BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Appendiks 2.1.1. Anatomi - Karakteristik Penderita Penyakit Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2007-2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Appendiks

2.1.1. Anatomi

  Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjangkira- kira 10 cm, berdiameter 7-8 mm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang

  protuberans

  berlebih akan menjadi appendiksyang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal .

  Appendiks memiliki lumen sempit dibagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks.Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal(di bawah sekum) 2,26%,

  

preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%. Pada

bayiappendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung.

  22 Keadaan inimenjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut.

Gambar 2.1. Appendiks pada saluran pencernaanGambar 2.2 Anatomi appendiks Gambar 2.3. Posisi Appendiks

  Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,

  23 mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.

  Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis

  22

  bermula di sekitar umbilikus. Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebakan oklusi end-artery apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren, dan

  24 perforasi.

  25

2.1.2. Fisiologi

  Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.

  Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid

  

Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

  Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.2. Definisi Appendicitis

  Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis.Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoebahistolytica, Trichuris trichiura,dan

24 Enterobius vermikularis.

  Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan

  26 limfoid submukosa 60%, fekalith35%, benda asing4%, dan sebab lainnya1%.

  2.3. Patofisiologi Appendicitis

  Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi

  27

  lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu.

  5 Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks.

  Hal ini kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, dan

  28 benda asing.

  Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses

  5 irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan.

  Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

  22 mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

  2.4. Epidemiologi Appendicitis

2.4.1. Distribusi Appendicitis a.Distribusi Appendicitis Berdasarkan Orang (Person)

  Penelitian Omran et al (2003) di Kanada pada 65.675 penderita appendicitis

  12

  didapat 38.143 orang (58%) laki-laki dan 27.532 orang (42%) perempuan. Penelitian

  Namsawang (2008) di Rumah Sakit Surin Thailand pada 4300 penderita appendicitis didapat 1.803 orang (41,9%) laki-laki dan 2.497 orang (58,1%) perempuan, serta kelompok umur 0-15 tahun 845 orang (19,7%), 16-60 tahun 2.891 orang (67,2%),

  29 >60 tahun 564 orang (13,1%).

  Penelitian Nwomeh (2006) di Amerika Serikat pada 788 penderita

  30 appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%, kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.

  Penelitian Silvia (2010) di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan pada 174 penderita appendicitis didapat 64 orang (36,8%) laki-laki dan 110 orang (63,2%) perempuan, serta kelompok umur 4-11 tahun 5 orang (2,9%), 12-19 tahun 45 orang (25,9%), 20-27 tahun 34 orang (19,5%), 28-35 tahun 20 orang (11,5%), 36-43 tahun 26 orang (14,9%), 44-51 tahun 27 orang (15,5%), 52-59 tahun 12 orang (6,9%),

  31 dan 60-66 tahun 5 orang (2,9%). b.Distribusi Appendicitis Berdasarkan Tempat (Place)

  Penelitian Richardsonet al (2004) di Afrika Selatan, IR appendicitis 5 per 1.000 penduduk di pedesaan, 9 per 1.000 penduduk di periurban, dan 18 per 1.000

  32 penduduk di perkotaan.

c. Distribusi Appendicitis Berdasarkan Waktu (Time)

  Penelitian Dombal (1994) di Amerika Serikat terjadi penurunan kasus

  33 appendicitis dari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk periode tahun 1975-1991.

  Penelitian Walker (1995) di Afrika Selatan terjadi peningkatan kasus appendicitis

  34 dari 8,2 menjadi 9,5 per 100.000 penduduk periode tahun 1987-1994.

  Penelitian Bisset (1997) di Skotlandia terjadi penurunan kasus appendicitis

  35

  dari 19,7 menjadi 9,6 per 10.000 penduduk periode tahun 1973-1993. Penelitian

  Ballester et al(2003)di Spanyol terjadi peningkatan kasus appendicitis dari 11,7

  11 menjadi 13,2 per 10.000 penduduk periode tahun 1998-2003.

2.4.2. Determinan Appendicitis a.Faktor Host a.1.Umur

  Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa muda. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia 10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000

  36

  penduduk. Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena jaringan

  22 limfoid mencapai puncak pada usia pubertas. a.2. Jenis Kelamin

  Penelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate (SSMR)

  12

  pria : wanita yaitu8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1. Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6 per

  15

  100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1. Kesalahan diagnosa appendicitis15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan appendicitis seperti pecahnya folikel ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium,

  22 dan penyakit ginekologi lain. a.3. Ras

  Faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah serat dan pencarian pengobatan. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, IRkulit putih :

  36

  kulit hitam yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk denganrasio 1,5 : 1. Penelitian

  Richardsonet al (2004) di Afrika Selatan, IR kulit putih : kulit hitam yaitu2,9 : 1,7 per

  32 1.000 penduduk denganrasio1,7 : 1.

  b. Faktor Agent

  Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis danEschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan

  Bacteriodessplanicus . Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan

  5 aerob 4%.

  c. Faktor Environment

  Penelitian epidemiologi menunjukkan peran konsumsi rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis.Kebiasaan konsumsi rendah serat mempengaruhi defekasi dan fekalith menyebabkan obstruksi lumen sehingga

  22 memiliki risiko appendicitis yang lebih tinggi.

2.5. Klasifikasi Appendicitis

  Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut:

2.5.1. Appendicitis Akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

  Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak

  37 ada eksudat serosa. b.Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

  Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.

  Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

  Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda

  37 peritonitis umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

  Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren.Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut

  37 gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

  2.5.2. Appendicitis Infiltrat

  Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga

  37 membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

  2.5.3. Appendicitis Abses

  Appendicitis abses terjadi ketika omentum dan jaringan sekitar dapat mengelilingi apendiks yang meradang untuk membentengi peradangan yang

  38 menyebar, tetapi supurasi setempat berlanjut.

  2.5.4. Appendicitis Perforasi

  Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan

  38 nekrotik.

  2.5.5. Appendicitis Kronis

  Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa,

  38 muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

  18

2.6. Gejala Appendicitis

  Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:

  2.6.1. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

  2.6.2. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.

  2.6.3. Demam tidak tinggi (kurang dari 38 C), kekakuan otot, dan konstipasi.

  2.6.4. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.

  2.6.5. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.

  22

2.7. Diagnosa Banding Appendicitis

  Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya:

  2.7.1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului

  rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut.

  2.7.2. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh

  hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.

  

2.7.3. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau

  gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.

  

2.7.4. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat

memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

  Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

  

2.7.5. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis

  akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

  

2.7.6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

  keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.

  2.7.7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis

  akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

  

2.7.8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi

gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.

  

2.7.9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai

  appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau leukositosis.

  2.7.10. Endometriosis eksterna, akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada dan darah terkumpul sewaktu menstruasi, karena tidak ada jalan keluar.

  2.7.11. Kista ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intesitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal atau colok rektal. Tidak terdapat demam.

2.8. Komplikasi

  Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Hal ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang

  39

  tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,

  22

  sedangkan pada orang tuaterjadi pada gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:

  2.8.1. Perforasi

  Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri

  17

  menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5

  C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut yang kontinyu, dan

  28

  leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi

  18

  bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. Insidens lebih tinggi

  28 pada anak kecil dan lansia.

  2.8.2. Peritonitis

  Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan

  27

  oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Biasanya, akibat dari infeksi klebsiella,

28 Proteus, dan Pseudomonas.

2.8.3. Abses

  Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila

  18 appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

2.9. Pencegahan Appendicitis

2.9.1. Pencegahan Primer

  Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis sedini mungkin. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain:

  a.Diet tinggi serat

  Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran

  38

  pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding

  40 kolon.

  b.Defekasi yang teratur Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.

  Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi.Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada

  40

  pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon.

  Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang

  22 menimbulkan peradangan pada appendiks tersebut.

2.9.2. Pencegahan Sekunder

  Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi.

a. Diagnosa Appendicitis

  Diagnosa yang dilakukan antara lain:

  a.1. Pemeriksaan Fisik

a.1.1. Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan

  22 terlihat distensi perut.

  a.1.2. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan

  bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing

  Sign ). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri

  22 pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

a.1.3. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk

  mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka

  

22

tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

a.1.4. Pemeriksaan rektum,pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk

  menentukan letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang

  39 meradang terletak di daerah pelvic. a.2. Pemeriksaan Penunjang a.2.1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein

  (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

  3

  10.000-18.000/mm (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya

  23 proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. a.2.2. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan

  Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

  23 kemungkinankarsinoma colon.

  a.2.3. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin(B-HCG) untuk memeriksa

  23 adanya kemungkinan kehamilan.

  a.2.4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

  23 peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

  a.2.5. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan

  23 obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

  a.2.6. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

  Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian

  memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

  23 pelebaran sekum. a.2.7. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. Pada analisa urin

  18 akan tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.

b. Penatalaksanaan Medis

  Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi non operasi dan operasi.

  b.1. Non operasi

  Penatalaksanaan non operasi pada appendicitis meliputi penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan

  41 penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik. b.2. Operasi

  Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.

  42 Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

2.9.3. Pencegahan Tersier

  Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik.

  18 Pasca appendektomi diperlukan

  perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

39 Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat penting. Pasien

  diinstruksikan untuk membuat janji menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2 sampai 4 minggu.

  28

Dokumen yang terkait

2.1.2. Toksonomi Duku - Efektifitas EkstrakKulit Duku ( Lansiumdomesticum) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Membunuh Nyamuk Aedesspp Tahun 2014

0 2 24

2.1. Permainan Bekel - Game Adaptasi Bekel Berbasis Android

0 3 15

2.1. Produksi Kelapa Sawit - Prediksi Produksi Panen Kelapa Sawit Menggunakan Jaringan Saraf Radial Basis Function (RBF)

1 0 22

1.1. Latar Belakang - Prediksi Produksi Panen Kelapa Sawit Menggunakan Jaringan Saraf Radial Basis Function (RBF)

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi Jembatan Sei Bat

0 1 129

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi Jembatan Sei Batu Ging

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

BAB II PENGATURAN - Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

0 0 16

Lampiran 2 HASIL PENGOLAHAN DATA

0 1 11