faktor faktor determinasi kualitas audit suatu studi dgn pendekatan earnings surprise benchmark

(1)

FAKTOR-FAKTOR DETERMINASI KUALITAS AUDIT–

SUATU STUDI DENGAN PENDEKATAN EARNINGS SURPRISE

BENCHMARK

ARIE WIBOWO HILDA ROSSIETA, Ph.D

PASCASARJANA ILMU AKUNTANSI FE UI

Abstract

This study is aimed at examining the determinant factors for audit quality. Based on the literature review, the study hypothesized that audit tenure, size of audit firm and audit regulation have positive impact on audit quality. Differ to the previous studies, this study use earnings surprise benchmark developed from Carey and Simnet’s (2006) study as the proxy for audit quality. To test the hypotheses, four empirical models (i.e., two primary models and two secondary models performed as a way of triangulation or sensitivity analysis for the primary models) are developed and tested using binary logistic regression technique.

The empirical results shows that across models, size of audit firm and audit regulation are the two determinant factors which consistently provide positive effect on audit quality. This means that probability for delivering high audit quality increase when the size of audit firm is bigger. In addition, probability of high audit quality is higher under audit regulation regime compared to that of non-regulated.

Keywords : audit tenure, audit firm size, audit regulation, audit quality, earnings surprise benchmark.

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor determinasi kualitas audit. Berdasarkan reviu pustaka, studi ini mengajukan hipotesa bahwa masa penugasan audit, ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), dan regulasi audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Berbeda dengan studi terhadulu, studi ini menggunakan earnings surprise benchmark sebagai proksi kualitas audit yang dikembangkan dari model Carey dan Simnet (2006). Untuk menguji hipotesa, empat model empiris (dua model utama dan dua model pendukung untuk analisis sensitivitas dari model utama) dikembangkan dan diuji menggunakan teknik regresi binary logistic.

Hasil uji empiris menunjukkan bahwa dalam model tersebut, ukuran KAP dan regulasi audit adalah dua faktor determinasi yang secara konsisten berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa peluang untuk memberikan kualitas audit tinggi akan meningkat dengan ukuran KAP yang semakin besar. Dan peluang kualitas


(2)

audit yang tinggi akan lebih besar terjadi dengan adanya regulasi audit dibandingkan dengan yang tidak diregulasi.

Kata Kunci: masa penugasan audit, ukuran KAP, regulasi audit, kualitas audit, earnings surprise benchmark.

I. Pendahuluan

Akibat krisis global yang baru terjadi pada tahun 2008 yang lalu, para pemimpin negara-negara G20 (dalam London Summit 2008) memutuskan beberapa kebijakan yang akan diambil dalam reformasi perekonomian. Salah satu kebijakan yang penting adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam pasar modal, termasuk meningkatkan kualitas audit dari Akuntan Publik untuk menjamin keterbukaan dan akurasi informasi keuangan perusahaan. Akuntan Publik adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (yaitu pemegang saham, terutama publik sebagai salah satu partisipan aktif dalam pasar modal) dengan pihak agen, yaitu manajer sebagai pengelola keuangan perusahaan. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, auditor harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, tetapi juga bagi masyarakat luas.

Walaupun disadari bahwa kualitas audit sangat penting bagi kelancaran sistem perekonomian suatu negara, terutama bagi aktifitas investasi di pasar modal, namun terdapat satu permasalahan utama dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas audit, yaitu menemukan metode yang handal untuk mengukur kualitas audit secara akurat. Salah satu metode handal dengan proksi yang terukur adalah dengan menggunakan informasi dari laporan audit dan laporan keuangan, seperti yang dilakukan oleh Carey dan Simnett (2006)


(3)

Dimotivasi oleh perkembangan terakhir dari industri audit seperti yang telah diuraikan diatas, penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit, terutama: (i) masa penugasan audit; (ii) ukuran KAP; dan (iii) regulasi audit. Dalam penelitian ini dikembangkan metode baru dalam mengukur kualitas audit, yaitu dengan menggunakan model earnings surprise benchmark yang dikembangkan dari pengukuran kualitas audit Model Carey dan Simnett (2006) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur audit, terutama melalui penggunaan earnings surprise benchmark sebagai metode pengukuran kualitas audit yang baru berkembang. Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan profesi AP maupun regulator dalam meningkatkan kualitas jasa audit. Pada akhirnya, jasa audit yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan kualitas pelaporan keuangan, sehingga dapat mendorong efisiensi pasar modal dan meningkatkan perekonomian, baik secara umum di tingkat global maupun secara khusus dalam konteks Indonesia.

II. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesa II.1. Peran Auditor berdasarkan Agency Theory

Jensen dan Meckling (1976) memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen, manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak selalu sejalan, maka


(4)

sering terjadi benturan kepentingan antara prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk mengelola perusahaan.

Dalam konteks keagenan tersebut, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer sebagai agen dan memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi agency cost (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1986). Pemegang saham mengharapkan auditor untuk dapat menekan kemungkinan terjadinya moral hazard yang dilakukan manajemen, sehingga

agency cost yang ditanggung pemegang saham akan berkurang. Namun dari sudut pandang manajer, sejalan dengan morald hazard hypothesis dan kondisi informasi asimetri, manajer cenderung memilih auditor yang memberi keleluasaan untuk memilih prosedur akuntansi yang disukainya, namun sekaligus juga bersedia memberi opini audit yang menguntungkan.

Gavious (2007) mengatakan bahwa masalah keagenan auditor bersumber pada mekanisme kelembagaan antara auditor dan manajemen. Disatu pihak, auditor ditunjuk oleh manajemen untuk melakukan audit bagi kepentingan pemegang saham, namun dilain pihak, jasa audit dibayar dan ditanggung oleh manajemen. Hal ini menciptakan benturan kepentingan yang tidak dapat dihindari oleh auditor. Mekanisme kelembagaan ini menimbulkan ketergantungan auditor kepada kliennya, sehingga auditor merasa kehilangan independensinya dan harus mengakomodasi berbagai keinginan klien, dengan harapan agar perikatan auditnya dimasa depan tidak terputus.


(5)

Riset terdahulu dari Palmrose (1984) serta Healy dan Lys (1986) menyatakan bahwa kualitas audit merupakan indikator utama dalam membangun teori pemilihan auditor. Artinya, kualitas pelayanan jasa auditor yang diberikan terhadap klien merupakan dasar pertimbangan utama dalam menyeleksi auditor. Konsisten dengan teori agensi, manajemen perusahaan senantiasa mencoba untuk memuaskan keinginan investor dengan memilih auditor yang dapat merefleksikan citra manajer yang baik dimata investor.

Dilain pihak, auditor memiliki kepentingan yang alami untuk mempertahankan pendapatan (dan bahkan kalau bisa meningkatkan) jasa auditnya dengan memenuhi keinginan klien audit, terutama klien jangka panjang. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin kelanjutan perikatan audit. Insentif untuk bekerja sama dengan manajemen yang curang berasal dari ketergantungan ekonomi tersebut. Jadi dalam perspektif kepentingan ekonomi, perikatan audit jangka panjang akan membuat kedekatan dan loyalitas antara auditor dan klien. Hal ini akan menurunkan obyektifitas audit dan menurunkan independensi auditor. Masalah yang perlu diperhatikan adalah jika penugasan auditor yang sekarang dipertahankan untuk jangka waktu lama dimasa depan, maka kemungkinan besar, auditor tersebut akan merasa nyaman, sehingga obyektifitas audit akan terganggu (Mautz dan Sharaf, 1961).

Masalah timbul ketika banyak terjadi kegagalan audit (audit failures) menyangkut opini going concern (Mayangsari, 2003). Beberapa penyebabnya antara lain, masalah self-fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern dalam laporan audit. Hal ini terkait dengan kekhawatiran auditor tentang akibat opini going concern yang justru dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang


(6)

bermasalah (Venuti, 2004). Namun dilain pihak, opini going concern yang diungkapkan dengan segera dapat mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah.

Masalah kedua yang menyebabkan kegagalan audit (audit failures) adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern yang terstruktur (Joanna, 1994). Dengan demikian, hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang tersedia untuk dapat dijadikan acuan dalam menentukan opini going concern (La Salle dan Anandarajan, 1996). Karena itu pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999). Mutchler et al. (1997) menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan: (i) probabilitas kebangkrutan dan variabel lag laporan audit; serta (ii) adanya contrary information, seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi untuk menghindari default tengah berlangsung, maka kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern akan meningkat.

II.2. Pengukuran Kualitas Audit

Salah satu cara untuk mengukur kualitas hasil pekerjaan auditor adalah melalui kualitas keputusan-keputusan yang diambil. Menurut Bedard dan Michelene (1993) ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah keputusan secara umum, yaitu

outcome oriented dan process oriented.

Untuk pendekatan yang berorientasi proses, Li Dang (2004) juga O’Keefe et al.

(1994) berpendapat bahwa dalam konteks Amerika Serikat, kualitas keputusan diukur dengan: (i) tingkat kepatuhan auditor terhadap General Acceptance on Auditing Standards

(GAAS); (ii) tingkat spesialisasi auditor dalam industri tertentu. Bagi pendekatan yang berorientasi hasil, Francis (2004) mengukur kualitas audit melalui hasil audit. Ada dua


(7)

hasil audit yang dapat diobservasi yaitu: (i) laporan audit; dan (ii) laporan keuangan. Ukuran yang dapat diobservasi dalam laporan audit adalah kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan bangkrut (Carey dan Simnett 2006, Mutchler et al 1997). Sedangkan ukuran yang dapat diobservasi dalam laporan keuangan adalah kualitas laba.

Nilai laba yang dilaporkan dapat dikelola sesuai dengan tujuan manajemen yaitu tujuan “opportunistic” atau “efficienct”. Efficienct motives dari earnings management

adalah memberikan fleksibilitas kepada manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat mencerminkan potensi ekonomis perusahaan dimasa depan bagi kepentingan pemegang saham. Sedangkan opportunistic motives dari earnings management bertujuan memberikan fleksibilitas kepada manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi guna memaksimalkan utilitas manajemen1.

Terkait dengan opportunistic motives dari manajer, kualitas audit seringkali dikaitkan dengan kualitas laba yang dilaporkan. Jika kualitas audit yang dihasilkan rendah, maka laba yang disajikan dalam laporan keuangan yang diaudit akan cenderung mengandung akun-akun yang tidak terlalu tepat menggambarkan hasil operasi serta kondisi keuangan perusahaan (Chen et al, 2004).

Studi ini menggunakan earnings surprise benchmark sebagai proksi dari kualitas audit dengan argumen berikut: (i) earnings surprise benchmark adalah ukuran kualitas audit yang relatif baru dan didukung oleh argumen yang kuat tentang hubungannya dengan

1 Windows dressing adalah usaha manajemen untuk membuat laporan keuangan menjadi “bagus” dengan

meningkatkan laba sehingga manajemen dapat menikmati bonus dimasa kini. Taking a bath adalah usaha manajemen untuk membuat laporan keuangan menjadi “jelek” dengan meningkatkan rugi dengan harapan manajemen akan mendapat bonus dimasa depan karena laba yang meningkat. Umumnya semua tujuan tersebut terkait dengan opportunistic motives dari manajer, dan biasanya terkait dengan bonus.


(8)

kualitas audit ; dan (ii) tingkat laba adalah data yang relatif mudah didapat dari laporan keuangan.

II.3. Masa Penugasan Audit, Independensi Auditor dan Kualitas Audit

Terdapat sejumlah studi yang berusaha menghubungkan antara kualitas dengan masa penugasan audit. DeAngelo (1981) melakukan penelitian terkait dengan kualitas audit berdasarkan teori permintaan dan penawaran kualitas jasa audit. Argumen utamanya adalah permintaan (dan penawaran) kualitas jasa audit dapat terpenuhi dengan semakin panjangnya masa penugasan auditor (auditor tenure), karena auditor dapat terus menggunakan teknologi dan pengetahuan audit yang telah diperoleh selama menjalankan audit pada periode sebelumnya dan memberikan jasa secara konsisten.

Menurut DeAngelo (1981), dengan panjangnya jangka waktu dan kesinambungan penugasan audit, konsumen jasa audit (seperti pemegang saham, pemegang obligasi, manajer, karyawan, agen-agen pemerintah dan pengguna lainnya) mendapatkan manfaat karena mereka dapat menghemat biaya yang berkaitan dengan evaluasi kualitas audit. Walaupun DeAngelo (1981) tidak secara eksplisit menyatakan bahwa kualitas audit berkorelasi dengan jangka waktu terntenu sebagai masa optimal penugasan audit, namun dia berargumen bahwa berbagai manfaat akan hilang jika masa penugasan auditor hanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Terdapat dua argumen utama yang mendukung adanya hubungan negatif antara lamanya masa penugasan audit dengan kualitas audit. Pertama, erosi independensi yang mungkin muncul akibat tumbuhnya hubungan pribadi antara auditor dengan kliennya. Mautz dan Sharaf (1961) menyatakan bahwa auditor harus menyadari berbagai tekanan


(9)

yang bermaksud mempengaruhi perilakunya dan sedikit demi sedikit akan mengurangi independensinya. Ancaman terhadap independensi ini bukan hanya terjadi saat pelaporan tapi juga berpotensi mempengaruhi opini saat audit (Dopuch et al. 2003, Bazerman et al.

1997). Baik disadari atau tidak, hubungan pribadi yang semakin panjang akan memunculkan ikatan loyalitas atau emosi yang akan mempengaruhi independensi dan obyektifitas auditor. Kondisi paling ekstrem ialah timbulnya familiaritas berlebihan yang akan mendorong terjadinya kolusi antara auditor dengan klien (McLaren, 1958 dalam Carey dan Simnett, 2006)

Argumen kedua menyatakan bahwa dengan semakin lamanya masa penugasan audit, kapabilitas auditor untuk bersikap kritis akan berkurang karena auditor sudah terlalu familiar. Hal ini akan menyebabkan semakin terbatasnya pendekatan pengujian audit kreatif seperti yang sering terjadi saat awal perikatan audit (Hoyle, 1978 dan McLaren, 1958 dalam Carey dan Simnett, 2006). Program audit hanya menjadi suatu rutinitas karena auditor sudah mempunyai antisipasi kondisi sistem klien, terutama dengan adanya prosedur kontrol intern (Hoyle, 1978 dalam Carey dan Simnett 2006). Shockley (1981) dalam Carey dan Simnett, (2006) menyatakan bahwa tingginya tingkat kepuasan, kurangnya inovasi, kurang kuatnya prosedur audit dan munculnya percaya diri berlebihan terhadap klien cenderung muncul pada saat auditor mempunyai hubungan yang lama dengan klien.

Kontra argumen dari pengaruh negatif tersebut menyatakan bahwa lamanya masa penugasan audit dapat meningkatkan kualitas audit dengan berbagai alasan. Pertama, biaya audit yang tinggi (termasuk diantaranya kegagalan audit) diasosiasikan dengan periode awal masa penugasan audit. Geiger dan Raghunandan (2002) menemukan bahwa kegagalan audit sering terjadi pada periode awal auditor melaksanakan penugasan audit.


(10)

Carcello dan Nagy (2004) juga menemukan bahwa kecurangan dalam laporan keuangan seringkali terjadi pada tahun-tahun awal auditor melaksanakan audit. Konsisten dengan hal ini, St Pierre dan Anderson (1984) menemukan banyak kesalahan audit yang dilakukan auditor pada masa awal penugasan audit. Salah satu interpretasi dari kondisi ini adalah bahwa walaupun tingkat independensi auditor relatif lebih tinggi diawal masa penugasan, namun tingkat familiaritasnya lebih rendah, terlihat dari tingginya tingkat kegagalan audit pada masa awal tersebut.

Argumen kedua yang mendukung sisi positif lamanya penugasan audit mengatakan bahwa pengetahuan tentang klien dan industri yang diperoleh setelah audit berulang-ulang akan meningkat, sehingga meningkatkan kualitas audit. Johnson et al (2002) juga Myers et al. (2003) melaporkan bahwa tingkat akrual diskresioner menurun (yang diartikan bahwa kualitas audit meningkat) sesuai dengan lamanya masa penugasan. Bamber dan Iyer (2002) menemukan bahwa lamanya keterikatan auditor dengan klien berhubungan dengan makin tingginya kualitas audit. Hal ini dapat diartikan bahwa rotasi kantor akuntan publik tidak bersifat produktif. Temuan ini konsisten dengan kesimpulan Ghosh dan Moon (2005) tentang persepsi investor yang menyatakan bahwa lamanya keterikatan KAP dengan klien identik dengan semakin meningkatnya kualitas audit.

Chi dan Huang (2005) melakukan pengujian di Taiwan dan menemukan bukti bahwa kualitas laba klien lebih rendah pada periode awal penugasan audit, yang berlaku baik bagi hasil audit oleh Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik. Namun peningkatan kualitas laba dalam masa penugasan audit yang lebih lama hanya berlaku pada Kantor Akuntan Publik. Dalam studi ini, kualitas laba diukur dengan tingkat abnormal


(11)

accruals, dimana kualitas laba yang rendah diartikan sebagai kualitas audit yang rendah, karena auditor membiarkan terjadinya praktek manajemen laba.

Berdasarkan kedua argumen yang kontras tentang pengaruh masa penugasan audit terhadap kuliatas audit seperti yang telah dipaparkan diatas, maka hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,

H1: Masa penugasan audit berpengaruh positif (negatif) terhadap kualitas audit

II

.4. Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Kualitas Audit

Kualitas audit sering dikaitkan dengan skala auditor (Firth & Liau Tan, 1998), yang dipandang mempunyai kelebihan dalam empat hal, yaitu: (i) besarnya jumlah dan ragam klien yang ditangani KAP; (ii) banyaknya ragam jasa yang ditawarkan; (iii) luasnya cakupan geografis, termasuk adanya afiliasi international; dan (iv) banyaknya jumlah staf audit dalam suatu KAP. Berdasarkan kelebihan-kelebihan tersebut, De Angelo (1981), juga Watts dan Zimmerman (1986) berpendapat bahwa ukuran auditor akan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dengan demikian, diperkirakan bahwa dibandingkan dengan KAP kecil, KAP besar mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam melakukan audit, sehingga mampu menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi. Berdasarkan argumen tersebut maka hipotesis kedua yang diajukan adalah sebagai berikut:

H2: Ukuran kantor akuntan publik (KAP) berpengaruh positif terhadap kualitas audit

II

.5. Regulasi Audit di Indonesia dan Kualitas Audit

Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap akuntan publik. Hal ini


(12)

dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada dibawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik).

Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain: (i) pembuatan standar akuntansi dan standar audit; (ii) pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan (iii) pemberian sanksi. Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya.

Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran


(13)

penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Disamping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.

Berdasarkan penjelasan tentang pengaruh regulasi rotasi terhadap kualitas audit yang telah dipaparkan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut,

H3: Penerapan regulasi rotasi audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit

III.Metodologi Penelitian

III.1. Model Empiris untuk Menguji Hipotesis

Pengujian data tenure AP dan KAP sebagai variabel independen dilakukan secara terpisah. Pemisahan pengujian ini dilakukan untuk menghindari adanya multikolinearitas yang diduga akan muncul karena adanya kesamaan data untuk KAP perseorangan yang hanya mempunyai 1 (satu) orang AP.

Berbeda dengan studi yang dilakukan Carey dan Simnet (2006) serta Menon dan Williams (2004), studi ini menggunakan variabel dummy industri dan tahun untuk mengontrol efek dari industri dan tahun yang berbeda terhadap kualitas audit. Pada penelitian ini ditambahkan variabel kontrol TRANSISI yang merupakan proksi dari masa transisi penerapan regulasi rotasi pada tahun 2002-2003. Hal ini dilakukan untuk mengisolasi pengaruh transisi/peralihan penerapan regulasi yang dianggap akan mempengaruhi kualitas audit. Dengan modifikasi metode Carey dan Simnett (2006), juga Menon dan Williams (2004) terhadap kondisi Earnings benchmark untuk investigasi


(14)

hubungan masa penugasan audit dan kualitas audit, maka dibentuk model regresi binary

logit multivariat untuk menguji ke 3 hipotesa diatas. Formulasi model, definisi variabel dalam model serta operasionalisasi variabel disajikan dalam Lampiran I.

III.2. Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari pasar modal Indonesia yang diambil dari database OSIRIS, Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2000 - 2007, dan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan pada Pusat Riset Pasar Modal (PRPM) Bursa Efek Indonesia untuk seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2007. Data AP dan KAP diambil dari database PPAJP - Departemen Keuangan dan Laporan Auditor Independen Perusahaan pada Pusat Riset Pasar Modal (PRPM).

III.3. Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas ini bertujuan melihat pengaruh masa penugasan audit terhadap kualitas audit, baik oleh AP maupun KAP. Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa terdapat dua argumen yang berlawanan satu sama lain tentang pengaruh masa penugasan auditor terhadap kualitas audit, yaitu dapat bersifat positif maupun negatif. Bila dilihat dalam kurun waktu yang cukup panjang, bisa saja kedua argumen tersebut benar. Kualitas audit akan meningkat sejalan dengan bertambahnya masa penugasan audit, karena diawal masa penugasan, dengan berlalunya waktu, auditor akan memperoleh peningkatan pengetahuan tentang usaha klien, sekaligus dapat menjaga independensinya terhadap klien. Dalam kurun waktu ini, kualitas audit akan meningkat sejalan dengan meningkatnya masa penugasan audit. Namun dengan semakin dekatnya hubungan auditor dengan klien, maka independensi auditor akan semakin menurun, demikian pula kualitas audit. Dengan demikian, dalam jangka panjang, kualitas audit akan menurun setelah suatu titik optimal


(15)

masa penugasan audit tercapai. Berdasarkan argumen tersebut, maka dapat diajukan suatu proposisi bahwa fungsi kualitas audit terhadap masa penugasan audit adalah berbentuk kuadratik. Proposisi tersebut akan diuji melalui Model 3 untuk KAP dan Model 4 untuk AP yang disajikan dalam Lampiran II. Adapun definisi variabel serta operasionalisasi variabel yang digunakan dalam kedua model tersebut sama dengan yang digunakan dalam Model 1 dan Model 2.

IV. Analisis Hasil Uji Statistik dan Interpretasi Hasil Pembahasan

IV.1. Analasis Hasil Uji Stastistik Model Empiris dan Interpretasi Hasil Pengujian Proses pemilihan sample disajikan dalam Lampiran III – Tabel 1, sedangkan statistik deskriptif untuk data yang dicakup dalam penelitian ini disajikan dalam Lampiran III – Tabel 2. Statistik descriptif menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai rerata total aset sebesar e22.99306463 atau Rp 9.677.453.447, rerata hutang sebesar 53.74% dan rerata Return on Asset (ROA) sebesar 0.011997. Sedangkan KAP dalam penelitian ini rata-rata mempunyai 10 partner. Dalam penelitian ini, rerata masa penugasan audit oleh KAP adalah 3 tahun, sementara rerata masa penugasan audit oleh AP adalah 2 tahun.

Seperti telah dijelaskan diatas, kualitas audit dibagi kedalam 2 kategori, yaitu : (i) kualitas audit tinggi (MEET_BE=1) bila nilai laba berada dalam rentang nilai yang normal; dan (ii) kualitas audit rendah (MEET_BE=0) bila nilai laba berada diluar rentang nilai yang normal. Dalam penelitian ini, rentang nilai laba normal adalah bila rerata ROA dari sampel berada diantara μ-σ ≤ x ≤ μ+σ. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa μ=-0.0233 dan σ=0.1940. Dengan demikian, kualitas audit dikelompokkan sebagai berikut: (i) kualitas audit tinggi (MEET_BE=1) bila sampel mempunyai rerata ROA antara -0,14186 dan


(16)

0,16586; (ii) kualitas audit rendah (MEET_BE=0) bila sampel mempunyai nilai ROA lebih besar dari 0,16586 atau lebih kecil dari -0,14166.

IV.2. Analasis Hasil Uji Stastistik Model 1 dan Interpretasi Hasil Pengujian

Hasil uji statistik Model 1 untuk masa penugasan audit KAP disajikan pada Lampiran III – Tabel 1. Hasil test statistik menunjukkan bahwa model signifikan prada p value kurang dari 1%. Disamping itu, ditemukan bahwa: (i) SizeKAP secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit pada α=10%; dan (ii) REGULASI secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit pada α=5%. Dengan demikian, H2 dan H3 terbukti didukung oleh data. Adapun masa penugasan audit ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, sehingga H1 tidak terbukti Untuk variabel kontrol LnTA dan TL/TA, ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.

Bukti empiris hasil pengujian Model 1 dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

o SizeKAP secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan Odds

ratio dari Size KAP sebesar 1.03. Artinya, KAP dengan jumlah partner lebih dari 1 orang mempunyai peluang untuk menghasilkan kualitas audit tinggi sebesar 1.03 kali relatif dibandingkan KAP yang lebih kecil.

o REGULASI secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan Odds

ratio dari REGULASI sebesar 2.93. Artinya, penerapan regulasi akan meningkatkan peluang untuk menghasilkan kualitas audit tinggi sebesar 2.93 kali relatif dibandingkan dengan tanpa regulasi.


(17)

IV.2. Analasis Hasil Uji Stastistik Model 2 dan Interpretasi Hasil Pengujian

Hasil uji statistik Model 2 untuk masa penugasan audit AP disajikan pada Lampiran III – Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Model 2 signifikan pada p-value kurang dari 1%. Adapun untuk faktor determinan kualitas audit, bukti empiris menunjukkan bahwa: (i) SizeKAP secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan α=10%; dan (ii) REGULASI secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan α=5%. Variabel masa penugasan audit ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Variabel control LnTA dan TL/TA juga ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Dengan demikian, H2 dan H3 terbukti didukung data, sementara H1 tidak terbukti, konsisten dengan hasil uji statistik Model 1 untuk KAP,

Bukti empiris hasil pengujian Model 1 dapat diinterpretasikan sebagai berikut: • SizeKAP secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan Odds

ratio dari Size KAP sebesar 1.03. Artinya, KAP dengan jumlah partner lebih banyak 1 orang mempunyai peluang untuk menghasilkan kualitas audit tinggi sebesar 1.03 kali relatif dibandingkan KAP kecil.

• REGULASI secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan Odds ratio dari REGULASI sebesar 2.89. Artinya, penerapan regulasi akan meningkatkan peluang untuk menghasilkan kualitas audit tinggi sebesar 2.89 kali relatif dibandingkan dengan tanpa regulasi.


(18)

IV.3. Analasis Hasil Uji Sensitivitas (Model 3 dan Model 4) dan Interpretasi Hasil Pengujian

Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa hubungan antara masa penugasan audit dengan kualitas audit adalah berbentuk kuadratik. Asumsi ini dibuat berdasarkan dua pendapat yang berlawanan tentang pengaruh masa penugasan audit terhadap kualitas audit, cateris paribus, yaitu,: (i) berpengaruh positif pada awal masa penugasan ketika independensi auditor masih tinggi; (ii) berpengaruh negatif sesudah auditor menjalani masa penugasan audit. yang cukup lama, disebabkan karena terjadinya erosi independensi. Hasil uji statistik untuk analisa sensitivitas yang diformulasikan dalam Model 3 untuk masa penugasan audit KAP dan Model 4 untuk AP disajikan pada Lampiran V – Tabel 1 dan 2.

Hasil yang diperoleh dari pengujian Model 3 dan Model 4 tidak berbeda dengan hasil pada Model 1 dan Model 2, yaitu masa penugasan audit., baik oleh KAP maupun AP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Variabel kontrol LnTA dan TL/TA juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hanya variabel SizeKAP dan REGULASI yang secara signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan dan Implikasi Hasil Penelitian

Hasil uji statistik dari 4 model empiris yang dibentuk untuk menguji faktor determinan kualitas audit (yaitu: audit tenure, ukuran KAP serta regulasi) memberikan bukti yang kuat dan konsisten tentang dua faktor yang berpengaruh positif terhadap kualitas audit dalam konteks perusahaan publik di pasar modal Indonesia, yaitu: (i) Ukuran KAP


(19)

(SizeKAP); dan (ii) Regulasi Audit (REGULASI). Bukti empiris tersebut menunjukkan bahwa: (i) konsisten dengan pendapat DeAngelo (1981), juga Watts dan Zimmerman (1986), semakin besar ukuran KAP maka akan semakin baik kualitas audit yang akan dihasilkan; dan (ii) regulasi audit dapat secara efektif meningkatkan kualitas audit. Regulasi audit ini antara lain mencakup kebijakan rotasi audit serta bentuk pembinaan dan pengawasan lainnya seperti kewajiban mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan (PPL), pemeriksaan reguler untuk ketaatan terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan pembatasan pemberian jasa konsultansi saat melakukan audit.

Dalam studi ini belum dapat dibuktikan adanya pengaruh masa penugasan audit oleh KAP dan AP terhadap kualitas audit. Saat dilakukan uji sensitivitas dengan menganggap bahwa hubungan masa penugasan audit dengan kualitas audit berbentuk kuadratik, juga ditemukan hasil yang serupa, yaitu masa penugasan audit oleh KAP dan AP tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Sedangkan untuk variabel kontrol ukuran perusahaan klien (LnTA) dan tingkat leverage perusahaan (TL/TA), tidak terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas audit.

Studi ini diharapkan dapat memperkaya literatur mengenai penggunaan proksi baru untuk mengukur kualitas audit dan ukuran KAP. Disamping itu, bukti empiris dari studi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap penerapan regulasi jasa akuntan publik di Indonesia, khususnya bagi perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.


(20)

V.2 Keterbatasan Studi dan Saran Penelitian Selanjutnya

Studi ini hanya menggunakan data perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu terbatas. Dengan demikian, hasil studi tidak dapat digeneralisasi pada seluruh perusahaan di Indonesia.

Studi ini menggeneralisasi pengaruh masa penugasan audit terhadap kualitas audit dengan tidak membedakan/mengecualikan kondisi di setiap industri. Untuk mengakomodasi karakteristik industri yang berbeda, jenis industri dikontrol dengan menggunakan variabel dummy industri. Dalam studi berikutnya, diharapkan karakteristik industri dapat lebih diakomodasi secara spesifik, sehingga hubungan antara faktor determinan dengan kualitas laba dapat diuji secara terpisah untuk setiap jenis industri.

Walaupun penggunaan Earnings Surprise Benchmark sebagai proksi dari kualitas audit dapat dikatakan relatif baru dibandingkan dengan pengukuran lainnya, namun tidak terlepas dari beberapa kelemahan, antara lain: (i) benchmark untuk kualitas audit diperoleh dari kualitas laba perusahaan klien, sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas audit yang diberikan oleh AP dan KAP; (ii) nilai benchmark dalam penelitian ini ditentukan dengan menghitung rerata seluruh sampel dalam satuan tahun-perusahaan, termasuk tahun dengan kondisi ekonomi yang berbeda satu sama lain (misal: terjadi krisis ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yg cepat) yang hanya dikontrol dengan menggunakan variabel

dummy tahun. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan tersebut, penggunaan Earnings Surprise Benchmark sebagai proksi dari kualitas audit dalam studi selanjutnya perlu disempurnakan penentuan benchmark. Misalnya, dengan menentukan benchmark per-tahun dan per-industri. Dengan demikian, dapat diselidiki apakah pemberlakuan batas maksimum


(21)

rotasi dapat diberlakukan secara umum atau berbeda untuk setiap tahun ataupun untuk setiap jenis industri.

Studi ini hanya memperhitungkan faktor independensi (masa penugasan audit), ukuran KAP, regulasi, ukuran perusahaan dan tingkat leverage perusahaan yang dapat mempengaruhi kualitas audit. Studi berikutnya diharapkan dapat memasukkan variabel lain yang secara logis diperkirakan berpengaruh terhadap kualitas audit, seperti: (i) spesialisasi industri; (ii) karakeristik kualitas audit seperti fairness dan informativeness; (iii) kapabilitas auditor yang tercermin dari kapabilitas staff audit; (iv) faktor-faktor lain yang mempengaruhi independensi auditor selain masa penugasan audit; serta (v) faktor intern perusahaan klien yang terkait dengan kualitas audit, seperti komite audit.


(22)

Daftar Pustaka

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) (1998). AICPA Professional Standards. New York. NY: AICPA.

Badan Pengawas Pasar Modal (2002). Peraturan Bapepam No. VIII.A.2

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (2008). Peraturan Bapepam No. VIII.A.2

Bamber, E.M. & Iyer, V.M. (2002). Big 5 Auditors’ Professional and Organizational Identification: Consistency or Conflict? Auditing: A Journal of Practice & Theory, 21, 2, 21-38

Bamber, E.M. & Iyer, V.M. (2005). Auditors’ Identification with Their Clients and Its Effect on Auditors’ Objectivity. Working Paper on SSRN

Barbadillo, E.R., Aguilar, N.G. & Lopez, E.B. (2006). Long-term Audit Engagements and Opinion Shopping: Spanish Evidence. Accounting Forum, 30, 1, 61-79

Bazerman, M.H., Morgan, K.P. & Loewenstein, G.F. (1997). The impossibility of auditor independence. Sloan Management Review 38, 89-94

Bedard, J. & Michelene, T.H. (1993). Expertise in Auditing. Journal of Accounting Practice & Theory, 12, 21-45

Carcello, J. V. & Nagy, A. L. (2004), Audit Firm Tenure and Fraudulent Financial Reporting. Auditing: A Journal of Practice and Theory 23, 55-69.

Carey, P. & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The Accounting Review 81, 653

Chen, K. & Church, B. (1996). Going Concern Opinions and the Market’s Reaction to Bankruptcy Filings. The Accounting Review, 71, 1, 117-128

Chen, C. Y., C. J. Lin. & Y. C. Lin. (2004). Audit partner tenure, audit firm tenure and discretionary accruals; does long auditor tenure impair earning quality? Working paper, Hong Kong University of Science and Technology

Chi, W. & Huang, H. (2005). Discretionary accruals, audit-firm tenure and audit-partner tenure: Empirical evidence from Taiwan. Journal of Contemporary Accounting and Economics 1, 65-92


(23)

DeAngelo. L.E. (1981). Auditor independence, “low balling” and disclosure regulation.

Journal of Accounting and Economics 3, 113-127

Departemen Keuangan (1997). Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997 tentang Jasa Akuntan Publik

Departemen Keuangan (1999). Keputusan Menteri Keuangan No. 470/KMK.017/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997 tentang Jasa Akuntan Publik

Departemen Keuangan (2002). Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik

Departemen Keuangan (2003). Keputusan Menteri Keuangan No. 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik

Departemen Keuangan (2006). Draft Rancangan Undang Undang tentang Akuntan Publik.

Jakarta

Departemen Keuangan (2008). Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik

Doogar, R. & Easley, R.F. (1998). Concentration without Differentiation: A New Look at the Determinants of Audit Market Concentration. Journal of Accounting and Economics, 25, 3, 235-253

Dopuch, N. & D. Simunic. (1982). Competition in auditing research: an assessment. Paper read at the 4th symposium on auditing research, University of Illinois

Dopuch, N., King, R.R. & Schwartz, R. (2003). Independence in appearance and in fact: An experimental investigation. Contemporary Accounting Research 20, 79-114

Francis, J.R. (2004). What do we know about audit quality?. The British Accounting Review 26, 345-368

Firth, M. & Liau Tan, C.K. (1998). Auditor Quality, Signaling, and the Valuation of Initial Public Offerings. Journal of Business Finance and Accounting, 25, 145-165

Gavious, I. (2007), Alternative perspectives to deal with auditors’ agency problem, Critical Perspectives on Accounting 18, 451-467

Geiger, M. & Raghunandan, K. (2002). Auditor tenure and audit reporting failures. Auditing: A Journal of Practice & Theory 21, 67-78


(24)

Ghazali, I. (2006). Analisa Multivariate Lanjutan

Ghosh, A.A. & Moon, D.C. (2005). Auditor Tenure and Perceptions of Audit Quality. The Accounting Review 80, 2, 585-612

Gunny, K., Krishnan, G. & Zhang, T. (2007). Is audit quality associated with auditor tenure, industry expertise, and fees? Evidence from PCAOB opinions, Working Paper on SSRN

Healy, P. & Lys, T. (1986). Auditor Changes Following Big Eight Takeovers of Non Big Eight Firms. Journal of Accounting and Public Policy (Winter),251-265

Hoyle, J. (1978). Mandatory Auditor Rotation: The Arguments and an Alternative. The Journal of Accountancy, 145, 69-78 dalam Carey, P. & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The Accounting Review 81, 653

Independence Standards Board (ISB) (2000). Statement of Independence Standards: A Conceptual Framework for Auditor Independence (Exposure Draft). New York, NY: ISB (November 2000)

Institute for Economic and Financial Research (2000-2007). Indonesia Capital Market Directory (2000-2007)

Institut Akuntan Indonesia (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Jakarta

Jensen, M. & Meckling, W. (1976). Theory of the firm: Managerial behaviour, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3 (4), 305-360

Joanna, L.H. (1994). The Effect of Experience on Concensus of Going Concern Judgments. Behavioral Research in Accounting, 6, 160-172

Johnson, V.E., Khurana, I.K. & Reynolds, J.K. (2002). Audit firm tenure and the quality of financial reports. Contemporary Accounting Research 19, 637-660

Koh, H.C. & Tan, S.S. (1999). A Neural Network Approach to the Prediction of Going Concern Status. Accounting and Business Research, 21, 211-216

LaSalle, R.E. & Anandarajan, A. (1996). Auditor View on the Type of Audit Report Issued to Entities with Going Concern Uncertainties. Accounting Horizons, 10, 51-72

Levitt, A. (1998). Legal Penalties and Audit Quality: An Experimental Investigation. Contemporary Accounting (Winter), 685-710


(25)

Libby, R., Bloomfield, R. & Nelson, M.W. (2002). Experimental Research in Financial Accounting. Accounting, Organizations and Society, 27, 8, 775-810

Li Dang (2004). Assessing Actual Audit Quality. Thesis in Drexel University

Lord, A.T. & DeZoort, F.T. (2001). The Impact of Commitment and Moral Reasoning on Auditors’ Responses to Social Influence Pressure. Accounting, Organizations and Society, 26, 215-235

Mautz, R.K. & Sharaf, H.A. (1961). The Philosophy of Auditing. Sarasota, FL: American Accounting Association

Mayangsari, S. (2003).Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya

McLaren, N.L. (1958). Rotation of Auditors. The Journal of Accountancy, July, 41-44 dalam Carey, P. & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The Accounting Review 81, 653

Menon, K. & Williams, D.D. (2004). Former audit partners and abnormal accruals. The Accounting Review 79, 1095-1118

Metcalf Committee (US Senate, 1976, p. 21) dalam Belkoui A.R. (2004). Accounting Theory 5th Edition,

Mutchler, J.F., Hopwood, W. & McKeown, J.C. (1997). The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Report Decisions on Bankrupt Companies. Journal of Accounting Research (Autumn), 295-310

Myers, J., Myers, A. & Omer, T.C. (2003). Exploring the term of the auditor-client relationship and the quality of earnings: A case for mandatory auditor rotation? The Accounting Review 78, 779-800

O’Keefe, T.B., Simunic, D. & Stein, M.T. (1994). The Production of Audit Services: Evidence form a Major Public Accounting Firm. Journal of Accounting Research, 32, 2, 241-261

Palmrose, Z. (1984). The Demand for Quality Differentiated Audit Services in an Agency Cost Setting: An Empirical Investigation. 1984 Auditing Research Symposium, 229-252

Ponemon, L.A. (1992). Ethical Reasoning and Selection Socialitazion in Accounting.


(26)

Sarbanes Oxley Act (2002). (Pub.L. 107-204, 116 Stat. 745, enacted July 30, 2002), also known as the 'Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act' (in the Senate) and 'Corporate and Auditing Accountability and Responsibility Act' (in the House) and commonly called Sarbanes-Oxley, Sarbox or SOX, is a United States federal law enacted on July 30, 2002.

Schilit, H.M. (2002). Financial Shenanigans: How to Detect Accounting Gimnicks & Fraud in Financial Reports, 2nd Edition. McGraw-Hill

Shockley, R.A. (1981). Perceptions of Auditors’ Independence: An Empirical Analysis. The Accounting Review, 55, 4, 785-800 dalam Carey, P. & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The Accounting Review 81, 653

Sikka, P., & Willmott, H. C. (1995).Illuminating the state-profession relationship. Critical Perspectives on Accounting, 5, 341-369

Solomon, I.M., Shields, M. & Whittington, O.R. (1999). What Do Industry Auditors Know? Journal of Accounting Research, 37, 1, 191-208

St. Pierre, K. & J. Anderson (1984).An analysis of factors associated with lawsuits against public accountants. The Accounting Review 59 (1): 242-263

Venuti, E.K. (2004). The Going Concern Assumption Revisited: Assessing a Company’s Future Viability. The CPA Journal, 74, 5, 40-43

Watts, R. & Zimmerman, J. (1986). Positive Accounting Theory. New York, NY: Prentice Hall.


(27)

LAMPIRAN I

Formulasi Model Empiris, Definisi Variabel serta Operasionalisasi Variabel

I.1. Formulasi Model Empiris 3 Formulasi Model 1 untuk KAP:

Pr(KAP_MEET_BE=1) =βo+ (β1*TenKAP) + (β2*SIZEKAP) + (β3*REGULASI) +

(β4*LNTA) + (β5*TL/TA)+ (β6*TRANSISI)+(β*∑industri )+

(β*∑ tahun )+ e ………...(1) 4 Formulasi Model 2 untuk AP:

Pr(AP_MEET_BE=1) = βo + (β1*TenAP)+ (β2*SIZEKAP) +(β3*REGULASI) +

(β4*LNTA)+ (β5*TL/TA) + (β6*TRANSISI) + (β*∑ industri)

+ (β*∑ tahun ) + e ……...(2)

I.2. Definisi Variabel

Variabel Terikat didefinisikan sebagai berikut:

Pr(KAP_MEET_BE=1) : yaitu probabilita perusahaan yang diaudit oleh KAP memenuhi earnings surprise benchmark.

Pr(AP_MEET_BE=1) : yaitu probabilita perusahaan yang diaudit oleh AP memenuhi

earnings surprise benchmark. Variabel Bebas didefinisikan sebagai berikut:

TenKAP = masa penugasan audit oleh KAP TenAP = masa penugasan audit oleh AP

SIZEKAP = jumlah rekan Akuntan Publik dalam KAP sebagai proxy dari Ukuran KAP REGULASI= variabel dummy dengan angka 1 untuk periode setelah penerapan regulasi


(28)

Variabel Kontrol didefinisikan sebagai berikut:

LNTA = log-normal total aset perusahaan sebagai proxy dari Ukuran Perusahaan TL/TA = rasio hutang yaitu total kewajiban dibagi total aset sebagai proxy dari

Tingkat Leverage Perusahaan

∑industri = variabel dummy industri (klasifikasi ICMD) ∑tahun = variabel dummy tahun

TRANSISI= variabel dummy dengan angka 1 untuk periode masa transisi penerapan regulasi rotasi (2002-2003), dan 0 lainnya

I .3. Operasionalisasi Variabel Terikat – Kualitas Audit

Penelitian ini menggunakan benchmark baru yang dimodifikasi dari model Carey dan Simnett (2006). Untuk memperoleh benchmark tersebut, maka dilakukan beberapa langkah berikut:

1. Menggunakan salah satu dari dua model pengukuran yang digunakan Carey dan Simnet (2006) yaitu Earningst / Total asett sebagai ukuran;

2. Menggunakan benchmark μ-σ sampai dengan μ+σ, dimana μ adalah rerata earnings/Δearnings dan σ adalah deviasinya. Benchmark ini berbeda dari Carey dan Simnet (2006) yang menggunakan 2% dari total aset dengan alasan bahwa data tersebut untuk kondisi pasar modal Australia sehingga belum tentu valid untuk kondisi Indonesia. μ dan σ dihitung dari populasi emiten pada periode 1999-2007.

3. Menggunakan asumsi yang berbeda dengan Menon dan Williams (2004) serta Carey dan Simnet (2006), yaitu bahwa manajer akan melakukan moral hazard

(opportunistic motives) dengan melakukan windows dressing dan taking a bath terkait dengan bonus yang akan diperoleh manajer, bukan efficienct motives dengan pemenuhan perkiraan analis. Sehingga dalam studi ini, kualitas audit diasumsikan buruk apabila:

2.4. Laba melebihi earnings benchmark yaitu ketika nilai earning > μ+σ, yang diartikan bahwa auditor memberi kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan praktik “windows dressing”.

2.5. Rugi melebihi earnings benchmark yaitu ketika nilai earning < μ-σ, yang diartikan bahwa auditor memberi kesempatan perusahaan untuk melakukan praktik

“taking a bath”.

6. Berdasarkan argumen di atas, maka dalam didefisikan dalam model variabel dependen MEET_BE sebagai berikut:

(1) MEET_BE = 1 ketika memenuhi kriteria μ-σ < μ < μ+σ, sebagai proksi dari kualitas audit yang tinggi.


(29)

(2) MEET_BE = 0 untuk selainnya/kualitas audit yang rendah, dimana manajemen melakukan praktek “window dressing” (μ > μ+σ) ataupun “taking a bath” (μ < μ-σ).

I.4.

Operasionalisasi Variabel Bebas – Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) Penelitian ini mengajukan ukuran baru yang dapat digunakan sebagai proksi untuk Ukuran KAP yaitu jumlah rekan Akuntan Publik (AP) pada suatu KAP (Size KAP), dengan alasan:

a. Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997 tentang Jasa Akuntan Publik jo. 470/KMK.017/1999 menyatakan bahwa KAP dapat berbentuk perseorangan atau kerja sama antar Akuntan Publik (dalam KMK No. 423/KMK.06/2002 disebut sebagai persekutuan perdata atau firma);

b. Semakin banyak rekan AP maka akan semakin besar kemungkinan adanya saling peer-review antar rekan AP;

c. Semakin banyak rekan AP maka akan memperbesar modal/aset KAP;

d. Semakin banyak rekan AP maka akan memungkinkan KAP memperoleh penghasilan yang lebih besar.

I.

5. Operasionalisasi Variabel Kontrol

Dalam penelitian ini ukuran perusahaan klien didefinisikan sebagai digunakan logaritma normal total aset perusahaan tersebut (LnTA). (Doogar dan Easley, 1998). Penelitian ini juga menggunakan debt ratio (total liabilities / total assets) sebagai ukuran


(30)

LAMPIRAN II

Formulasi Model Empiris Analisa Sensitivitas

5 Formulasi Model 3 untuk KAP: :

Pr(KAP_MEET_BE=1) = βo + (β1*TenKAP) + (β2*TenKAP^2) + (β3*SIZEKAP) +

(β4*REGULASI)+(β5*LNTA)+(β6*TL/TA)+(β7*TRANSISI)

+ (β*∑ industri) + (β*∑ tahun) + e……...(3) 6 Formulasi Model 4 untuk AP:

Pr(AP_MEET_BE=1) = βo + (β1*TenAP) +(β2*TenAP^2) + (β3*SIZEKAP) +

(β4*REGULASI)+(β5*LNTA)+(β6*TL/TA)+(β7*TRANSISI)

+ (β*∑ industri) + (β*∑ tahun) + e ……...(4)

LAMPIRAN III

Proses Pemilihan Sampel dan Statistik Deskriptif

Lampiran III - Tabel 1

Proses Pemilihan Sampel Periode 1999-2007

Proses Pemilihan Sampel Perusahaan-tahun

Jumlah Populasi (Perusahaan terdaftar

di BEJ dari tahun 1998-2007) 3.810

Tidak lengkap data AP/KAP yang

mengaudit dan laporan keuangannya -1.881

Jumlah sampel tahun 1998-2007 1.929

Ekuitas negative -680

Jumlah sampel 1.249

Sampel tahun 1998 (dikeluarkan dari observasi terkait dengan krisis ekonomi

pada tahun tersebut) -41


(31)

Lampiran III - Tabel 2

Statistik Deskriptif Periode 1999-2007

Variabel Mean St Dev

ROA 0.011997 0.153861

TenKAP 2.857734 2.565617

TenAP 2.123242 1.823467

SizeKAP 10.41225 6.476437

TL/TA 0.53737788 0.26112017

Ln TA 22.99306463 1.838678086

LAMPIRAN IV

Hasil Uji Statistik Model Empiris

Lampiran IV - Tabel 1 Hasil Uji Statistik Model 1

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenKAP + β2 SizeKAP + β3 REGULASI + β4 LnTA + β5 TL/TA + β6 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.487

Test that all slopes are zero: G = 60.939, DF = 23, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenKAP +/- -0.0001268 -0.00 0.997 1.00

SizeKAP + 0.0278271 1.85 0.065** 1.03

REGULASI + 1.07362 2.26 0.024* 2.93

LnTA +/- 0.0352026 0.71 0.478 1.04

TL/TA +/- -0.124765 -0.35 0.725 0.88

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenKAP = Masa Penugasan Audit oleh KAP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(32)

Lampiran IV - Tabel 2 Hasil Uji Statistik Model 2

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenAP + β2 SizeKAP + β3 REGULASI + β4 LnTA + β5 TL/TA + β6 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.463

Test that all slopes are zero: G = 60.987, DF = 23, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenAP +/- -0.0098081 -0.22 0.826 0.99

SizeKAP + 0.0279147 1.86 0.062** 1.03

REGULASI + 1.06067 2.21 0.027* 2.89

LnTA +/- 0.0353179 0.71 0.476 1.04

TL/TA +/- -0.120282 -0.34 0.735 0.89

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenAP = Masa Penugasan Audit oleh AP;

SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(33)

LAMPIRAN V Hasil Uji Sensitivitas

Lampiran V - Tabel 1 Hasil Uji Statistik Model 3

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenKAP + β2 TenKAP^2 +β3 SizeKAP + β4 REGULASI + β5 LnTA + β6 TL/TA + β7 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.474

Test that all slopes are zero: G = 60.964, DF = 24, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenKAP + -0.0164247 -0.15 0.880 0.98

TenKAP^2 - 0.0014976 0.16 0.874 1.00

SizeKAP + 0.0276721 1.83 0.067** 1.03

REGULASI + 1.07654 2.26 0.024* 2.93

LnTA +/- 0.0350159 0.71 0.480 1.04

TL/TA +/- -0.123935 -0.35 0.727 0.88

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenKAP = Masa Penugasan Audit oleh KAP;

TenKAP^2 = Kuadratik Masa Penugasan Audit oleh KAP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(34)

Lampiran V - Tabel 2 Hasil Uji Statistik Model 4

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenAP + β2 TenAP^2 + β3 SizeKAP + β4 REGULASI + β5 LnTA + β6 TL/TA + β7 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.263

Test that all slopes are zero: G = 61.387, DF = 24, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenAP + 0.0708852 0.52 0.600 1.07

TenAP^2 - -0.0083906 -0.63 0.526 0.99

SizeKAP + 0.0277418 1.86 0.064** 1.03

REGULASI + 1.05004 2.19 0.029* 2.86

LnTA +/- 0.0355937 0.72 0.472 1.04

TL/TA +/- -0.114275 -0.32 0.748 0.89

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenAP = Masa Penugasan Audit oleh AP;

TenAP ^2 = Kuadratik Masa Penugasan Audit oleh AP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(1)

(2) MEET_BE = 0 untuk selainnya/kualitas audit yang rendah, dimana

manajemen melakukan praktek “

window dressing”

(μ > μ+σ)

ataupun “

taking a bath

” (μ < μ-σ).

I.4.

Operasionalisasi Variabel Bebas – Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)

Penelitian ini mengajukan ukuran baru yang dapat digunakan sebagai proksi untuk

Ukuran KAP yaitu jumlah rekan Akuntan Publik (AP) pada suatu KAP (Size KAP), dengan

alasan:

a. Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997 tentang Jasa Akuntan Publik

jo. 470/KMK.017/1999 menyatakan bahwa KAP dapat berbentuk perseorangan atau

kerja sama antar Akuntan Publik (dalam KMK No. 423/KMK.06/2002 disebut

sebagai persekutuan perdata atau firma);

b. Semakin banyak rekan AP maka akan semakin besar kemungkinan adanya saling

peer-review antar rekan AP;

c. Semakin banyak rekan AP maka akan memperbesar modal/aset KAP;

d. Semakin banyak rekan AP maka akan memungkinkan KAP memperoleh

penghasilan yang lebih besar.

I.

5.

Operasionalisasi Variabel Kontrol

Dalam penelitian ini ukuran perusahaan klien didefinisikan sebagai digunakan

logaritma normal total aset perusahaan tersebut (LnTA). (Doogar dan Easley, 1998).

Penelitian ini juga menggunakan

debt ratio

(

total liabilities / total assets

) sebagai ukuran


(2)

LAMPIRAN II

Formulasi Model Empiris Analisa Sensitivitas

5

Formulasi Model 3 untuk KAP: :

Pr(KAP_MEET_BE=1) = βo + (β1*TenKAP) + (β2*TenKAP^2) + (β3*SIZEKAP) +

(β4*REGULASI)+(β5*LNTA)+(β6*TL/TA)+(β7*TRANSISI)

+ (β*∑ industri) + (β*∑ tahun) + e……...(3)

6

Formulasi Model 4 untuk AP:

Pr(AP_MEET_BE=1) = βo + (β1*TenAP) +(β2*TenAP^2) + (β3*SIZEKAP) +

(β4*REGULASI)+(β5*LNTA)+(β6*TL/TA)+(β7*TRANSISI)

+ (β*∑ industri) + (β*∑ tahun) + e ……...(4)

LAMPIRAN III

Proses Pemilihan Sampel dan Statistik Deskriptif

Lampiran III - Tabel 1

Proses Pemilihan Sampel Periode 1999-2007

Proses Pemilihan Sampel

Perusahaan-tahun

Jumlah Populasi (Perusahaan terdaftar

di BEJ dari tahun 1998-2007)

3.810

Tidak lengkap data AP/KAP yang

mengaudit dan laporan keuangannya

-1.881

Jumlah sampel tahun 1998-2007

1.929

Ekuitas negative

-680

Jumlah sampel

1.249

Sampel tahun 1998 (dikeluarkan dari

observasi terkait dengan krisis ekonomi

pada tahun tersebut)

-41


(3)

Lampiran III - Tabel 2

Statistik Deskriptif Periode 1999-2007

Variabel

Mean

St Dev

ROA

0.011997

0.153861

TenKAP

2.857734

2.565617

TenAP

2.123242

1.823467

SizeKAP

10.41225

6.476437

TL/TA

0.53737788

0.26112017

Ln TA

22.99306463

1.838678086

LAMPIRAN IV

Hasil Uji Statistik Model Empiris

Lampiran IV - Tabel 1

Hasil Uji Statistik Model 1

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenKAP + β2 SizeKAP + β3 REGULASI + β4 LnTA + β5 TL/TA + β6 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.487

Test that all slopes are zero: G = 60.939, DF = 23, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenKAP +/- -0.0001268 -0.00 0.997 1.00

SizeKAP + 0.0278271 1.85 0.065** 1.03

REGULASI + 1.07362 2.26 0.024* 2.93

LnTA +/- 0.0352026 0.71 0.478 1.04

TL/TA +/- -0.124765 -0.35 0.725 0.88

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenKAP = Masa Penugasan Audit oleh KAP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(4)

Lampiran IV - Tabel 2

Hasil Uji Statistik Model 2

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenAP + β2 SizeKAP + β3 REGULASI + β4 LnTA + β5 TL/TA + β6 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.463

Test that all slopes are zero: G = 60.987, DF = 23, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenAP +/- -0.0098081 -0.22 0.826 0.99

SizeKAP + 0.0279147 1.86 0.062** 1.03

REGULASI + 1.06067 2.21 0.027* 2.89

LnTA +/- 0.0353179 0.71 0.476 1.04

TL/TA +/- -0.120282 -0.34 0.735 0.89

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenAP = Masa Penugasan Audit oleh AP;

SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(5)

LAMPIRAN V

Hasil Uji Sensitivitas

Lampiran V - Tabel 1

Hasil Uji Statistik Model 3

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenKAP + β2 TenKAP^2 +β3 SizeKAP + β4 REGULASI + β5 LnTA + β6 TL/TA + β7 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.474

Test that all slopes are zero: G = 60.964, DF = 24, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenKAP + -0.0164247 -0.15 0.880 0.98

TenKAP^2 - 0.0014976 0.16 0.874 1.00

SizeKAP + 0.0276721 1.83 0.067** 1.03

REGULASI + 1.07654 2.26 0.024* 2.93

LnTA +/- 0.0350159 0.71 0.480 1.04

TL/TA +/- -0.123935 -0.35 0.727 0.88

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenKAP = Masa Penugasan Audit oleh KAP;

TenKAP^2 = Kuadratik Masa Penugasan Audit oleh KAP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


(6)

Lampiran V - Tabel 2

Hasil Uji Statistik Model 4

Pr(MEET_BE = 1) = βo + β1 TenAP + β2 TenAP^2 + β3 SizeKAP + β4 REGULASI + β5 LnTA + β6 TL/TA + β7 TRANSISI +∑β Indi + ∑ β Thj + ε

Log-Likelihood = -447.263

Test that all slopes are zero: G = 61.387, DF = 24, P-value = 0.000

Variabel Ekspektasi Tanda Koefisien Wald (Z) p-value Odds ratio

TenAP + 0.0708852 0.52 0.600 1.07

TenAP^2 - -0.0083906 -0.63 0.526 0.99

SizeKAP + 0.0277418 1.86 0.064** 1.03

REGULASI + 1.05004 2.19 0.029* 2.86

LnTA +/- 0.0355937 0.72 0.472 1.04

TL/TA +/- -0.114275 -0.32 0.748 0.89

* Signifikan pada level 5 % ** Signifikan pada level 10 % Definisi Variabel:

MEET_BE = 1 jika nilai Net Income/Total Aset berada diantara -0.14186 ≤ μ ≤ 0.16586 dan dianggap berkualitas audit tinggi, dan 0 lainnya;

TenAP = Masa Penugasan Audit oleh AP;

TenAP ^2 = Kuadratik Masa Penugasan Audit oleh AP; SizeKAP = Jumlah rekan akuntan publik dalam KAP;

REGULASI = 1 jika pada tahun tersebut sudah berlaku penerapan regulasi rotasi audit (mulai 2003), dan 0 lainnya;

LnTA = Logaritma natural total aset perusahaan;


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KUALITAS AUDIT

1 60 19

Analisis pengaruh surprise earning announcement terhadap return saham dan dividend payout dengan uji beda positive earnings surprise dan negative earnings suprise pada perusahaan LQ-45 di bursa efek indonesia (BEI)

4 23 144

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta).

0 1 20

KUALITAS AUDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Kualitas Audit Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Wilayah Jateng Dan Diy).

0 5 17

KUALITAS AUDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Kualitas Audit Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta) SKRIPSI.

0 3 14

KUALITAS AUDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Kualitas Audit Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta) SKRIPSI.

0 3 19

FACTORS DETERMINATION OF QUALITY AUDIT (Empirical Study On Public Accounting Firm Faktor – Faktor Determinasi Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta).

0 2 16

TAP.COM - DETERMINASI FAKTOR-FAKTOR LOYALITAS PELANGGAN PADA ... 136 631 1 PB

0 0 10

Analisis Determinasi Faktor Faktor yang

0 1 65

BAB I PENDAHULUAN - PENGARUHTENURE, UKURAN KAP, FEE AUDIT, ROTASI KAP, UKURAN PERUSAHAAN KLIEN, LAVERAGE TERHADAPP KUALITAS AUDIT DENGAN PENDEKATAN EARNING SURPRISE BENCHMARK - Unissula Repository

1 0 11