2.2 Etiologi Penyakit Periodontal - Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan periodontal merupakan jaringan yang mengelilingi, mendukung dan

  menempel ke gigi-geligi. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Jaringan ini tidak hanya mendukung gigi, tapi juga struktur lain di dalam rongga mulut. Oleh karena itu, menjaga kesehatan dan

  13 fungsi normal jaringan periodontal merupakan hal yang sangat penting.

  2.1 Penyakit Periodontal

  Penyakit periodontal merupakan penyakit pada jaringan pendukung gigi,

  14

  meliputi penyakit gingiva dan penyakit pada struktur pendukung gigi. Pengetahuan manusia tentang etiologi dan patogenesis kondisi dan penyakit mulut selalu berubah sesuai dengan meningkatnya ilmu pengetahuan ilmiah. Inflamasi gingiva diinisiasi oleh banyak spesies bakteri dari plak dental sebagai akibat dari kebersihan rongga mulut yang buruk. Adanya plak bakteri patogen secara terus-menerus menyebabkan proses inflamasi meluas sampai ke ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar sehingga menyebabkan hilangnya perlekatan gingiva ke gigi dan resorpsi

  15 tulang pendukung.

  2.2 Etiologi Penyakit Periodontal 1,16

  Etiologi utama penyakit periodontal adalah plak dental. Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk ke permukaan gigi atau

  

4,15

  permukaan keras lainnya di rongga mulut. Plak dental merupakan ekosistem yang unik. Ratusan spesies bakteri hidup di dalam kavitas oral, dan kelompok bakteri ini

  16 membentuk kumpulan plak dental.

  15 Proses pembentukan plak merupakan proses yang kompleks dan dinamis.

  Dimulai dari plak supragingiva, pembentukan plak dental diawali dengan

  15,17

  pembentukan pelikel. Pelikel merupakan lapisan membran yang tidak mempunyai bentuk yang berada pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus dan permukaan keras lainnya. Menyikat gigi tidak dapat menghilangkan pelikel. Pelikel bisa dihilangkan dengan memoles gigi dengan bahan yang abrasif, tetapi pelikel akan terbentuk kembali dalam waktu yang singkat. Bakteri tidak berada dalam pelikel, melainkan melekat langsung setelah pelikel terbentuk, sehingga pelikel berperan penting dalam

  15 kolonisasi bakteri di permukaan gigi.

  Pada tahap inisial pembentukan plak, bakteri terus berpindah dan melekat ke pelikel pada permukaan gigi melalui saliva bersamaan dengan bahan makanan ataupun melalui kontak lingkungan eksternal lainnya. Beberapa jam selanjutnya,

  15 bakteri yang melekat berproliferasi dan membentuk koloni kecil.

  Pada tahap pematangan plak, terjadi peningkatan massa dan ketebalan plak sebagai akibat dari proliferasi bakteri. Pada tahap ini, terjadi kohesi antara bakteri karena adanya polisakarida ekstraseluler, koagregasi bakteri serta interaksi

  15 interbakterial.

  Pematangan plak supragingiva diikuti dengan perubahan yang dapat menyebabkan radang pada gingiva. Gingiva yang mengalami peradangan kurang beradaptasi baik dengan permukaan gigi, sehingga pembentukan plak supragingiva berjalan lebih ke arah apikal ke dalam sulkus gingiva dan terbentuklah plak subgingiva.

  Bakteri di dalam plak subgingiva menggunakan cairan krevikular gingiva sebagai sumber nutrisi karbon dan nitrogen sebagaimana pentingnya vitamin dan

  16

  mineral dalam faktor pertumbuhan. Bakteri yang berada dalam plak subgingiva meliputi bakteri obligat anaerobik gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis,

  

Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Fusobacterium nucleatum,

Selenomonas dan Campylobacter, serta fakultatif anaerob gram negatif seperti

Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Capnocytophaga dan Eikenella

  18,19 corrodens.

  Jaringan periodontal yang sehat memiliki proporsi bakteri yang berbeda dengan jaringan periodontal yang memiliki penyakit. Mikroorganisme yang

  17 berhubungan dengan penyakit periodontal dapat dilihat pada Tabel 1. Terutama kokus positif Gram dengan sedikit spesies

  Sehat

  Tabel 1. Mikroorganisme yang berhubungan dengan berbagai tipe penyakit periodontal.

17 Kondisi Mikroorganisme predominan Keterangan

  • Streptococcus sanguis
  • Streptococcus oralis
  • Actinomyces naeslundii
  • Veillonella spp.

  spirochaeta dan

  • Actinomyces viscosus

  bakteri berbentuk batang yang bersifat motil

  Gingivitis marjinalis kronis

  • Streptococcus sanguis
  • Streptococcus milleri
  • Actinomyces israelii
  • Actynomyces naeslundii
  • Prevotella intermedia
  • Capnocytophaga spp.
  • Fusobacterium nucleatum
  • Veillonella spp.
  • Prevotella intermedia
  • Fusobacterium nucleatum
  • Tannerella forsythia
  • Aggregatibacter
  • Selenomonas spp.
  • Capnocytophaga spp.
  • Spirochaetes 75% bakteri negatif Gram (90% anaerob). Didominasi oleh bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta.

  spirochaeta dan

  bakteri berbentuk batang yang bersifat motil

  Periodontitis kronis - Porphyromonas gingivalis

  actinomycetemcomitans

  Periodontitis agresif - Aggregatibacter

  actinomycetemcomitans

  Sekitar 67-75 % adalah bakteri negatif Gram. Bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta juga dijumpai.

  Sekitar 55% bakteri positif Gram, sisanya

  • Capnocytophaga spp.
  • Porphyromonas gingivalis
  • Prevotella intermedia

2.3 Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis adalah salah satu bakteri patogen periodontal.

  Bakteri ini merupakan bakteri negatif Gram, anaerob, nonmotil, berbentuk batang

  16

  atau kokus. Porphyromonas gingivalis membentuk koloni hitam pada media blood

  3 agar .

  20 Gambar 1. Koloni P. gingivalis pada blood agar Porphyromonas gingivalis bersifat patogen karena membran terluar bakteri

  tersusun oleh LPS (lipopolisakarida). Lipopolisakarida dapat memicu beberapa jenis reaksi peradangan atau infeksi (inflammatory) pada sel makrofag dan sel lainnya. Produk dari tahapan infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan organ. Porphyromonas

  

gingivalis dapat menempel di berbagai jaringan tubuh individu dan mempunyai

  21 kemampuan untuk menginvasi sel pejamu tersebut dan memperbanyak diri.

  Sifat patogen lain dari P. gingivalis adalah tingginya aktivitas proteolitik. Fungsi utama enzim protease dan peptidase bagi P. gingivalis adalah menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan. Proteinase juga terlibat secara langsung dalam menginvasi

  21

  dan menghancurkan sel pejamu. Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri

  14 yang paling sering teridentifikasi pada periodontitis kronis.

2.4 Periodontitis Kronis

  Periodontitis ditandai dengan adanya inflamasi jaringan pendukung gigi, khususnya pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Berbeda dengan gingivitis, yang terbatas pada jaringan epitel dan jaringan ikat gingiva, periodontitis mengakibatkan hilangnya perlekatan jaringan dengan sementum pada akar gigi. Hilangnya perlekatan mengakibatkan bertambahnya kedalaman sulkus gingiva sehingga terbentuk poket periodontal karena telah terjadi migrasi junctional ke arah apikal gigi. Hal ini merupakan respon inflamasi yang juga

  epithelium

  menyebabkan kehilangan tulang, resesi atau keduanya. Jika keadaan ini dibiarkan, periodontitis bisa menjadi semakin parah mengakibatkan kegoyangan gigi. Gigi tidak

  14 dapat berfungsi dengan baik dan bisa tanggal dengan mudah.

  Berdasarkan banyaknya sisi yang terkena, periodontitis kronis terbagi menjadi dua jenis, yaitu periodontitis kronis lokalisata dan generalisata. Periodontitis kronis lokalisata adalah jika banyaknya daerah di dalam mulut yang terkena periodontitis kurang dari 30%. Periodontitis kronis dinamakan generalisata jika banyaknya daerah

  14 yang terkena periodontitis lebih dari 30%.

  Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum dari penyakit periodontal. Periodontitis kronis ditandai dengan resorpsi tulang yang terjadi secara perlahan-lahan dan dalam arah horizontal. Keparahan periodontitis kronis berhubungan secara langsung dengan akumulasi plak dan kalkulus di permukaan gigi. Derajat kerusakan jaringan periodontal bervariasi tergantung kepada aktivitas penyakit dan ketahanan tubuh pasien. Periodontitis kronis tidak berhubungan dengan

  14 penyakit sistemik atau abnormalitas sistem imun pejamu.

  Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva dan terjadinya kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi patologis yang menimbulkan

  18 diastema, dan kegoyangan gigi yang dapat berakibat tanggalnya gigi. Perawatan poket periodontal yang utama adalah dengan menghilangkan faktor lokal dengan cara mekanis. Cara penghilangan etiologi penyakit secara mekanis terbagi atas instrumentasi manual dan instrumentasi yang digerakkan mesin. Untuk membantu keberhasilan dalam menghilangkan bakteri utama penyebab penyakit periodontal dapat dilakukan dengan pemberian bahan kemoterapi baik sistemik maupun lokal yang dapat mengurangi kesempatan bakteri dalam menyebabkan penyakit. Bahan kemoterapi ini lebih dikenal dengan bahan antiinfeksi yang bekerja

  22 dengan mengurangi jumlah bakteri.

2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle)

  Secara taksonomi, tanaman Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle termasuk

  23

  dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus Spesies : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle

  Gambar 2. Buah jeruk nipis (Citrus Aurantifolia

  23 (Chrism.) Swingle ) Jeruk nipis termasuk ke dalam jenis jeruk asam dan memiliki nama ilmiah

  24 7, citrus aurantifolia, limonia aurantifolia, citrus javanica, atau citrus notissima.

  Nama daerah jeruk nipis antara lain lemau nipis (Melayu); jeruk nipis (Jawa); jeruk

  

alit, kaputungan, lemo (Bali); dongaceta (Bima); mudutelong (Flores); mudak enelo

  (Solor); delomakii (Pulau Roti); jeru (Pulau Sawu); lemo ape, lemo kapasa (Bugis);

  

dan usinepese (Ambon). Nama asing jeruk nipis adalah acid lime, sour lime (Inggris);

  7 limmece, limah (Arab); zhi qiao (Cina).

  25 Jeruk nipis berasal dari family Rutacea, merupakan tanaman yang sangat

  penting dan umumnya diketahui oleh seluruh dunia dan secara ekonomi merupakan

  9 produk yang penting di pasar dunia. Pohon jeruk nipis kecil dan berbuah banyak.

  Dalam satu pohon bisa dihasilkan banyak buah yang jumlahnya tergantung dari umur pohon. Ranting pohonnya berduri, daunnya bercabang disepanjang ranting, bunganya

  24,26 berwarna putih, berstruktur licin dan berbau wangi.

  Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, minyak terbang, sitral limonen,

  

fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, dan linalin asetat. Selain itu, jeruk

  nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, kalsium (Ca)

  7 sebanyak 40mg/100 g jeruk, dan posfor (P) sebanyak 22 mg.

  Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) diketahui memiliki

  7 beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan anti-bakteri.

  Komposisi senyawa yang terdapat di dalam minyak atsiri yang dihasilkan dari kulit buah tanaman genus Citrus diantaranya adalah limonen, sitronelal, geraniol, linalol, α-pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, β-kariofilen dan α-terpineol.

  Berdasarkan penelitian, kulit buah jeruk nipis juga kaya akan komponen

  8

  flavonoid, tanin dan coumarin. Flavonoid memiliki fungsi sebagai antioksidan dan juga dapat membunuh radikal bebas. Selain itu, flavonoid juga mempunyai kapasitas

  5 untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat proliferasi sel. Tanin merupakan senyawa oligomer kompleks dari satuan berulang dengan gugus fenolik bebas. Tanin mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang stabil dengan protein dan makromolekul lain secara efektif dalam kondisi yang sesuai. Tanin mudah larut dalam pelarut polar, seperti air, dioksan, aseton, alkohol; sedikit larut dalam pelarut etil asetat, dan tidak larut dalam pelarut non-polar seperti eter, kloroform, dan benzena, sedangkan coumarin diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan

  11 jamur.

2.6 Efek Antibakteri Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.)

  Swingle)

  Senyawa antibakteri yang selama ini digunakan adalah antibiotik, akan tetapi, penggunaan antibiotik memiliki kekurangan seperti menyebabkan timbulnya alergi, toksisitas, dan resistensi pada penggunaan jangka panjang. Diperlukan alternatif antibakteri yang lebih aman dalam bentuk yang sederhana, murah, dan mudah untuk

  19

  digunakan oleh masyarakat. Salah satu alternatif senyawa antibakteri yang dapat dikembangkan adalah ekstrak kulit jeruk nipis.

  Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) selama ini diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan

  7

  antibakteri. Zat aktif yang terdapat dalam kulit buah jeruk nipis yang memiliki efek

  8 antibakteri antara lain minyak atsiri, flavonoid, tanin dan coumarin.

  Minyak atsiri pada kulit buah jeruk nipis berwarna kuning dan berbau menyengat. Kandungan antimikroba utama yang ditemukan dalam minyak atsiri ialah limonen (53,53%), α-terpinol (9,41%) dan γ-terpinen (6,26%). Cyclic terpene

  hydrocarbons

  seperti α-pinene bersama dengan β-pinene, limonen dan terpinolene memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme. Minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis menunjukkan aktivitas antibakteri yang potensial terhadap bakteri

  9 Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis.

  Flavonoid yang terkandung dalam kulit citrus memiliki aktifitas biologi dengan spektrum yang luas diantaranya antibakteri, antifungal, antidiabetic, antikanker dan antivirus. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan membunuh radikal bebas, mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta

  5

  menghambat proliferasi sel. Pada tumbuhan, flavonoid memainkan peran penting

  5,27 dalam pertahanan melawan patogen-patogen seperti bakteri, jamur dan virus.

  Flavonoid memiliki toksisitas yang minimal. Flavonoid dapat dengan mudah ditemukan di buah-buahan, minuman, dan juga telah sering digunakan sebagai obat

  11

  tradisional. Banyak peneliti telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak mentah tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara in vitro. Ekstrak tanaman yang kaya akan flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri.

  Struktur flavonoid yang teridentifikasi memiliki aktivitas antibakteri diantaranya apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwangin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin dan naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin dan luteolin 7-glucoside, quercetin 3-O-methylquercetin serta

  11 kaempferol.

  Tanin merupakan senyawa polyphenol yang memiliki bobot molekul yang tinggi dan dapat mengikat protein. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial

  11 dan destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik.

2.7 Uji Sensitivitas Antimikroba

  Daya agen antimikroba terhadap organisme dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dapat mengukur sensitivitas antimikroba secara kualitatif adalah disc diffusion tests, sedangkan secara kuantitatif ialah dengan menguji atau

  17 menghitung Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM).

  Uji in vitro ini mengindikasikan apakah konsentrasi terapeutik yang ada merupakan dosis standar dalam menghambat organisme. Hasil uji ini hanya dapat menggambarkan aktivitas obat secara in vitro, sedangkan efeknya secara in vivo tergantung pada beberapa faktor seperti kemampuan obat untuk mencapai daerah

  17 infeksi dan status imun host.

  merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

  Disc diffusion test

  menguji sensitivitas suatu agen antimikroba. Pada metode ini, isolat yang akan diuji dibiakkan di suluruh permukaan agar plate kemudian diletakkan beberapa disc yang sudah mengandung agen yang akan diuji. Setelah didiamkan selama satu malam

  o

  17

  dalam suhu 37 C, zona hambat yang terbentuk pada tiap disc diukur.

  Dalam menetapkan KHM dan KBM, potensi antibiotik dapat diperkirakan secara kuantitatif. Metode yang digunakan adalah tube dilution technique, yaitu menggunakan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan nutrisi yang cocok dengan organisme yang akan diuji. Kemudian organisme disuntikkan ke dalam cairan tersebut dan diinkubasi selama 18 jam. Kadar Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah suatu agen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme secara in vitro. Setelah didapatkan KHM, setiap tabung yang terlihat jernih disubkultur di media agar padat untuk dapat ditentukan KBM. Konsentrasi terendah

  17 dimana tidak terjadi pertumbuhan bakteri setelah subkultur merupakan KBM.

2.8 Kerangka Teori

  Ekstrak kulit jeruk nipis Minyak atsiri Flavonoid Tanin Coumarin

  Memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme

  Sebagai antioksidan dan menghambat proliferasi sel

  Menginaktivasi fungsi material genetik

  Substansi fenolik yang memiliki fungsi antiinflamasi

  Plak bakteri negatif Gram

  Porphyromonas gingivalis

  Keparahan penyakit periodontal

2.9 Kerangka Konsep Variabel bebas:

  Ekstrak kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.)

  Swingle) konsentrasi 100%, 50%,

  25%, 12,5% dan 6,25%

  Variabel tergantung:

  Daya hambat pertumbuhan bakteri

  Porphyromonas gingivalis dengan

  pengukuran nilai KHM dan KBM

  Variabel terkendali:

  Variabel tak terkendali:

  • Asal tumbuh pohon jeruk nipis
  • Kondisi kulit buah jeruk nipis
  • Cara pengeringan kulit jeruk nipis
  • Waktu pengeringan kulit jeruk nipis
  • Cara ekstraksi kulit buah jeruk nipis (bahan, alat, metode, tempat penyimpanan, cara penyimpanan)
  • Media tumbuh bakteri
  • Pola pemeliharaan pohon jeruk nipis
  • Kondisi tanah tempat pohon jeruk nipis tumbuh

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka - Pelestarian Koleksi Buku Langka Dalam Upaya Menyelamatkan Bentuk Fisik Buku dan Nilai Informasinya di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (Studi Kasus Koleksi Bidang Hukum)

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan - Karakteristik Bayi Lahir Spontan pada Ibu dengan Riwayat Anemia dalam Kehamilan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi - Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Anak Balita di RSUP.H.Adam Malik, Medan Tahun 2013

0 0 8

Pengaruh Konsentrasi Kolkisin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Panjang (Vigna Sinensis L)

0 0 23

Pengaruh Konsentrasi Kolkisin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Panjang (Vigna Sinensis L)

0 0 13

Pengaruh Konsentrasi Kolkisin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Panjang (Vigna Sinensis L)

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 1 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental - Efektivitas Larutan Madu Manuka UMF 10 dengan Konsentrasi 50% sebagai Obat Kumur terhadap Akumulasi Plak

0 0 17

Efektivitas Larutan Madu Manuka UMF 10 dengan Konsentrasi 50% sebagai Obat Kumur terhadap Akumulasi Plak

0 2 10