ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN M

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN MENURUT UNDANG-UNDANG
PPh NOMOR 36 TAHUN 2008 PADA KOPERASI PEGAWAI NEGERI (KPN)
HARAPAN JAYA SEKAYU
Sunanto
Prodi Akuntansi Politeknik Sekayu
nanz_plbang@yahoo.com, sunanto.nanz@gmail.com
Hp 081315876844

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan dan perbandingan PPh
Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu dan menurut Undang-undang PPh
nomor 36 Tahun 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
sekunder. Data tersebut bersumber dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu.
Data sekunder yang penulis peroleh dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu
berupa data Laporan Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Laporan Keuangan periode tahun 2012
sampai dengan tahun 2013. Hasil menunjukkan antara lain; belum melakukan koreksi
fiskal menurut Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 terhadap perhitungan hasil
usaha Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu karena masih terdapat akun akun yang dimasukkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan belum
melakukan penyesuaian tarif penyusutan aktiva tetap sehingga hasil usaha yang didapat
bukan merupakan hasil usaha fiskal. Perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan oleh
Penulis sebesar Rp 52.302.740,16 dan perhitungan pajak penghasilan menurut

Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebesar Rp 25.769.3 44,28
sehingga terdapat selisih kurang bayar sebesar Rp 26.533.395,88. Dalam hal ini
Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebaiknya melakukan koreksi
fiskal terhadap hasil usaha kena pajak dengan mengacu pada Undang-undang PPh
Nomor 36 Tahun 2008 dan akun-akun yang menurut Undang-undang PPh nomor 36
Tahun 2008 yang bukan pengurang dari perhitungan hasil usaha kena pajak
sebaiknya dilakukan penyesuaian, harus lebih teliti dalam menghitung jumlah pajak
yang akan.
Kata Kunci : SHU Komersial, SHU Fiskal, Koreksi Fiskal.
PENDAHULUAN
Negara
Republik
Indonesia
merupakan Negara Hukum, salah satu
hukum yang harus ditaati di Negara ini
yaitu hukum pajak. Perpajakan merupakan
salah satu komponen penting dalam
perekonomian Indonesia dan berbagai
negara lainnya. Kewajiban setiap warga
Negara Indonesia dalam membayar pajak

sesuai dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 34 Pasal 1 Ayat (6)
Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan
Tata Cara Perpajakan yang kini telah
diubah Nomor 28 Tahun 2007. Definisi

pajak dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Definisi tersebut mengingatkan dan
menyadarkan setiap warga Negara
Indonesia untuk membayar pajak agar
terciptanya kemakmuran rakyat.


Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

1

Salah satu tujuan menciptakan
kemakmuran rakyat yang dikehendaki
adalah dengan membentuk koperasi.
Koperasi mempunyai peranan penting
dalam perekonomian di Indonesia karena
koperasi adalah organisasi ekonomi
rakyat yang
berwatak
sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi yang berusaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
menjalankan usaha untuk mengingatkan
kesejahteraan para anggotanya. Dalam
mencapai tujuannya, koperasi mempunyai

fungsi dan peran didalam masyarakat.
Fungsi dan peran
yang
dijalankan
koperasi antara lain membangun dan
mengembangkan potensi serta kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat
pada
umumnya
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya.
Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
Harapan Jaya Sekayu merupakan salah
satu koperasi yang anggotanya terdiri
dari pegawai negeri yang mempunyai
beberapa unit usaha yaitu Unit Usaha
Simpan Pinjam, Unit Usaha Waserda, Unit
Usaha Pembayaran Rekening Listrik,

Unit
Usaha
Angkutan
Kota
(Angkot)/Transportasi,
Unit
Usaha
Kaplingan Tanah dan Perumahan.
Koperasi
Pegawai
Negeri
(KPN)
Harapan Jaya Sekayu sebagai badan
usaha, merupakan Subjek Pajak yang
berkewajiban
memenuhi
kewajiban
perpajakan yaitu pajak penghasilan. Sistem
perpajakan yang berlaku di Indonesia,
yaitu sistem Self Assessment System,

mewajibkan koperasi sebagai Wajib Pajak
mendapat kepercayaan penuh untuk
ikut bertanggung jawab membiayai
pembangunan
bersama
pemerintah,
dengan cara menghitung dan membayar
sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan Perundang-undangan
yang berlaku.
Berdasarkan
latar
belakang
pemilihan judul di atas, maka peneliti
menguraikan permasalahan yang harus
dibahas, yaitu:

1. Bagaimana perhitungan PPh pada
Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
Harapan Jaya Sekayu menurut

Undang-undang PPh Nomor 36
tahun 2008?
2. Bagaimana perbandingan PPh
antara perhitungan perusahaan dan
menurut Undang-undang PPh
Nomor 36 Tahun 2008?
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pajak
Berdasarkan
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
menyatakan
bahwa
pajak
adalah,
kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang,
dengan

tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Herry Purwono (2010:
23) “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang probadi
atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang
dikutip oleh Mardiasmo (2011:01) “Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.

Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pajak adalah:
a. Iuran rakyat kepada Negara
berdasarkan Undang-undang serta
pelaksanaanya
yang
dapat
dipaksakan.
b. Pembayaran pajak tanpa jasa
timbal
(kontraprestasi)
individual dari pemerintah.

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

2

Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri adalah sebagai berikut:

a. Wajib Pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap
adalah sebesar 28%.
b. Untuk Tahun 2010 dan
seterusnya tarif pajak sebesar
25% dan dikali ketentuan
pengurangan sebesar 50%.

c. Pajak digunakan untuk keperluan
negara
dalam
memakmurkan
rakyatnya.
Jenis Pajak
Agoes dan Estralita Trisnawati
(2013:7)
mengungkapkan
menurut
sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut :

1. Pajak Langsung adalah pajak yang
pembebanannya
tidak
dapat
dilimpahkan oleh pihak lain dan
menjadi beban langsung Wajib Pajak
(WP) yang bersangkutan. Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak
yang
pembebanannya
dapat
dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).
Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2009: 80)
“Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan
yang
diterima
ataudiperolehnya dalam satu tahun pajak”.
“Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dihitung
berdasarkan
peraturan
perpajakan dan pajak ini dikenakan atas
laba kena pajak entitas” (Ikatan Akuntan
Indonesia , 2012: 46.2).
Berdasarkan pengertian di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
pajak
penghasilan adalah pajak yang dikenakan
dari subjek pajak atas penghasilan yang
diperolehnya dalam satu tahun pajak
dihitung berdasarkan peraturan pajak.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif
pajak
merupakan
persentase tertentu yang digunakan
untuk menghitung
besarnya
pajak
penghasilan. Sistem penerapan tarif
pajak yang diterapkan atas penghasilan
menurut Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 17 ayat (1) dibagi
menjadi dua, yaitu:

Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah,
segala sesuatu yang mempunyai potensi
untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan.
Subjek
pajak
akan
dikenakan pajak penghasilan apabila
menerima atau memperoleh penghasilan
sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. Jika subjek pajak telah
memenuhi kewajiban pajak secara objektif
maupun subjektif maka disebut wajib
pajak.
Berdasarkan
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1),
subjek pajak penghasilan adalah sebagai
berikut:
1. Subjek pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek
pajak dapat bertempat tinggal
atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
2. Subjek pajak warisan yang
belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang
berhak
Warisan yang belum terbagi
sebagai
satu
kesatuan
merupakan
subjek
pajak
pengganti,
menggantikan
mereka yang berhak yaitu ahli
waris. Penunjukan warisan
yang belum terbagi sebagai
subjek
pajak
pengganti
dimaksudkan agar pengenaan
pajak atas penghasilan
yang
berasal dari warisan tersebut
tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek pajak badan

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

3

Badan
adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan
baik
yang
melakukan
usaha
maupun
yang
tidak
melakukan
usaha
yang
meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan
Komanditer,
Perseroan Lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun,
Firma,
Kongsi,
Koperasi,
Dana Pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan,
Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi
Sosial Politik, atau Organisasi
Lainnya,
Lembaga,
dan
bentuk Badan Usaha Lainnya
termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha
tetap.
4. Subjek pajak Bentuk Usaha
Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah
Bentuk
usaha
yang
dipergunakan
oleh
orang
pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang
pribadi
yang
berada
di
Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan pulu tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak
bertempat
kedudukan
di
Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan
di Indonesia, yang dapat
berupa:
a. Tempat
kedudukan
manajemen.
b. Cabang perusahaan.
c. Kantor perwakilan.
d. Gedung kantor.
e. Pabrik.
f. Bengkel.
g. Gudang.
h. Ruang untuk promosi dan
penjualan.

i. Pertambangan
dan
penggalian sumber alam.
j. Wilayah
kerja
pertambangan minyak dan
gas bumi.
k. Perikanan,
peternakan,
pertanian,
perkebunan,
atau kehutanan.
l. Proyek
Konstruksi,
Instalasi,
atau
Proyek
Perakitan.
m. Pemberian jasa dalam
bentuk apa pun oleh
Pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih
dari 60 (enam puluh) hari
dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan.
n. Orang atau badan yang
bertindak selaku
agen
yang kedudukannya tidak
bebas.
o. Agen atau Pegawai dari
perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di
Indonesia yang menerima
premi
asuransi
atau
menanggung risiko di
Indonesia
p. Komputer, agen elektronik,
atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau
digunakan
oleh
penyelenggara
transaksi
elektronik
untuk
menjalankan
kegiatan
usaha melalui internet.
Subjek pajak penghasilan dapat
dikelompokkan menjadi subjek pajak
dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 2 ayat (3) subjek pajak
penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia, orang
pribadi
yang
berada
di
Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

4

dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak
berada di
Indonesia dan
mempunyai
niat
untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau
bertempat
kedudukan
di
Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
Peraturan
Perundangundangan.
2. Pembiayaan
bersumber
dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
3. Penerimaanya dimasukkan
dalam
Anggaran
Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
4. Pembukuannya diperiksa
oleh aparat pengawasan
fungsional Negara.
c. Warisan yang belum terbagi
sebagai
satu
kesatuan
menggantikan yang berhak.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak merupakan segala
sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau
keadaan) yang dikenakan pajak. Menurut
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 4 ayat (1), objek pajak penghasilan
adalah sebagai berikut:
1. Yang menjadi objek pajak penghasilan
adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan
kemampuan
ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajip
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.
a. Penggantian
atau
imbalan
berkenaan dengan pekerjaan atau
Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

jasa
yang
diterima
atau
diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorium, komisi,
bonus,
gratifikasi,
uang
pensiun, atau imbalan dalam
bentuk
lainnya,
kecuali
ditentukan lain dalam Undangundang ini.
b. Hadiah
dari
undian
atau
pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan
kena
pajak
penghasilan
atau
karena
pengalihan harta termasuk :
1. Keuntungan
karena
pengalihan harta kepada
Perseroan,
Persekutuan,
dan
Badan
lainnya
sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal.
2. Keuntungan yang diperoleh
Perseroan, Persekutuan, dan
Badan
lainnya
karena
pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu
atau anggota.
3. Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
pemecahan
atau
pengambilalihan usaha.
4. Keuntungan
karena
pengalihan harta berupa
hibah,
bantuan
atau
sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga
sedarah
dalam
garis
keturunan
lurus
satu
derajat,
dan
badan
keagamaan atau badan
pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak
ada
hubungan
dengan
usaha,
pekerjaan,
kepemilikan
atau

5

penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan.
5. Keuntungan
karena
penjualan atau pengalihan
sebagian atau pengalihan
sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan,
atau
permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan
kembali
pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran
tambahan
penghasilan pajak.
f. Bunga
termasuk
premium,
diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
g. Deviden, dengan nama dan
dalam
bentuk
apa
pun,
termasuk
deviden
dari
perusahaan
asuransi
kepada
pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas
penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan
harta.
j. Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata
uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
perkumpulan
dari
anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang mejalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis
syahriah.

r.

Imbalan bunga sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang
yang
mengatur
mengenai
ketentuan umum dan tata
cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.
Pengertian Koreksi Fiskal
Menurut Agoes dan Estralita
Trisnawati (2010: 218) koreksi fiskal
adalah “proses penyesuaian atas laba
komersial
yang
berbeda
dengan
ketentuan fiskal untuk menghasilkan
penghasilan
net/laba
yang
sesuai
dengan ketentuan perpajakan”.
Dengan
dilakukannya
proses
rekonsiliasi fiskal ini, maka wajib pajak
tidak
perlu
membuat
pembukuan
ganda, melainkan cukup membuat
satu pembukuan yang didasari Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Setelah itu
dibuatkan rekonsiliasi fiskal yang akan
digunakan sebagai dasar perhitungan pajak
penghasilan. Koreksi fiskal terjadi karena
adanya perbedaan perlakuan/pengakuan
penghasilan
maupun
biaya
antara
akuntansi komersial dengan akuntansi
pajak.
Menurut Marisi (2009: 14)
perbedaan-perbedaan
yang
dikoreksi
tersebut adalah:
a. Beda Permanen
Beda
permanen terjadi karena
adanya perbedaan
pengakuan
penghasilan dan beban menurut
akuntansi dengan pajak yang sifatnya
permanen. Penghasilan dan beban
tertentu diakui pada SPT pajak
penghasilan badan, namun tidak
pernah diakui pada laporan keuangan
atau sebaliknya.
b. Beda Temporer
Perbedaan temporer dimaksudkan
sebagai perbedaan antara dasar
pengenaan pajak (tax base) dari suatu
aset atas kewajiban dengan nilai
tercatat pada aset atau kewajiban yang
berakibat pada perubahan laba fiskal
periode
mendatang.
Terjadinya

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

6

perbedaan tersebut dapat bertambah
(future
taxable
amount)
atau
berkurang (future deductible amount)
pada saat aset dipulihkan atau
kewajiban dilunasi/dibayar.
Menurut Wibowo Subekti jenisjenis koreksi fiskal yaitu sebagai berikut:
a. Koreksi positif
Koreksi
positif
adalah
koreksi/penyesuaian
yang
akan
mengakibatkan meningkatnya laba
kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan terhutangnya
juga akan meningkat.
b. Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah adalah
koreksi/penyesuaian
yang
akan
mengakibatkan menurunnya laba kena
pajak yang membuat PPh badan
terhutangnya juga akan menurun.
Pengurangan Penghasilan
Pajak penghasilan dihitung dari
tarif dikalikan dengan penghasilan kena
pajak. Penghasilan kena pajak bagi wajib
pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan
berdasarkan
penghasilan
bruto dikurangi dengan pengurangan
atau pengeluaran tertentu. Pengeluaran
tersebut dinamakan biaya atau beban.
Pengeluaran/beban/biaya
yang
dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto
dapat dibagi dalam dua golongan:
a. Pengeluaran/beban/biaya
yang
mempunyai masa manfaat tidak lebih
dari 1 tahun yang merupakan biaya
pada tahun yang bersangkutan,
misalkan gaji, biaya administrasi dan
bunga, biaya rutin pengolahan limbah
dan sebagainya.
b. Pengeluaran/beban/biaya
yang
mempunyai masa manfaat tidak lebih
dari 1 tahun yang pembebanannya
dilakukan melalui penyusutan atau
amortisasi, misalnya aset tetap atau
harta berwujud, aset tidak berwujud,
dan lain-lain.
Pengeluaran/beban/biaya
dalam
perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan
menurut akuntansi komersial. Siti Resmi

(2009:100) menyatakan pengeluaran /
beban / biaya dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto
(Deducative Expense).
Adalah pengeluaran/beban/biaya yang
mempunyai
hubungan
langsung
dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan,
menagih,
dan
memelihara
penghasilan
yang
merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan
dalam tahun pengeluaran atau selama
masa manfaat atas pengeluaran
tersebut.
b. Pengeluaran/beban/biaya yang tidak
dapat dibebankan sebagai biaya (NonDeducative Expenses).
Adalah
Pengeluaran/beban/biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara
penghasilan
yang
merupakan
Objek
Pajak
atau
pengeluaran dilakukan tidak dalam
batas-batas yang wajar sesuai dengan
adat kebiasaan pedagang yang
baik. Oleh karena itu, pengeluaran
yang melampaui batasan kewajaran
yang dipengaruhi oleh hubungan
istimewa tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto.
Biaya yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto (Deducative Expense)
Berdasarkan
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1),
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan
termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
1.Biaya pembelian bahan.
2. Biaya
berkenaan
dengan
pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorium, bonus,
grafikasi,
dan
tunjangan

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

7

b.

c.

d.

e.
f.
g.
h.

yang diberikan dalam bentuk
uang.
3.Bunga, sewa, dan royalti.
4.Biaya perjalanan.
5.Biaya pengolahan limbah.
6.Premi asuransi.
7. Biaya promosi dan penjualan
yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
8.Biaya administrasi.
9.Pajak kecuali pajak penghasilan.
Penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebi
dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11
A.
Iuran kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau
yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih,
dan
memelihara
penghasilan.
Kerugian selisih kurs mata uang asing.
Biaya penelitian dan pengembangan
perusahaan yang dilakukan Indonesia.
Biaya
beasiswa,
magang
dan
pelatihan.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih dengan syarat:
1. Telah
dibebankan
sebagai
biaya dalam laporan laba
rugikomersial.
2. Wajib Pajak harus menyerahkan
daftar piutang yang tidak dapat
ditagih
kepada
Direktorat
Jenderal Pajak.
3. Telah
diserahkan
perkara
penagihannya
kepada
Pengadilan Negeri atau Instansi
Pemerintah yang menangani
piutang Negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai
penghapusan
piutang
/

i.

j.

k.

l.

m.

pembebasan
utang
antara
kreditur dan debitur yang
bersangkutan;
atau
telah
dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu.
4. Syarat
sebagaimana
dimaksudkan pada angka abjad
ke c tidak berlaku penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil
yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Sumbangan
dalam
rangka
Penanggulangan Bencana Nasional
yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sumbangan dalam rangka penelitian
dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Biaya pembangunan infrastruktur
sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Sumbangan fasilitas pendidikan yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Sumbangan dalam rangka pembinaan
olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi
dan
Waktu
Tempat
Pengumpulan Data
Penelitian
ini
dilakukan
di
Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya
Sekayu berkedudukan dijalan Kolonel
Wahid Udin No. 257 Lk I Kel. Serasan
Jaya Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin. Didirikan tahun 1976 dan
terdaftar pada Dinas Koperasi, PPKM,
Penanaman Modal dan Pengelolaan Pasar
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 1996

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

8

yang didasarkan Badan Hukum Nomor:
0153/BH/PAD/KWK.6/IV/1996 tanggal
22 April 1996. Waktu penelitian ini
dimulai pada bulan Agustus hingga bulan
Desember 2014.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010 :193),
macam-macam teknik pengumpulan data
berdasarkan tekniknya adalah :
1. Observasi
Observasi
adalah
teknik
Komersial

Positif

Rp 149.912.250 Rp 149.912.250

2.

3.

Negatif
-

Fiskal
Rp 149.912.250

pengumpulan data yang dilakukan
oleh penulis dengan pengamatan
langsung ke Koperasi Pegawai
Negeri harapan Jaya Sekayu.
Wawancara
Wawancara
adalah
teknik
pengumpulan data yang digunakan
penulis
untuk
melakukan
wawancara dengan narasumber.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik yang
dilakukan
penulis
dengan
mempelajari
literature-literature
yang menunjang penelitian.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data sekunder. Data
tersebut bersumber dari Koperasi Pegawai
Negeri harapan Jaya Sekayu. Data
sekunder yang penulis peroleh dari
Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya
Sekayu berupa data Laporan Sisa Hasil
Usaha (SHU) dan Laporan Keuangan
periode tahun 2012 sampai dengan tahun
2013.
HASIL
Gambaran Umum Deskriptif
Data
Penelitian
Deskripsi data yang penulis akan
jelaskan terdiri dari dua bagian, yaitu teori
yang digunakan untuk menganalisis data
dan data instansi. Teori yang digunakan
penulis untuk menganalis adalah teori dari
beberapa buku Pajak yang membahas

secara
khusus
mengenai
Pajak
Penghasilan,
Undang-undang
Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
komersial
Rp 251.035.000

Positif
Rp 251.035.000

Negatif
-

Fiskal
Rp 251.035.000

Sedangkan data instansi, penulis dapatkan
dari Koperasi Pegawai Negari (KPN)
Harapan Jaya Sekayu.
Analisis Data
Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
Harapan Jaya Sekayu dalam penyusunan
laporan keuangannya menerapkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), dan untuk
kepentingan pajak maka perlu dilakukan
penyesuaian lagi terhadap laporan
keuangan tersebut dengan mengadakan
koreksi fiskal terhadap penghasilan atau
biaya yang mana saja yang menurut pajak
dapat dan tidak dapat dimasukkan ke
perhitungan hasil usaha perusahaan,
baik itu koreksi positif maupun koreksi
negatif yang nantinya akan berpengaruh
pada besar kecilnya pajak yang akan
dibayarkan oleh perusahaan.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil
laporan
keuangan Koperasi Pengawai Negari
(KPN) Harapan Jaya Sekayu terdapat
beberapa akun yang harus dilakukan
penyesuaian atau koreksi fiskal antara lain:
a. Koreksi Positif
Koreksi
positif
adalah
koreksi/penyesuaian
yang
akan
mengakibatkan meningkatnya laba kena
pajak yang pada akhirnya akan membuat
PPh Badan terhutangnya juga akan
meningkat. Adapun yang akan di koreksi
positif adalah sebagai berikut:
1. Harga Pokok Penjualan Kaplingan
Tanah
Harga Pokok Penjualan Kaplingan
Tanah di lakukan koreksi positif
dikarenakan bukan merupakan bagian
biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak. Oleh karena itu
dilakukan koreksi fiskal atas biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan yaitu sebagai
berikut:

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

9

2. Beban Entertainment
Beban entertainment perlu di lakukan
koreksi positif karena merupakan bukan
biaya yang boleh dikurangkan dalam
menentukan besarnya penghasilan kena
pajak, sehingga perlu dilakukan koreksi
fiskal sebagai berikut:
3. Beban Paket Lebaran untuk Anggota
Paket lebaran untuk anggota perlu di
lakukan koreksi positif karena bukan
merupakan biaya sebagai pengurang
penghasilan. Hal ini sesuai dengan
Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 9 ayat (1) huruf i yaitu:
Pengantian
atau
imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk
natura atau kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan daan minuman
bagi
seluruh
pegawai
serta
Komersial
Rp 79.215.721

Komersial
Rp 29.305.000

Positif

Negatif

Rp 79.215.721

Positif
Rp 29.305.000

-

Negatif
-

Fiskal
Rp 79.215.721

Fiskal
Rp 29.305.000

penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang
diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Oleh karena itu dilakukan koreksi fiskal
atas biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan yakni sebagai berikut:
4. Biaya Pengemasan Paket Lebaran dan
Pendistribusian
Biaya pengemasan paket lebaran dan
pendistribusian perlu koreksi
positif
karena tidak boleh dikurangkan sebagai
biaya pengurang penghasilan. Hal ini
sesuai dengan Undang-undang PPh Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf b
yaitu “Biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota”.
Oleh karena itu perlu dilakukan
koreksi
fiskal
atas
biaya
yang

dikeluarkan
berikut:

oleh

perusahaan

sebagai

5. Biaya Media Massa dan Informasi
Biaya media massa dan informasi tidak
termasuk biaya sebagai pengurang
penghasilan sehingga perlu dilakukan
koreksi positif. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 yaitu
“Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
yang dimaksud dengan Biaya Promosi
adalah bagian dari biaya penjualan yang
dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
rangka
memperkenalkan
dan/atau
menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung
untuk
mempertahankan
dan/atau
meningkatkan penjualan”. Akan tetapi
biaya media massa dan informasi bisa
dimasukkan sebagai beban sebesar 50%
Komersial

Positif

Negatif

Rp 12.900.000 Rp 12.900.000

Fiskal
Rp 12.900.000

(lima puluh persen) dan 50% (lima puluh
persen) nya lagi tidak boleh dikurangkan.
Catatan : Rp 5.800.000,00 X 50% = Rp
2.900.000,00
6. Beban Kaplingan dan Perumahan
Beban kaplingan dan perumahan perlu
dilakukam koreksi positif karena tidak
termasuk sebagai pengurang penghasilan.
7. PPh Bunga Bank
PPh bunga bank perlu merupakan koreksi
positif karna tidak termasuk biaya sebagai
pengurang penghasilan. Hal ini sesuai
dengan Undang-undang PPh nomor 36
Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf h
tentang bentuk usaha tetap yang tidak
boleh
dikurangkan
yaitu
“Pajak
Penghasilan”. Oleh karena itu perlu
dilakukan koreksi fiskal yaitu sebagai
berikut:
Komersial
Rp 2.900.000

Positif
Rp 2.900.000

Negatif
-

Fiskal
Rp 2.900.000

b. Koreksi Negatif

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

10

Koreksi negatif adalah koreksi /
penyesuaian yang akan mengakibatkan
menurunnya laba kena pajak yang
membuat PPh badan terhutangnya juga
akan menurun. Adapun yang perlu
dilakukan koreksi negatif adalah sebagai
berikut:
1. Penjualan Kaplingan Tanah
Penjualan kaplingan tanah dikoreksi
negatif karena di kenai pajak final
sehingga dikeluarkan dari perhitungan
hasil usaha kena pajak. Oleh karena itu
perlu dilakukan koreksi fiskal yaitu:
2. Pendapatan Kaplingan dan Perumahan
Pendapatan kaplingan dan perumahan
perlu dilakukan koreksi negatif karena
bersifat final. Hal ini sesuai dengan
Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun
komersial
Rp 2.138.316

Positif
Rp 2.138.316

Negatif
-

Fiskal
Rp 2.138.316

2008 Pasal 4 ayat (2) huruf d tentang
dikenai pajak final yaitu “Penghasilan dari
transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan”. Oleh karena itu perlu
dilakukan koreksi fiskal yaitu sebagai
berikut:
3. Bunga Bank
Bunga bank bukan perlu dilakukan koreksi
negatif karena bersifat final. Hal ini sesuai
dengan Undang-undang PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf a yaitu
“Penghasilan berupa bunga deposito dan
Komersial
Rp 226.462.250

Positif
-

Negatif

Fiskal

Rp 226.462.250

0

tabungan lainnya, bunga obligasi dan
tabungan lainya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi
fiskal atas pendapatan yang dilakukan oleh
perusahaan yaitu sebagai berikut:
4. Beban Penyusutan Aktiva Tetap

Menurut ketentuan Undang-undang PPh
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 A ayat
(2)
aset
tetap
seharusnya
dikelompokkan dalam kelompok 1 dan
Komersial

Positif

Negatif

Fiskal

Rp 87.832.500

-

Rp 87.832.500

0

kelompok 2 dengan masa manfaat 4
tahun dan 8 tahun. Berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan oleh penulis
diperoleh beban penyusutan aktiva tetap
sebesar Rp 42.662.250,00 sedangkan
beban penyusutan beban aktiva tetap
menurut Koperasi Pegawai Negeri
(KPN) Harapan Jaya Sekayu sebesar
Rp 34.620.200,00 sehingga ada selisih
yang harus dikoreksi negatif sebesar Rp
8.042.050,00.
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis
dan
pembahasan yang penulis dapatkan dari
Komersial

Positif

Negatif

Rp 9.908.848

-

Rp 9.908.848

Fiskal
0

laporan keuangan Koperasi Pegawai
Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu
terutama pada laporan perhitungan hasil
usaha
yang
disajikan
pada
bab
sebelumnya,
maka penulis mendapat
kesimpulan adalah Koperasi Pegawai
Negeri (KPN) Harapan Jaya
Sekayu
belum
melakukan
koreksi
fiskal
menurut Undang-undang PPh Nomor 36
Tahun 2008 terhadap perhitungan hasil
usaha karena masih terdapat akun-akun
yang dimasukkan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak dan belum
melakukan penyesuaian tarif penyusutan
aktiva tetap sehingga hasil usaha yang
didapat bukan merupakan hasil usaha
fiskal.
Berdasarkan hasil
penelitian dan
pembahasan yang dilakukan, penulis
memberikan saran sebagai masukan bagi
Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan
Jaya Sekayu: Koperasi Pegawai Negeri
(KPN) Harapan
Jaya Sekayu
diharapkan dalam menyajikan laporan
keuangan
untuk kepentingan
perpajakan, sebaiknya

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

11

melakukan koreksi fiskal terhadap hasil
usaha kena pajak dengan mengacu pada
Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun
2008 dan akun-akun menurut Undangundang PPh nomor 36 Tahun 2008
pada perhitungan hasil usaha yang
bukan pengurang
dari
perhitungan
hasil usaha kena pajak sebaiknya
dilakukan penyesuaian.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Bandung
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Cara Perpajakan.
Undang-undang
Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.

DAFTAR PUSTAKA
Aguoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati.
2010. Akuntansi Perpajakan, Revisi
Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Aguoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati.
2014. Akuntansi Perpajakan, Revisi
Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2012. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi
2011. Yogyakarta: Andi.
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010
Tentang Biaya Promosi yang dapat
Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Purba, Marisi. 2009. Akuntansi Pajak
Penghasilan: Berdasarkan Undangundang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar
Perpajakan dan Akuntansi Pajak.
Jakarta: Erlangga.
Siti Resmi. 2009. Perpajakan: Teori dan
Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Jurnal ACSY Politeknik Sekayu
Vol. III No.2 (Juli-Desember 2015), ISSN : 2407-2184

12