MAKALAH PROSES PERTUMBUHAN KELOMPOK aborrsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial. Oleh karena itu, individu tidak dapat terlepaskan dengan
orang lain lain. Setiap kali bertindak pasti ada keikut sertaan orang lain
yang melengkapinya.
Kelompok menurut Meyrs 1996 adalah dua orang atau lebih dalam
waktu
beberapa
lama
(bukan
sesaat)
saling
bereaksi,
saling
mempengaruhi, saling membutuhkan, memiliki harapan yang sama.
Konsep dalam menjelaskan pengertian kelompok dapat di dasarkan pada :
Persepsi (pemikiran)
Setiap orang dalam kelompok di katakan satu kelompok apabila
memiliki persepsi yang sama atau hampir sama.
Motivasi (dorongan)
Tujuan
Organisasi
Interdependensi
Interaksi
Dengan dibentuknya suatu kelompok, pasti ada kelebihan dan
kekurangan yang menyertainya dalam kelompok tersebut.
Kelebihan Kelompok, antara lain :
Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan
menerima informasi & pendapat anggota yang lain.
Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan
kelompoknya
dengan
menekan
kepentingan
pribadi
demi
kepentingan kelompok.
Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan
telah disepakati kelompok.
Kekurangan Kelompok, Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan
karena waktu penugasan, tempat atau jarak anggota kelompok yang
berjauhan yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitaspertemuan.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui mengapa manusia membutuhkan kelompok.
Mengetahui apa sajakah yang terjadi menjelang terbentuknya
kelompok.
Dapat mengetahui tahap-tahap yang terjadi dalam pertumbuhan
kelompok.
C. Manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai pandangan dan pembelajaran bagi kita bahwa setiap
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain. Serta
mengetahui apa pentingnya dan kegunaan kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Membutuhkan Kelompok
Manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan
manusia untuk tergabung dalam suatu kelompok terjadi karena adanya
tuntutan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan tersebut berupa : 1) kebutuhan
utama, menyangkut kebutuhan fisik maupun biologis seperti makan
minum,seksual, kesehatan, dan kebutuhan akan rasa aman; 2) kebutuhan
sosial, menyangkut kepentingan untuk memenuhi kebutuhan utama,
seperti berkomunikasi, melakukan kegiatan bersama,keteraturan sosial,
dan kontrol sosial; 3) kebutuhan integratif, menyangkut hakikat manusia
sebagai makhluk pemikir dan bermoral seperti kebutuhan akan adanya
perasaan benar atau salah dan adil atau tidak adil, mengungkapkan
perasaan dan sentimen-sentimen kolektif/ kebersamaaan, serta keyakinan
diri tentang pengakuan atas keberadaan dirinya (Suparlan, 1999).
Menurut Yusuf (1998:69), Individu merupakan makhluk sosial
maka memerlukan kelompok dengan harapan :
Untuk melangsungkan kehidupan;
Untuk memenuhi kebutuhannya;
Untuk mengembangkan potensi dirinya;
Untuk mengaktualisasikan dirinya;
Menurut Robius (1998), kelompok dibentuk atas dasar :
Keamanan;
Status;
Penghargaan diri;
Pertalian;
Kekuasaan;
Pencapaian tujuan.
Menurut Forsyth suatu kelompok terbentuk dikarenakan :
Pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologi;
Meningkatkan ketahanan yang adaptif;
Kebutuhan akan informasi.
Secara mekanisasi, kelompok dapat terbentuk melalui kedekatan
(proximity) dan daya tarik (attraction) tertentu. Selain itu, adanya
kesamaan tujuan dan alasan ekonomi juga dapat menjadi penyebab
mengapa orang mau berkelompok (Gibson et al, 1992). Melalui
kedekatan, daya tarik, kesamaan tujuan, dan alasan ekonomi orang
menjadi tahu sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhannya.
B. Apa yang terjadi Menjelang Terbentuknya Kelompok
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau
persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul
motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama
dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan
masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi
yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu
dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik) Perpecahan yang
terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya
kelompok tersebut, sehingga anggotakelompok berusaha menyesuaikan
diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian,
perubahan dalam kelompokmudah terjadi.
Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan
kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut :
Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan
intelegensi yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu
atau lebih punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki
kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota
yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota
kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan
kelompok. Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga
akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat
memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa
memotifasi diri untuk maju.
Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan
proses kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat
diselesaikan secara lebih efisien dan efektif.
Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok.
Kebebasan
disini
merupakan
kebebasan
setiap
anggota
untuk
menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun
demikian kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati
kelompok.
Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok,
karena dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan
secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang
pengetahuan tersebut.
C. Tahap-tahap Pertumbuhan Kelompok
Tahap Pertumbuhan Kelompok
Dalam proses dinamika kelompok, jika diamati bagaimana
kelompok mengalami kehidupan fase demi fase maka terlihat sebagai
proses yang unik, yang akan dilalui oleh semua anggota dalam rangka
menuju ke arah terbentuknya kelompok yang kohesif dan berfungsi untuk
mencapai tujuan kelompok.
Fase pertumbuhan kelompok menurut Tuckman et al adalah :
1. Phase forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
2. Phase storming ( fase pancaroba)
3. Phase norming ( fase pembentukan norma)
4. Phase performing ( fase berprestasi) ( Weber, 1982)
Seperti dikemukakan diatas bahwa kehidupan dalam setiap tahap
memiliki keunikan tersendiri dimana reaksi masing-masing anggota
terhadap anggota lain pada tiap tahap berbeda-beda, sesuai dengan
perkembangan pemahaman anggota terhadap anggota lain dan terhadap
proses yang sedang berjalan. Semakin lama dan semakin intensif mereka
berinteraksi , semakin berkembang pula komponen-komponen kepribadian
yang mendukung kekompakan kelompok, seperti :
rasa percaya pada anggota lain ( trust).
keterbukaan diri satu sama lain (openess).
perwujudan diri ( self realization), sebagai sikap berani menjadi diri
sendiri dengan segala resikonya.
saling ketergantungan (interdependence) dari masing-masing anggota
kelompok ( Gibb,1977), sehingga akhirnya mereka menemukan satu
kesepakatan tentang apa yang boleh dan harus dikerjakan, dan apa
yang tak boleh dikerjakan oleh setiap anggota dalam kehidupan
kelomok.
1. Phase Forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
Tahap pembentukan kelompok merupakan tahap awal dalam proses
pertumbuhan kelompok. Pada tahap ini individu dalam kelompok
melakukan berbagai penjajagan terhadap anggota lainnya mengenai
hubungan antar pribadi yang dikehendaki kelompok, sekaligus mencoba
berperilaku tertentu untuk mendapatkan reaksi dari anggota lainnya.
Dalam kaitannya dengan tugas kelompok, tujuan kelompok belum jelas
dan satu sama lain masih mencari-cari, diantara anggota mulai bertanyatanya: ”mau menghasilkan apa kelompok ini, apa yang sesungguhnya
diharapkan kelompok ini dari diri saya, ketentuan apa yang sudah ada dan
yang belum ada, dan yang seharusnya ada”.
Dalam kaitannya dengan hubungan antar pribadi, semua anggota
mulai menjajagi situasi kelompok : “siapa dia, siapa sebetulnya yang
berkuasa disini”. Hubungan satu sama lainnya diliputi oleh perasaan malumalu, ragu-ragu dengan sopan santun yang bersifat basa basi. Suasana
hubungan satu dengan lainnya masih terlihat kaku, namun pada umumnya
setiap individu senang memperlihatkan “akunya”, dengan menceritakan
berbagai keunggulan diri secara lengkap dan berkepanjangan. Kondisi
akhir yang diharapkan terjadi dalam fase ini adalah hilangnya kekakuan
dalam hubungan antar pribadi. Produk akhir fase forming ini diharapkan
terbentuknya rasa kekompakan diantara anggotanya ( Forsyth, 1983 dan
Silberman, 1996). Beberapa instrumen yang digunakan fasilitator untuk
tahap ini adalah : perkenalan berjenjang, yaitu dengan memberi
kesempatan kepada peserta untuk saling mengenal secara mendalam,
Kartu teka teki, dll.
2. Phase Storming ( fase pancaroba)
Pada fase kedua ini upaya memperjelas tujuan kelompok mulai
nampak, partisipasi anggota meningkat. Sadar atau tidak sadar pada tahap
ini anggota kelompok mulai mendeteksi kekuatan dan kelemahan masingmasing anggota kelompok melalui proses interaksi yang intensif, ditandai
dengan mulai terjadinya konflik satu sama lain, karena setiap anggota
mulai
menonjolkan
akunya
masing-masing,
yang
merasa
kuat
mengeksploitir anggota lain yang terlihat lemah, atau bahkan kadangkadang ada anggota yang terlihat menentang kelompok. Dalam situasi
yang penuh dengan kilatan pendapat ini, mulai terlihat siapa anggota yang
kuat dan siapa anggota yang lemah, secara perlahan-lahan terlihat
karakteristik gaya kepribadian masing-masing anggota. Ada yang ingin
menang sendiri, ada yang lebih suka mengalah, ada pula yang mudah
tersinggung dan kecewa lantas menarik diri. Ada anggota yang pandai
menghimpun berbagai aspirasi yang berbeda menjadi satu kesatuan
pendapat yang bisa diterima oleh seluruh anggota kelompok. Dalam tahap
pancaroba semua anggota sudah mulai mengenal siapa dirinya dan siapa
orang lain dalam kelompok, mulai terlihat kekuatan dan kelmahan
masing-masing, mulai terlihat siapa yang pantas diserahi tugas sebagai
pimpinan kelompok, siapa pemikir, siapa pelaksana, dlsb, peran masingmasing anggota mulai jelas. Dalam pertumbuhan sebuah kelompok, fase
pancaroba merupakan fase yang paling panjang perjalanan waktunya,
karena didalam fase inilah melalui berbagai bentuk konflik dan
kerjasama, munculnya
kesadaran
dan
pemahaman
setiap
anggota
kelompok tentang adanya aspek-aspek kepribadian yang unik dalam
hubungan antar manusia, seperti adanya persepsi, perbedaan dalam corakcorak komunikasi, perbedaan dalam gaya-gaya kepemimpinan antara
individu yang satu dengan lainnya. Instrumen yang digunakan pada tahap
ini adalah : sungai berbuaya, bujur sangkar retak, membangun pyramida,
dll.
3. Phase Norming ( fase pembentukan norma)
Rasa kekakuan hubungan antar individu dalam kelompok sudah
hilang setelah melewati fase pertama. Pada fase kedua seluruh anggota
kelompok satu sama lain sedah semakin mengenal kekuatan dan
kelemahan, persamaan dan perbedaan gaya berperilaku masing-masing ,
mungkin ada perilaku anggota yang tidak disukai anggota lain. Dalam fase
ketiga meskipun konflik masih terjadi terus, namun anggota kelompok
mulai melihat karakteristik kepribadian masing-masing anggota secara
lebih mendalam, sehingga lebih memahami mengapa terjadi perbedaan
dan konflik, bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu,
bagaimana
cara
membantu
orang
lain
dan
bagaimana
cara
memperlakukan orang lain dalam kelompok. Dengan adanya pemahaman
demikian, ikatan (cohesi) dan rasa percaya ( trust) serta kepuasan
hubungan dan consensus diantara anggota kelompok dalam pengambilan
keputusan meningkat, anggota mulai merasakan perlunya kesatuan
pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan
dalam pergaulan kelompok atau norma kelompok, agar kelompok bisa
bekerja secara efektif dan efisien dalam memecahkan masalah yang
dihadapi bersama.
Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah terciptanya
suasana penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga hubungan antar
pribadi yang semula penuh dengan keraguan dan konflik satu sama lain
akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana untuk pemecahan
masalah dan penyelesaian pekerjaan kelompok , antara lain dengan adanya
norma berperilaku yang disepakati bersama oleh anggota kelompok, baik
secara lisan maupun tertulis, artinya seluruh anggota kelompok sudah tahu
apa yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan dalam pergaulan
kelompok. Dengan demikian kelompok akan berjalan secara fungsional,
artinya setiap orang bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masingmasing
yang
telah
disepakati
oleh
kelompok
sesuai
dengan
kemampuannya masing-masing. Oleh karena itu semua anggota secara
ikhlas menerima anggota lain seperti apa adanya dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Instrument yang digunakan pada tahap ini antara lain:
komunikasi satu arah/dua arah, corak-corak komunikasi, memahmi
perintah (test 3 menit), analisis transaksional, dll.
4. Phase Performing ( fase berprestasi)
Pada fase ini kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan
kerja yang harmonis antara anggota yang satu dengan lainnya, norma
kelompok telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok serta peran masingmasing anggota telah jelas, ada keterbukaan dalam komunikasi dalam
kelompok dan keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain, perbedaan
pendapat ditolerir, inovasi berkembang, Dalam iklim kelompok seperti
inilah sinergi
kelompok akan
tercapai
sehingga
kelompok
mampu
menghasilkan kerja yang optimal.
Tahap berprestasi ini bukan tercipta secara tiba-tiba pada saat akhir
dari proses dinamika kelompok , akan tetapi merupakan produk akhir dari
proses pertumbuhan dan perkembangan ketiga tahap sebelumnya.
Instrumen yang bias digunakan dalam fase ini antara lain : bujur
sangkar bolong,Alex, pedagang kaya, pekerja bangunan, pawang gajah,
operasi otak, tersesat ditengah laut, Kasus NASA mendarat di bulan,
Gaya-gaya kepemimpinan, dll.
Suatu hal yang penting dalam proses dinamika kelompok ini
adalah menegakkan azas learning by doing (belajar melalui pengalaman
sendiri). Oleh karena itu sehabis penyajian satu atau beberapa instrumen,
fasilitator perlu menggali apa yang dirasakan dan apa saja yang mereka
pelajari dari pengalaman interaksi yang baru dialami.
Menggali perasaan peserta dalam hal-hal yang dapat dipelajari oleh
peserta pada akhir sesi inilah merupakan inti dari upaya pemanfaatan
proses dinamika kelompok bagi perubahan perilaku ke arah perilaku yang
lebih efektif, baik bagi peserta secara perorangan maupun bagi efektifitas
kerja kelompok.
Perkembangan Kelompok.
Indikator
yang
dijadikan
pedoman
untuk
mengukur
tingkat
perkembangan kelompok adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi
Proses adaptasi berjalan dengan baik bila: a) Setiap individu
terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru, b) Setiap
kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan
dinamika kelompok tersebut, c) Setiap anggota memiliki kelenturan untuk
menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain tanpa
merasa integritasnya terganggu.
2. Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk : a) menunda kepuasan
dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama, b)
membina dan memperluas pola, c) terlibat secara emosional untuk
mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh
bagaimana komunikasi yang terjadi dalam kelompok. Dengan demikian
perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain :
1. Tahap pra afiliasi
Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan
semua individu akan saling mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan
berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling mengenal
sifat dan nilai masing-masing anggota.
2. Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang
lain, tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok.
Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi
kelompok.
3. Tahap disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai
rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok. Tidak ada kekompakan
maupun keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan pembubaran
kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa :
Dorongan manusia untuk tergabung dalam suatu kelompok terjadi
karena adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan.
Secara mekanisasi, kelompok dapat terbentuk melalui kedekatan
(proximity) dan daya tarik (attraction) tertentu.
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau
persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan, selain itu juga
adanya
motivasi,
tujuan,
organisasi,
interdependensi,
interaksi.
Fase pertumbuhan kelompok menurut Tuckman et al adalah :
1. Phase forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
2. Phase storming ( fase pancaroba)
3. Phase norming ( fase pembentukan norma)
4. Phase performing ( fase berprestasi)
B. Saran
serta
Janganlah kita menyepelekan orang lain, karena dalam kehidupan
kita tidak terlepas dari orang lain. Serta kita harus saling menghargai
pendapat ataupun saran dari orang lain dan membantu orang lain yang
membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hartinah Sitti, Dra, DS, MM. 2008. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok.
Refika Aditama. Bandung.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dinamika_kelompok#cite_note-Fred-1
http://jameliala.blogspot.com/2011/05/dinamika-kelompok-buildinglearning_4353.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial. Oleh karena itu, individu tidak dapat terlepaskan dengan
orang lain lain. Setiap kali bertindak pasti ada keikut sertaan orang lain
yang melengkapinya.
Kelompok menurut Meyrs 1996 adalah dua orang atau lebih dalam
waktu
beberapa
lama
(bukan
sesaat)
saling
bereaksi,
saling
mempengaruhi, saling membutuhkan, memiliki harapan yang sama.
Konsep dalam menjelaskan pengertian kelompok dapat di dasarkan pada :
Persepsi (pemikiran)
Setiap orang dalam kelompok di katakan satu kelompok apabila
memiliki persepsi yang sama atau hampir sama.
Motivasi (dorongan)
Tujuan
Organisasi
Interdependensi
Interaksi
Dengan dibentuknya suatu kelompok, pasti ada kelebihan dan
kekurangan yang menyertainya dalam kelompok tersebut.
Kelebihan Kelompok, antara lain :
Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan
menerima informasi & pendapat anggota yang lain.
Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan
kelompoknya
dengan
menekan
kepentingan
pribadi
demi
kepentingan kelompok.
Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan
telah disepakati kelompok.
Kekurangan Kelompok, Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan
karena waktu penugasan, tempat atau jarak anggota kelompok yang
berjauhan yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitaspertemuan.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui mengapa manusia membutuhkan kelompok.
Mengetahui apa sajakah yang terjadi menjelang terbentuknya
kelompok.
Dapat mengetahui tahap-tahap yang terjadi dalam pertumbuhan
kelompok.
C. Manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai pandangan dan pembelajaran bagi kita bahwa setiap
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain. Serta
mengetahui apa pentingnya dan kegunaan kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Membutuhkan Kelompok
Manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan
manusia untuk tergabung dalam suatu kelompok terjadi karena adanya
tuntutan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan tersebut berupa : 1) kebutuhan
utama, menyangkut kebutuhan fisik maupun biologis seperti makan
minum,seksual, kesehatan, dan kebutuhan akan rasa aman; 2) kebutuhan
sosial, menyangkut kepentingan untuk memenuhi kebutuhan utama,
seperti berkomunikasi, melakukan kegiatan bersama,keteraturan sosial,
dan kontrol sosial; 3) kebutuhan integratif, menyangkut hakikat manusia
sebagai makhluk pemikir dan bermoral seperti kebutuhan akan adanya
perasaan benar atau salah dan adil atau tidak adil, mengungkapkan
perasaan dan sentimen-sentimen kolektif/ kebersamaaan, serta keyakinan
diri tentang pengakuan atas keberadaan dirinya (Suparlan, 1999).
Menurut Yusuf (1998:69), Individu merupakan makhluk sosial
maka memerlukan kelompok dengan harapan :
Untuk melangsungkan kehidupan;
Untuk memenuhi kebutuhannya;
Untuk mengembangkan potensi dirinya;
Untuk mengaktualisasikan dirinya;
Menurut Robius (1998), kelompok dibentuk atas dasar :
Keamanan;
Status;
Penghargaan diri;
Pertalian;
Kekuasaan;
Pencapaian tujuan.
Menurut Forsyth suatu kelompok terbentuk dikarenakan :
Pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologi;
Meningkatkan ketahanan yang adaptif;
Kebutuhan akan informasi.
Secara mekanisasi, kelompok dapat terbentuk melalui kedekatan
(proximity) dan daya tarik (attraction) tertentu. Selain itu, adanya
kesamaan tujuan dan alasan ekonomi juga dapat menjadi penyebab
mengapa orang mau berkelompok (Gibson et al, 1992). Melalui
kedekatan, daya tarik, kesamaan tujuan, dan alasan ekonomi orang
menjadi tahu sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhannya.
B. Apa yang terjadi Menjelang Terbentuknya Kelompok
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau
persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul
motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama
dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan
masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi
yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu
dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik) Perpecahan yang
terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya
kelompok tersebut, sehingga anggotakelompok berusaha menyesuaikan
diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian,
perubahan dalam kelompokmudah terjadi.
Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan
kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut :
Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan
intelegensi yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu
atau lebih punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki
kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota
yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota
kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan
kelompok. Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga
akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat
memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa
memotifasi diri untuk maju.
Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan
proses kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat
diselesaikan secara lebih efisien dan efektif.
Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok.
Kebebasan
disini
merupakan
kebebasan
setiap
anggota
untuk
menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun
demikian kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati
kelompok.
Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok,
karena dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan
secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang
pengetahuan tersebut.
C. Tahap-tahap Pertumbuhan Kelompok
Tahap Pertumbuhan Kelompok
Dalam proses dinamika kelompok, jika diamati bagaimana
kelompok mengalami kehidupan fase demi fase maka terlihat sebagai
proses yang unik, yang akan dilalui oleh semua anggota dalam rangka
menuju ke arah terbentuknya kelompok yang kohesif dan berfungsi untuk
mencapai tujuan kelompok.
Fase pertumbuhan kelompok menurut Tuckman et al adalah :
1. Phase forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
2. Phase storming ( fase pancaroba)
3. Phase norming ( fase pembentukan norma)
4. Phase performing ( fase berprestasi) ( Weber, 1982)
Seperti dikemukakan diatas bahwa kehidupan dalam setiap tahap
memiliki keunikan tersendiri dimana reaksi masing-masing anggota
terhadap anggota lain pada tiap tahap berbeda-beda, sesuai dengan
perkembangan pemahaman anggota terhadap anggota lain dan terhadap
proses yang sedang berjalan. Semakin lama dan semakin intensif mereka
berinteraksi , semakin berkembang pula komponen-komponen kepribadian
yang mendukung kekompakan kelompok, seperti :
rasa percaya pada anggota lain ( trust).
keterbukaan diri satu sama lain (openess).
perwujudan diri ( self realization), sebagai sikap berani menjadi diri
sendiri dengan segala resikonya.
saling ketergantungan (interdependence) dari masing-masing anggota
kelompok ( Gibb,1977), sehingga akhirnya mereka menemukan satu
kesepakatan tentang apa yang boleh dan harus dikerjakan, dan apa
yang tak boleh dikerjakan oleh setiap anggota dalam kehidupan
kelomok.
1. Phase Forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
Tahap pembentukan kelompok merupakan tahap awal dalam proses
pertumbuhan kelompok. Pada tahap ini individu dalam kelompok
melakukan berbagai penjajagan terhadap anggota lainnya mengenai
hubungan antar pribadi yang dikehendaki kelompok, sekaligus mencoba
berperilaku tertentu untuk mendapatkan reaksi dari anggota lainnya.
Dalam kaitannya dengan tugas kelompok, tujuan kelompok belum jelas
dan satu sama lain masih mencari-cari, diantara anggota mulai bertanyatanya: ”mau menghasilkan apa kelompok ini, apa yang sesungguhnya
diharapkan kelompok ini dari diri saya, ketentuan apa yang sudah ada dan
yang belum ada, dan yang seharusnya ada”.
Dalam kaitannya dengan hubungan antar pribadi, semua anggota
mulai menjajagi situasi kelompok : “siapa dia, siapa sebetulnya yang
berkuasa disini”. Hubungan satu sama lainnya diliputi oleh perasaan malumalu, ragu-ragu dengan sopan santun yang bersifat basa basi. Suasana
hubungan satu dengan lainnya masih terlihat kaku, namun pada umumnya
setiap individu senang memperlihatkan “akunya”, dengan menceritakan
berbagai keunggulan diri secara lengkap dan berkepanjangan. Kondisi
akhir yang diharapkan terjadi dalam fase ini adalah hilangnya kekakuan
dalam hubungan antar pribadi. Produk akhir fase forming ini diharapkan
terbentuknya rasa kekompakan diantara anggotanya ( Forsyth, 1983 dan
Silberman, 1996). Beberapa instrumen yang digunakan fasilitator untuk
tahap ini adalah : perkenalan berjenjang, yaitu dengan memberi
kesempatan kepada peserta untuk saling mengenal secara mendalam,
Kartu teka teki, dll.
2. Phase Storming ( fase pancaroba)
Pada fase kedua ini upaya memperjelas tujuan kelompok mulai
nampak, partisipasi anggota meningkat. Sadar atau tidak sadar pada tahap
ini anggota kelompok mulai mendeteksi kekuatan dan kelemahan masingmasing anggota kelompok melalui proses interaksi yang intensif, ditandai
dengan mulai terjadinya konflik satu sama lain, karena setiap anggota
mulai
menonjolkan
akunya
masing-masing,
yang
merasa
kuat
mengeksploitir anggota lain yang terlihat lemah, atau bahkan kadangkadang ada anggota yang terlihat menentang kelompok. Dalam situasi
yang penuh dengan kilatan pendapat ini, mulai terlihat siapa anggota yang
kuat dan siapa anggota yang lemah, secara perlahan-lahan terlihat
karakteristik gaya kepribadian masing-masing anggota. Ada yang ingin
menang sendiri, ada yang lebih suka mengalah, ada pula yang mudah
tersinggung dan kecewa lantas menarik diri. Ada anggota yang pandai
menghimpun berbagai aspirasi yang berbeda menjadi satu kesatuan
pendapat yang bisa diterima oleh seluruh anggota kelompok. Dalam tahap
pancaroba semua anggota sudah mulai mengenal siapa dirinya dan siapa
orang lain dalam kelompok, mulai terlihat kekuatan dan kelmahan
masing-masing, mulai terlihat siapa yang pantas diserahi tugas sebagai
pimpinan kelompok, siapa pemikir, siapa pelaksana, dlsb, peran masingmasing anggota mulai jelas. Dalam pertumbuhan sebuah kelompok, fase
pancaroba merupakan fase yang paling panjang perjalanan waktunya,
karena didalam fase inilah melalui berbagai bentuk konflik dan
kerjasama, munculnya
kesadaran
dan
pemahaman
setiap
anggota
kelompok tentang adanya aspek-aspek kepribadian yang unik dalam
hubungan antar manusia, seperti adanya persepsi, perbedaan dalam corakcorak komunikasi, perbedaan dalam gaya-gaya kepemimpinan antara
individu yang satu dengan lainnya. Instrumen yang digunakan pada tahap
ini adalah : sungai berbuaya, bujur sangkar retak, membangun pyramida,
dll.
3. Phase Norming ( fase pembentukan norma)
Rasa kekakuan hubungan antar individu dalam kelompok sudah
hilang setelah melewati fase pertama. Pada fase kedua seluruh anggota
kelompok satu sama lain sedah semakin mengenal kekuatan dan
kelemahan, persamaan dan perbedaan gaya berperilaku masing-masing ,
mungkin ada perilaku anggota yang tidak disukai anggota lain. Dalam fase
ketiga meskipun konflik masih terjadi terus, namun anggota kelompok
mulai melihat karakteristik kepribadian masing-masing anggota secara
lebih mendalam, sehingga lebih memahami mengapa terjadi perbedaan
dan konflik, bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu,
bagaimana
cara
membantu
orang
lain
dan
bagaimana
cara
memperlakukan orang lain dalam kelompok. Dengan adanya pemahaman
demikian, ikatan (cohesi) dan rasa percaya ( trust) serta kepuasan
hubungan dan consensus diantara anggota kelompok dalam pengambilan
keputusan meningkat, anggota mulai merasakan perlunya kesatuan
pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan
dalam pergaulan kelompok atau norma kelompok, agar kelompok bisa
bekerja secara efektif dan efisien dalam memecahkan masalah yang
dihadapi bersama.
Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah terciptanya
suasana penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga hubungan antar
pribadi yang semula penuh dengan keraguan dan konflik satu sama lain
akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana untuk pemecahan
masalah dan penyelesaian pekerjaan kelompok , antara lain dengan adanya
norma berperilaku yang disepakati bersama oleh anggota kelompok, baik
secara lisan maupun tertulis, artinya seluruh anggota kelompok sudah tahu
apa yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan dalam pergaulan
kelompok. Dengan demikian kelompok akan berjalan secara fungsional,
artinya setiap orang bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masingmasing
yang
telah
disepakati
oleh
kelompok
sesuai
dengan
kemampuannya masing-masing. Oleh karena itu semua anggota secara
ikhlas menerima anggota lain seperti apa adanya dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Instrument yang digunakan pada tahap ini antara lain:
komunikasi satu arah/dua arah, corak-corak komunikasi, memahmi
perintah (test 3 menit), analisis transaksional, dll.
4. Phase Performing ( fase berprestasi)
Pada fase ini kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan
kerja yang harmonis antara anggota yang satu dengan lainnya, norma
kelompok telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok serta peran masingmasing anggota telah jelas, ada keterbukaan dalam komunikasi dalam
kelompok dan keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain, perbedaan
pendapat ditolerir, inovasi berkembang, Dalam iklim kelompok seperti
inilah sinergi
kelompok akan
tercapai
sehingga
kelompok
mampu
menghasilkan kerja yang optimal.
Tahap berprestasi ini bukan tercipta secara tiba-tiba pada saat akhir
dari proses dinamika kelompok , akan tetapi merupakan produk akhir dari
proses pertumbuhan dan perkembangan ketiga tahap sebelumnya.
Instrumen yang bias digunakan dalam fase ini antara lain : bujur
sangkar bolong,Alex, pedagang kaya, pekerja bangunan, pawang gajah,
operasi otak, tersesat ditengah laut, Kasus NASA mendarat di bulan,
Gaya-gaya kepemimpinan, dll.
Suatu hal yang penting dalam proses dinamika kelompok ini
adalah menegakkan azas learning by doing (belajar melalui pengalaman
sendiri). Oleh karena itu sehabis penyajian satu atau beberapa instrumen,
fasilitator perlu menggali apa yang dirasakan dan apa saja yang mereka
pelajari dari pengalaman interaksi yang baru dialami.
Menggali perasaan peserta dalam hal-hal yang dapat dipelajari oleh
peserta pada akhir sesi inilah merupakan inti dari upaya pemanfaatan
proses dinamika kelompok bagi perubahan perilaku ke arah perilaku yang
lebih efektif, baik bagi peserta secara perorangan maupun bagi efektifitas
kerja kelompok.
Perkembangan Kelompok.
Indikator
yang
dijadikan
pedoman
untuk
mengukur
tingkat
perkembangan kelompok adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi
Proses adaptasi berjalan dengan baik bila: a) Setiap individu
terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru, b) Setiap
kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan
dinamika kelompok tersebut, c) Setiap anggota memiliki kelenturan untuk
menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain tanpa
merasa integritasnya terganggu.
2. Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk : a) menunda kepuasan
dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama, b)
membina dan memperluas pola, c) terlibat secara emosional untuk
mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh
bagaimana komunikasi yang terjadi dalam kelompok. Dengan demikian
perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain :
1. Tahap pra afiliasi
Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan
semua individu akan saling mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan
berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling mengenal
sifat dan nilai masing-masing anggota.
2. Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang
lain, tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok.
Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi
kelompok.
3. Tahap disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai
rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok. Tidak ada kekompakan
maupun keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan pembubaran
kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa :
Dorongan manusia untuk tergabung dalam suatu kelompok terjadi
karena adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan.
Secara mekanisasi, kelompok dapat terbentuk melalui kedekatan
(proximity) dan daya tarik (attraction) tertentu.
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau
persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan, selain itu juga
adanya
motivasi,
tujuan,
organisasi,
interdependensi,
interaksi.
Fase pertumbuhan kelompok menurut Tuckman et al adalah :
1. Phase forming ( fase pembentukan rasa kekelompokkan)
2. Phase storming ( fase pancaroba)
3. Phase norming ( fase pembentukan norma)
4. Phase performing ( fase berprestasi)
B. Saran
serta
Janganlah kita menyepelekan orang lain, karena dalam kehidupan
kita tidak terlepas dari orang lain. Serta kita harus saling menghargai
pendapat ataupun saran dari orang lain dan membantu orang lain yang
membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hartinah Sitti, Dra, DS, MM. 2008. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok.
Refika Aditama. Bandung.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dinamika_kelompok#cite_note-Fred-1
http://jameliala.blogspot.com/2011/05/dinamika-kelompok-buildinglearning_4353.html