REVIEW BUKU HUKUM INTERNASIONAL HUKUM PI

REVIEW BUKU HUKUM INTERNASIONAL: HUKUM PIDANA
INTERNASIONAL
Herning Setyowati
E-mail: herning987@students.unnes.ac.id
Nama/Judul Buku :
Penulis/Pengarang
Penerbit
:
Tahun Terbit
Kota Penerbit
Bahasa Buku
Jumlah Halaman :
ISBN Buku
:

Hukum Pidana Internasional
: Anis Widyawati, S.H., M.H.
Sinar Grafika
: 2014
: Jakarta Timur
: Bahasa Indonesia

201 halaman
978-979-007-584-9

Ilmu hukum memiliki cabang-cabang
ilmu yang perlu dipelajari dan dikaji, terutama
oleh mhasiswa hukum. Salah satunya yaitu
yang mebahas Hukum Internasional. Di dalam
hukum internasional kita akan menjumpai
pembahsanmengenai
hukum
pidana
internasional. Buku yang ditulis oleh Anis
Widyawati, S.H., M.H. ini berjudul “Hukum
Pidana Internasional”. Anis Widyawati, S.H.,
M.H. merupakan salah satu dosen pidana di
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Sudah banyak karya yang ditulis oleh beliau,
seperti artikel ilmiah dalam jurnal, dan buku,
yang salah satunya adalah buku ini. Dari
membaca judulnya kita akan tahu bahwa

pokok pembahsan yang disampaikan di
dalamnya mengenai hukum pidana dalam
ranah internasional.
Tebal buku ini adalah 201 halaman,
dengan jumlah bab sebanyak dua belas bab.
Dalam setiap bab yang dibahas akan
dipaparkan dalam sub-bab yang lebih rinci lagi. Materi-materi yang dibahas
didalamnya, dimulai dengan bab pertama, bagian pendahuluan, seperti dalam
kebanyakan buku, bab ini membicarakan tentang alasan kenapa buku ini
dibuat, beserta latar belakang dan sejarah dan perkembangan hukum pidana
internasional. Dan juga, sedikit banyak bagian awal ini memberikan gambaran
dasar bagi para pembacanya mengetahui lebih lanjut seperti apa yang akan
dibahas di bab-bab selanjutnya.
Di dalam bab kedua, disini dibahas mengenai disiplin hukum pidana
internasional yang di dalam sub-babnya dibahas mengenai pengertian,
peristilahan, lalu juga mengenai kedudukan hukum pidana internasional dalam
ilmu hukum. Penulis memberikan beberapa pendapat dari pakar mengenai
pengertian hukum pidana internasional. Dalam penjelasan berikutnya, Penulis
menjelaskan mengenai kedudukan hukum pidana internasional yang dalam arti
praktis merupakan cabang ilmu hukum baru yang berupaya memberikan suatu

1

solusi hukum yang tepat terhadap timbulnya sengketa yuridis kriminal antara
dua negara atau lebih. Pembahasan yang disampaikan pada bab satu ini cukup
singkat dan memberikan pengetahuan atau gambaran dasar dari hukum
pidana internasional. Pada intinya, penulis dalam menuliskan materi tidak
bertele-tele, langsung pada pokok bahasannya.
Pada bab ketiga, kita akan menjumpai pembahasan yang pertama
menganai
sumber-sumber
hukum
pidana
internasional;
Perjanjian
Internasional, yang disini juga dijelaskan mengenai proses pembentukan
perjanjian internasional, kemudian sumber hukum pidana internasionla yang
kesua yaitu Kebiasaan internasional (International Custom), Putusan BadanBadan Penyelesaian Sengketa Internasional (International Jurisprudence),
Keputusan atau Resolusi Organisasi Internasional, Prinsip-Prinsip Hukum Umum
(General Principle), yang dijelaskan bahwa prinsip/asas dalam hukum
internasional mauun nasional yang berlaku untuk setiap waktu di semua

tempat bagi semua negara (bangsa) yang bersifat universal, berlaku juga bagi
hukum pidana internasional sebagai suatu sistem hukum dan sumber hukum.
Selanjutnya mengenai Asas-asas Hukum Pidana Internasional, yang
terdiri dari Asas-asas Khusus dalam Hukum Pidana Internasional, Asas Hukum
Pidana Internasional yang berasal dari Hukum Pidana Nasional (asas legalitas,
asas tidak berlaku surut/ non-retroaktif, asas culpabilitas, asas praduga tidak
bersalah, asas Nebis in Idem), Asas-Asas Hukum Pidana Internasional yang
berasal dari Hukum Internasional (asas kemerdekaan, kedaulatan, dan
kesamaan derajat negara-negara; asas non-intervensi; asas hidup
berdampingan secara damai; asas penghormatan dan perlindungan terhadap
hak asasi manusia).
Dan bagian berikutnya membahas mengenai subjek hukum pidana
internasional. Di sini penulis berpendapat bahwa subjek hukum pidana
internasional yang pertama dan utama adalah individu, bukan negara. Anis
Widyawati berpendapat bahwa sebagian besar kejahatan baik dalam skala kecil
maupun besar, pelakunya adalah individu.
Dia juga mengelompokkan indivisu sebagai subjek hukum pidana
internasional ke dalam 7 (tujuh) kategori. Yang pertama yaituGovernmental
Representative (delegasi untuk mewakili negara), Representative of Private
Association, Executive Heads (sekretaris jenderal organisasi internasional),

Members of secretariats (anggota staff organisasi internasional), Individuals
Acting in their Own Capacity (tenaga ahli dan komisi ad-hoc/ badan
intenasional lainnya), Publicist (orang yang bekerja pada media cetak dan
berpengaruh terhadap organisasi internasional). Subjek hukum pidana
internasional selain individu dan negara yaitu badan hukum swasta (non
governmental organization), kelompok pemberontak (belligerent), tahta suci
Vantikan, palang merah internasional (intenational red cross).
Pembahasan selanjutnya yaitu tentang kejahatan internasional dan
kejahatan lintas negara. Hal yang dibahas yaitu yang pertama tentang jenisjenis tindak pidana (kejahatan) internasional, yang disebutkan di sini ada 22
jenis kejahatan menurut seorang pakar hukum pidana internasional Bassiouni.
Kemudian unsur-unsur dalam kejahatan (tindak pidana) internasional;
kejahatan hak asasi manusia sebagai kejahatan internasional, yang memuat
rincian bahasan mengenai: keterkaitan hak asasi manusia dan hukum pidana
internasional, pelanggaran hak asasi manusia dan upaya penyelesaiannya,
pengadilan hak asasi manusia.
2

Bab kelima buku ini membahas mengenai kejahatan genosida (the crime
of genocide). Kejahatan genosida merupakan salah satu bentuk pelanggaran
HAM berat yang penyelesaian kasusnya ditangani oleh Mahkamah Pidana

Internasional untuk mengadili pelakunya. Yang sebelumnya sudah melalui
kesepakatan dari negara yang mempunyai hukum nasional akan tetapi sepakat
untuk menyerahkan atau melimpahkan perkara tersebut kepada Mahkamah
Pidana Internasional. Selanjutnya yaitu mengenai pengertian genosida, yang di
dalam buku ini dijelaskan bahwa genosida merupakan bentuk kejahatan yang
mempunayi tujuan untuk pemusnahan etnis (ethnical cleansing) dengan
melakukan penyerangan kaum lain.
Majelis Umum PBB memberikan pernyataan bahwa kejahatan genosida
adalah kejahatan yang mencakup kejahatan terhadap kelompok-kelompok
politik (political groups). Bagian selanjutnya membahas faktor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan genosida, yang pertama yaitu faktor ras (racial), seperti
pada kasus mengenai Apartheid di Afrika Selatan; yang kedua faktor suku
(ethnic), faktor yang timbul bisa karena diskriminasi suku/etnis, pelanggaranpelanggaran hak yang dilakukan kepada pihak minoritas. Yang ketiga yaitu
faktor agama. Perbuatan yang biasa dilakukan oleh kelompok tertentu dengan
alasan latar agama sehingga tindakan anarkis terhadap kelompok lain yang
minoritas akan sangat rentan terjadi bila tidak terdapatnya aturan hukum yang
jelas bahwa perlindungan bagi kelompok minoritas sangat diperlukan agar
tetap melindungi hak-haknya sebagi umat manusia (masyarakat).
Bagian selanjutnya memberikan contoh beberapa kasus kejahatan
genosida dan upaya-upaya dalam menanggulangi kejahatan genosida. Anis

Widyawati memberikan beberapa contoh di sini. Salah satunya yang terkenal
yaitu kejahatan genosida yang dilakukan oleh kaum Nazi (Jerman) atas
pemimpin Hitler dalam membantai orang-orang Yahudi, orang Gipsi (kaum Sinti
dan Roma) dan suku bangsa Slavia yang berlangsung selama Perang Dunia II.
Pelanggaran HAM berat yang kedua yaitu kejahatan perang (war crime),
yaitu sebuah tindakan yang membahayakan keselamatan dan keamanan
masyarakat pada umumnya, yang terjadi pada masa konflik bersenjata,
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip keseimbangan antara
asas kepentingan militer dengan asas kemanusiaan yang diakui sebagai hukum
kebiasaan perang. Membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup
kejahatan perang, dasar formulasi instrumen hukum kejahatan perang, dan
hubungan hukum kejahatan perang (hukum humaniter) dengan tawanan
perang.
Kejahatan terhadap kemanusian (crimes against humanity) dibahas pada
bab ketujuh. Kejahatan kemanusian merupakan tindakan yang dilakukan
dengan penyerangan dan terorganisasi secara langsung terhadap masyarakat
sipil yang mengakibatkan banyak korban. Prinsip-prinsip dasar kerangka hukum
kejahatan terhadap kemanusiaan, memuat mengenai dasar berawalnya hukum
kemanusian, kerangka hukum kejahatan kemanusian, serta memuat prinsip
dasar yang mengatur mengenai kejahatan terhadap kemanusian di dalam

Statuta Roma 1998. Di bab ini juga diberikan contoh mengenai beberapa
peristiwa yang termasuk kejahatan terhadap kemanusian dalam masyarakat
interanasional.
Bab delapan melanjutkan dari bab sebelumnya, yang juga membahas
pelanggaran HAM berat yaitu, kejahatan agresi (the crimes of aggression).
Setelah memberi penjelasan mengenai kejahatan agresi, secara spesifik
penulis memberikan contoh langsung kasusnya, yaitu kejahatan agresi Israel
3

terhadap Palestina yang berlangsung sejak 2009 hingga sekarang. Penulis juga
memberi kritiknya terhadap kejahatan agesi yang terjadi ini. Penulis
mengatakan bahwa seharusnya PBB sebagai lembaga yang menjaga
perdamaian dunia dan menjamin HAM seharusnya bisa berbuat lebih, dan
bukan hanya mengecam dan memerintahkan Israel untuk segera
menghentikan serangan, tapi juga ketegasan seperti menjauhkan resolusi
untuk Israel.
Adapun ikut dibahas mengenai kejahatan dalam pesawat udara, yang
dalam hal ini merupakan penerbangan internasional. Dalam istilah populernya
lebih dikenal sebagai kejahatan penerbangan. Kejahatan penerbangan bisa
dilakukan dalam bentuk pembajakan udara (aircraft hijacking piracy),

penumpang gelap, mengganggu alat kemudi (mesin) pesawat dengan maksud
untuk terjadi kecelakaan atau maksud tindak pidana lainnya. disebutkan di sini
ada tiga peraturan hukum yang mengatur tentang kejahatan penerbangan,
yaitu: Konvensi Tokyo tahun 1963 tentang Convention on Offences and Certain
Other Acts Committed on Board Aircraft, Konvensi The Hague 1970 tentang
Convention of the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, Konvensi
Montreal tahun 1971 tentang Convention for the Suppression of Unlawful Acts
Against the Safety of Civil Aviation.
Berlanjut ke bagian yurisdiksi terhadap kejahatan pada penerbangan
internasional yang membahas mengenai konvensi-konvensi internasional yang
berkaitan dengan kejahatan penerbangan beserta penjelasan masing-masing
konvensi
yang
mengatur
tentang
kejahatan
penerbangan.
Untuk
menanggulangi kejahatan penerbangan tersebut, terdapat pembahasan
mengenai ekstradisi sebagai penanggulangan kejahatan dalam penerbangan.

Dijelaskan bahwa upaya ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara
kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau
karena melakukan kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan
dalam yurisdiksi wilayah negara yang minta penyerahan tersebut, karena
berwenang untuk mengadili dan memidananya (Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1979 tentang Ekstradisi). Terdapat ketentuan ekstradisi yang dapat
dilakukan di dalam menangani perbuatan pelanggaran dalam penerangan.
Di dalam Konvensi Tokyo Tahun 1963 menyatakan bahwa yang
mempunyai yurisdiksi terhadap pembajak adalah negara pendaftar pesawat
udara. Pelaksanaan ekstradisi baru dapat dilakukan apabila pembajak
dikembalikan kepada negara tempat pesawat udara didaftarkan. Ketentuan lain
yang mengatur mengenai ekstradisi adalah Pasal 8 Konvensi The Hague 1970,
yang mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan ekstradisi pembajak.
Selanjutnya adalah bab sepuluh, yang akan mebahas tentang
International Criminal Police Organization (ICPO). Sejarah dan perkembangan
berdirinya ICPO-Interpol ditandai dengan adanya Kongres pertama Polisi
Kriminal di Monaco pada tahun 1914. Bagian selanjutnya membahas struktur
organisasi ICPO-Interpol, yang terdiri dari Majelis Umum (General Assembly),
Komite Eksekutif (Executive Comitte), Sekretariat Jenderal (The General
Secretariat), Biro Pusat Nasional (National Central Bureau), Penasihat (Adviser),

Komisi Pengawas Data-Data Interpol (The Commission for the Control of
Interpol’s Files). Kemudian dijelaskan mengenai bentuk-bentuk pemberitahuan
(notice) dari ICPO-INTERPOL, berlanjut dengan tata cara permintaan penerbitan
pemberitahuan (notices) dari ICPO-Interpol.
Berikutnya disajikan dalam bentuk tabel negara-negara yang merupakan
anggota dari ICPO-Interpol yang berjumlah 190 negara pada tahun 2014.
4

Pembahasan dilanjut dengan National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia,
struktur Organisasi NCB-Interpol Indonesia, bagian-bagian dalam NCB
Indonesia, yang terdiri dari Bagian Kejahatan Internasional (International
Crime), Bagian Komunikasi Internasional (International Communication), Bidang
Konvensi Internasional (International Convention), dan Bagian Perwira
Penghubung dan Pembatasan (Liaison Officer and Borders).
Bab sebelas berjudul: Badan-Badan Peradilan Pidana Internasional. Yang
pertama yaitu Mahkamah Militer Internasional Nuremberg 1945 dan Tokyo
1946. Lalu Mahkamah Kejahatan Perang Dalam Kasus Bekas Yugoslavia 1993
dan Kasus Rwanda 1994. Selanjutnya adalah Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court). ICC dalam konteks hukum pidana internasional
adalah suatu Badan Peradila tetap yang dibentuk oleh PBB yang berkedudukan
di Den Haag, Belanda. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, terdiri dari
Yurisdiksi Personal, Yurisdiksi Teritorial, Yurisdiksi Temporal, dan Yurisdiksi
Kriminal. Prinsip-Prinsip Dasar Mahkamah Pidana Internasional, antara lain
Prinsip Komplementer, Prinsip Penerimaan, Prinsip Otomatis, Prinsip Ratio
Temporis (Yurisdiksi Temporal), Prinsip Nullum Crimen Sine Lege, Prinsip Nebis
in Idem, Prinsip Ratio Loctie (Yurisdiksi Teritorial), Prinsip Tanggung Jawab
Pidana secara Individual, Prinsip Praduga tak Bersalah (Presumption of
Innocence), dan Prinsip Hak Veto Dewan Keamanan untuk Menghentikan
Penuntutan.
Dijelaskan mengenai Struktur Organisasi Mahkmah Pidana Internasional
di sini bahwa berdasar Statuta Roma 1998, Pasal 34 terdiri dari: Kepresidenan
(Presidency); Divisi Banding, Divisi Peradilan, dan Divisi Pra-Peradilan; Kantor
Jaksa Penuntut; dan Kepaniteraan. Hal terakhir yang dibahas di bab ini yaitu
tentang mekanisme pemeriksaan perkara (hukum acara) dan pembuktian.
Proses pemeriksaan di persidangan di lakukan secara dinamis, sesuai dengan
ketentuan yang diatur di dalam Statuta Roma 1998. Dalam prosedur
pemeriksaan perkara terhadap kasus-kasus kejahatan internasional yang diadili
Mahkamah Pidana Internasional ada beberapa tahap, diantaranya:
Pemeriksaan pendahuluan (pra persidangan) dan persidangan dan
pengambilan putusan (hukuman) oleh Mahkamah.
Selanjutnya masuk ke bab dua belas yang membahas tentang prosedur
penegakan hukum pidana intenasional. Dituliskan di sini ada dua cara
mengenai prosedur penegakan hukum pidana internasional, yaitu Direct
enforcement system, Indirect enforcement system. Secara berturut-turut yang
dibahas selanjutnya mengenai Yurisdiksi dan Kedaulatan Negara, Yurisdiksi
Kriminal, yang dibagi menjadi yurisdiksi kriminal berdasarkan tempat
terjadinya kejahatan , berdasarkan kewarganegaraan dari pelaku kejahatan,
berdasar kepentingan negara, dan berdasarkan peristiwa pidana dan korban
yang ditimbulkan. Selanjutnya yaitu Kerangka Hukum Ekstradisi dalam Hukum
Internasional dan Hukum Nasional.
Dijelaskan mengenai pengertian ekstradisi di sini yaitu penyerahan yang
dilakukan secara formal, baik berdasarkan penjanjian ekstradisi yang diadakan
sebelumnya atau berdasarkan asas timbal balik atas orang yang dituduh
melakukan tindakan pidana kejahatan (tersangka, tertuduh, terdakwa) atau
orang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang dilakukannya
(terhukum atau terpidana) oleh negara tempatnya berada, bersembunyi atau
melarikan diri, kepada negara yang menuduh atau menghukum sebagai negara
yang memiliki yurisdiksi untuk mengadilinya
atau menghukumnya atas
5

permintaan dari negara tersebut dengan maksud untuk mengadili atau
menghukumnya.
Dijelaskan juga mengenai asas-asas dalm ekstradisi, dan ditutup dengan
penjelasan tentang hubungan antara hak asasi manusia dan perjanjian
ekstradisi, yang merupakan lembaga hukum yang memberikan perlindungan
yang cukup besar atas hak asasi manusia. Ada tiga hal yang menjadi kerangka
dasar dalam pelaksanaan ekstradisi, yaitu: kerangka dasar konvensional,
kerangka dasar objeksional, dan kerangka dasar prosedural.
Salah satu nilai lebih atau keunggulan dari buku ini yaitu, pada bagian
akhir terdapat glosarium sebanyak 14 halaman, yang memuat berbagai kosakata yang asing atau yang masih perlu penjelasan, di sini dijelaskan secara
singkat.
Seperti kebanyakan buku lain, akhir buku ini menuliskan profil penulis
beserta publikasi artikel ilmiah dalam jurnal dalam tahun 2007 sampai 2013,
beserta bahan ajar yang ditulisnya.
Secara keseluruhan buku ini membahas secara sederhana dengan
kalimat yang cukup mudah dipahami, dan isinya secara umum memuat hal-hal
pokok yang dibahas dalam konsep hukum pidana internasional. Sehingga bagi
para pembaca yang masih pemula di bidang hukum akan mudah memahami
isinya. Untuk ukuran buku referensi buku ini tidak terlalu tebal dibandingkan
dengan buku-buku lain yang biasanya tebalnya sampai 300 atau bahkan 500
halaman.
Pokok bahasan dalam buku ini mudah dimengerti dan memiliki alur yang
runtut secara penulisan sehingga tidak membingungkan pembaca.
Pembahasan dimulai dengan memberikan pengertian hukum pidana
internasional dan perkembangannya, kemudian pada bab selanjutnya secara
urut dibahas mengenai sumber, asas, dan subjek hukum pidana internasional;
lalu jenis-jenis kejahatan yang masuk kategori pidana internasional yaitu,
kejahatan internasional dan kejahatan lintas negara; kejahatan genosida (the
crime of genocide); kejahatan perang (war crime); kejahatan terhadap
kemanusiaan (crimes against humanity); Kejahatan Ageresi (The Crimes of
Agression); Kejahatan dalam Pesawat Udara; adapun bab selanjutnya
membahas mengenai, International Criminal Police Organization (ICPOInterpol); Badan-Badan Peradilan Pidana Internasional; dan yang terakhir
membahas mengenai Prosedur Penegakan Hukum Pidana Internasional.
Keunggulan buku ini yang lainnya yaitu pada sampul buku yang dibuat
menarik. Meski pemilihan warnanya adalah warna yang netral dan gelap,
bukan warna yang mencolok, buku ini tetap terlihat menarik.
Akan tetapi, dalam setiap hal pasti terdapat kekurangan. Begitu juga
buku ini pasti juga memiliki kekurangan. Di bab lima tentang kejahatan
genosida (the crime of genocide), bagian C, yang membahas beberapa
peristiwa/kasus kejahatan genosida dan upaya dalam menaggulangi kejahatan
genosida, pada bagian contoh kasus, akan lebih baik jika diberikan gambaran
kronologi kasus tersebut disertai keputusan hukum dari penyelesaian kasus di
ranah internasional.
Tapi, disamping itu dengan adanya buku ini, para akademisi yang
membutuhkan referensi buku mengenai hukum internasional, terutama hukum
pidana internasional, akan terbantu. Begitu juga dengan pihak-pihak lain yang
juga membutuhkan literatur mengenai hukm pidana internasional, seperti
praktisi, dan juga pemerhati masalah-masalah pidana internasional akan
terbantu.
6