Contoh Kasus Pelanggaran Etika Di Masyar (1)

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Di Masyarakat Dan Solusinya

Nama : Zwitta Della Dea
Kelas : 4 eb 13
NPM : 21208347
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Di Masyarakat Dan
Solusinya
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Perilaku Menyimpang Pada Remaja pelanggaran moral,
dengan sendirinya orang yangkurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan
serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengaewasan yang
ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukumhukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari
agama, semakin sudah memelihara moral ... masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun
biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karen
pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang
disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan berani melanggar
peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak
ornag yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yangkurang iman tadi tidak
... Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya prilaku menyimpang dikalangan para remaja. Di
antaranya adalah sebagai berikutPertama, longgarnya pegangan terhadap agama .Sudah menjadi
tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan,

sehingga keyakinan beragam mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol,
larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya
pegangan seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam
dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya
adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu
tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karen pengawasan masyarakat itu datang dari
luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka
dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum
sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak ornag yang melakukuan pelanggaran moral,
dengan sendirinya orang yangkurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang sama.Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan
serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengaewasan yang
ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-

hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari
agama, semakin sudah memelihara moral orang ...

Contoh Dan Solusi Dari Pelanggaran Etika Bisnis
comment


Leave a

Dalam jasa pelayanan seluler
Pertama, hak untuk memperoleh pelayanan dan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan jasa yang ditawarkan.
Contoh : Keluhan pelanggan seluler yang pulsanya terkuras habis tanpa disadari, gara-gara
mengikuti layanan push SMS content provider atau operator misalnya, merupakan contoh
konkret “pengebirian” hak-hak konsumen. Pasalnya, konsumen tak tahu kalau layanan push
SMS adalah layanan berlangganan. Yang dia tahu pulsanya habis begitu saja, karena setiap
menerima SMS dari penyedia layanan, pulsanya langsung dipotong. Dengan tarif premium pula.
Sementara, untuk menghentikan layanan itu, tak tahu pula bagaimana caranya, karena penyedia
layanan tidak memberikan informasi lengkap.
Solusi : Pemerintah seharusnya menindah tes pelanggaran” seperti contoh tersebut dan untuk
perusahaan pelayanan jasa seluler semesti memberikan informasi yang lebih jelas dan lengkap
sehingga tidak terjadi kasus seperti contoh diatas.

Pencegahan Pelanggaran Etika Bisnis
Etika dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat yang berguna untuk
mengingatkan setiap anggotanya kepada suatu tindakan yang harus selalu dilaksanakan.
Sedangkan etika di dalam bisnis tentu saja harus disepakati oleh anggota-anggota pelaku usaha

dari berbagai tingkatan usaha yang berada di dalam kelompok bisnis tersebut serta kelompokkelompok terkait lainnya. Dua kalimat penjelasan tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa yang
namanya etika memiliki dua poin penting, yaitu tindakan yang teratur dan kesepakatan bersama.
setiap anggota yang ada di dalamnya dan mengambil bagian dalam mencapai suatu kesepakatan
bersama haruslah terus mengingatnya dan melakukan aturan-aturan tersebut. Demikian juga pada
dunia bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus mentaati rambu-rambu tak tertulis tersebut dalam
setiap kebijakan usahanya. Namun tetap saja, hal tersebut masih sangat sulit dilaksanakan.
Peraturan tertulis yang berisikan hukuman apabila melanggarnya saja sudah banyak yang
diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya hanya suatu kesepakatan dan tidak memaksa. Itulah
yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang terus-menerus meraup keuntungan tanpa
menyadari etika yang ada. Karena itu diperlukan suatu sifat pengendalian diri dari tiap-tiap
pelaku usaha, untuk menahannya untuk bertindak lebih jauh lagi dalam pencederaan normanorma yang ada. Diperlukan juga suatu tanggung jawab sosial agar para pelaku bisnis tersebut
merasa wajib untuk melaksanakan aturan-aturan main di dalam etika tersebut. Pembebanan
tanggung jawab tersebut bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak para
pelaku usaha tersebut untuk masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di dalam wadah
itulah disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus selalu diingat dan dilakukan.
Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab yang ada untuk
kemajuan bersama. Hal tersebut memang sulit, namun kita tidak akan mengetahuinya apabila
tidak mencobanya. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan juga dirasakan penting,
karena apabila satu sama lain tidak dapat saling mempercayai maka sudah dapat dipastikan
mereka akan melupakan tanggung jawab sosial yang seharusnya mereka emban.

Cara terakhir yang dapat ditempuh untuk mengurangi angka pelaku pelanggaran etika bisnis
adalah dengan adanya sebagian dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam suatu hukum positif.
Dengan tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu aturan tertulis, maka memiliki kekuatan
hukum, dan bersifat memaksa, maka pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau harus mengikuti etika
yang telah disepakati bersama tersebut. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam
berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha, pemerintah,
masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika
sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka sendiri inginkan. Artinya adalah kalau
ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis,
jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas
untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu
pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu
aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

SOLUSI PELANGGARAN ETIKA, NORMA DAN MORAL

Solusi Pelanggaran Etika, Norma Dan Moral
Seorang ahli sosial bernama Koentjaraningrat mengemukakan pula beberapa usaha agar
masyarakat


menaati

aturan-aturan

yang

ada,

seperti:

a. Mempertebal keyakinan para anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat yang ada. Jika
warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan
rela warga akan mematuhi aturan itu.
b. Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa

taat. Pemberian ganjaran

melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Hal ini memotivasi individu
untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.
c. Pendidikan moral dapat dilakukan dengan memantapkan pelaksanaan pendidikan agama.

d. Dapat dilakukan dengan pendekatan yang bersifat intregrated, yaitu denagn melibatkan
seluruh disiplin ilmu pengetahuan.
e. Harus didukung oleh kemauan, kerjasama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari
keluarga, sekolah, dan masyarakat
by : Andini Prastianti (12092520)

Ketika negara terlalu berpihak dan menguntungkan koruptor, timbul spirit dan gagasan baru dari
masyarakat sendiri untuk ”menghukum” pelaku korupsi. Sebagian besar publik menyerukan
perlunya penerapan sanksi sosial bagi koruptor, meski dinilai belum tentu efektif.
Pemberantasan korupsi menjadi agenda besar pemerintah yang tampaknya terus mengalami
ganjalan. Di luar soal polemik institusi, yaitu ”perseteruan” Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan Kepolisian RI, ada pula persoalan sistemis, yakni penanganan dan pemidanaan
pelaku korupsi. Ringannya hukuman bagi koruptor menjadikan publik belum bisa mengapresiasi
sepenuhnya langkah-langkah pemberantasan korupsi oleh pemerintah.
Catatan Koalisi Masyarakat Sipil menyebutkan, hingga Agustus 2012 sebanyak 71 terdakwa
korupsi melenggang bebas di pengadilan tindak pidana korupsi. Kalaupun dihukum, mayoritas
vonis hukuman bagi koruptor 1-2 tahun. Dengan demikian, cukup mudah bagi para koruptor
melewati ”masa penderitaan” ketimbang pelaku kriminal biasa yang bisa mencapai beberapa kali
lipat masa hukumannya.
Tiga dari empat responden jajak pendapat melihat kadar vonis yang dijatuhkan bagi pelaku

korupsi masih terlalu ringan dan dinilai tidak memberikan efek jera. Tidak heran, sinisme
terhadap upaya pemberantasan korupsi tercermin kuat dari jajak pendapat kali ini. Hampir
seluruh responden (89,9 persen) yang dihubungi di berbagai kota mengungkapkan ketidakpuasan
akan situasi pemidanaan pelaku korupsi saat ini.
Pukulan telak bagi proses wacana dan gerakan pemberantasan korupsi bertambah saat sejumlah
bekas terdakwa atau narapidana justru tetap bisa mengemban jabatan-jabatan publik. Peristiwa
paling baru adalah pengangkatan Azirwan yang pernah dipidana 2,5 tahun penjara dalam kasus
suap sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Pemerintah
berpedoman pada argumen ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian yang
menyebutkan, PNS yang dihukum kurang dari empat tahun tidak diberhentikan. Dari sisi aturan
hukum, kebijakan ini tidak menyalahi undang-undang.
Namun, dari aspek moral dan etika, promosi ini dipandang tidak patut. Rohaniwan Franz
Magnis-Suseno dalam buku Etika Politik (1987) menyebutkan peran etika politik untuk
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia yang berpedoman pada etika politik.
Bila batasan itu dilanggar, akan muncul hukuman moral.
Aspek tanggung jawab dan kewajiban berhadapan pula dengan sumpah dan janji yang pernah
diucapkan saat menjadi pegawai negeri (dalam UU Kepegawaian), yaitu bekerja dengan jujur
dan mengutamakan kepentingan negara. Secara normatif, tengok pula pedoman umum dalam
UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Bersih dan Bebas KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) yang semestinya menjadi pedoman para penyelenggara negara dalam

mengedepankan semangat antikorupsi.

Promosi jabatan bagi Azirwan tak pelak menjadi pertanyaan besar tentang keseriusan pemerintah
dan konsistensi sistem hukum dalam upaya pembersihan korupsi di negeri ini. Hebatnya lagi,
Azirwan bukanlah satu-satunya contoh bagaimana koruptor masih mendapatkan ruang gerak di
negeri ini. Dalam dua tahun terakhir sedikitnya terdapat enam pejabat publik yang tetap dilantik
meski terjerat kasus korupsi. Sejak disuarakan saat reformasi, publik terus menanti kemerdekaan
negeri ini dari praktik yang telah menggerogoti moralitas bangsa. Sayangnya, tingginya asa
masyarakat masih berjarak dengan kondisi realitas sesungguhnya.
Karena itu, tak heran bahwa publik melihat kini saatnya mekanisme ”hukuman sosial”
diterapkan bagi koruptor. Sejauh ini hukuman sosial yang dimaksudkan adalah bentuk hukuman
yang lebih bersifat sanksi di luar proses hukum positif. Artinya, hukuman itu berada di ranah
nonformal sistem peradilan. Meskipun demikian, tak tertutup pula bentuk hukuman sosial
menjadi salah satu bagian dari proses pemidanaan dalam kasus korupsi.
Gagasan bentuk hukuman sosial yang paling banyak disetujui responden adalah pengumuman
koruptor di media massa, seperti televisi atau koran. Nyaris seluruh responden (92,8 persen)
menyetujui bentuk hukuman tersebut. Bentuk berikutnya adalah mengajak masyarakat untuk
tidak memilih pejabat korup dalam semua kontestasi politik. Terhadap bentuk itu, sebanyak 82,3
persen responden menyetujui. Bentuk ketiga paling ekstrem, yaitu mengucilkan dari pergaulan
masyarakat, cenderung kurang disetujui.

Dibanding hukuman badan (penjara), hukuman sosial memang kurang dinilai efektif meredam
aksi korupsi. Bagian terbesar publik jajak pendapat ini tetap melihat perlunya pengenaan
hukuman badan yang lebih tegas ketimbang sekadar pengenaan hukuman sosial. Meski
demikian, bercermin dari lemahnya aturan dan sistem hukum, sepertiga bagian responden
menegaskan perlunya kedua mekanisme itu diterapkan bersamaan.
Penerapan hukuman sosial oleh masyarakat memang bisa dimaknai sebagai sebuah ”perlawanan
publik” atas rasa putus asa publik terhadap kebijakan negara yang terlalu longgar bagi pelaku
korupsi. Lebih jauh, korupsi dan berbagai penyimpangan etika dalam konteks politik bisa
membahayakan perjalanan demokrasi karena menimbulkan krisis kepercayaan terhadap
parlemen, bahkan negara.
Hukuman sosial bagi koruptor, menurut pengamat politik Universitas Airlangga, Kacung
Maridjan, menyiratkan arti ”dipenjara” secara sosial, tetapi memiliki dampak yang tidak kalah
dahsyat dibanding hukuman penjara fisik. Contohnya, kepala daerah yang terbukti korup bisa
dihukum untuk menjadi tukang bersih-bersih kantor di tempat mereka menjadi kepala daerah
dalam kurun tahun tertentu (Kompas, 24/8).
Selain rasa tidak puas, minornya pemberantasan korupsi dan keberpihakan kebijakan kepada
pelaku korupsi menggugah kesadaran masyarakat untuk memberikan hukuman dengan caranya
sendiri. Selama ini, penyelenggara negara dinilai terlalu permisif terhadap pelaku korupsi.
Menilik fakta yang terjadi, aturan hukum dan komitmen aparatnya menjadi celah yang dapat
dimanfaatkan koruptor untuk kembali menduduki posisinya.


Pengangkatan mantan narapidana korupsi dan sejumlah kebijakan permisif terkait praktik
korupsi bisa mengikis moralitas bangsa. Etika dan moralitas politik bukan lagi menjadi pedoman
utama dalam kehidupan bernegara. Tidak hanya korupsi, tetapi juga berbagai polah tingkah
politisi dan pejabat publik yang dinilai mulai menanggalkan etika dalam berpolitik.
Mayoritas responden menilai perlu larangan tegas terhadap narapidana korupsi untuk menjadi
PNS. Larangan tegas terhadap narapidana korupsi untuk menjadi pejabat publik itu dimaksudkan
agar muncul kepastian hukum untuk membangun moralitas politik yang lebih baik.

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009
telah dilaksanakan oleh bangsa ini dengan lancar, tertib, dan aman. Melalui pemilu legislatif
yang diselenggarakan pada 9 April 2009, kini telah dihasilkan anggota legislatif pilihan rakyat
karena melalui pemilu 2009 ini mekanisme penentuan calon legislatif terpilih periode 2009-2014
menggunakan sistem suara terbanyak. Rakyat sekali lagi membuktikan rasionalitas dan
kedewasaannya dalam berdemokrasi di bumi Indonesia tercinta ini.
Namun, ibarat pepatah yang mengakatakan “Tak ada gading yang tak retak”, pelaksanaan pemilu
legislatif tahun 2009 tidak terlepas dari kekurangan. Terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan
pemilu legislatif kemarin tidak terhindarkan, entah karena adanya unsur kesengajaan maupun
karena kelalaian.
Potensi pelaku pelanggaran pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemiliham Umum

Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) antara lain : penyelenggara pemilu, peserta
pemilu, profesi media cetak/elektronik, pemantau pemilu, masyarakat pemilih, pelaksana
survey/hitung cepat, dan umum yang disebut sebagai “setiap orang”.
Walaupun demikian, dalam upaya menghasilkan wakil rakyat yang demokratis secara substantif
dan bukan sekedar prosesi ritual belaka, pemilu 2009 telah dilengkapi dengan tersedianya aturan
main yang jelas dan adil bagi semua peserta pemilu, adanya penyelenggara yang independen dan
tidak diskriminatif, pelaksanaan aturan yang konsisten, dan adanya sanksi yang adil kepada
semua pihak.
Secara khusus terhadap pelanggaran yang menyangkut masalah perilaku yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu, seperti KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan jajaran sekretariatnya, cara
penanganannya telah diatur dalam Peraturan KPU tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Hal
yang sama juga berlaku bagi anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan jajaran sekretariatnya, yang terkait dengan Kode Etik Pengawas Pemilu.
Kode etik bertujuan untuk memastikan terciptanya penyelenggara pemilu yang independent,
berintegritas dan kredibel, sehingga pemilu bisa terselenggara secara Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur dan Adil. Di dalam kode etik termaktub serangkaian pedoman perilaku
penyelenggara pemilu, KPU, Pengawas Pemilu, serta aparat sekretariat KPU dan Panwaslu, di
semua tingkatan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Secara garis besar prinsip-prinsip dasar kode etik penyelenggara dan pengawas pemilu,
meliputi : menggunakan kewenangan berdasarkan hukum; bersikap dan bertindak non-partisan
dan imparsial; bertindak transparan dan akuntabel; melayani pemilih menggunakan hak pilihnya;
tidak melibatkan diri dalam konflik kepentingan; bertindak professional; dan administrasi pemilu
yang akurat.

Adapun rincian implementasi dari prinsip dasar kode etik tersebut bisa kita pelajari dalam
Peraturan KPU No.31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Sehingga
diharapkan semua pihak bisa melakukan kontrol dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara
pemilu, apakah sudah sesuai dengan kode etik atau malah menyimpang jauh dari kode etik yang
ada.
Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik
Menyikapi dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di
beberapa daerah, maka kita harus objektif dan proporsional dalam upaya menyelesaikan
permasalahan tersebut. Memang langkah yang dinilai bijak adalah bagi mereka yang telah nyatanyata melanggar kode etik, disarankan untuk segera mengajukan pengunduran diri sebagai
penyelenggara pemilu. Namun jika tidak mengundurkan diri, cepat atau lambat pasti ada sanksi
kepada yang bersangkutan, baik berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian
sementara, maupun pemberhentian sebagai penyelenggara pemilu. Hal ini dilakukan agar
kredibilitas, harkat dan martabat, serta kehormatan penyelenggara pemilu tetap terjaga.
Peran serta masyarakat dalam memberikan informasi tentang pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu dapat dilakukan dengan cara membuat pengaduan dan/atau
laporan adanya pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU
atau jajaran dibawahnya secara tertulis kepada KPU dengan menyebutkan nama dan alamat
secara
jelas,
dan
dibuktikan
dengan
foto
copy
KTP.
Dalam laporan tersebut juga harus menyebutkan secara jelas kode etik penyelenggara pemilu
yang dilanggar, disebutkan pula hari dan tanggal pelanggaran kode etik, nama dan jabatan yang
diduga melanggar kode etik, serta bukti-bukti tertulis lainnya yang mendukung tentang
terjadinya pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Dalam peraturan KPU No.31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu telah diatur
bahwa pihak yang diberi kewenangan untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dilakukan oleh Dewan
Kehormatan KPU, Dewan Kehormatan KPU Provinsi, dan Dewan Kehormatan Bawaslu.
Tentunya kita berharap hasil dari pemilihan umum legislatif maupun pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2009 ini akan mampu menghasilkan pemimpin bangsa yang jujur dan
amanah dengan proses pemilihan umum yang dilaksanakan oleh orang-orang yang jujur dan
amanah pula. Mari kita hadirkan Allah SWT dalam setiap langkah kita, agar apapun yang kita
lakukan di dunia ini akan bernilai ibadah.

Pelanggaran Etika dalam Bidang Teknologi Informasi
April 5th, 2012 • Related • Filed Under

Beberapa contoh pelanggaran etika dalam bidang teknologi informasi beserta solusinya.
Pencurian pulsa
Semakin banyaknya pengguna telepon operator selular mengakibatkan operator yang bekerja
sama dengan content provider menghadirkan konten-konten hiburan untuk penggunanya seperti
ringtone, wallpaper, game dan lain-lain. Tidak jarang untuk mendapatkan hiburan yang
pendaftarannya menggunakan sms premium itu menjebak pengguna dengan melakukan
pendaftaran tanpa disertai keterangan lebih lanjut, seperti bagaimana cara untuk berhenti dari
berlangganan tersebut. Walaupun tidak semua content provider melakukan itu ada saja yang
dengan tiba-tiba langsung melakukan registrasi tanpa diketahui oleh pemilik nomer tersebut yang
berakibat terkuras nya pulsa untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.
Solusi :
Untuk masalah seperti ini diharapkan pemakai harus lebih teliti lagi dari sms premium yang
didapat. Dari sekian penawaran bila terdapat pendaftaran yang menggunakan kata on, reg, dan
lainnya diharapkan jangan langsung begitu saja membalas sms tersebut, lihat terlebih dahulu
apakah ada cara untuk berhenti berlangganannya, karena dengan kita menulis format tersebut
berarti kita telah setuju berlangganan konten yang telah diberikan dan akan terus berlanjut
sebelum kita menulis format untuk meminta berhenti berlangganan. Bila kita terlanjur
berlangganan dan tidak tahu bagaimana cara berhentinya, diharapkan segera untuk menghubungi
operator telepon seluler yang bersangkutan untuk langsung meminta berhenti. Bila masih belum
bisa berhenti dan pulsa anda masih tersedot, mau tidak mau anda harus merelakan nomer
tersebut untuk dikubur hidup-hidup
Pembajakan Software
Bicara tentang pembajakan software tidak akan habis-habisnya. Mulai dari software dengan
harga ratusan ribu sampai jutaan rupiah tidak lepas dari pembajakan. Di satu sisi pengguna yang
tidak mampu untuk membeli software original bisa diuntungkan dengan pembajakan tersebut
dengan mendapatkan harga yang lebih murah atau pun gratis. Tapi dilain pihak, pengembang
software akan gigit jari melihat software mereka dibajak.
Solusi :
Pengguna harus lebih sadar bila menggunakan software bajakan. Sebagai contoh bila anda
mencari nafkah dengan membuat hasil karya dan karya anda itu di ambil oleh orang lain dan
disebarluaskan tanpa pengetahuan anda, bagaimana perasaan anda ? bisa dibayangkan

(bayangkan sendiri aja, jangan bawa-bawa penulis… ). Tanpa harus meggunakan software
berbayar pun anda juga dapat mencoba menggunakan software yang gratis/ open source dengan
kualitas yang tak kalah dari software berbayar. Pemikiran orang yang menggunakan software
berbayar itu sangat user friendly atau diartikan sangat mudah penggunaannya, padahal pemikiran
tersebut salah, semua software berbayar atau pun yang gratis/ open source adalah sama, yang
membedakan adalah seberapa sering anda menggunakan software tersebut “bisa karena
terbiasa”. Soooo… bila masih ada yang gratis,,.. mengapa pilih yang lebih mahal….
Penipuan Belanja Secara Online
Kebutuhan orang semakin meningkat dan waktu semakin tidak berguna. Belanja online adalah
solusi dari sekian banyak orang yang tanpa harus pusing menyita waktu dan tenaga untuk
berbelanja. Karena itu tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab mencari keuntungan
dari celah belanja online tersebut dengan mengambil kepercayaan konsumen. Dan bila
mempunyai permasalahan di dunia maya (wiih… maya, siapakah itu ?) akan lebih sulit dari
dunia nyata. Semua orang dapat menggunakan identitas palsu yang bahkan bila kita
mempercayai seseorang di dunia maya bisa 180 derajat akan menjadi teman yang menipu tanpa
kita sadari. Seseorang bisa saja membuat akun palsu dan menjual barang yang palsu pula / yang
dia tidak punyai/ barang cacat. Kejahatan seperti ini lebih sulit dilacak dari kejahatan dunia
nyata. Terlebih lagi bila kita langsung mempercayainya dan tanpa lihat kiri kanan langsung
tancap gas.
Solusi :
Untuk menghindari penipuan belanja secara online pastikan bahwa situs yang anda kunjungi
mempunyai identitas yang jelas dan reputasi yang baik. Lebih baik lagi bila anda mencari
referensi dari teman-teman anda yang telah lebih dulu melakukan transaksi secara online.
Alangkah lebih baik lagi, bila pembayaran transaksi bisa dilakukan secara langsung/ tatap muka
dan harus menjunjung tinggi prinsip ada barang ada uang.

Pemandangan tidak etis yang sama dari tahun ke tahun selalu kita temui setelah hasil Ujian Nasional
diumumkan. Ungkapan kegembiraan yang melewati batas etika dan moral bisa dijumpai setiap daerah
dan kota, aksi corat-coret seragam sekolah, kebut-kebutan di jalan, di beberapa tempat malah diwarnai
pula dengan kericuhan, tawuran dan aksi brutal, termasuk juga menjarah. Perilaku tak terpelajar
dilakukan para pelajar. Kita belum menemukan sekelompok pelajar yang sujud syukur karena lulus ujian.
Kalau yang tepergok pesta minuman keras di objek wisata banyak.
Nampaknya saat ini diperlukan usaha serius untuk mengantisipasi pelanggaran etika saat euphoria
lulusan sekolah. Sosok generasi yang diinginkan oleh semua warga negeri ini adalah pribadi terpelajar
yang memiliki budi pekerti mulia. Untuk mengatisipasi pelanggaran etika oleh para pelajar, tidak cukup
hanya dengan himbauan dari orangtua, guru, maupun kepala dinas pendidikan. Melainkan edukasi yang
intensif dan komprehensif.
Pendidikan kita yang semakin sekulerisme-materialistik menjadikan etika dan budi pekerti tidak lagi
sebagai standar kelulusan, pendidikan agama yang hanya dua jam pelajaran per minggu di sekolah,
sedikitnya orang tua yang serius menanamkan etika dan budi pekerti di rumah, barangkali menjadi
penyebab paling dominan kasus ini.
Solusi komprehensif jangka panjang untuk pelanggaran etika saat perayaan lulusan agar tidak berulang
dari tahun ke tahun adalah merombak system pendidikan yang sekulerisme-materialistik menjadi lebih
ethical-based dan lebih religious. Orang tua juga harus mempunyai komitmen total untuk lebuh care
terhadap etika, moralitas dan akhlak anak-anaknya. Keluarga adalah ruang utama dan pertama bagi
pendidikan generasi bangsa. Keluargalah yang akan bisa menanamkan sikap syukur atas kelulusan.
Kemudian mewujudkan rasa syukur tersebut dengan melakukan amal kebaikan seperti bersedekah,
semakin giat belajar, semakin taat kepada orang tua yang telah mendoakan, mendatangi guru untuk
berterimakasih atas bimbingannya tak lupa juga minta maaf dan sebagainya. Hal ini jelas tidak mudah
untuk dilakukan. Dibutuhkan perjuangan, kesabaran dan energi untuk jangka panjang.
Disamping usaha preventif, tindakan instan juga harus dilakukan seperti perbaikan mekanisme
penyampaian pengumuman kelulusan yang tidak member peluang untuk pembentukan gerombolan
masa di luar sekolah. Pemanfaatan teknologi informasi bisa menjadi solusi pengiriman informasi
kelulusan kepada para siswa.
Antisipasi konvoi di jalan raya yang jelas akan menganggu lalu-lintas bisa dilakukan secara berkolaborasi
para pemegang kebijakan dan aparat keamanan. Buat kebijakan dan kontrol untuk meniadakan atau
minimal membatasi pesta hura-hura lulusan sekolah. Beberapa kabupaten telah berhasil mengisolir
ruang gerak konvoi dengan memblokir beberapa ruas jalan. Pemantauan terhadap tempat-temapat
wisata oleh aparat keamanan perlu diperketat pada hari pengumuman kelulusan. Sweeping untuk anakanak sekolah mungkin perlu dilakukan. Bukankan mencegah lebih murah dan lebih baik dari pada
mengobati.
Sekaranglah saatnya kita semua bergerak untuk menyelamatkan generasi negeri ini. Kita berpacu dengan
waktu tidak perlu menunggu untuk memformulasikan tindakan. Banyak upaya dan pemikiran
dibutuhkan agar kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik. Tidak ada salahnya kita menggencarkan
kembali kegiatan pembinaan akhlak, etika dan moral baik di tempat-tempat ibadah, sekolah maupun
dalam keluarga. Generasi muda adalah asset bangsa yang sangat tinggi nilainya. Yang bertanggung jawab

atas perbaikan etika dan moral generasi adalah semua pihak, mulai dari individu, keluarga, pihak
sekolah, aparat hingga institusi negara.

plagiarisme sebagai pelanggaran UU hak cipta dan
pelanggaran etika serta solusinya
"Plagiarisme sebagai pelanggaran UU Hak Cipta, Plagiarisme sebagai Pelanggaran Etika ",
bagaimana pendapat anda? bagaimana solusinya? tuliskan secara jelas,singkat dan padat.

Sebelum saya menerangkan pendapat saya,saya akan menjelaskan pengertian
plagiarisme. Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan
sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
Dari pengertian di atas kita bisa menangkap bahwa tindakan plagiarisme itu merupakan
tindakan pencurian dalam bentuk karya. Plagiarisme sangat bertentangan dan sangat
melanggar uu hak cipta. Seseorang yang telah membuat suatu hasil karya dan telah
mendaftarkan karyanya agar menjadi hak cipta,lalu ada orang lain yang menjiplak atau meniru
sama persis karya tersebut,itu berarti orang yang telah membuat suatu hasil karya dirugikan
karena karyanya dijiplak atau ditiru secara utuh. Tindakan plagiarisme sungguh tidak
mencerminkan sikap kreativitas. Para plagiator (begitu para pelaku plagiat disebut) hanya bisa
meniru dan menjiplak karya orang lain. Para plagiator tidak memikirkan tentang plagiarisme
sebagai pelanggaran UU hak cipta dan juga sebagai pelanggaran etika,yang jelas-jelas
tindakan itu melanggar undang-undang yang dapat dikenakan sanksi atau hukuman. Menurut
saya para plagiator sebenernya memiliki kreativitas di dalam dirinya, hanya saja mungkin
mereka malas dan tidak mau menggunakan kemampuan atau kreativitas yang ada pada dirinya
tersebut.
Tindakan plagiariasme bisa dicegah. Solusinya yaitu pertama dari dalam diri sendiri
bahwa kita punya keinginan untuk tindak menjiplak atau meniru karya orang lain. Kita boleh
sajan menjadi hasil karya orang lain sebagai influence kita tetapi jangan sampai kita melanggar
uu hak cipta dam melanggar etika yang ada. Kedua, harus ada hukuman yang sepadan yang
ditujukan kepada para plagiator agar mereka jera dalam melakukan tindakan plagiarisme. Lalu
yang ketiga adalah kita harus mengetahui tentang tata cara mengutip dan melakukan parafrase
agar tidak disebut sebagai plagiat.
Sekian pendapat saya mengenai plagiarisme sebagai pelanggaran UU hak cipta dan
pelanggaran etika serta solusinya. Saya ucapkan terima kasih.

Solusi Pelanggaran HAKI

Untuk menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah dengan menggunakan software
berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut biaya. Sehingga tetap bias mendapatkan harga
murah, tanpa harus menggunakan software bajakan. Namun hal tersebut masih sulit dilakukan.
Walaupun beberapa terakhir ini pihak pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux
yang gratis. Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah diakrabinya sejak lama.
Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang relative baru dikenal masyarakat umum. Butuh
advokasi market, agar software linux bias memasyarakat.

Alternative pilihan yang kedua yaitu dengan diadakannya program “Campus Agreement” guna memberi
lisensi masal bagi computer kampus dengan harga jauh lebih murah, antara lain untuk Windows
98,Windows NT, dan Microsoft Office. Apabila model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan
kampus, maka semestinya tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di
lingkungan kampus.

Tawaran dari pihak Microsoft Indonesia dengan memanfaatkan Microsoft Campuss Agreement memang
lumayan menolong. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan tidak semua institusi pendidikan memiliki
dana yang memadai untuk membayar lisensi. Berikut ini diberikan ilustrasi mengenai besarnya dana yang
perlu dikeluarkan oleh suatu institusi pendidikan. Terus terang informasi ini hanyalah interpretasi dari
informasi yang ada pada situs Microsoft.

Memang institusi pendidikan menghadapi dilema berat dalam aspek legalitas perangkat lunak dan
pembiayaannya.

Pilihan alternatif

Solusi yang ada dan ditawarkan oleh para vendor saat ini akhirnya tetap akan mengakibatkan
pengeluaran dana yang sangat besar. Walaupun telah menggunakan beragam lisensi yang mencoba
meringankan biaya. Tetapi bila nilai tersebut kita kalikan dengan jumlah perusahaan menengah yang ada
di Indonesia, maka jumlah tersebut akan menjadi cukup besar, dan menjadi beban ekonomi yang tidak

bisa diabaikan lagi. Tentu akan timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain untuk lepas dari kondisi ini ?.
Jawabannya adalah ada, dan akan dipaparkan pada tulisan ini.

Beberapa kemungkinan solusi untuk menghindari masalah di tuduhan pembajakan adalah sebagai
berikut :

Pasrah dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik sistem operasi, maupun
aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar sebaiknya memanfaatkan segala bentuk lisensi yang
meringankan biaya total. Tetapi melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi
perusahaan atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer, tentu bagi perusahaan kecil
tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini
akan menimbulkan beban ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau lembaga
pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau tidak mau terpaksa mengharap
belas kasihan para vendor untuk meringankan biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi
ini telah dijabarkan di atas.
Mengembangkan perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi maupun aplikasinya. Solusi ini
sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali bila dapat dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan
waktu yang banyak serta Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur dapat dikatakan SDM
bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah mampu melakukan hal ini secara luas. Hal ini tidak
terlepas, dari kenyataan saat ini, sebagian besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan
ketrampilan operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan kenyataan bahwa akses ke
informasi internal dari teknologi perangkat lunak yang digunakan sangatlah terbatas.
Memanfaatkan aplikasi Open Source, dan turut mengembangkannya sehingga dapat menyesuaikan
dengan kebutuhan yang ada. Program Open Source merupakan suatu program yang memiliki sistem
lisensi yang berbeda dengan program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan pada
program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan, dan pendistribusian ulang secara bebas,
tanpa dianggap melanggar hukum dan etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup
lama, dan telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem Internet. Beragam aplikasi
Open Source saat ini tersedia secara bebas. Pemanfaatan Open Source secara luas di Indonesia akan
menghindari dari pengeluaran biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas pengguna Open
Source pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia dari Banda Aceh
( http:atauatauaceh.linux.or.id hingga Makassar http:atauatauupg.linux.or.id.

Dari ketiga kemungkinan tersebut, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya dan SDM
maka solusi dengan memanfaatkan aplikasi Open Source sangatlah menjanjikan untuk diterapkan untuk
mengatasi masalah ini. Sayang sekali hingga saat ini masih sedikit tanggapan dari pihak Pemerintah
mengenai kemungkinan pemanfaatan Open Source sebagai solusi masalah HaKI.

Sebagai perkembangan dari pemanfaatan aplikasi open source, maka bila dana yang seharusnya
digunakan untuk membeli perangkat lunak, dikumpulkan untuk mendanai programmer Indonesia untuk
mengembangkan aplikasi Open Source tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, daripada
membeli aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu saja ini membutuhkan visi masa depan, bukan sekedar visi
jangka pendek.

Memang tidak harus suatu institut hanya memakai Open Source, ataupun hanya memakai vendor based
aggrement. Prosentase kombinasi haruslah dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang dan
ketersediaan dana.

Penjabaran Kasus Bank Century
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena
disebakan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya
penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
1. Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4
Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun)
2. Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut
tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.

Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank
Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun untuk
sementara tidak dapat dicairkan.
Kasus Bank Century sangat merugikan nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan
kalah kliring, nasabah Bank Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi
tunai maupun transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank
Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama.
Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada
petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat
ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller
dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap
nasib dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk
valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak bank
hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak dapat
keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu
dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak
dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan
produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century
tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century
mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan
aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century.
Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga DPR untuk
segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka dikembalikan. Selain

itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan
baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut investasi
fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat
berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem
perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia perbankan
Indonesia.

Solusi Kasus Bank Century
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut
dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert
Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain,
manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan
manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus
memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah
tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada
akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan
manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap sustain serta
melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya
tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini
sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century.
Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis,
yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari
Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan kenaikan
gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut kepada nasabah.
Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana nasabah ke rekening
pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya mementingkan kepentingan pribadi
dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk
pemegang saham sebaiknya pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke
BAPPEPAM untuk mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya
pemegang saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak
menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank
Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini
menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana
nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam artian
ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri dikarenakan
hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana nasabah
diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk
tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk
tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.

Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank
nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses
kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui
keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank nasional lainnya pengaruh
kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek domino dikarenakan masyarakat
menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang
sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank
secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani
dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya.
Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung jawab satu sama
lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih
memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65