Siapa Yang Pernah Mengalahkan Yahudi

Siapa Yang Pernah Mengalahkan Yahudi? Para Sahabatlah
Yang Pernah Mengalahkannya, Lalu kenapa kita tidak
mengikuti pemahaman para sahabat agar bisa
mengalahkan yahudi?
November 21, 2012 Tinggalkan Komentar Go to comments

2 Votes

Perang Khaibar
Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka
menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir,
terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah
tokoh mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi adalah penggerak pasukan Ahzab pada Perang
Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi
umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi dan dendam mereka
yang sangat mendalam terhadap Islam.
Pasukan Berangkat

Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Telah kita ketahui bahwa
sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya
dan perintah untuk memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
“Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka
disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari
(membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orangorang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)

Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah) yang banyak
kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta rampasan yang mereka peroleh
pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau munafik tatkala mereka mengetahui
para sahabat akan menang dan mendapat rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam
peperangan tersebut supaya mendapat bagian dari ghanimah maka Allah berfirman,
“Orang-orang Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil
barang rampasan, “Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah
janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah
menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan, ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’
Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu karena Allah telah mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan
jihad, kesabaran, dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja.

Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan dan besar hati terhadap janji Allah, sekalipun
mereka mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan
kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan. Mereka
berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat suara tinggi hingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara
sebab Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba
ketika berangkat ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan
tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali
masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh
maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat
pembawa bendera perang tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada
seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.” Maka para sahabat bergembira
dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga
Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada
Perang Khaibar.”

Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit
mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang
dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi
matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit. Beliau menyerahkan
bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau

memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara
mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta
bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka
bernama Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa
radhiallahu ‘anhu melawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu
melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan
sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum
muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari

pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga
kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum Yahudi puluhan orang, sedang wanita dan anak-anak
ditawan. Termasuk dalam tawanan adalah Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah alKalbi lalu dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darinya. Beliau mengajaknya
masuk Islam lalu menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari
kaum muslimin sebanyak belasan orang.
Di antara yang mati syahid adalah seorang badui yang datang dan masuk Islam dan memohon
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau memberinya bagian, tetapi
dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan untuk tujuan ini, melainkan agar aku
terkena panah di sini (sambil memberi isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah maka pasti
Allah buktikan.” Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya,
Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya.
(Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar buruk terhadap Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam
Alquran:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron:
112)

Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam gagal, maka mereka bermaksud untuk membunuh beliau dengan
siasat baru. Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam makar buruk ini, yaitu memberi hadiah
berupa menyuguhkan hidangan daging kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari beliau
bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
yang memahami bahasa semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki mulut untuk
berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan telah matang
dipanggang dengan api.
Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, meninggal dunia karena racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membunuh wanita ini sebagai qishosh.
Perdamaian

Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud untuk mengusir
mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon kepada beliau agar membiarkan mereka
mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah menerima permohonan itu
dengan syarat kapan saja beliau menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir mereka.
Hingga akhirnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah
beberapa kali mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang kepada sahabat yang ikut
perang yang berjumlah 1400 orang. Namun, seusai perang ini para rombongan Muhajirin
berjumlah 53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu
datang dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira
dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya
bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah aku bergembira karena menang dari Khaibar ataukah
karena kedatangan rombongan Ja’far.” (Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mereka bagian dari rampasan
perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi bagian kepada Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu dan beberapa orang dari suku Daus yang baru datang dalam keadaan Islam.
Semua ini beliau lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang ikut Perang Khaibar dan
karena mereka ini terhalang oleh udzur, jika tidak maka pasti mereka akan ikut berperang.
Bahaya Ghulul

Ghulul adalah mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena panah. Maka sahabat mengatakan,

“Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak, demi Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum
dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang datang mengaku,
“Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengauasai dan mengalahkan Khaibar maka
Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak –sebelah utara
Khaibar-, mereka segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk perjanjian damai dengan
menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menerima tawaran tersebut dan beliau khususkan untuk dirinya sebab ia termasuk rampasan
perang (fa’i) yang diperoleh tanpa perang (pertempuran).
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Yahudi di Wadi Quro hingga mereka
menyerah dan kalah. Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera berdamai dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
1. Dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan

makan daging keledai piaraan.
2. Tampak mukjizat kenabian seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi
mata Ali radhiallahu ‘anhu lalu sembuh, daging yang mengabari beliau bahwa ia
mengandung racun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tiga kali pada bekas
pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin Akwa radhiallahu ‘anhu lalu dia tidak
kesakitan setelah itu.
3. Boleh berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi
orang kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh
Ahmad: 479-492.