BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica Granatum L.) Terhadap Bakteri Aggregatibacter Actinomycetemcomitans Secara In Vitro

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa)

  5 BAB 2

  Bakteri Aa adalah bagian dari flora normal pada individu yang sehat, tetapi juga sebagai agen utama dalam beberapa bentuk periodontitis yang agresif. Dalam berbagai bentuk periodontitis agresif Aa sering ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada sampel subgingiva dari bagian gigi yang terinfeksi. Dalam sebuah studi longitudinal menunjukkan bahwa anak-anak dengan keadaan periodontal yang sehat dengan adanya koloni Aa memiliki peningkatan risiko untuk berkembangnya periodontitis agresif lokalisata (cited from Van der Velden ; Fine dkk).

  13 Menurut taksonominya, Aa diklasifikasikan berdasarkan:

  14 Kingdom : Bacteria

  Filum : Proteobacteria Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Parteurellales Famili : Pasteurellaceae Genus : Aggregatibacter Spesies : Actinomycetemcomitans

2.1.1 Karakteristik Pengkulturan

  Bakteri Aa adalah bakteri nonmotil, kecil, negatif Gramm, kokobasil,

  capnophilic , fakultatif anaerob dan tumbuh baik pada 5% CO 2 di udara atau anaerob.

Aa tumbuh berkembang baik menjadi koloni dalam 24 - 48 jam. Pada media

  pertumbuhan yang padat, Aa yang baru diisolasi melekat pada agar dan membentuk koloni melingkar dengan diameter 0,5-1 mm dengan tepi yang sedikit tidak teratur.

  14 Bakteri Aa yang baru diisolasi dari rongga mulut manusia yang selalu

  berfimbria dan berbentuk kecil (~ 1mm), permukaan kasar, koloni translusen, dengan morfologi internal berbentuk bintang. Subkultur yang berulang dari hasil isolat klinis menghasilkan perubahan morfologi koloni secara spontan dari kasar ke halus, yang

  14 ditunjukkan oleh strain Aa pada American Type Culture Collection.

  Gambar 1. Isolasi Aa dari subgingiva pada pasien periodontitis

  14

  agresif lokalisata

  2.1.2 Karakteristik Biokimia

  14 Pertumbuhan pada agar coklat dan agar darah: a.

  Tumbuh lambat

  b. Koloni tampak setelah 48 -72 jam c.

  Koloni kecil, halus, transparan, non hemolitik dan memiliki tepi sedikit tidak teratur d. Isolat klinis baru melekat ke agar, sulit untuk mengemulsi e.

  Inkubasi lama (5 sampai 7) hari, koloni dapat berkembang dengan pusat kepadatan yang muncul seperti empat atau enam titik bintang. Karakteristik ini hilang pada subkultur berulang dan koloni menjadi kurang melekat.

  PH optimal untuk Aa adalah antara pH 7,0 - 8,0 dalam medium yang

  14 mengandung 0,5-1% NaCl.

  2.1.3 Faktor Virulensi

  Bakteri Aa adalah bakteri dengan susunan berbagai karakteristik virulensi potensial, termasuk beberapa mekanisme penghindaran imunitas dan mekanisme untuk mengikat matriks pejamu dan sel pejamu dan memainkan peranan penting

  14 dalam patologi periodontitis agresif lokalisata.

2.1.3.1 Faktor kolonisasi Aa

14 Faktor kolonisasi Aa adalah: a.

  Pili atau fimbria b.

  Interaksi dengan bakteri lain c. Vesikel d.

  Plasmid dan bakteriofag

2.1.3.2 Faktor virulensi Aa

  14 Faktor virulensi dari Aa antara lain :

  1. Leukotoksin Leukotoksin dari Aa telah terbukti dapat membunuh leukosit polimorfonuklear (PMN) dan makrofag. Temuan ini menunjukkan bahwa leukotoksin

  15 berperan dalam membunuh sel pejamu dan menghindari imunitas secara in vivo.

  Leukotoksin dapat membunuh sel dengan cepat (hitungan menit). Hal ini terjadi dengan adanya pembentukan pori-pori pada membran sel dari sel target. Lisis sel disebabkan oleh pembentukan cepat dari saluran ion secara kondusif sehingga

  • menyebabkan depolarisasi membran, kehilangan K intraseluler, osmosis sel dan

  14 dilanjutkan dengan kematian sel.

  2. Superantigen Aktivasi dari superantigen menyebabkan apoptosis sel T sehingga

  14 superantigen dapat dianggap sebagai imunosupresan.

  3. Cytolethal Distending Toxin (CDT)

  CDT mampu menginduksi apoptosis sel limfosit, mempengaruhi induksi

  15 dari respon imun humoral termasuk produksi sitokin.

  4. Fc binding proteins Penelitian in vitro menunjukkan bahwa molekul reseptor Fc yang ditemukan

  14 pada permukaan bakteri dapat berfungsi dalam menghambat aktivitas komplemen.

  5. Chemotactic inhibitor Neutrofil ditarik ke daerah yang terinfeksi dengan mengikuti gradien konsentrasi sinyal kemotaktis. Gangguan atau hambatan kemotaksis neutrofil menguntungkan bagi organisme penyebab infeksi. Aa telah terbukti mampu

  14 menghambat kemotaksis.

  6. Faktor imunosupresif

  Aa telah terbukti menghasilkan protein yang mampu menghambat sintesis

  DNA, RNA, dan protein dalam sel T manusia yang diaktifkan oleh mitogen atau antigen. Protein murni mampu menghambat IgG dan IgM yang diproduksi oleh sel B manusia dan mempengaruhi produksi imunoglobulin dengan mengganggu tahap awal aktivasi sel. Meskipun mekanisme yang tepat dimana faktor imunosupresif (ISF) bertindak dalam menyebabkan imunosupresi tersebut belum diketahui, tampak bahwa

  14 faktor ini mempengaruhi pengaturan baik limfosit B dan sel T.

  7. Lipopolisakarida Lipopolisakarida dari Aa (LPS) telah banyak dikarakterisasi baik secara

  14 struktural maupun fungsional.

  a.

  LPS merupakan toksik bagi sel-sel NK manusia.

  b.

  LPS menginduksi produksi sitokin seperti IL-6, IL-8, IL-1B dan TNFa dari sel host yang berbeda, sehingga mempromosikan reaksi inflamasi.

  c.

  LPS juga menginduksi resorpsi tulang in vitro dan in vivo, yang dapat meningkatkan perkembangan periodontitis.

  d.

  LPS Aa juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan ikat periodontal dengan mengaktifkan jalur yang mengarah ke stimulasi matriks metaloproteinase dan aktivator plasminogen.

  e.

  Baru-baru ini, LPS Aa telah terbukti menginduksi pembentukan sel busa dan akumulasi kolesterol ester dalam makrofag murine yang menunjukkan bahwa ia juga memiliki aktivitas proatherogenik.

  8. Protein stress cell (chaperonin 60) Molekul ini disekresikan oleh bakteri Aa dan merangsang resorpsi tulang

  14 dengan bertindak sebagai osteoklas.

  9. Actinomycetemcomitin Actinomycetemcomitin adalah sebuah bakteriosin baru yang diproduksi oleh

Aa yang aktif terhadap Peptostreptococcus anaerobius ATCC 27337 .

Actinomycetemcomitin diproduksi selama fase pertumbuhan eksponensial dan

  stasioner dan jumlahnya menurun sampai menghilang selama penurunan fase pertumbuhan.

14 Bakteriosin adalah protein yang diproduksi oleh bakteri yang bisa mematikan strain dari spesie bakteri yang lain.

  15

2.2 Buah Delima (Punica granatum)

  Meskipun industri farmakologi telah menghasilkan sejumlah antibiotik baru dalam tiga dekade terakhir, resistensi obat-obatan oleh mikroorganisme telah meningkat sehingga menciptakan masalah klinis yang besar dalam pengobatan penyakit menular. Penyebaran resistensi patogen terhadap antibiotik di seluruh dunia membangkitkan kembali untuk mencari senyawa antimikroba dari sumber alam termasuk tumbuhan.

8 Punica granatum atau yang dikenal sebagai buah delima merupakan pohon

  kecil berasal dari Asia dan Mediterania Eropa yang memiliki sejarah penggunaan sebagai obat tradisional.

  8 Delima berasal dari Himalaya di bagian India Utara yang telah dibudidayakan sejak zaman kuno di seluruh bagian Mediterania.

  9 Berdasarkan taksonomi, tanaman delima dapat diklasifikasikan sebagai

16 Kingdom : Plantae

  berikut:

  Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Family : Lythracae Genus : Punica L.

  Spesies : Punica granatum L.

  Pohon delima biasanya tumbuh setinggi 12-16 kaki, memiliki banyak cabang berduri, dan hidup dalam jangka waktu lama. Daun mengkilap dan berbentuk tombak. Bunga besar, berwarna merah, putih, atau beraneka ragam dan memiliki

  

9

  kelopak tubular yang akan menjadi buah. Buah delima berbentuk bulat dengan diameter 5-12 cm, warna kulitnya beragam seperti hijau keunguan, coklat kemerahan, putih atau ungu kehitaman. Bijinya sangat banyak, tersusun tidak beraturan, berwarna

  17 merah, merah jambu atau putih.

  18 Gambar 2. Punica granatum

  Dalam dekade terakhir, banyak penelitian tentang antioksidan, antikarsinogenik, dan sifat antiinflamasi unsur delima telah dipublikasikan yang difokuskan pada pengobatan dan pencegahan kanker, penyakit jantung, diabetes, kondisi gigi, disfungsi ereksi, infeksi bakteri, resistensi antibiotik, dan kerusakan kulit karena radiasi ultraviolet. Aplikasi potensial lainnya, termasuk iskemia otak pada

  9 bayi, penyakit Alzheimer, infertilitas pria, arthritis, dan obesitas.

2.2.1 Unsur Biokimia

  Ekstrak semua bagian buah delima terlihat memiliki sifat terapeutik dan beberapa studi melaporkan bahwa kulit kayu, akar, dan daun dari pohon ini memiliki

  9 manfaat baik sebagai obat.

  Fitokimia buah delima juga telah banyak dipelajari oleh banyak peneliti. Buah ini merupakan sumber yang kaya senyawa polifenol (cincin phenolic mengandung beberapa gugus hidroksil) termasuk flavonoid (flavonol dan

  

anthocyanin ), tanin terkondensasi (proanthocyanidin) dan tanin terhidrolisa

  (cellagitannin dan gallotannin). Delima telah disorot dalam banyak penelitian karena memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme termasuk bakteri

  7 (positif dan negatif Gramm), jamur, ragi dan virus.

  Penelitian saat ini menunjukkan unsur delima yang paling bermanfaat dalam terapi adalah unsur dari asam ellagitannin ellagic (termasuk punicallagin), asam

  9 , flavonoid, anthocyanidin, anthocyanin, flavonol estrogenik dan flavon. punicid

  Kulit buah delima terdiri dari 50% dari berat totalnya dan sering dijadikan sampah buangan. Padahal kulit buah delima mengandung komposisi polifenol yang paling banyak serta memiliki aktivitas biologi yang kuat. Senyawa polifenol dari kulit buah ini terdiri dari ellagic tannin, flavoid, anthocyanin, catechin, procyanidin, asam

  19 ellagic dan asam gallic memiliki implikasi dalam berbagai aktivitas farmakologi.

  2.2.2 Aktivitas Antiinflamasi

  Sarker dkk meneliti aktivitas antiinflamasi pada tikus dengan ekstrak bunga delima yang terbukti dapat menghambat enzim siklooksigenase dan sintesis

  20 prostaglandin.

  2.2.3 Aktivitas Antimikroba

  Abdollahzadeh dkk menyatakan delima memiliki aktivitas antibakteri karena adanya tanin terhidrolisa dan polyphenolic pada ekstrak buah delima terutama

  

punicallagin dan asam gallic. Efek antimikroba dari tanin berhubungan dengan

  struktur toksisitas dan molekular. Tanin dapat mempengaruhi dinding sel dan

  21

  menguraikan membran sel. Serupa dengah hal itu, Hazzani dkk menyatakan bahwa tanin dapat beraksi pada dinding sel dan melewati membran sel dengan mengendapkan protein. Tanin dapat menghambat enzim dengan mengoksidase reagen dan mengganggu koagreagsi mikroorganisme serta dapat menonaktifkan adhesi dari mikroba, enzim dan selubung sel protein transpor, membentuk kompleks

  22

  dengan polisakarida dan memodifikasi morfologi sel mikroorganisme. Pada penelitian Somu dkk juga menunjukkan bahwa adanya kehadiran agen antibakteri dari delima seperti tanin terhidrolisa yang membentuk kompleks molekuler dengan berat molekul tinggi dengan protein yang dapat larut, meningkatkan lisis bakteri, dan

  23 juga mengganggu perlekatan bakteri pada permukaan gigi.

  Mekanisme antibakteri dari flavonoid telah diteliti oleh Cushine dkk antara lain dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran

  24 sitoplasma dan menghambat metabolisme energi.

  Naz dkk mengisolasi berbagai senyawa dari buah delima dengan pelarut etanol dan menunjukkan bahwa senyawa phenolic terutama asam gallic memiliki efek antibakteri yang paling tinggi dalam melawan Corynebacterium,

  Staphylococcus, Streptococcus, Baciluus subtilis, Shigella, Salmonella, Escherichia

  dan Vibrio. Aktivitas antibakteri dari semua senyawa delima secara umum dapat dijelaskan berdasarkan struktur phenolicnya. Struktur ini dianggap bertanggung jawab dalam toksisitas terhadap mikroorganisme meliputi penghambatan enzim oleh senyawa teroksidasi, melalui reaksi dengan kelompok sulfhidril atau melalui interaksi yang lebih spesifik dengan protein yang dapat menyebabkan inaktivasi dan hilangnya fungsi protein. Kemungkinan target dalam sel mikroba adalah permukaan untuk melekat, dinding sel polipeptida, dan enzim yang berikatan pada membran. Fenol

  25

  juga dapat meniadakan substrat untuk mikroorganisme. Pada hasil penelitian Duman dkk menunjukkan bahwa efek dari tingkat inhibisi dari ekstrak biji delima merupakan peran dari kandungan phenolic dan anthocyanin dalam buah. Asam gallic diidentifikasi sebagai senyawa yang paling aktif dalam menghambat bakteri yang diuji. Efek inhibisi dari senyawa phenolic ini dapat dijelaskan dengan adanya adsorpsi pada membran sel, interaksi dengan enzim, substrat dan pengurangan ion

  26 metal.

  Vijayanand dkk meneliti aktivitas antibakteri buah delima melawan strain bakteri positif Gramm dan negatif Gramm. Ekstrak kulit buah delima memiliki potensi yang besar sebagai senyawa antibakteri dalam melawan berbagai patogen dan juga bisa digunakan dalam pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh resistensi mikroba. Diantara berbagai ekstrak yang diuji, ekstrak kulit buah delima menunjukkan aktivitas antibakteri yang paling maksimum. Aktivitas antibakteri ini ditunjukkan karena adanya berbagai fitokimia seperti phenolic punicallagin, asam

  7 gallic , cathecin, quercetin dan retin.

  Dahham dkk meneliti aktivitas antimikroba dari ekstrak kulit delima, biji, jus dan seluruh buah dalam melawan bakteri dan fungi. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah delima menunjukkan aktivitas antimikroba yang paling tinggi dibanding ekstrak yang lain. Fenol, tanin, dan flavonoid adalah unsur aktif utama yang berperan dalam aktivitas ini. Golongan utama fitokimia delima adalah polifenol (cincin phenolic bantalan beberapa gugus hidroksil) yang mendominasi dalam buah. Polifenol delima termasuk flavonoid (flavonol, flavanol dan

  

anthocyanin , tanin terkondensasi (proanthocyanidin) dan tanin terhidrolisa

  12 (ellagitannin dan gallotannin).

2.2.4 Efek antibakteri buah delima terhadap penyakit periodontal

  Kote dkk menunjukkan bahwa berkumur dengan delima efektif terhadap mikroorganisme plak gigi. Ada penurunan yang signifikan dalam pembentukan

  27 jumlah koloni per unit dari Streptococci (23%) dan Lactobacilli (46%).

  Bhadbhade dkk menunjukkan bahwa berkumur dengan ekstrak delima memiliki efektifitas antiplak sebagai antibakteri dalam melawan strain Aa,

  10 Pophyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia secara in vitro.

  Kukreja dkk menunjukkan bahwa obat kumur mengandung delima dapat melawan pembentukan plak gigi dan tartar dengan menghambat aktifitas mikroorganisme penyebab plak. Ditunjukkan bahwa ekstrak delima mampu menekan kemampuan mikroorganisme untuk melekat pada permukaan gigi. Caranya adalah dengan menghambat spesies umum dari Streptococcus, mencegah dalam memproduksi bahan kimia yang dapat menciptakan kondisi menguntungkan bagi jamur dan mikroorganisme lainnya untuk berkembang. Delima memiliki kemampuan untuk melawan perlekatan organisme dengan mengganggu produksi bahan kimia

  28 bakteri untuk melekat. Ahuja dkk mengevaluasi perbandingan efektivitas ekstrak buah delima dengan klorheksidin terhadap plak dan gingivitis. Ekstrak buah delima lebih efektif dalam mengurangi skor gingiva dan perdarahan saat probing dibanding klorheksidin,

  29 tetapi klorheksidin tetap lebih efektif dalam pengurangan skor plak.

  Somu dkk meneliti efektivitas gel dari biji delima terhadap gingivitis dalam sebuah studi klinis. Ada penurunan plak yang signifikan pada kelompok yang

  23 menggunakan gel delima sebagai tambahan dalam pembersihan secara mekanis.

  Moorthy dkk menguji aktivitas antimikroba dari ekstrak kulit buah delima terhadap 21 mikroorganisme. Dua diantaranya adalah S. mutan dan C. Albicans. Ekstrak kulit delima dengan pelarut etanol menghambat S. mutan dan C. albicans

  11 yang bertanggung jawab terhadap infeksi di rongga mulut.

  Abdollahzadeh dkk juga melaporkan bahwa ekstrak kulit buah delima dengan pelarut metanol efektif melawan berbagai patogen rongga mulut seperti S.

  

epidermidis, S. aureus, L. acidophilus, S. mutans, S. sanguis dan S. salivarius.

  Dinyatakan bahwa ekstrak buah delima dapat digunakan dalam mengontrol patogen

  21 rongga mulut yang berperan dalam karies, stomatitis dan penyakit periodontal.

  Sherbini dkk menyelidiki aktivitas kulit buah delima terhadap pertumbuhan dan motilitas T. tenax yang merupakan mikroorganisme komensal di rongga mulut dan sering dihubungkan dengan organisme piogenik pada poket yang berisi pus, dibandingkan dengan obat standar metronidazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penghambatan pertumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak kulit buah delima dan metronidazol. Ekstrak kulit buah delima, pada konsentrasi 12,5

  30 mg/ml dan 25 mg/ml menunjukkan anti- T. tenax yang paling tinggi.

  Vanconcelos dkk menunjukkan aktivitas gel dari kulit buah delima yang dapat menghambat perlekatan strain bakteri ( S. mutans, S. sanguis, S. mitis) dan C.

  

albicans di rongga mulut. Hasilnya menunjukkan bahwa gel dari kulit buah delima

  efektif dalam mengontrol plak yang merupakan etiologi utama dalam karies gigi,

  31 penyakit periodontal dan stomatitis dalam aksi antimikrobanya.

  Sastravaha dkk meneliti efek dari biodegradable chip dengan Centella

  

asiatica dan kulit buah delima pada 20 pasien penyakit periodontal dengan kedalam poket gingiva 5-8 mm. Semua bagian yang diberi perlakuan menunjukkan kecendrungan penurunan plak dan perbaikan yang signifikan terhadap kedalaman

  32

  poket dan level perlekatan pada tiga bulan dibanding dengan plasebo. Dalam penelitian selanjutnya, 15 pasien yang telah dilakukan standar terapi periodontal secara tuntas tetapi masih memiliki kedalaman poket 5-8 mm dimasukkan obat berupa chip. Parameter yang sama diukur lagi sebelum dan setelah 3 dan 6 bulan, tetapi peneliti juga mengukur penanda inflmasi Interleukin I (IL-1 ) dan IL-6. Peningkatan yang signifikan telah tercatat dalam semua parameter pengukuran ulang dan dikonfirmasi bahwa adanya penurunan yang signifikan dalam IL-1 dan IL-6

  9 pada tiga dan enam bulan dibanding data awal (cited from Sastravaha 2005).

2.2.5 Keamanan Ekstrak Buah Delima

  Delima dan unsur-unsurnya telah aman untuk dikonsumsi selama berabad- abad tanpa efek samping. Studi tentang unsur delima pada hewan pada konsentrasi dan kadar umum yang biasa digunakan dalam obat tradisional terbukti tidak ada efek toksik. Toksisitas antioksidan punicallagin polifenol pada jus buah delima dievaluasi pada tikus. Terlihat tidak ada efek toksik atau perbedaan signifikan pada kelompok yang diobati dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan konfirmasi melalui

  9 analisis histopatologi organ tikus.

  Penelitian yang dilakukan pada 86 individu dengan kelebihan berat badan menunjukkan keamanan dari ekstrak buah delima dengan jumlah konsumsi 1.420 mg / hari selama 28 hari, tidak ada efek samping yang dilaporkan atau perubahan yang merugikan dari nilai laboratorium darah atau urin setelah diobservasi. Penelitian lain pada 10 pasien dengan stenosis arteri karotis yang menunjukkan jus buah delima yang dikonsumsi (121 mg / L) selama tiga tahun tidak memiliki efek toksik dalam

  9 analisis kimia darah untuk ginjal, hati, dan fungsi jantung.

2.5 Kerangka Teori

  • Aggregatibacter actinomycetemcomitans
  • Skeling • Root planing
  • Kontrol plak

  Phenolic Flavonoid

  Tanin Ekstrak kulit buah delima (Punica Granatum)

  Penyakit Periodontal Plak Bakteri

  Perawatan Penyakit Periodontal Mekanis

  Kimia Antimikroba

  • Menghambat sintesis asam nukleat
  • Menghambat fungsi membran sitoplasma
  • Menghambat metabolisme en>Menghambat enzim oleh agen oksidase
  • Mengganggu koagregasi mikroorganis me
  • Inaktivasi fungsi pro
  • Mempengaruhi dinding sel
  • Melewati dan menguraikan membran sel
  • Menghambat enzim bakteri
  • Mengganggu koagregasi mikroorganisme
  • Menonaktifkan adhesi dari mikroba
  • Memodifikasi sel mikro- organisme

  Menghambat dan membunuh Aggregatibacter actinomycetemcomintas

2.6 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel terikat

  Ekstrak kulit buah delima Pertumbuhan bakteri Aa pada dengan pelarut etanol dengan media Tryptic Soy Agar konsentrasi 25%, 12,5%, dengan pengukuran nilai 6,25%, 3,125% , 1,6125% dan

  KHM dan KBM 0, 8%

  Variabel Terkendali Variabel Tidak Terkendali a.

  Asal buah delima a.

  Lama penyimpanan buah b. Konsentrasi etanol delima c.

  Suspensi Aa b.

  Lama penyimpanan,

  d. bakteri Media pertumbuhan pengiriman dan suhu saat e.

  Suhu inkubasi pengiriman ekstrak kulit buah f.

  Waktu pengamatan bakteri delima ke laboratorium

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

9 149 61

Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica Granatum L.) Terhadap Bakteri Aggregatibacter Actinomycetemcomitans Secara In Vitro

18 134 67

Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) terhadap Bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro

15 168 69

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Pengaruh Pemberian Jus Buah Delima (Punica Granatum L.) Terhadap Kualitas Sperma Pada Mencit Yang Telah Diinduksi Ekstrak Daun Tembakau

8 106 57

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In Vitro

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Porphyromonas Gingivalis - Efektivitas Ekstrak Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) terhadap Bakteri Porphyromonas gingivalis secara In Vitro

1 5 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

0 0 12

2.2 Etiologi Penyakit Periodontal - Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

0 0 12

Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

0 1 15