manusia adalah makhluk rasional. Asumsi ini didasarkan pada pemikiran bahwa di dalam batasan-batasan informasi yang tersedia untuknya, manusia akan menghitung pengorbanan dan penghargaan dari sebuah situasi tertentu dan ini akan menuntun perilakunya. Hal ini juga mencakup kemungkinan bila dihadapkan pada pilihan yang tidak memberikan penghargaan, orang akan memilih pilihan yang paling sedikit membutuhkan pengorbanan. Dengan berasumsi bahwa manusia adalah makhluk rasional, Teori Pertukaran Sosial menyatakan bahwa manusia menggunakan pemikiran rasional untuk membuat pilihan. Asumsi ketiga bahwa standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan bervariasi seiring berjalannya waktu dan dari satu orang ke orang lainnya menunjukkan bahwa teori ini harus mempertimbangkan adanya keanekaragaman. Tidak ada satu standar yang dapat diterapkan pada semua orang untuk menentukan apa pengorbanan dan penghargaan itu (West Turner, 2009 : 218-219).

  Thibaut dan Kelley mengambil tiga asumsi mengenai sifat dasar manusia tersebut dari prinsip-prinsip pengurangan dorongan. Dalam pendekatan mereka akan hubungan, mereka menyusun prinsip-prinsip yang mereka sebut sebagai teori permainan (game theory) yang megilustrasikan asumsi pertama mereka disebut dilema seorang tahanan (Prisoner’s dilemma). Hasil akhir dari tiap kasus tergantung pada hubungan antar individu, tidak pada satu jawaban saja. Oleh karena itu, ketika seorang partisipan dalam sebuah hubungan mengambil tindakan, baik partisipan yang satu maupun hubungan mereka secara keseluruhan akan terkena akibat. Asumsi kedua yang dibuat oleh Thibaut dan Kelley adalah kehidupan hubungan merupakan sebuah proses sehingga waktu dan perubahan dalam kehidupan suatu hubungan menjadi penting. Waktu mempengaruhi pertukaran karena pengalaman-pengalaman masa lalu menuntun penilaian mengenai penghargaan dan pengorbanan, dan penilaian ini mempengaruhi pertukaran-pertukaran selanjutnya (West Turner, 2009 : 219-220).

  Struktur Pertukaran

  Pertukaran dapat terjadi dalam beberapa bentuk dalam matriks tersebut:

  a. Direct Exchange (pertukaran langsung), timbal balik dibatasi pada kedua aktor yang terlibat.

  b. Generalize Exchange (pertukaran tergeneralisasi), melibatkan timbal balik yang bersifat tidak langsung. Sesorang memberikan kepada orang lain dan penerima merespon tapi tidak kepada orang pertama

  c. Productive Exchange (pertukaran produktif), kedua orang mengalami pengorbanan dan mendapatkan penghargaan secara simultan dengan saling berkontribusi agar keduanya memperoleh keuntungan.

II.2.5 Konsep Gender

  Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Ann Oakey (1972, dalam Fekih, 1997), dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum wanita secara umun. Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Seks adalah pembagian jenis kelamin yang di tentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tersebut. Oleh karena itu, konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan wanita berdasarkan unsur biologis dan anatomi tubuh (Tuttle, Lisa, Encyclopedia of Feminism, 1986) (J.Dwi Narwoko, 2004 : 314).

  Sedangkan gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan wanita secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan wanita. Margert Mead (Sex and Temprament in Three Primitive Societies, 1935), menyatakan bahwa jenis kelamin adalah biologis dan perilaku gender adalah kontruksi sosial. Menurut Oakley (1972 dalam Fekih, 1997), gender adalah pembagian laki-laki dan wanita yang dikontrudksi secara sosial maupun kultural. Seperti halnya wanita dianggap lemah lembut, emosional, keibuan, dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut bukan kodrat karena tidak selamanya dan dapat pula dipertukarkan yang artinya, sebaliknya wanitapun ada yang kuat, rasional, perkasa, dan sebagainya.(J.Dwi Narwoko, 2004 : 314)

  Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan wanita. Perbedaan fungsi dan peranan laki-laki dan wanita itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Gender merupakan suatu konsep pemikiran atau rekayasa manusia yang dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamins dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama, sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu (J.Dwi Narwoko, 2004 : 315) .

  Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan bukan kodrati.

  No Jenis Kelamin (Seks) Contoh kodrati Gender Contoh Bukan Kodrati

  1 Peran reproduksi kesehatan berlaku sepanjang masa.

  Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.

  2 Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Tuhan atau kodrat.

  Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi buatan manusia.

  3 Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan khususnya pada bagian alat-alat reproduksi. Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat reproduksi, maka perempuan mempunyai fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; sedangkan laki-laki mempunyai fungsi membuahi (spermatozoid).

  Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari masyarakat. Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan masyarakat, maka pembagian peran laki-laki adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor publik, sedangkan peran perempuan di sektor domestik dan bertanggung jawab masalah rumahtangga.

  4 Peran reproduksi tidak dapat berubah; sekali menjadi perempuan dan mempunyai rahim, maka selamanya akan menjadi perempuan; sebaliknya sekali menjadi laki-laki, mempunyai penis, maka selamanya menjadi laki-laki.

  Peran sosial dapat berubah: Peran istri sebagai ibu rumahtangga dapat berubah menjadi pekerja/ pencari nafkah, disamping masih menjadi istri juga.

  5 Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan: tidak mungkin peran laki-laki melahirkan dan perempuan

  Peran sosial dapat dipertukarkan Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam keadaan menganggur membuahi. tidak mempunyai pekerjaan sehingga tinggal di rumah mengurus rumah tangga, sementara istri bertukar peran untuk bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).

  6 Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar (pekerjaan publik/produktif di dalam rumah) seperti jualan masakan, pelayanan kesehatan, membuka salon kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci pakaian/loundry, mengasuh dan mendidik anak orang lain (babbysitter/ pre-school).

  7 Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar (pekerjaan publik di luar rumah).

  8 Mengandung/ hamil Bekerja di dalam rumah dan tidak dibayar (pekerjaan domestik rumahtangga) seperti memasak, menyapu halaman, membersihkan rumah, mencuci pakaian keluarga, menjahit pakaian keluarga. Sumber :

II.3 Kerangka Pemikiran

  Pada dasarnya kerangka berpikir (framework of thinking) sama dengan kerangka teoritis (theoritical framework). Menurut Uma Sekaran dalam bukunya yang berjudul Research Methods for Business (2000) mengatakan bahwa, kerangka berpikir dapat diartikan sebagai model konseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor atau variabel yang telah dikenali (diidentifikasi) sebagai masalah yang penting sekali. Penentuan dari suatu variabel atau faktor dipertimbangkan untuk diteliti, karena merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah, benar-benar didasarkan pada teori yang relevan.

  Kerangka berpikir akan menjelaskan secara teoritis antar variabel yang sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antar variabel bebas

  (independent) dan variabel tak bebas (dependent) (Supranto, 2003 : 324).

  Komunikasi Antarpribadi penarik becak wanita Teori Penetrasi

  Sosial Teori self

  Disclosure Teori Pertukaran

  Sosial Konsep Gender 1.

  Alasan penerik becak wanita melakukan pekerjaan sebagai penarik becak wanita

  2. Hambatan-hambatan komunikasi antarpribadi

  3. Mengetahui pengembangan hubungan komunikasi antrapribadi penarik becak wanita

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

0 3 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERBANKAN A. Penjelasan Umum Tentang Perbankan - Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian pada Bank Mandiri ditinjau dari UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Studi pada Bank Mandiri Area Balai Kota Medan)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian pada Bank Mandiri ditinjau dari UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Studi pada Bank Mandiri Area Balai Kota Medan)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Usia Arrester Pada Jaringan Distribusi Terhadap Sambaran Kilat Dengan Menggunakan Atpemtp Studi Kasus PLN Ranting Medan Johor

0 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Sejarah Lelang 2.1.1.1. Sejarah Lelang Dunia - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Atas Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lel

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemous gouramy) - Pengendalian Biofilm Edwardsiella tarda Pada Permukaan Sisik Ikan dan Plastik PVC dengan Senyawa Antimikroba yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL)

0 0 5

Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Markisa - Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 7

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 1 28