MENGAPA MANUSIA DIKATAKAN SEBAGAI MAKHLU

1. MENGAPA MANUSIA DIKATAKAN SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA ?
Penjelasan Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya :
Dalam jiwa manusia terdapat keindahan yang melekat secara utuh, naluri yang tertanam
akan budaya ataupun kebudayaan, segala bentuk yang membuat manusia itu hidup tertata dalam
masyarakat adalah budaya itu sendiri yang dimana setiap manusia wajib melestarikan budaya demi
kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Dengan melestarikan budaya nasional, warga Indonesia
mampu mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang bersumber terhadap keselarasan jiwa setiap
masyarakatnya, untuk itulah manusia yang ideal harus menganggap budaya sebuah hal yang
intens.
Dari berbagai definisi budaya yang terbilang banyak, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata (konkrit), misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Budaya suku bugis makassar di indonesia :
1.

Bahasa suku Bugis


Membahas tentang bahasa Bugis adalah hal yang sangat kompleks, namun sesuai dengan
permintaan Bang Atta, aku berupaya mencari literatur tentang itu.Adalah suatu kehormatan besar
memenuhi permintaan seorang sahabat yang masih satu Anchestor. Namun sebelum itu saya mulai
dari pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang dikenal dengan nama Lontara.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Itu
dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya
digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar
dan masyarakat luwu.

Dahulu kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun lontara dan
dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun lontara
dan karya-karya itu bernama I La Galigo.
Bahasa Bugis merupakan bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di
kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota
Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten
Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis

memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini

kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek
sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’
Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di
Kepulauan Indonesia.
Kesenian Suku Bugis
A) .Alat musik:
1. Kacapi (kecapi) : Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku
Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan
atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki
dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada
acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Sinrili
Alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di
pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di
depan pemainnya.
Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti
rebana.
2.


Suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah. Suling
calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama
penyanyi
Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan
Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
B) Seni Tari
Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan
tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan

Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.

Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis
tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari Pabbatte
(biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).

c).

Makanan Khas

Coto makassar
Konro
Sop saudara
Pisang epe’
Pisang ijo
Palu bassah
Pala butung
Nasu palekko (bebek)

3.

Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar

Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi
Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam
masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid.

Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan
pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman praIslam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung
suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama,
yaitu:

Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.

Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten SindenrengRappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang BugisMakassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral.
Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut:

Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri atas:
Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan,
aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal
berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat.
Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam bentuk hukum
negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan
pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat
adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade.’


Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsepkonsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka pengadilan, dan
mengajukan gugatan.

Rampang, berarti

perumpamaan,

kias,

atau

analogi.

Sebagai

bagian

dari


panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu keputusan
hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hukum kasus
yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaanperumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan,
politik, maupun pemerintahan.

Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai
benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihara garis
keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.

Sara', adalah bagian dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal
ini ialah hukum Islam.
Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang
Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen kewargaan masyarakat,
identitas sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa
malu dan rasa kehormatan seseorang.

4.

Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar


Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:

Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari
pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang
menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:

Anak dengan ibu atau ayah.
Saudara sekandung.
Menantu dan mertua.
Paman atau bibi dengan kemenakannya.
Kakek atau nenek dengan cucu.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:

Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk
mengadakan peminangan.
Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis
untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan
yang akan datang.

Rumah Adat Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan
Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut
terdiri atas :

Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa

Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis
Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan
untuk menyimpan padi yang baru di panen.


Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik
sentral yang bernama pusat rumah

Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan
Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.

Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang
menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh
keturunan raja (kaum bangsawan) dan bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat
biasa.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai
jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang.
Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang
penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut
timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan
penghuninya.

Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : Awa bola ialah

kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini
biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat
untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam
pertanian.

Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara
lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam
aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai
aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti:

lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai
ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan
benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman.

Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga
bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesama
anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini.

Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis
atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan
dapureng atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.

Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur
tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini juga
mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang
dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang
berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah

sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di
seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan
masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir
mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang
tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an

Pakaian adat Suku Bugis
Pakaian adat khas wanita Bugis Makassar adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain
sarung yang berwarna merah hati, biru, dan hijau.

KESIMPULAN

Sistem Sosial Budaya adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial,
dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara
mandiri serta bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan
hidup manusia dalam bermasyarakat.

Suku Bugis Makassar merupakan sebuah suku yang kaya akan kebudayaan. Persentase
jumlah penduduk suku Bugis di Sulawesi Selatan adalah sekitar 62,5% dan suku
Makassar sekitar 26,7%. Bentuk desa di Sulawesi Selatan sekarang merupakan kesatuankesatuan administratif, gabungan sejumlah kampung lama (desa gaya baru). Sistem
kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih cukup kental, lapisan masyarakat
Bugis dan Makassar terdiri dari 3 yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat raja-raja,
tom aradeka atau lapisan orang merdeka, dan ata atau lapisan orang budak.

Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama Islam, sedangkan
hanya10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Karena masyarakat Bugis dan
Makassar tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari
masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan.

Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Kemudian ada sisi
seni juga yang biasanya menjadi mata pencarian bagi sukuBugis dan Makassar, yakni
pembuatan sarung tenun sutra. Bahasa yang diucapkan oleh sukuBugis disebut bahas
ugi sementara suku Makassar disebut mangkasara. Adapun huruf yang dipakai dalam
naskah Bugis maupun Makassar yakni, aksara lontara. Diantara buku terpenting dalam
kesusasteraan suku Bugis-Makassar adalah buku sure galigo, suatu himpunan besar dari
mitologi yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai yang keramat.

Potensi paling besar bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah dalam sektor pelayaran
rakyatdan perikanan, karena usaha-usaha ini sudah merupakan usaha-usaha yang telah
dijalankan sejak beberapa abad lamanya oleh orang Bugis-Makassar, sehingga dapat
dikatakan telah mendarah daging dalam alam jiwa mereka.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59