Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung

  Menurut Whendarto dan Madyana (1992) bahwa pemeliharaan ayam kampung bagi masyarakat umumnya bisa menghasilkan beberapa keuntungan, yaitu diantaranya adalah dapat menjadi usaha ternak yang menjanjikan pendapatan yang besar karena harga penjualan daging dan telur ayam kampung relatif lebih tinggi dari ayam ras, selain itu ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit daripada ayam ras.

  Usaha ternak ayam kampung di Indonesia bisa lebih berkembang dengan mengubah teknik pemeliharaannya. Pemeliharaan ayam kampung dengan cara intensif mampu memberikan penghasilan yang berarti bagi peternak. Hal ini dikarenakan, jika pemeliharaan ayam kampung dilakukan secara intensif maka ternak akan mendapatkan pemeliharaan yang baik yaitu ayam akan dikandangkan terus-menerus selama hidupnya. Pendapatan usaha ayam kampung dengan pemeliharaan secara intensif akan lebih menguntungkan (Sudaryani dan Santosa, 2003).

  Ayam kampung memiliki peluang usaha cukup besar, karena masyarakat lebih menyukai telur maupun daging ayam kampung dibandingkan ayam broiler (Sudaryani dan Santosa 2003). Selain itu jumlah konsumsi ayam kampung per kapita per tahunnya terus meningkat. Jumlah konsumsi ayam kampung pada tahun 2009 sebesar 0.501 kg/kapita meningkat pada tahun 2010 menjadi 0.602 kg/kapita dan terus meningkat hingga tahun 2011 menjadi 0.626 kg/kapita (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).

  Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

  Menurut Rasyaf (1995) analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan waktu.

  Total Biaya Produksi

  Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

  Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

  Menurut Soekartawi (1995)biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya- biaya lain berupa biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran.

  Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biayavariable terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja, biaya merupakan komposisi terbesar, besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi (Prawirokusumo,1990).

  Biaya Bibit Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga

  biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah bibit dengan harga per ekor DOC. Harga bibit ayam kampung (DOC) mencapai Rp.5.500.Pemilihan bibit ayam yang dipelihara sangat penting untuk diperhatikan, karena menentukan keberhasilan dalam beternak. DOC (Day Old Chick) yang baik mempunyai ciri- ciri : berat tidak dibawah standar (minimal ± 39 gr/ekor), lincah, tidak mempunyai cacat tubuh dan tidak menunjukkan adanya penyakit-penyakit tertentu (Sentral- ternak, 2013).

  Biaya Pakan

  Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak darikenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan ayam kampung yang berjumlah 100 ekor ialah sebesar Rp.

  2.500.000, dimana biaya ini terdiri dari pakan komersial dan pakan olahan. Harga pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan (Luthfan et al., 2011).

  Biaya Obat-obatan

  Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yangdiberikan pada ternak yang terserang penyakit. Pengobatan pada ternakyang sedang terserang penyakit diharapkan dapat mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Menurut Luthfan et al. (2011) biaya yang dikeluarkan untuk membeli vitamin dan vaksin untuk ayam kampung sebesar Rp. 100.000/bulan. Obat-obatan dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko produksi pada usaha peternakan (Aziz, 2009).

  Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

  Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang.Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan dan mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia.

  Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Luthfan et al., (2011) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp. 500.000 untuk 100 ekor ayam kampung meliputi kandang, tempat minum dan tempat pakan. Peralatan kandang lainnya menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.

  Biaya Tenaga Kerja

  Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memeliharabeberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT 2014 (Upah Minimum Regional Provinsi Sumatera Utara) saat ini sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Menurut Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan (1985), bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara 1088 ekor ayam, sehingga biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor ayam/bulan adalah sebesar Rp. 1.851.000/1088 ekor ayam = Rp. 1.701,-/ekor/bulan. Menurut Rasyaf (1992) jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.

  Total Hasil Produksi

  Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan (Sigit, 1991).

  Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (misal: penjualan ternak, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (misal: penjualan feses dan urin) (Rasyaf, 1995).

  Menurut Gunawan (1993) bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.

  Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan adalah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).

  Hasil Penjualan Ayam Kampung

  Menurut Kotler (1994) harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar, penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar-menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui.

  Harga jual ayam kampung lebih mahal dari pada harga daging ayam ras. Harga ayam kampung pedaging bisa mencapai Rp. 40.000-Rp. 45.000/kg di pasar. Sementara itu, harga jual ayam ras pedaging hanya berkisar belasan ribu saja (Sentral-ternak, 2013).

  Hasil Penjualan Kotoran Ayam Kampung

  Penjualan kotoran ayam kampung diperoleh dari harga jual kotoran ayam kampung per kilogramnya. Harga pupuk yang berasal dari kotoran ayam di pasaran mencapai Rp. 450/kg, dalam keadaan basah harga kotoran ayam adalah Rp. 300/kg (Sentral-ternak, 2013).

  Analisis Laba-Rugi

  Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut.

  Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu.

  Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

  Menurut Kasmir dan Jakfar (2005) laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut.

  Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

  Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

  Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K= TR-TC (Soekartawi et al., 1986).

  Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) Revenue cost ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap

  satuan biaya yang dikeluarkan. Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau R/C ratio (revenue cost ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.

  Menurut Kadariah (1987) bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila R/C Ratio > 1 : Efisien R/C Ratio = 1 : Impas R/C Ratio < 1 : Tidak efisien

  Total hasil produksi

  R/C Ratio =

  Total biaya produksi Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1.

  Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

  IOFC (Income Over Feed Cost) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan

  dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

  Pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan usaha merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (dalam kilogram hidup), sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram ayam hidup tersebut. Apabila diperhatikan, tolak ukur ini hanya memperhatikan biaya pakan saja. Padahal dalam biaya variabel tidak hanya mencakup biaya pakan saja, tetapi ada juga biaya untuk pembelian bibit yang juga besar. Menurut hasil penelitian dan yang terjadi di Indonesia, biaya pakan ini merupakan 40-70 % dari keseluruhan biaya variabel itu. Jadi, itulah sebabnya tolok ukur ini hanya dibandingkan dengan biaya pakan saja (Rasyaf, 1992).

  Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).

  Karakteristik Ayam Kampung

  Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub Filum:Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes,Famili: Phasianidae, Genus:

  Gallus-gallus , Spesies:Gallus-gallus domesticus. Dibandingkan dengan ayam ras,

  ayam kampung juga jauh lebih lincah dan aktif bergerak. Jika dipelihara secara umbaran, terbiasa hinggap atau istirahat di dahan pohon yang cukup tinggi. Selain itu, ukuran tubuhnya juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1996).

  Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).

  Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Rasyaf, 1992).

  Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak

  Indonesia adalah negara yang memiliki areal tanaman sagu (Metroxylon sp.) terbesar di dunia hingga 1,2 juta ha. Di Indonesia luas areal tanaman sagu mencapai 1.128.000 ha atau 51,3% dari 2.201.000 ha areal sagu di dunia (Deptan, 2004). Sagu merupakan salah satu sumber daya alam nabati di Indonesia yang mulai akhir tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya sebagai akibat dari program pemanfaatan swasembada pangan nasional. Potensi lestari produksi sagu sebesar 5.000.000 ton per tahun, namun yang baru dimanfaatkan sebesar 200.00 ton per tahun.

  Pada pengolahan sagu terdapat limbah atau hasil ikutan yang berupa kulit batang dan ampas. Ampas yang dihasilkan dari proses ekstraksi ini sekitar 14% dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Di sentra-sentra produksi, limbah ampas sagu pada umumnya belum dimanfaatkan dan ditumpuk begitu saja yang pada akhirnya akan mencemari lingkungan (Kompiang, 1995).

  Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan (Azwar dan Azrul, 1983).

  Ampas sagu merupakan limbah yang didapatkan pada proses pengolahan tepung sagu, dimana dalam proses tersebut diperoleh tepung dan ampas sagu dalam perbandingan 1 : 6 (Rumalatu, 1981). Jumlah limbah yang banyak tersebut, sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya hanya dibiarkan menumpuk pada tempat-tempat pengolahan tepung sagu sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Kalaupun ada ternak yang memanfaatkannya, hanya ternak-ternak yang berada di sekitar lokasi pengolahan tepung sagu, yang langsung mengkonsumsi di tempat penumpukan ampas tanpa dikontrol (Natamijaya et al., 1988).

  Ampas sagu berupa serat-serat empelur yang diperoleh dari hasilpemarutan dan pemerasan isi batang sagu. Ampas sagu mempunyai prospek yangsangat baik, jika mendapat perlakuan yangtepat. Alternatif penggunaan ampas sagu sebagai bahan ransum ternak merupakan hal yang positif walaupun disadari bahwa penggunaannya sebagai ransum mempunyai kendala antara lainkecernaan dan kadar nutriennya rendah karena tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar protein (Uhiet al., 2007).

  Potensi penggunaan ampas sagu sebagai pakan memiliki faktor pembatas adalah kandungan protein kasarnya rendah dan serat kasar tinggi. Agar menjadi bahan pakan ternak yang kaya akan protein dan vitamin, maka ampas sagu dapat diolah dengan teknologi fermentasi (Harsono, 1986).

  Tabel 1. Nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi Zat Nutrisi Sebelum Fermentasi Sesudah Fermentasi Protein (%) 3,84 23,08

  1.90 Lemak (%) 1,48

  9.50 Abu (%)

  5.40 0,48

  Ca (%) 0,32 P (%) 0,05 0,48

  28,89 Lemak Kasar (%) 14,51

  1.543 Energi (Kkal/kg) 1.352

  Sumber : Haryanto dan Philipus (1992) Probiotik Starbio

  Probiotik berasal dari bahasa Latin yang berarti "untuk kehidupan"; disebut juga "bakteri bersahabat", "bakteri menguntungkan", "bakteri baik" atau "bakteri sehat". Apabila didefinisikan secara lengkap, probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri jahat yang ada di usus manusia dan hewan(Fuller, 1992).

  Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto danWinantuningsih (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Spirillum liporerum (pencerna lemak), Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein).

  Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. Starbio juga dapat menghilangkan bau limbah dari Rumah Potong Hewan (RPH) maupun septic-

  

tank , dengan cara menguraikan komponen zat-zatkimia C-H-O-N-S(Sartika dan

Hasil analisis proksimat dari starbio menurut Sulistyo (1996) Dwiyanto, 1994). adalah kadar air 9,71 %, protein kasar 10,42 %, lemak kasar 0,11 %, serat kasar 8,37 %, dan abu 51,54 %.

  Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan ransum, kecernaan protein dan mineral fosfor (Campbell, 1984). Hal ini terjadi karena

probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik,

selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis)

yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan

organik yang lebih sederhana (Lembah Hijau Indonesia, 1995).

  Penggunaan probiotik pada ternak unggas ternyata sangat menguntungkan

karena dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat membantu pencernaan dan

dapat menghasilkan zat antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan

mikroorganisme yang merugikan (Ritonga, 1992).

  Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inidilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof.

  Ahmad Sofyan No. 3, Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian iniberlangsung selama 12 minggu.

  Bahan dan Alat Bahan Day Old Chick (DOC) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri

  dari tepung jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati,

  

top mix , air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara

ad libitum , air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi, rodalon

  sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum, formalin 40% untuk fumigasi kandang, vitamin seperti vitachick sebagai suplemen tambahan.

  Alat

  Alat yang digunakan adalah kandang sebanyak 20 plot, masing-masing dengan ukuran 100cm x 100cm x 50cm, peralatan kandang terdiri dari 20 unit tempat pakan dan 20 unit tempat minum, alat penerang dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt, termometer sebagai pengukur suhu kandang, timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,01 gram, alat pencatat data seperti buku data, alat tulis dan kalkulator untuk menghitung biaya dan harga selama penelitian, alat pembersih kandang berupa sapu lididan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau serta terpal untuk menutup dinding kandang.

  Metode Penelitian

  Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut: P : Pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi P : Pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu

  1

  non fermentasi P

  

2 : Pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non

  fermentasi P : Pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu

  3

  non fermentasi P

  

4 : Pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non

  fermentasi Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian dengan analisis usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningktakan nilai ekonomis. Untuk itu digunakan metode survey untuk mengetahui harga bibit, harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga kerja, harga penjualan bibit dan harga penjualan kotoran.

  Paremeter Penelitian Total Biaya Produksi

  Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan kandang dan biaya sewa kandang.

  Total Hasil Produksi

  Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh pendapatan dari penjualan produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung harga jual ayam kampung dan harga jual kotoran ayam kampung.

  Analisis Laba-Rugi

  Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara : K = TR – TC Dimana : K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

  Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

  R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

  Total Hasil Produksi

  R/C Ratio =

  Total Biaya Produksi

  R/C Ratio > 1 = Efisien R/C Ratio = 1 = Impas R/C Ratio < 1 = Tidak efisien

  Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih

  pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak.

  IOFC = (Bobot badanakhir – Bobot badan awal ayam x Harga jual ayam/kg)

  • – (Total konsumsi pakan x Harga pakan perlakuan/kg)

  Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data 1.

  Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan ayam.

  3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal DOC dan bobot akhir ayam, rata-rata konsumsi pakan ayam dan rata-rata konversi pakan ayam pada setiap level perlakuan pakan. Dilakukan analisa ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak ayam. Analisa ekonomi yang dilihat adalah analisa laba/rugi, analisa R/C ratio dan analisa IOFC.