BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hepatitis B - Karakteristik Penderita Hepatitis B Rawat Inap Di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan Tahun 2010-2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1,3

  2.1. Definisi Hepatitis B

  Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan infeksi akut maupun kronis. Risiko kronisitas tergantung pada usia saat terjadi infeksi yaitu 90% pada bayi baru lahir, 20-50% pada anak 1-5 tahun, dan 1-10% anak diatas 5 tahun dan orang dewasa. Penderita infeksi kronis dapat menularkan penyakit seumur hidup. Setelah bertahun-tahun dapat mengakibatkan komplikasi seperti sirosis hati, kanker hati bahkan risiko kematian.

  2.2. Anatomi dan Fungsi Hati 18,19,20

2.2.1. Anatomi Hati

  Hati adalah organ dalam terbesar di tubuh dengan berat 1.500 gr atau 2,5 % berat orang badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karenakaya akan persediaan darah, terletak dibagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan dibawah diafragma dan secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamen

  falsiformis . Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak dibawah diafragma

  sedangkan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura

  transversus . Terdapat empat pembuluh darah yang menjelejahi seluruh hati, dua yang

  masuk, yaitu arteri hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu.Vena porta hepatika berasal dari lambung dan usus, kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.

  Sedangkan, Arteri hepatika merupakan cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatika dan arteri hepatika mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Didalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.

  18

2.2.2. Fungsi Hati

  Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar. Fungsi hati antara lain : a. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat) Hati berperan dalam menstabilkan kadar gula darah dikendalikan oleh insulin.

  Selain itu, Hati juga dapat mengubah zat gizi lain seperti protein (asam amino tertentu) dan lemak menjadi glukosa.

  b. Membantu metabolisme lemak Hati berperan dalam membantu metabolisme lemak yaitu membuat, merombak kolesterol menjadi garam empedu dan membuat fosfolipid serta mengubah karbohidrat dan protein menjadi lemak untuk disimpan sebagai cadangan energi.

  c. Membantu metabolisme protein Hati berperan dalam membantu metabolisme protein adalah sebagai tempat dalam menyusun asam amino menjadi protein yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.

  d. Metabolisme vitamin dan mineral Hati menyimpan vitamin A yang mampu mencukupi kebutuhan vitamin A tubuh selama 2 tahun, juga menyimpan vitamin D dan B12 yang mampu mencukupi kebutuhan tubuh selama 1-4 bulan. Hati juga berperan dalam mengatur keseimbangan zat besi.

  e. Memproduksi dan mengeksresikan empedu Empedu diproduksi hati secara terus-menerus untuk membantu pencernaan lemak.

  Komposisi empedu terdiri atas beberapa komponen yang mempunyai arti penting dalam tubuh yaitu garam empedu, bilirubin atau pigmen empedu, kolesterol, lesitin, asam lemak, garam-garam kalsium, protein dan air. Garam empedu mampu memecah lemak menjadi butiran halus sehingga mudah diserap usus.

  f. Membersihkan darah untuk melawan infeksi (pertahanan tubuh) Dalam hati terdapat sejumlah besar sel kufler yang dapat menyaring subtansi asing dan bibit penyakit yang ikut masuk lewat aliran darah sehingga membantu tubuh melawan infeksi.

  g. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi) Zat-zat beracun baik yang berasal dari luar tubuh seperti dari bat maupun sisa metabolisme dari tubuh akan dinetralisir oleh enzim-enzim hati sehingga menjadi zat yang tidak aktif.

  h. Pembentukan ureum Hati menerima asam amino yang diabsorbsi darah. Didalam hati terjadi deaminasi oleh sel artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino dan amonia diubah menjadi menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan diekresikan kedalam urine. i. Fungsi yang berkaitan dengan isi normal darah, yaitu membentuk dan merombak sel darah merah, menyimpan hematin untuk penyempurnaan sel darah merah baru, membuat sebagian besar protein plasma, membersihkan bilirubin dari darah serta menghasilkan protombin dan fibrinogen yang diperlukan dalam pengumpalan darah.

  23,24

  2.3. Sejarah Hepatitis B Proses penemuan virus Hepatitis B diawali oleh Blumberg dan rekannya.

  Pada tahun 1965 yang melakukan penelitian untuk mencari antibodi yang timbul terhadap suatu lipoprotein. Mereka mendapatkan suatu antibodi pada dua orang penderita hemofilia yang sering mendapat tranfusi darah bereaksi dengan suatu antigen yang didapatkan dari seorang aborigin Australia. Pada waktu itu, ditemukan bahwa antigen tersebut didapati pada 20% penderita Hepatitis virus. Antigen ini dulu dinamakan antigen Australia dan sekarang menjadi HBsAg. Pada tahun 1970, Dane dkk. melihat untuk pertama kalinya dibawah mikroskop elektron partikel HBsAg dan partikel Virus Hepatitis B (HBV) yang kini dinamakan partikel Dane.

  2,5

  2.4. Etiologi Virus Hepatitis B

  Virus Hepatitis B termasuk hepadnavirus yang berukuran 42-nm double stranded , DNA virus terdiri atas 3 jenis antigen yaitu HBsAg, HBcAg dan HBeAg.

  HBV tetap bertahan pada proses desinfeksi, sterilisasi yang tidak memadai, pengeringan dan penyimpanan selama satu minggu atau lebih. Selama infeksi HBV, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus yang kosong (HBsAg). HBsAg adalah antigen heterogen dengan suatu common antigen yang disebut a, dan dua pasang antigen yang mutually exclusive yaitu antigen d, y, dan w (termasuk beberapa subdeterminan) dan r, yang menghasilkan 4 subtipe utama: adw, ayw, adr dan ayr. Penyebaran subtipe-subtipe ini bervariasi secara geografis, dikarenakan oleh perbedaan a determinan common antigen, perlindungan terhadap satu subtipe muncul untuk merangsang perlindungan terhadap subtipe yang lain dan tidak ada perbedaan manifestasi gejala klinis pada subtipe yang berbeda.

  25

2.5. Patogenesis

  Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui aliran darah untuk mencapai sel hati. Didalam sel hati, virus memperbanyak diri melalui proses transkripsi-replikasi dengan bantuan sel hati. Inti virus mengalami proses replikasi dengan bantuan sel hati, sedangkan selaput virus dibantu oleh sitoplasma sel hati.

  Respons sel tubuh manusia pada infeksi virus Hepatitis B dapat menyebabkan keadaan berikut: a. Sebelum terjadi peradangan, sel hati masih berfungsi normal namun produksi virus berlangsung terus yang disebut dengan infeksi persisten (pasien tetap sehat dengan titer HbsAg yang tinggi)

  b. Terjadi proses peradangan sel hati dan sintesis virus ditekan, yang disebut sebagai hepatitis akut c. Terjadi proses peradangan yang berlebihan dan keadaan ini akan menyebabkan kerusakan sel hati yang disebut dengan hepatitis fulminan d. Terjadi proses yang tidak sempurna, yaitu proses peradangan dan sintesis virus berjalan terus yang disebut sebagai hepatitis kronis.

  Masa inkubasi biasanya berlangsung 45 – 180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang sekali sampai selama 6-9 bulan, perbedaan masa inkubasi tersebut dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus, cara-cara

  2 penularan dan faktor pejamu.

  38 Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :

  a. Stadium pertama bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung beberapa dekade sedangkan pada orang dewasa dapat berlangsung hanya 2-4 minggu. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum SGPT hanya sedikit atau tidak meningkat serta tidak menimbulkan gejala klinis.

  b. Stadium kedua mulai muncul respon imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi sitokinin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi inflamasi. Pada hepatitis akut, stadium ini merupakan periode simptomatik dan umumnya berlangsung 3-4 minggu. Pada hepatitis kronis stadium ini berlangsung selama 10 tahun atau lebih, yang kemudian berlanjut menjadi sirosis dan komplikasinya.

  c. Stadium ketiga dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir.

  d. Stadium keempat HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs).

  2,23,29

2.6. Cara Penularan

  Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya penularan HBV antara lain darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal, peritoneal, pleural, cairan

  pericardial dan synovial, cairan amniotik, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh

  lainnya yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas. HBV dapat tahan hidup pada permukaan lingkungan paling sedikit selama 7 hari.

  Cara penularan infeksi Virus Hepatitis B adalah :

  2.6.1. Penularan Secara Vertikal

  Penularan secara vertikal merupakan penularan HBV dari ibu yang menderita Hepatitis B akut atau pengidap Hepatitis B kronis kepada bayinya pada masa kehamilan atau sewaktu persalinan. Penularan dari ibu pengidap Hepatitis B kronis kepada bayinya merupakan salah satu penyebab tingginya jumlah penderita infeksi Hepatitis B. Sekitar 90% bayi terinfeksi HBV dari ibu yang mengidap Hepatitis B kronis. Bayi yang terinfeksi tersebut mungkin menderita Hepatitis akut atau terjadi infeksi yang menetap dan menjadi kronik. Angka penularan dari ibu yang postif HbsAg dengan HBeAg positif adalah lebih dari 70%, sedangkan angka penularan untuk ibu yang positif HBsAg dengan HBeAg negatif adalah kurang dari 10%.

  2.6.2. Penularan Secara Horizontal

  Penularan horizontal adalah penularan infeksi virus Hepatitis B dari penderita kepada orang lain disekitarnya. Penularan secara horizontal dapat terjadi melalui : a. Kulit Penularan ini terjadi jika bahan yang mengandung partikel virus Hepatitis B (HBsAg) masuk ke dalam kulit. Contohnya, kasus penularan terjadi akibat tranfusi darah yang mengandung HBsAg positif, hemodialisis (cuci darah) pada penderita gagal ginjal kronik, melalui alat suntik yang tidak steril, seperti penggunaan jarum suntik bekas, jarum akupuntur yang tidak steril, alat tatto atau alat cukur. Virus ini tidak bisa menembus pori-pori kulit, tetapi dapat masuk melalui kulit yang terluka atau mengalami kelainan dermatologik.

  b. Selaput Lendir Penularan dapat terjadi melalui mulut yaitu jika bahan yang mengandung virus mengenai selaput lendir mulut yang terluka. Selain itu,virus Hepatitis B dapat melalui selaput lendir alat kelamin (seksual) akibat hubungan seksual dengan pasangan yang mengandung HBsAg positif yang bersifat infeksius, baik dengan pasangan heteroseksual maupun homoseksual. Penularan seksual dari pria yang terinfeksi kepada wanita sekitar 3 kali lebih cepat daripada penularan pada wanita yang terinfeksi kepada pria. Hubungan seksual melalui anal baik penerima maupun pemberi mempunyai risiko sama terjadinya infeksi.

2.7. Gejala Klinis Kebanyakan orang tidak mengalami gejala apapun selama fase infeksi akut.

  Namun, beberapa orang memiliki penyakit akut dengan gejala yang berlangsung beberapa minggu, termasuk menguningnya kulit dan mata (jaundice), urin gelap, kelelahan ekstrim, mual, muntah dan nyeri perut. Pada beberapa orang, virus

  Hepatitis B juga dapat menyebabkan infeksi hati kronis yang dapat berkembang

  3 menjadi sirosis hati bahkan kanker hati.

2.8. Tipe Hepatitis B

2.8.1. Hepatitis B Akut

  Perjalanan Hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul

  7

  sebagai akibat dari proses peradangan pada hati yaitu :

  a. Masa Inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HBsAg dalam darah, dan jarang sekali sampai selama 6-9 bulan, perbedaan masa inkubasi tersebut dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus, daya tahan

  2 tubuh host serta lamanya penderita terpapar.

  b. Fase Prodromal Fase prodomal yaitu fase dimana terdapat keluhan yang tidak khas seperti mual,

  25

  muntah, anoreksia dan demam. Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan- keluhan pertama dan timbulnya gejala dan ikterus. Fase prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari. Keluhan yang sering terjadi seperti: malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen dan perubahan warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari

  26 sebelum timbul ikterus. c. Fase Ikterus Fase ikterus yaitu fase dimana keadaan urine berwarna kuning pekat seperti air teh, sklera mata dan kulit juga berwarna kuning. Fase ini berlangsung selama 10-

  22

  14 hari. Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6

  26 minggu.

  d. Fase Penyembuhan Selama masa penyembuhan gejala-gejala konstitusional menghilang, hepatomegali dan rasa nyerinya juga berkurang. Penyembuhan sempurna rata-rata berkisar 1-2

  

23

bulan, namun dapat mencapai 4-6 bulan.

2.8.2. Hepatitis B Kronis

  Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari

  26 enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.

  Perjalanan Hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :

  a. Fase Imunotoleransi Pada fase ini replikasi virus masih tinggi karena sistem imun toleran terhadap HBV, dilihat dari tingginya titer HBsAg, HbeAg positif dan DNA HBV dalam titer yang tinggi (>105 kopi/ml), dengan parameter biokimia (SGOT dan SGPT

  28 serum) normal dan belum terjadi peradangan hati yang berarti. b. Fase Imunoaktif (Fase clearance) Pada fase ini replikasi menurun, titer HBsAg rendah, HbeAg masih positif dan Anti-Hbe bisa positif atau masih negatif. Pemeriksaan biokimia menunjukkan gejala Hepatitis (kadar SGOT dan SGPT serum meningkat) akibat terjadinya penghancuran sel hati yang terinfeksi HBV oleh sel T-sitotoksik, sedangkan

  28 histologik menunjukkan tanda-tanda Hepatitis kronik aktif.

  c. Fase Residual Pada fase ini sudah tidak ada tanda replikasi HBV. HBsAg positif titer rendah, HbeAg negatif dan Anti-Hbe positif. Biokimia normal atau bila ada berupa kadar albumin yang rendah. Histologik perubahan minimal, sirosis atau bahkan menjadi

  28

  hepatoma. Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi HBV. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel HBV tanpa ada kerusakan

  27 sel hati yang berarti.

  13

2.9. Kelompok Risiko Tinggi

  Kelompok orang-orang yang termasuk dalam risiko tinggi tertular virus Hepatitis B meliputi : anak yang lahir dari Ibu pengidap Hepatitis B, penerima donor darah, orang dengan perilaku seksual yang berisiko tinggi, pengguna narkoba/jarum suntik, orang yang menggunakan tindikan dan tatto dari peralatan yang tidak steril, pasien gagal ginjal menjalani prosedur hemodialisis selama bertahun-tahun, keluarga atau orang yang hidup serumah dengan orang terinfeksi, berwisata ke negara dengan tingkat tinggi Hepatitis B, petugas kesehatan, seseorang dengan retardasi mentalserta

  27 anggota militer.

2.10. Komplikasi

  Komplikasi sebagai akibat progresi hepatitis B kronik diantaranya adalah :

  a. Sirosis Hati Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang

  36

  ireversibel. Sirosis hati merupakan proses difus dari fibrosis berat disertai terbentuknya nodul regenerasi. Fibrosis adalah hasil dari proses fibrogenesis, yaitu proses pembentukan jaringan ikat (parut) yang terjadi akibat kerusakan jaringan hati. Dengan terus berlangsungnya kerusakan hati (kronisitas), jaringan fibrosis juga terus meluas hingga meliputi seluruh bagian hati. Sirosis

  1 hati akibat hepatitis B timbul akibat progresi hepatitis B kronik.

  b. Kanker Hati (Hepatoma) Kanker hati adalah pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel ganas di hati yang dihasilkan dari sel-sel abnormal pada hati (primer), atau mungkin

  37 akibat dari penyebaran kanker dari bagian tubuh lain (sekunder).

  Kanker/tumor hati primer dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan sel asalnya, yaitu kanker/tumor hati jinak dan kanker/tumor hati ganas.

  Kanker/tumor hati jinak contohnya adalah adenoma hepatik dan hiperplasia fokal nodular (focal nodular hyperplasia=FNH). Untuk kanker/tumor hati

  36 ganas contohnya karsinoma hepatoseluler (HCC).

2.11. Epidemiologi HBV

2.11.1. Distribusi Frekuensi

a. Menurut Orang

  Penyakit Hepatitis B bisa terjadi pada semua kelompok umur dan jenis kelamin. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi HBV sebelum usia 1 tahun mempunyai risiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi HBV terjadi pada usia antara 2-5 tahun risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak berusia diatas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadi

  32 kronisitas.

  Penelitian Ipi H. (2004) di RSUD DR. M. Yunus Bengkulu dari 114 penderita

  17

  infeksi HBV sebanyak 42 orang (36,8%) berumur 25-40 tahun. Penelitian Elizabeth L.(2010) di RSUD Rantau Prapat dari 104 penderita infeksi HBV sebanyak 27 orang

  16

  (26%) berumur 4-13 tahun. Berdasarkan jenis kelamin ternyata pria cenderung lebih banyak dari pada wanita. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 telah mengumpulkan dan memeriksa sampel darah dari 30.000 rumah tangga di 294 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hasil pemeriksaan biomedis menunjukkan bahwa prevalensi HBsAg sebesar 9,7% pada pria 9,3% pada wanita, dengan angka

  8

  tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%. Penelitian Sujono Hadi (1996) di beberapa kota di Indonesia seperti : Jakarta, dari 9.498 orang yang diperiksa, diperoleh 2.447 orang HBsAg positif, 1.783 orang adalah pria (72,86%), sedangkan wanita sebanyak 664 orang (27,14%). Di Surabaya, dari 7.759 orang yang diperiksa, diperoleh 1.805 orang dengan HBsAg positif, 1.176 orang adalah pria (65,15%), sedangkan wanita sebanyak 629 orang (34,85%), kemudian di Bandung dari 7.365 orang yang diperiksa, diperoleh 1.080 orang dengan HBsAg positif, didapati 673 pria (62,31%), sedangkan pada wanita sebanyak 407 orang (37,69%). Di Denpasar dari 2.179 orang yang diperiksa, diperoleh 217 orang dengan HBsAg positif, ditemukan pria dengan jumlah lebih banyak yaitu 168 orang (77,42%),

  

9

sedangkan pada wanita 49 orang (22,58%).

b. Menurut Tempat

  Menurut WHO pola infeksi Virus Hepatitis B dibagi menjadi 3 daerah

  33,11 endemisitas, yaitu endemisitas tinggi, sedang dan rendah.

  b1. Negara dengan tingkat endemisitas tinggi seperti Asia Tenggara dan Pasifik Basin (tidak termasuk Jepang, Australia, dan Selandia Baru), sub-Sahara Afrika, Amazon Basin, bagian dari Timur Tengah, republik-republik Asia Tengah, dan beberapa negara di Eropa Timur, Cina, Taiwan, Asia Tenggara, dan Indonesia khususnya Papua dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi HBV>8%. Di negara dengan tingkat endemisitas tinggi, pengidap HBV kronis kebanyakan adalah bayi baru lahir dan anak-anak bawah lima tahun. Cara penularan umumnya terjadi pada masa perinatal. Itulah sebabnya kanker hati dan sirosis hati sudah dijumpai pada usia muda. Apabila diteliti lebih lanjut melalui pemeriksaan anti-HBs dan anti HBc, ternyata di negara dengan tingkat endemisitas tinggi 70-95% penduduknya pernah kontak dengan HBV.

  Penelitian oleh Soewignjo S. dan Gunawan S. (1999) melaporkan jumlah pengidap virus Hepatitis B dari berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai survei dilaporkan kejadian infeksi HBV beberapa daerah di Indonesia ada yang melebihi 8%. Di Asia, prevalensi Hepatitis B di Indonesia menempati urutan ketiga. b2. Negara dengan tingkat endemisitas sedang seperti di sekitar Laut Tengah, Asia

  Barat Daya dan sebagian wilayah di Indonesia.PrevalensiHBV 2-8%, populasi pernah terpapar HBV 10-60%. b3. Negara dengan tingkat endemisitas rendah seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan Utara, Australia, dan bagian dari Amerika Selatan.Prevalensi HBV<2% dan populasi yang pernah terpapar HBV 5-7%. Populasi yang terinfeksi lebih banyak pada kelompok dewasa. Penularan infeksi di negara dengan tingkat endemisitas rendah lebih disebabkan karena penularan horizontal.

c. Menurut Waktu

  Infeksi HBV tergantung pada banyak jumlah virus, cara transmisi, daya tahan tubuh dan lamanya individu terpapar. Dari penelitian yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia kasus yang ditemukan tidak berbeda dari tahun ke tahun.

  4 Menurut

  penelitian Ipi H. di RSUD DR. M. Yunus Bengkulu ditemukan penderita Hepatitis B tahun 1999 sebanyak 12 orang, tahun 2000 sebanyak 23 orang, tahun 2011 sebanyak 28 orang, tahun 2002 sebanyak 22 orang dan tahun 2003 sebanyak 29 orang.

  17 Hal

  ini menunjukkan bahwa kasus Hepatitis B tidak melihat waktu untuk mengalami kenaikkan maupun penurunan kasus.

2.11.2. Determinan

a. Umur

  Tingginya angka prevalens Hepatitis B ini terkait dengan terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap HBV ini diduga mendapatkan infeksi HBV melalui transmisi vertikal, sedangkan sebagian lain melalui trasmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini. Pada usia anak-anak 25% dengan Hepatitis B kronis dapat berkembang menjadi sirosis hati, sedangjan orang dewasa dengan Hepatitis B kronis kemngkinanya 15% untuk berkembang

  5 menjadi sirosis hati.

  b. Jenis Kelamin

  Berbagai penelitian menujukkan bahwa penderita Hepatitis B lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini karena perbedaan pola perilaku dan gaya hidup. Selain itu, faktor kesadaran untuk memeriksakan kesehatan pria jauh lebih rendah

  16 dibandingkan dengan wanita.

  c. Pekerjaan

  Menurut WHO tahun 2012, pekerjaan yang berisiko tinggi terhadap penularan Hepatitis B adalah pekerjaan yang kontak langsung dengan darah atau bekerja sebagai tenaga kesehatan. Penelitian Atoillah,2010 mengemukakan bahwa kelompok yang mudah terinfeksi Hepatitis B adalah petugas medis (petugas laboratorium, transfusi darah, kamar bedah, dokter gigi, dokter bedah dan lain-lain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki responden lebih banyak dengan pekerjaan PNS (non medis) sebesar 25% dan yang memiliki pekerjaan

  21

  sebagai tenaga kesehatan (PNS medis) adalah sebesar 13,2%. Penelitian oleh

  Setiawan,2012 mengemukakan bahwa populasi yang bekerja di institusi kesehatan sangat berisiko terhadap virus Hepatitis B karena profesi mereka sangat erat kontak

  30 langsung dengan darah maupun sekret orang yang terinfeksi.

  d. Imunitas

  Semua orang rentan terhadap infeksi Hepatitis B. Biasanya penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis.

  Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi

  2 terhadap HBsAg (anti-HBs) dan HBsAg negatif.

  e. Riwayat Penyakit

  Seseorang dengan sindroma down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV pasien dengan hemodialisis, yang selalu memerlukan transfusi darah dan penderita yang mendapat terapi. Orang-orang yang memiliki kelainan kekebalan seluler merupakan riwayat penyakit yang berisiko terinfeksi HBV dan lebih mudah

  2 menderita infeksi kronis.

2.12. Pencegahan

  Pencegahan dilakukan untuk menurunkan angka mobilitas dan mortilitas akibat infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang meliputi pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier.

2.12.1. Pencegahan Primordial

  Pencegahan primordial adalah suatu upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidupmaupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu

  12

  penyakit. Pencegahan ini ditujukan untuk semua orang. Pencegahan primordial yang

  7

  dapat dilakukan adalah :

  a. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang

  b. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dan istirahat yang cukup

  c. Memberikan ASI pada bayi karena ASI mengandung antibodi untuk melawan penyakit d. Meningkatkan hygine perorangan.

2.12.2. Pencegahan Primer

  Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadiketika seseorang sudah

  14 terpapar faktor risiko.

  5 Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah :

  a. Melakukan upaya pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan kepada masyarakat atau orang yang berisiko mengenai segala hal tentang Hepatitis B.

  b. Melakukan skrining bagi pendonor darah. Semua darah yang akan didonorkan harus dilakukan pemeriksaan dengan teknik yang sensitif (RIA atau EIA) untuk melihat adanya HBsAg dalam darah donor. Selain itu, juga perlu dilakukan skrining ibu hamil yaitu pemeriksaan dilakukan pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama pada ibu yang berisiko terinfeksi HBV

  c. Melakukan perlindungan khusus bagi tenaga kesehatan yang berisiko kontak dengan darah yaitu mensterilisasi benda-benda yang tercemar dengan pemanasan menggunakan sarung tangan, menggunakan pakaian khusus pada waktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak penderita pada tempat khusus, selain itu perlu melakukan skrining Hepatitis B yaitu dengan pemeriksaan HBsAg pada petugas kesehatan untuk menghindarkan kontak antar petugas kesehatan dengan penderita

  d. Mencegah kontak mikrolesi seperti yang dapat terjadi melalui pemakaian sikat gigi dan sisir atau gigitan anak pengidap HBV e. Pemberian imunisasi Hepatitis B untuk bayi, anak-anak, remaja maupun dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi Virus Hepatitis B. f1. Imunisasi aktif : Pemberian vaksin Hepatitis B rekombinan. Vaksin ini dibuat dengan mengekspresikan antigen HBs pada sel ragi

  (Saccharomyces cerevisae atau Hansenuela polymorpha). Tujuan imunisasi aktif HBV adalah memotong jalur transmisi HBV terhadap bayi baru lahir dan kelompok risiko tinggi tertular HBV. Anak yang belum pernah memperoleh imunisasi pada bayi, harus diimunisasi secepatnya (catch up immunization), paling lambat saat berusia 11-12 tahun. Strategi imunisasi diberikan pada usia pra pubertas dikaitkan dengan perilaku remaja dan peningkatkan risiko paparan terhadap HBV. Untuk mencapai konsentrasi anti-HBs protektif, imunisasi harus diberikan 3 kali dan jadwal yang banyak dianut 0,1,6 bulan. Jadwal tiga kali pemberian ini dapat bervariasi dengan beberapa panduan:

  a. Interval terpendek antara suntikan ke-1 dan ke-2 adalah 1 bulan, antara suntikan ke-2 dan ke-3 adalah 2 bulan, tetapi suntikan ke-3 tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan

  b. Interval yang memperoleh imunisasi pada usia >2 bulan, jarak antara suntikan ke-1 dan ke-3 minimal 4 bulan c. Pada bayi, imunisasi harus lengkap tiga kali paling lambat pada usia 18 bulan. Pada remaja, imunisasi dapat diberikan dengan jadwal

  0,1,6, bulan atau 0,2,4 bulan Efektivitas vaksin Hepatitis B dalam mencegah HBV lebih dari 95%. Memori sistem imun diperkirakan menetap sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi.

  Vaksin rekombinan terbukti aman dan hanya 1-6% resipien yang mengalami efek samping bersifat lokal, ringan dan sementara. f2. Imunisasi pasif Imunisasi pasif adalah pemberian Hepatitis B immune globulin (HBIg).

  HBIg dibuat dari kumpulan plasma donor yang mengandung anti-HBs titer tinggi serta bebas HIV dan anti HCV. HBIg terindikasi pada paparan akut HBV dan harus diberikan segera setelah seseorang terpajan HBV. HBIg akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. Paparan akut yang dimaksud adalah kontak dengan darah yang menagndung HBsAg, baik melalui mekanisme inokulasi, tertelan, atau terciprat ke mukosa atau ke mata. HBIg juga terindikasi pada bayi baru lahir dari Ibu pengidap

  HBV. Bayi dari ibu pengidap HBV diberi HBIg secara intramuskular dengan dosis 100 U(0,5ml) dalam waktu 12 jam setelah lahir. Diberikan bersamaan dengan vaksin aktif HBV pada sisi tubuh yang berbeda.

  5 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vaksin Hepatitis B yang

  diberikan kepada bayi yang dilahirkan oleh ibu HBsAg positif segera setelah dilahirkan maka efektivitasnya mencapai 75 % dalam mencegah infeksi HBV. Sedangkan bila diberikan HBIg dan vaksin Hepatitis B maka efektivitasnya mencapai 85-90%.

  28

2.12.3.Pencegahan Sekunder

  Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan kearah kerusakan atau ketidakmampuan, sehingga dapat mencegah kondisi untuk berkembang, menyebar didalam populasi, dan dapat menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit, ketidakmampuan, gangguan atau kematian.

  14 Pencegahan sekunder inidapat dilakukan melalui:

  a. Pemeriksaan Laboratorium Ada beberapa rangkaian pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa hepatitis B yaitu:

  6

  a1. Pemeriksaan HBsAg untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Hasil yang positif berarti seseorang telah terinfeksi virus Hepatitis B baik akut ataupun kronis dan dapat menularkan virus kepada orang lain.

  Sedangkan jika pemeriksaan negatif berarti seseorang tidak memiliki virus Hepatitis B dalam darahnya. Jika HBsAg menetap selama>6 bulan maka infeksi dinyatakan kronis. a2. Pemeriksaan anti-HBs untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus Hepatitis B. Jika pemeriksaan positif berarti seseorang telah dilindungi atau kebal dari virus Hepatitis B karena telah divaksinasi atau ia telah sembuh dari infeksi akut. a3. Pemeriksaan anti-HBc untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap bagian dari virus Hepatitis B yang disebut antigen inti.

  Hasil dari pemeriksaan ini seringkali tergantung pada hasil dari dua pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Pemeriksaan positif berarti seseorang saat ini terinfeksi dengan virus Hepatitis B atau pernah terinfeksi sebelumnya. a4. Pemeriksaan IgM anti HBc dan anti HBc total. Pada infeksi HBV akut didapatkan IgM anti HBc positif. Pada infeksi HBV kronis anti HBc total positif atau meningkat. a5. Pemeriksaan HBeAg untuk mendeteksi protein (HBeAg) yang ditemukan dalam darah selama infeksi virus Hepatitis B aktif. Pemeriksaan positif berarti seseorang memiliki virus tingkat tinggi dalam darahnya dan dapat dengan mudah menyebarkan virus ke orang lain. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan untuk Hepatitis B kronis. a6. Pemeriksaan HBeAb atau anti-HBe untuk mendeteksi antibodi (HBeAb atau anti-HBe) yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap Hepatitis B antigen “e”. Pemeriksaan positif berarti seseorang terinfeksi virus Hepatitis B kronis tetapi berada pada risiko rendah untuk terkena masalah penyakit hati karena rendahnya tingkat virus Hepatitis B dalam darah. a7. Pemeriksaan HBV DNA untuk mendeteksi seberapa besar HBV DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif berarti virus ini berkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain. Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas terapi obat untuk infeksi virus Hepatitis B kronis. a8. Faal Hati. SGPT (Serum Glutamic Pirivuc Transaminase) dan SGOT (Serum

  Glutamic Oksalat Transaminase) merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B aktif dan memerlukan pengobatan anti virus. Pemeriksaan ini mutlak dilakukan, pada infeksi HBV akut baik SGPT maupun SGOT dapat meningkat puluhan hingga ratusan kali diatas nilai normal sedangkan pada infeksi HBV kronis umumnya hanya meningkat ringan dan persisten. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan albumin untuk menilai fungsi sintesis hati. Pada keadaan penyakit hati yang luas, maka terjadi penurunan kadar

  36 albumin.

  Menurut WHO untuk mendeteksi virus Hepatitis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa) dan imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk meningkatkan spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan

28 Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode ELISA.

  probe DNA dengan teknik hibridasi.

  Metode ELISA digunakan untuk mengetahui kerusakan pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel. Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT. Penderita Hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat.

  b. Pengobatan spesifik Tidak ada pengobatan spesifik tersedia untuk Hepatitis B akut. Para calon yang akan menerima pengobatan sebaiknya sudah terbukti menderita Hepatitis B kronis yaitu dengan melihat hasil biopsi. Pengobatan dengan interferon dan lamividine ini paling efektif jika diberikan pada seseorang dengan infeksi pada fase replikasi tinggi (positif HbeAg) karena mereka paling sering simtomatis, infeksius dan risiko tinggi terjadi gejala sisa dalam jangka waktu lama.

  Penelitian menunjukkan bahwa alpha interferon telah berhasil menghentikan perkembangan virus sekitar 25% - 40% dari pasien yang diobati. Uji klinis pengobatan jangka panjang dengan lamivudine memperlihatkan terjadinya pengurangan DNA HBV secara berkelanjutan pada serum, diikuti dengan perbaikan kadar serum aminotransferase dan terjadi perbaikan histologis.

  2

c. Pemantauan berkala dilakukan setiap 6 bulan yaitu pemeriksaan HBsAg,

  HBeAg, SGOT, SGPT, alfa-fetoprotein, dan USG hati. Bila selama pemantauan HBsAg tetap positif tetapi SGOT/SGPT dalam batas normal.

  Kadar normal SGOT adalah 0-40 U/L dan kadar SGPT normal adalah 0-35 U/L (batas normal kadar SGOT dan SGPT bisa berbeda tiap laboratorium).

  Peningkatan kadar SGOT dan SGPT menandakan telah terjadi kerusakan hati bagi penderita Hepatitis B. Peningkatan >3kali menandakan kerusakan hati yang berat. Pemantauan berkala terus dilakukan setiap 6 bulan. Bila selama pemantauan HBsAg tetap positif dan SGOT/SGPT meningkat lebih 1,5 kali batas atas normal pada lebih dari 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan interval minimal 2 bulan perlu dipertimbangkan pemberian terapi antivirus.

  Pada anak yang mengalami hal tersebut perlu dilakukan biopsi hati. Biopsi

  5 perlu diulang untuk menilai respons terapi.

2.12.4. Pencegahan Tersier

  Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan.

  10,14

  Pencegahan tersier dapat dilakukan melalui:

  1. Olahraga bagi penderita Hepatitis B perlu untuk mempertahankan dan meningkatkan kebugaran tubuh dalam rangka menjaga atau memperbaiki kesehatan tubuhnya.

2. Pemeriksaan berkala kepada pasien Hepatitis B kronis yang telah mengalami kegagalan faal hati baik pra, saat maupun pasca pembedahan.

2.13. Kerangka Konsep

  Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka di atas, maka kerangka konsepdari penelitian ini digambarkan sebagai berikut : KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B

  1. Sosiodemografi

  Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Status Perkawinan Tempat Tinggal

  2. Keadaan Medis

  Kadar Bilirubin Kadar SGOT Kadar SGPT Tipe Hepatitis B

  3.Status Rawatan

  Lama Rawatan Keadaan Sewaktu Pulang