Akibat Hukum Jaminan Fidusia yang tidak
Akibat Hukum Jaminan Fidusia yang tidak di daftarkan Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999
Dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia sesuai ketentuan UU Nomor 42 Tahun 1999,
dan aturan pelasananya, maka akta perjanjian fidusia dimaksud masuk ketegori perjanjian di bawah
tangan, dan menyelesaiannyapun membutuhkan campur tangan pihak peradilan. Oleh karena itu,
proses eksekusi harus dilakukan dengan cara pengajukan kepada pengadilan setelah putusannya
mempunyai kekuatan hukum tetap. Proses eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia ataupun benda yang menjadi objek diluar jaminan fidusia, para pihak harus memperhatikan
hak debitor yang melekat pada objek benda yang menjadi jaminan pinjaman dimaksud, karena dalm
hal demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap obyek pembiayaan jaminan fidusia dalam
perjalannnya tidak full sesuai nilai barang, karena debitor sudah melakukan prestasinya yakni telah
membayar beberapa kali angsuran yang menjadi kewajibannya. Oleh karena itu, benda yang menjadi
objek jaminan fidusia ada sebagian hak yang dimiliki oleh debitor, sebagian lainnya milik kreditor.
Apabila eksekusi tersebut dilakukan secara paksa yakni dengan melalui jasa debt collector atau
tukang tagih, hal ini tentunya akan melanggar hukum. Pelanggaran hukum tersebut dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dia atur dalam Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga debitor dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan
untuk meminta gati kerugian atas perbuatan kreditor tersebut.
Disamping itu, menurut penulis tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kreditor
dengan melalui debt collector atau penagih hutang tersebut dapat dikategorikan juga melanggar
hukum pidana. Dalam praktiknya, oleh karena itu, perbuatan tersebut dikategorikan perbuatan yang
melanggar Pasal 368 KUHPidana yang berbunyi: 1 “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
1 Pasal 368 KUHPidana.
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun”
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan mengambil
barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik
orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagain dari barang tersebut adalah milik kreditor yang
mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan di kantor jaminan fidusia, maka perbuatan dimaksud
tetap masuk kategori perbuatan melawan hukum dan melanggar hukum sebagaimana dijelaskan di
atas. Terhadap tindakan kreditor yang secara paksa mengambil benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia, akan tetapi jaminan fidusia tersebut tidak didaftarkan, maka debitor dapat langsung
melaporkan ke Kantor Kepolisian Republik Indonesia terdekat.
Akibat hukum lainnya, dapat pula kreditor mengalihkan objek fidusia yang dilakukan dibawah
tangan kepada pihak lain, dalam ini debitor juga tidak dapat dijerat dengan UU Nomor 42 Tahun
1999, karena akta perjanjian di bawah tangan tidak sah menurut UU dimaksud. Oleh karena itu,
mensikapi hal ini kadang kala kreditor melaporkan debitor kepada kepolisian atas tuduhan
penggelapan sesuai ketentuan Pasal 372 KUHPidana, yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja
dan atau melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.”
Menurut Rinto Ardiyanzah,15 langkah kreditor yang demikian pada dasarnya dibenarkan
oleh undang-undang, akan tetapi jikalau kreditor juga melakukan perbuatan sewenang-wenang
untuk mengambil benda jaminan fidusia dan sebaliknya debitor juga bertindak mengalihkan benda
jaminan fidusia, maka hal ini akan terjadi saling melaporkan. Hal demikian terjadi menandakan
sebagian besar lembaga pembiayaan keuangan belum memahami dan mentaati ketentuan yang
diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999. Padahal jika dicermati dengan adanya jaminan fidusia yang
didaftarkan secara benar akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditor. Keengganan
mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud, kemungkinan disebabkan adanya pembebanan biaya pada
pihak kreditor. Di samping itu, mencermati pendapat Anta Winata,16 mengatakan bahwa pada
dasarnya maksud dari Peraturan Menteri Keuangan tentang Kewajiban mendaftarkan jaminan fidusia
memiliki sisi positif. “Pendaftaran fidusia memberikan kepastian hukum sehingga multifinance
memiliki hak preferen apabila terjadi sengketa”, Meski demikian, lanjutnya pendaftaran jaminan
fidusia tidak menyelesaikan kendala dalam menarikan kendaraan apabila terjadi kredit macet. Bukan
berarti dengan mendaftarkan fidusia serta merta kami jadi mudah menarik kendaraan. Penarikan
kendaraan akan sama susahnya, apalagi kalau konsumennya sudah tidak ada atau kabur.
Menurut penulis ketentuan Pasal 36 UU Nomor 42 Tahun 1999, bahwa tersangka melarikan
diri, identitasnya tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaannya dan tidak dapat dilakukan
penahanan pada tersangka.
Mencermati perkembangan lembaga pembiayaan keuangan , Kepala Eksekutif Pengawas
Industri Keuangan Nonbank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani,17 menegaskan akan
memberikan sanksi bagi perusahaan pembiayaan yang mangkir dalam pendaftaran jaminan fidusia,
akan memberikan surat peringatan kepada perusahaan pembiayaan, dan bukan tidak mungkin
hingga pembekuan kegiatan usaha. Pendaftaran jaminan fidusia memang kerap menjadi perdebatan
di beberapa kalangan. Ada yang menganggap tidak wajib, ada juga yang mengatakan sebaliknya.
Djaelani mengingatkan, berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK 010/2012, yang
tidak wajib adalah mencantumkan klausula fidusia di perjanjian, jika klausula dimasukkan,
pendaftaran wajib dilakukan.
Berdasar data, dari perusahaan pembiayaan yang terdaftar dan berada di bawah
pengawasan OJK saat ini, sebanyak 99 persennya tercatat ada pembebanan fidusia sehingga wajib
didaftarkan.
1999
Dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia sesuai ketentuan UU Nomor 42 Tahun 1999,
dan aturan pelasananya, maka akta perjanjian fidusia dimaksud masuk ketegori perjanjian di bawah
tangan, dan menyelesaiannyapun membutuhkan campur tangan pihak peradilan. Oleh karena itu,
proses eksekusi harus dilakukan dengan cara pengajukan kepada pengadilan setelah putusannya
mempunyai kekuatan hukum tetap. Proses eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia ataupun benda yang menjadi objek diluar jaminan fidusia, para pihak harus memperhatikan
hak debitor yang melekat pada objek benda yang menjadi jaminan pinjaman dimaksud, karena dalm
hal demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap obyek pembiayaan jaminan fidusia dalam
perjalannnya tidak full sesuai nilai barang, karena debitor sudah melakukan prestasinya yakni telah
membayar beberapa kali angsuran yang menjadi kewajibannya. Oleh karena itu, benda yang menjadi
objek jaminan fidusia ada sebagian hak yang dimiliki oleh debitor, sebagian lainnya milik kreditor.
Apabila eksekusi tersebut dilakukan secara paksa yakni dengan melalui jasa debt collector atau
tukang tagih, hal ini tentunya akan melanggar hukum. Pelanggaran hukum tersebut dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dia atur dalam Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga debitor dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan
untuk meminta gati kerugian atas perbuatan kreditor tersebut.
Disamping itu, menurut penulis tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kreditor
dengan melalui debt collector atau penagih hutang tersebut dapat dikategorikan juga melanggar
hukum pidana. Dalam praktiknya, oleh karena itu, perbuatan tersebut dikategorikan perbuatan yang
melanggar Pasal 368 KUHPidana yang berbunyi: 1 “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
1 Pasal 368 KUHPidana.
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun”
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan mengambil
barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik
orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagain dari barang tersebut adalah milik kreditor yang
mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan di kantor jaminan fidusia, maka perbuatan dimaksud
tetap masuk kategori perbuatan melawan hukum dan melanggar hukum sebagaimana dijelaskan di
atas. Terhadap tindakan kreditor yang secara paksa mengambil benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia, akan tetapi jaminan fidusia tersebut tidak didaftarkan, maka debitor dapat langsung
melaporkan ke Kantor Kepolisian Republik Indonesia terdekat.
Akibat hukum lainnya, dapat pula kreditor mengalihkan objek fidusia yang dilakukan dibawah
tangan kepada pihak lain, dalam ini debitor juga tidak dapat dijerat dengan UU Nomor 42 Tahun
1999, karena akta perjanjian di bawah tangan tidak sah menurut UU dimaksud. Oleh karena itu,
mensikapi hal ini kadang kala kreditor melaporkan debitor kepada kepolisian atas tuduhan
penggelapan sesuai ketentuan Pasal 372 KUHPidana, yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja
dan atau melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.”
Menurut Rinto Ardiyanzah,15 langkah kreditor yang demikian pada dasarnya dibenarkan
oleh undang-undang, akan tetapi jikalau kreditor juga melakukan perbuatan sewenang-wenang
untuk mengambil benda jaminan fidusia dan sebaliknya debitor juga bertindak mengalihkan benda
jaminan fidusia, maka hal ini akan terjadi saling melaporkan. Hal demikian terjadi menandakan
sebagian besar lembaga pembiayaan keuangan belum memahami dan mentaati ketentuan yang
diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999. Padahal jika dicermati dengan adanya jaminan fidusia yang
didaftarkan secara benar akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditor. Keengganan
mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud, kemungkinan disebabkan adanya pembebanan biaya pada
pihak kreditor. Di samping itu, mencermati pendapat Anta Winata,16 mengatakan bahwa pada
dasarnya maksud dari Peraturan Menteri Keuangan tentang Kewajiban mendaftarkan jaminan fidusia
memiliki sisi positif. “Pendaftaran fidusia memberikan kepastian hukum sehingga multifinance
memiliki hak preferen apabila terjadi sengketa”, Meski demikian, lanjutnya pendaftaran jaminan
fidusia tidak menyelesaikan kendala dalam menarikan kendaraan apabila terjadi kredit macet. Bukan
berarti dengan mendaftarkan fidusia serta merta kami jadi mudah menarik kendaraan. Penarikan
kendaraan akan sama susahnya, apalagi kalau konsumennya sudah tidak ada atau kabur.
Menurut penulis ketentuan Pasal 36 UU Nomor 42 Tahun 1999, bahwa tersangka melarikan
diri, identitasnya tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaannya dan tidak dapat dilakukan
penahanan pada tersangka.
Mencermati perkembangan lembaga pembiayaan keuangan , Kepala Eksekutif Pengawas
Industri Keuangan Nonbank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani,17 menegaskan akan
memberikan sanksi bagi perusahaan pembiayaan yang mangkir dalam pendaftaran jaminan fidusia,
akan memberikan surat peringatan kepada perusahaan pembiayaan, dan bukan tidak mungkin
hingga pembekuan kegiatan usaha. Pendaftaran jaminan fidusia memang kerap menjadi perdebatan
di beberapa kalangan. Ada yang menganggap tidak wajib, ada juga yang mengatakan sebaliknya.
Djaelani mengingatkan, berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK 010/2012, yang
tidak wajib adalah mencantumkan klausula fidusia di perjanjian, jika klausula dimasukkan,
pendaftaran wajib dilakukan.
Berdasar data, dari perusahaan pembiayaan yang terdaftar dan berada di bawah
pengawasan OJK saat ini, sebanyak 99 persennya tercatat ada pembebanan fidusia sehingga wajib
didaftarkan.